Kelompok 1
Filmologi
Sejarawan film menggunakan artefak untuk mempelajari masa lalu. Artefak ini
mencakup berbagai mesin dan teknologi lainnya, seperti kamera, proyektor, alat perekam
suara, dan sebagainya. Artefak juga termasuk catatan dari konferensi cerita, skenario,
gambar, dan objek lain yang relevan dengan produksi film tertentu. Sejarah film tidak
hanya mencakup sejarah teknologinya, tetapi juga orang-orang, organisasi industri yang
memproduksi film, bioskop nasional, upaya untuk menekan dan menyensor film, dan
makna yang kita peroleh film tersebut.
Hal ini menarik perhatian karena revolusi yang dilakukan Welles membuat sebuah
karya film lebih terasa di hati penonton melalui scene dan audio pada setiap transisi
karyanya. Dia juga menggunakan suara untuk membantu transisi dari bidikan ke bidikan
dan adegan ke adegan. Dalam penyuntingan dan suaranya, Welles juga memisahkan diri
dari konvensi Hollywood.
Welles merekam film dengan cara Hollywood yang biasa, tetapi mengeditnya ke
dalam format kronologis, dia juga merancang struktur kilas balik yang rumit yang
menimbulkan tantangan besar untuk mengedit rekaman dan membangun ritme. Selain itu
dia juga membangun karya orang lain, memperluas, menyempurnakan, dan
mendefinisikan ulang teknik. Dia merupakan salah satu sutradara terhebat di bioskop
karena memiliki visi untuk melakukan sesuatu yang berbeda dan bakat untuk
menginspirasi kolaborator untuk bereksperimen.
● Pendekatan Ekonomi
Industri film merupakan salah satu bagian utama dalam ekonomi global.
Para sejarawan mempelajari bagaimana serta mengapa sebuah sistem studio
diciptakan dan adaptasi terhadap perubahan kondisi (agama, ekonomi, teknologi
dan sosial). Dengan pandangan ini mereka mempelajari cara studio-studio
membuat film dengan pendekatan-pendekatan tertentu. Mereka pun mempelajari
pengaruh perubahan sistem produksi studio ke produksi independen dan
dampaknya ke proses produksi dan distribusi.
Fotografi
Film merupakan kemajuan dalam dunia fotografi. Konsep dari fotografi berawal
pada masa Yunani Kuno di mana kata fotografi memiliki arti "menulis dengan cahaya" dan
merupakan representasi statis dari reproduksi cahaya".
● Pada tahun 1839, Sir John Herschel menyempurnakan hypo atau hyposulfite
tiosulfat, atau sodium tiosulfat, senyawa yang memperbaiki gambar di atas kertas
dan dengan demikian menahan efek cahaya di atasnya. Tahun 1851, pelat kaca
negatif menggantikan pelat kertas. Lebih tahan lama tapi berat, kaca digantikan
oleh kertas berlapis gelatin pada tahun 1881. Proses ini mengurangi 15 menit
menjadi 0,001 detik, waktu yang diperlukan untuk membuat eksposur fotografis.
Pada tahun 1887, George Eastman memulai produksi massal "film" kertas yang
dilapisi dengan emulsi gelatin dan pada tahun 1889, ia meningkatkan proses
dengan mengganti alas kertas dengan plastik bening (film). Meskipun perbaikan
teknologi lainnya mengikuti, ini adalah film yang kita kenal sekarang.
Fotografi Seri
Fotografi seri merekam fase dari suatu tindakan. Dalam serangkaian foto diam, misalnya,
seorang pria atau kuda dalam posisi berubah yang menunjukkan gerakan, meskipun
gambar itu sendiri statis.
Pada tahun 1891, William Kennedy Laurie Dickson, bekerja dengan rekanan di
laboratorium penelitian Thomas Edison, menemukan Kinetograf (kamera gambar bergerak
pertama) dan Kinetoscope (penampil lubang intip). Film pertama yang dibuat dengan
Kinetograf berjudul Edison Kinetoscopic Record of a Sneeze (1894). Edison
mendemonstrasikan Kinetoscope ke berbagai audiens, publik dan pribadi. Pada bulan
April 1894, ruang Kinetoscope pertama dibuka di New York City, dengan demikian
meresmikan sejarah film komersial.
Tokoh penting di antara para inovator adalah orang Perancis, Georges Méliès. Pada
akhir 1890-an, ia mulai membuat film naratif adegan pendek berurutan yang diambil dari
sudut pandang tetap. Menurut sejarawan film, David A. Cook, Méliès adalah seniman
naratif pertama, yang terkenal dengan banyak inovasi teknik perangkat dan naratif. Dia
terkenal karena penggunaannya efek khusus seperti pada film A Trip to the Moon (1902)
dan The Impossible Voyage (1904). Perintis awal lainnya, Edwin S. Porter, adalah seorang
direktur yang bekerja dengan Edison dan pada tahun 1903. Ia menerapkan pendekatan
yang relatif canggih untuk pembuatan film naratif dalam film seperti The Great Train
Robbery (1903). Film berdurasi 12 menit yang menggunakan beberapa posisi kamera,
pengaturan interior dan eksterior, dan cross cutting yang memungkinkan untuk
menggambarkan tindakan paralel terjadi secara bersamaan.
Era Film Bisu ditunjukkan oleh perbedaan antara karya-karya Edwin S. Porter dan DW
Griffith dalam bentuk narasi. Naiknya Hollywood sebagai pusat industri film dunia,
perkembangan film genre, dan eksperimen awal dengan warna dan animasi.
Pada tahun 1914, industri film Amerika secara jelas diidentifikasi sebagai
Hollywood. Industri banyak berinvestasi di bioskop, beberapa di antaranya dijuluki
"istana" karena arsitekturnya yang mengesankan. Arsitektur, interior mewah, dan tempat
duduk untuk ratusan orang dan terkadang ribuan orang. Tak hanya itu, berbagai
pengalaman pertama lain, seperti jurnal perdagangan, majalah penggemar film, resensi
film di surat kabar umum, dan undang-undang sensor film. Periode ini mulai
menggantikan film pendek (umumnya satu gulungan panjangnya) dengan film feature atau
cerita (empat gulungan atau lebih). Panjang satu gulungan adalah 10– 16 menit, tergantung
pada kecepatan proyeksi.
Dampak sosial film bisu selama periode ini mendirikan tren yang berlanjut hingga
hari ini. Mereka menjangkau semua tingkat sosial ekonomi dan merangsang imajinasi
melalui genre naratif dan stereotip. Terutama yang memperkuat prasangka terhadap
penduduk asli Amerika, Afrika Amerika, dan orang asing pada umumnya. Penggambaran
mereka tentang perilaku yang dianggap tidak bermoral memicu seruan untuk penyensoran,
yang akan menjadi masalah yang lebih besar di dekade berikutnya dan hingga hari ini dan
mengangkat masalah konten dan kekerasan. Film feature bisu Amerika paling sukses
adalah Greed (1924) karya Erich von Stroheim, melodrama karya King Vidor The Big
Parade (1925), dan komedi. Komedi adalah faktor utama kesuksesan awal Hollywood.
Pemerintahan baru yang demokratis muncul di Jerman, dikenal secara tidak resmi
sebagai Republik Weimar. Republik Weimar mencari untuk merevitalisasi industri film
dan menciptakan citra negara yang baru, pemerintah mensubsidi konglomerat film yang
dikenal sebagai UFA (Universum-Film AG). Studio yang megah, terbesar dan paling
lengkap di Eropa, memungkinkan industri film Jerman untuk bersaing serta menarik
pembuat film dari seluruh dunia. Organisasi ini menghadirkan masa keemasan perfilman
Jerman, yang berlangsung dari tahun 1919 hingga Adolf Hitler naik ke tampuk kekuasaan
pada tahun 1933. Komponen artistik paling penting adalah film Ekspresionis Jerman, yang
berkembang dari tahun 1919 hingga 1931.
Di tahun 1920-an Paris menjadi salah satu pusat eksperimental dalam berbagai
bidang seni. Gerakan film Avant-Garde merupakan film bergenre dadaisme dan
surealisme, dimana berisikan gerakan menyerang norma yang provokatif dan tidak sopan.
Avant garde juga memiliki unsur yang tidak terduga dan mengejutkan yang ditempatkan
secara berdekatan satu sama lain tanpa alasan yang jelas. Gerakan film Avant-Garde
dibentuk karena terinspirasi dari Karl Marx dan Sigmund Freud serta dari pembuatan
film-film eksperimental sebelumnya.
Pencetus Gerakan film Avant-Garde yakni Man Ray, Fernand Leger, Jean Epstein.
Jean Epstein memiliki kekuatan visual dan Teknik yang inovatif dalam pembuatan sebuah
sinema. Teknik close up, tumpang tindih gambar. Karya yang cukup terkenal adalah The
Fall of The House of Usher (1928). Film Avant-Garde pada tahun 1920-an terkait
psikologis dimana terdapat gagasan bahwa nasib individu ditentukan oleh hereditas dan
lingkungan nya bukan melalui kehendak bebas yang dilakukan. Contohnya melalui film
Rien que les heures (1926) karya Alberto Cavalcanti asal Brazil.
Semua karya yang dihasilkan mengarah kepada kekuatan montage untuk memecah
dan memasang kembali rekaman dengan tujuan memanipulasi persepsi dan pemahaman
penonton. Vertov yang merupakan ahli teori dan praktisi mampu membentuk sinema
propaganda dalam bentuk dokumenter. Eisenstein menyatakan “Montage of attractions”
menyajikan gambar yang dipilih secara sewenang-wenang (tidak tergantung pada
Tindakan) untuk menciptakan dampak psikologis yang kuat. Hal ini dilakukan dengan
tujuan penonton memiliki kesadaran untuk melakukan atau menanamkan konsep yang
telah sutradara inginkan. Salah satu pendekatan propaganda ini adalah melalui film
“Battleship Potemkin” (1925).
Pada masa sinema Hollywood klasik terdapat proses transisi dimana produksi
perfilman lebih sehat, konsolidasi sistem audio, eksploitasi genre, pengenalan kode
produksi gambar bergerak, perubahan tampilan film. Industri perfilman semakin maju dan
berkembang. Namun, film-film yang diproduksi saat itu menjadi sangat berkaitan erat
dengan perkembangan budaya Amerika. Dalam titik ini film yang ada cenderung
mendefinisikan budaya Amerika dan Amerika didefinisikan melalui film.
Sekitar tahun 1926 mulai muncul transisi suara dengan dibuktikannya beberapa
film pendek serta film layar lebar dengan rekaman suara sebagai hasil produksinya.
Produksi film akhirnya semakin berkembang dengan pesat saat lahir talkies film seperti
rekaman suara, lagu/musik dimana talkies film pertama yang mencapai puncak
kejayaannya adalah The Jazz Singer (1927) karya dari Alan Crosland. Film bersuara jelas
lebih banyak digandrungi dibandingkan dengan film tanpa suara (bisu). Akibat munculnya
transisi suara sekitar tahun 1930 an inilah mengakibatkan melonjaknya penonton bioskop.
Adanya French New Wave dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, dari bioskop
dan gaya sinematik di tahun 1930-an yang lebih dikenal dengan realisme puitis dimana
istilah tersebut digunakan untuk film-film yang menayangkan kehidupan dengan situasi
yang murung. Faktor kedua, adalah dari filosofi Jean Paul Sartre yang merupakan tokoh
ternama dalam filsafat Perancis periode pasca perang. Sartre mempercayai bahwa seniman
kontemporer harus berani memberontak terhadap moralitas yang bersifat tradisional.
Mereka harus mampu bertanggung jawab atas pribadi dan tindakannya. Pandangan Sartre
membentuk gambaran baru tentang dunia sinema yang baru di Perancis
Pada masa ini terdapat perubahan yang diharapkan masyarakat, didalam dunia
sinema anak muda tidak semata-mata mampu terjun ke industri perfilman. Mereka dituntut
harus memulai dari bawah. Anak muda sering ditolak dan dihiraukan dibanding para
senior yang sudah terjun lama di industri film. Dari situasi tersebut, akhirnya munculah
sebuah Gerakan French New Wave, dalam industri perfilman tidak memperdulikan gaya
cerita yang awalnya monoton dan berpacu pada pemikiran yang logis serta pengambilan
gambar yang rapi. Pada gelombang baru ini, hal yang paling penting adalah terkait dengan
ekspresi baik dari pemikiran atau dari hati.
Pada tahun 1920-an, sutradara yang paling dikenal di Barat ialah Akira
Kurosawa, Kenji Mizoguchi, dan Yasujiro Ozu, namun pada tahun 1950-an Akira
Kurosawa memunculkan keemasan film Jepang yaitu Rashomon yang
menceritakan pemerkosaan dan pembunuhan wanita dari empat sudut pandang
berbeda. Banyak penonton Barat merasa sulit untuk memahami jalan filmnya.
Sekitar tahun 1950 hingga 1970-an, telah hadir kelompok sutradara baru yang
disebut Nuberu Bagu. Sutradara yang termasuk dalam kelompok tersebut yaitu
Hiroshi Teshigahara, Yasuzo Masumura, dan Nagisa Oshima. Film-film yang
diproduksi penuh dengan kebrutalan dan nihilisme, antara lain Cruel Story of
Youth (1960) yang penuh dengan gairah kekerasan, In the Realm of the Sense
(1976) mengenai eksplorasi mengganggu seksualitas manusia, Merry Christmas,
Mr. Lawrence (1983), mengenai komunikasi antar budaya
e. China
Pada tahun 1976 pembuatan film di China mengalami jatuh bangun dan
tidak berfokus pada doktrin partai dan filmnya lebih peduli dengan individu, serta
industri film China menjadi lebih berorientasi ke pasar Barat, maka dari itu hanya
beberapa film yang terkenal yaitu Chen’s Farewell My Concubine (1993) jalannya
mengenai cinta segitiga diluar nikah, Raise the Red Lantern (1991) mengenai
perjuangan hak-hak perempuan, Tian’s The Horse Thief (1986) mengenai
pembelajaran etnis China minoritas. Selain itu, film-film Tiongkok yang paling
populer dan berpengaruh di luar yaitu film aksi bela diri yang melibatkan masalah
sosial.
Hong Kong
Dengan film aksi bela diri, maka karakteristik formal diatur sedemikian
dimulai dari memilih studio yang spektakuler dan lokasi yang alami, mengatur
warna yang kontras, pencahayaan yang baik, gerakan konstan antara cepat dan
lambat, teknik pengeditan terputus-putus, dan manipulasi gambar dan gerakan
komputer yang ekstensif. Disini proses pembuatan film sudah semakin berkembang
dengan memanfaatkan teknologi dan media yang ada.
Taiwan
f. India
India menempati urutan pertama dalam produksi film tahunan, diikuti oleh
Hollywood dan China. Di India sendiri terdapat festival tahunan yang dibuat untuk
mempelajari lebih dalam lagi mengenai pembuatan film dan bagaimana mengisi
suara ke bahasa inggris atau menggunakan subtitle (Barsam & Monahan, 2009, h.
395). Kesuksesan film India karena adanya konvensi genre film yang cukup kental,
yaitu durasi film yang cukup panjang. Kedua, ada unsur musikalnya. Ketiga, cerita
filmnya melodramatik, sentimental, roman, komedi, aksi. Keempat, jalan cerita
film India mudah dipahami.
Dampak negatif ini meliputi penurunan jumlah penonton akibat persaingan dari
televisi, meningkatnya biaya produksi film, dan relokasi studio. Hadirnya Hollywood
‘baru’ juga memberikan dampak yang positif, seperti menghasilkan genre yang baru dan
cocok dengan ekspektasi penonton, melakukan lebih banyak pengambilan gambar di lokasi
yang menghasilkan film terlihat lebih autentik. Seiring perkembangan produksi film dan
pemasaran yang juga berkembang transisi ini semakin memberikan dampak positif.
Hadirnya perkuliahan dan studi mengenai film di berbagai universitas, membawa semakin
banyak penonton film generasi baru. Para produser yang dapat merekrut seniman dari
mana saja juga turut berkontribusi dalam peningkatan produksi film di Amerika.
Hingga akhirnya, New York dan kota-kota di Amerika dan Kanada muncul sebagai
pusat produksi film yang terus berkembang. Para penulis dan sutradara wanita juga mulai
hadir mengembangkan industri film. Konten yang hadir juga menyesuaikan dengan minat
dan ekspektasi audiens. Dalam perkembangannya, konten dalam “New America Cinema”
didominasi oleh alam, sex, dan kekerasan. Meskipun konten tersebut masih mendominasi
film Amerika, para penonton tak segan untuk memberikan apresiasi besar bagi film-film
Amerika.
Hadirnya film-film seperti, Penn's Bonnie and Clyde (1967), Dennis Easy Rider
karya Hopper (1969), The Last Picture Show karya Peter Bogdanovich (1969), The Wild
karya Sam Peckinpah Bunch (1969) semakin menjelaskan dominan konten seksual dan
kekerasan pada film Amerika. Dalam era ini juga ditandai dengan penyuntingan secara
kontinuitas dan peningkatan penggunaan teknik. Teknik tersebut meliputi, jump cuts, split
screens, slow and fast motion, dan campuran rekaman warna dan hitam-putih. Era ini juga
mengembangkan pada produksi dan reproduksi suara, mulai dari desain suara, perekaman,
suara multisaluran hingga sistem Dolby Digital.
Film Studies
Film adalah objek visual yang setiap elemen konstruksinya dapat berfungsi untuk
menghasilkan makna. Terdapat tiga unsur utama makna dalam film yaitu komposisi
(composition), penyuntingan (editing) dan pengarahan elemen visual (art direction), yang
meliputi segala sesuatu mulai dari warna dan suara hingga set dan lokasi (Ryan, 2012).
Elemen penting komposisi adalah bingkai, yang mana penempatan kamera untuk
menentukan ukuran dan bentuk bingkai gambar. Unsur penyuntingan (editing) berfungsi
memberikan kesinambungan yang mulus dari satu gambar ke gambar lain. Penyuntingan
juga dapat menggunakan kontras untuk menciptakan makna. Unsur art direction terdiri
dari beberapa elemen yaitu desain set, suara, pilihan lokasi, alat peraga, pencahayaan, dan
warna. Terdapat istilah-istilah yang berkaitan dengan teknologi film, yaitu:
● Field of vision, yaitu sesuatu yang dilihat dari kamera, yang berbeda dari latar
(setting) atau tempat di mana cerita film itu terjadi..
● Framing, yaitu batas gambar yang membatasi ruang tindakan
● Mise-en-scène, yaitu istilah Perancis yang mengacu pada pengaturan elemen
(karakter, alat peraga, set, ruang) dalam bingkai gambar
● Visual Plane, yaitu titik di mana fokus terjadi.
● Pro-Filmic Space, yaitu ruang di depan kamera di dalam bingkai gambar.
● Shot, yaitu hal apapun yang difilmkan dengan kamera.
● Deep Focus, yaitu lensa fokus dalam yang memungkinkan kedalaman lapangan
(depth of field) yang lebih besar.
● Projection, yaitu memotret dengan latar belakang tempat gambar diproyeksikan.
● Zoom, bergerak dari jarak mendekat dengan suatu objek.
● Continuity, yaitu penyuntingan yang mencocokkan aksi dan objek dari satu urutan
gambar ke gambar berikutnya.
● Cut, yaitu transisi dari satu adegan ke adegan berikutnya.
● Montage, yaitu gaya pengeditan dinamis yang menyatukan banyak bidikan dengan
cepat.
● Reverse-Angle Shot, yaitu bidikan yang membalikkan perspektif bidikan
sebelumnya.
● Diegetic Sound, yaitu yang muncul dari aksi di layar, sebaliknya, nondiegetic
sound tidak muncul dari aksi layar.
● High-Key Lighting, yaitu saat cahaya menerangi set sepenuhnya dan membawa
objek yang difilmkan ke kejelasan garis luar yang cemerlang. Sedangkan low-key
lighting untuk menciptakan bayangan dan mengurangi kejernihan penglihatan.
● Three-Point Lighting, yaitu untuk menciptakan efek realis yang menghilangkan
bayangan, teknik ini menggunakan tiga lampu.
● Diegesis, yaitu istilah untuk menamai cerita yang digambarkan di layar
● Sequence,yaitu bagian dari cerita film yang merekam peristiwa lengkap dari awal
hingga akhir.
1. Dirty Harry (1971). Film ini bercerita tentang Harry sebagai inspektur
mempertaruhkan nyawa dan sering melanggar aturan atasanya demi menangkap
Scorpio, sang pembunuh psikopat. Terdapat istilah zoom pada adegan ketika Harry
tahu Scorpio telah membunuh seorang gadis tetapi atasannya yang tidak kompeten
tidak mempercayainya. Kamera memperbesar ke bidikan panjang Harry dan
Scorpio di stadion sepak bola. Selain itu, ada istilah continuity, ketika Harry
memasuki kantor, dan continuity editing berlanjut ke kantor tempat dia berjalan.
Hal ini dilakukan agar urutan gambar aksi dan objek sebelum dan setelahnya tetap
berkesinambungan dan memudahkan penonton untuk memahami cerita.
2. Michael Clayton (2007). Film dengan genre thriller ini memiliki studi tentang
karakter, narasi yang kompleks, dan contoh yang baik tentang bagaimana
menggunakan komposisi dan pengeditan gambar untuk menyampaikan makna.
Sebuah kisah seorang pengacara yang membersihkan kekacauan hukum untuk
klien dari perusahaannya, film ini juga berurusan dengan korupsi perusahaan dan
menampilkan cerita pembunuhan sebagai konfliknya.
Dalam film Fast Furious 7 (2015), terdapat adegan di mana salah satu pemeran
utama yaitu Paul Walker seolah-olah hidup kembali. Paul Walker diketahui sudah
meninggal pada tahun 2013 yang lalu karena kecelakaan mobil. Dalam adegan tersebut,
dua adik Paul Walker, Caleb dan Cody dan aktor terpilih lainnya berakting sebagai Paul.
Selanjutnya, wajah mereka diganti dengan wajah Paul menggunakan teknologi Computer
Graphic Imagery atau CGI. Selain itu, ekspresi wajah dan gerakan mulut disesuaikan
dengan menggunakan animasi serta penggunaan suara asli sang aktor yang telah diambil
sebelumnya (Ferdian, 2014).
Penggunaan CGI dalam film Fast Furious 7 (2015) ini memberikan dampak yaitu
pemeran utama Paul Walker tetap ada dan hadir dalam film Fast Furious 7. Meskipun
bukan Paul Walker asli, teknologi CGI membuat publik yang menonton seolah-olah
melihat Paul Walker yang asli. Dengan adanya teknologi CGI ini, masyarakat yang tadinya
merasa kehilangan setelah kepergian Paul Walker, dapat menikmati film Fast Furious 7
karena masih bisa melihat dan merasakan kehadiran Paul Walker dalam film.
Daftar Pustaka
Barsam, Richard & Dave Monahan. (2009). Looking at Movies an Introduction to Film.
New York: W. W. Norton & Company, Inc
Danusiri, A. (2018). Kronotop Kontra Politik dan Visualitas Korban dalam Film
Dokumenter: Kajian Antropologi Media. Jurnal Antropologi Indonesia. Vol39
No2.
Ferdian, F. (2014). Lewat Teknologi CGI, Paul Walker Tetap Hidup di Fast Furious 7.
Diakses dari
https://www.liputan6.com/showbiz/read/2027177/lewat-teknologi-cgi-paul-walker-
tetap-hidup-di-fast-furious-7