Anda di halaman 1dari 21

SEPUTAR SINEMA GLOBAL

FILM AMERIKA
Berpusat di Hollywood, Los Angeles, California
Soft diplomacy
Alat penyebaran ideologi dan propaganda
Paling maju dibandingkan produksi film dari negara2 lain
Didukung oleh pemerintah
Dinamika konten film terkait representasi negara lain
Sejarah telah mencatat, mulai dari cikal-bakal hingga pesatnya perkembangan perfilman dunia
(global) seperti saat ini, film tumbuh dengan “iklim” yang berbeda antara satu negara dengan
yang lainnya. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh situasi politik, ekonomi, kemajuan teknologi
serta industri yang melingkupinya.
Hingga tahun 1980-an, pergi menonton film Korea bukanlah suatu hal yang menarik. Saat itu

Perfilman orang Korea menganggap film dalam negeri sebagai film cengeng bermutu rendah.

Film Korea Tembus Pasar Internasional

Korea Pada akhir 1990-an, drama Korea diekspor ke China untuk pertama kalinya dan kemudian
menjadi populer ke seluruh dunia. Para penonton dari berbagai negara terkesan dengan
kehidupan dan cinta para aktor di layar TV.
Drama korea Scarlet Heart hasil garapan sutradara Kim Kyu Tae merupakan adaptasi dari
novel tiongkok Bu Bu Jing Xin karya Tong Hua. Drama korea ini mengangkat kisa perebutan
kekuasaan dan dikriminasi terhadap tokoh utama Wang Soo seorang pangeran yang
mempunyai cacat pada wajah.
Di Indonesia drama ini di tayangkan di TV kabel One yang terdiri dari 20 episode ini akan
tayang Senin-Selasa pukul 22:00 waktu Korea mulai 29 Agustus hingga 1 November 2016.
Selain TV kabel, drama Korean Scarlet Heart juga bisa dinikmati pada situs streaming film
resmi Yokou. Tanggal 21 September 2016, Drama sejarah Scarlet Heart telah ditonton lebih
dari satu miliar penonton untuk semua episode yang telah tayang.
Tingginya rating juga membuat drama korea Scarlet Heart menjadi raja rating di Asia
Tenggara. ama sageuk yang dibintangi Lee Jun Ki, IU dan Baekhyun EXO ini termasuk sukses
besar karena mencatat rating hingga 73 persen. Seperti dilansir dari Internatioanl Business
Times, Scarlet Heart Ryeo yang ditayangkan ONE bersamaan dengan SBS berhasil
mendominasi slot diantara empat saluran televisi Korea lainnya.
Dalam Sinopsisnya, pangeran Wang Soo sebagai seorang yang cacat fisik. Kehidupan
pangeran Wang Soo bersama tokoh lain yang memiliki tubuh dan wajah yang normal
menekankan pentingnya pengamatan yang berhubungan dengan sistem simbol dari prilaku
tokoh-tokohnya. Oleh sebab itu prilaku simbolis yang muncul merupakan salah satu hal
penting dalam sistem representasi ini.

Perfilman Selain kisah seputar cacat fisik, latar belakang kehidupan pangeran Wang Soo yang detail di
tampilkan. Diantaranya penyebab cacat pada wajahnya, kehidupan yang dijalaninya, peilaku
dan hubungan dengan keluarga dan lingkungannya yang memiliki wajah/tubuh normal.

Korea Difabel, Disabilitas, dan Diskriminasi


Berbicara tentang penyandang cacat/disabilitas/difabel sebagai bagian dari kelompok rentan
tidaklah menuai perdebatan. Hampir semua orang, dengan disiplin dan alasan yang berbeda
menyepakati keberadaan difabel sebagai kelompok rentan.
Diskriminasi adalah perwujudan dari sikap Labelling dan prasangka rencana yang dilakukan
secara terbuka atau tertutup dalam usahanya untuk menyingkirkan, menjauhi dan membuka
jarak, penekanan dan menyudutkan terhadap seseorang atau kelompok tertentu. Penamaan
(naming) yang diskriminatif hanyalah satu contoh kecil bagaimana lingkungan masyarakat
melakukan labeling istilah „cacat‟ atau „tidak mampu‟ kepada para difabel, yang kemudian
disusul dengan praktik tindakan diskriminatif.
Contoh lainnya bisa kita lihat dalam kasus bullying yang menimpa mahasiswa penyandang
disabilitas Univestitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat yang menjadi bulan-bulanan rekannya
direkam dan viral di media sosial. Dalam tayangan itu, tas korban ditarik oleh salah seorang
temannya saat sedang berjalan.
Sejak keterbukaan China pada tahun 1978, melalui reformasi bertahap di semua bidang
ekonomi, serta memodernisasi dan meliberalisasi hampir semua industri yang sebelumnya
dimiliki oleh pemerintah. Reformasi awal terjadi pada 1970-an dan 1980-an melibatkan
dekolektivisasi pertanian, pembukaan negara terhadap investasi asing, dan izin bagi
pengusaha untuk memulai bisnisnya.
Perfilman Semua industri China perlahan mangalami peningkatan termasuk industri perfilaman China
telah berkembang secara pesat dalam beberapa dekade terakhir ke arah persaingan
terhadap pemeran utamanya yakni Hollywood. Dalam perkembangannya sendiri Industri
Cina perfilman China sengat lekat dengan komunisme dan propaganda yang perlahan
berkembang hingga dapat dinikmati sebagai sebuah hiburan.
Beberapa tahun terakhir China telah menjadi pasar box office terbesar kedua di dunia.
Masuknya investor asing dan produser film telah menunjukkan kesediaan untuk bekerja
sama dengan China.
Sejarah perfilaman China sebenarnya dapat ditelusuri dari tahun 1905, ketika Studio Beijing
Fengtai photo dan Tan Xinpei mengadaptasi sebuah opera Beijing yang disebut The Battle
of Dingjunshan yang sekalugus menjadi film bisu pertamanya. Dari film pertama China
tersebut hanya berjarak sekitar tiga tahun setelah film bisu pertama di dunia berjudul A Trip
to the Moon berbahasa Prancis yang disutradarai Georges Méliès pada tahun 1905.
Pada masa lampau Industri perfilman China memiliki zaman keemasan sebelum akhirnya
revolusi komunis pada 1949 mengubah cara produksi film dan akhirnya membunuhnya.
Zaman keemasan pertama terjadi pada tahun 1930-an dimana Selama waktu ini sekitar 60
film diproduksi setiap tahunnya, dan sangat dipengaruhi oleh peningkatan rasa identitas
nasional, mengingat bahwa Jepang baru saja menginvasi Manchuria.
Perfilman China Era 1980-an

Pada era sebelumnya yakni 70-an, reorientasi strategi pembangunan pemerintah,


bergeser dari industri berat ke industri ringan. Ketika konsumsi menjadi kekuatan

Perfilman pendorong pertumbuhan ekonomi, industri film merespons dengan mengalihkan


fokusnya dari produksi ke pameran, dimana pemeran dari sebuah film menjadi kunci
kesuksesan sebuah film untuk manarik konsumen (Zhu & Rosen, 2010).

Cina Pada masa ini sebagian besar film masih di produksi dan didominasi oleh studio yang
memiliki dominasi pasar diantaranya; Beijing Studio, Changchun Studio dan Shanghai
Studio dimana rata-rata studio tersebut memproduksi sepuluh 10 hingga 21 film per
tahunnya yang mana jumlah tersebut masih lebih banyak dari semua produksi studio
kecil. Menghadapi ketidaksetaraan tersebut, studio-studio yang lebih kecil harus
mundur untuk memproduksi genre tertentu dan pindah ke genre lain seperti
dokumenter atau animasi yang tidak terlalu populer pada masa itu.
Perlahan pemahaman tentang industri perfilman di China berubah, dari yang awalnya
beranggapan bahwa sebagai instrumen propaganda. Pada tahun 1984 negara
berpendapat bahwa bioskop merupakan bagian integral dari industri budaya, bukan
hanya sebagai alat serta instrumen untuk memperkuat ideologi pemerintahan.
Pada akhir 1986, permasalahan organisasi dan
penyusutan terus menerus dari pasar film domestik
menyebabkan hilangnya pendapatan sepertiga dari
semua perusahaan distribusi China kerenanya banyak
perusahaan keluar. Namun studio milik negara yang
berada di bawah kendali pemerintah sepenuhnya masih
kebal terhadap kekacauan yang terjadi.
Secara keseluruhan, selama dekade pertama ini,
pemerintah China terus menyesuaikan diri secara pasif
dan sebagian dengan reformasi ekonomi yang dihadapi
negara itu, dan hanya berfokus pada sektor-sektor
pameran dan distribusi, melupakan hampir sepenuhnya
tentang sektor produksi. Kebijakan yang dibuat justru
mengguncang pondasi perfilman China, yang berakhir
pada tukar pasang kebijakan demi memulihkan keadaan.
Perfilman China Era 1980-an

Pada akhir 1986, permasalahan organisasi dan penyusutan terus menerus dari pasar
film domestik menyebabkan hilangnya pendapatan sepertiga dari semua perusahaan

Perfilman distribusi China kerenanya banyak perusahaan keluar. Namun studio milik negara yang
berada di bawah kendali pemerintah sepenuhnya masih kebal terhadap kekacauan
yang terjadi.

Cina Secara keseluruhan, selama dekade pertama ini, pemerintah China terus
menyesuaikan diri secara pasif dan sebagian dengan reformasi ekonomi yang dihadapi
negara itu, dan hanya berfokus pada sektor-sektor pameran dan distribusi, melupakan
hampir sepenuhnya tentang sektor produksi. Kebijakan yang dibuat justru
mengguncang pondasi perfilman China, yang berakhir pada tukar pasang kebijakan
demi memulihkan keadaan.
Perfilman China Era 1990-an

Mulainya tahun 1990-an, situasi perfilman China saat itu masih belum banyak
perubahan hampir disegala seginya. Dengan peraturan pembagian pendapatan

Perfilman serta distributor mengambil alih studio. China Film Corporation masih menjadi
lembaga yang memutuskan banyaknya cetakan yang perlu didistribusikan yang
nantinya akan diberikan salinan kepada lembaganya di provinsi dan lokal yang
Cina berkerja dibawah China Film Corporation.
Walaupun dengan segala kekacauannya pada tahun 1991 box office China mulai
membaik meskipun bejalan sangat perlahan. Akhirnya pada tahun 1993
pemerintah mengizinkan masuknya film asing untuk pertama kalinya di bioskop
China. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong pertumbuhan disektor ini.
Selama periode 1990-an sikap dan tujuan pemerintah China lebih jelas
ketimbangan sebelumnya yakni menghilangkan proses distribusi yang berlapis-
lapis dibawah sistem birokrasi lama yang telah lama tersumbat dan mendorong
persaingan antara distributor dan studio. Tidak sampai disitu kementrian juga
menghilangkan kewajiban produsen di China untuk menjual film mereka ke China
Film Corporation dan telah untuk menormalkan transit antara Cina, Hong Kong
dan Taiwan
Perfilman China Era 1990-an

Reformasi distribusi mencapai puncak baru pada tahun 1993 ketika Kementerian RFT
(Ministry of Radio, Film, and Television) mengeluarkan “Policy Document No.3-Suggestions
on the Deepening of Institutional Reform in the Chinese Film Industries”, dokumen kebijakan
Perfilman lebih lanjut yang memastikan penerapan Document 3 suggestions (Zhu & Rosen, 2010).
Kebijakan ini dianggap sebagai puncak baru dari reformasi distribusi, yang juga
menghubungkan harga cetak dan harga tiket ke pasar.
Cina Pada 1995 kementerian kembali mengeluarkan reformasi yang memiliki dampak langsung
dalam perfilman China yakni mulai melibatkan investasi swasta dengan melonggarkan
kebijakan produksi lisensi. Dimana mulai saat itu investor baik dalam dan luar industri film
dapat memiliki hak untuk melakukan produksi ulang jika ia harus menanggung 70 persen
dari biaya produksi.
Segala usaha pembaruan untuk membuka film internasional ini juga memiliki kentungan
dimana film asing mendorong box office China menuju keuntungan serta film China sukses
di luar negeri yang menarik perhatian penonton asing. Salah satu contohnya adalah The
Wedding Banquet (1993). Film yang disutrarai Ang Lee ini bercerita tentang sesorang pria
yang terpaksa memalsukan pernikahannya kepada orang tuanya dikarenakan tuntutan.
Keterlibatan pemerintah dalam perfilman kembali terasa pada 1995 dengan mensponsori
bioskop. Keterlibatan tersebut berdampak pada total film tahun 1995 meningkat menjadi
146, naik dari 133 film yang dirilis pada tahun 1990 (Aranburu, 2017). Tidak berhenti disana,
kementrian RFT yang pada waktu itu membuka kembali pintu impornya terhadap film asing
mensyaratkan untuk film yang masuk harus mewakili seni di negara asalnya dan sekaligus
untuk menampilkan keunggulan dalam seni dan teknik sinematik.
Perfilman China Era 1990-an

Pemerintah mengkhawatirkan dengan suksesnya film asing di China, dengan


Sejarah menurunnya produksi film diangka 20 persen kekhawatiran tersebut ditakutkan
berdampak pada produsen film yang mulai kehilangan semangat untuk berkarya.
Sehingga China melarang film asing masuk. Upaya untuk mengendalikan pintu masuk
Perfilman film asing bahkan lebih jauh ketika Kementerian menetapkan bahwa China hanya akan
membiarkan 10 film asing berkualitas tinggi memasuki pasar setiap tahun antara tahun
1996 dan 2000.
Cina Selama tahun 1990-an film-film mulai memiliki anggaran besar lebih sesuai dengan
pasar internasional untuk beradaptasi dengan internasional itu sendiri terutama
Hollywood sebagai pemain utama di industri ini. Anggaran tesebut dapat naik hingga 2-
3 kali lipat pada 1997.
Pada pertengahan era 90-an perubahan kebijakan secara tidak sengaja memulihkan
perfilman domestik. Namun, keberhasilan box office dalam negeri sebagian besar
berasal dari produksi yang melibatkan investasi swasta sedangkan, sebagian besar
studio yang dikelola negara terus ketinggalan. Belum lagi lebih dari separuhnya
merupakan tiruan murahan dari film Hollywood dan gaya hiburan Hong Kong.
Perfilman China Era 1990-an

Pada tahun berikutnya kementrian RFT mengeluarkan kebijakan yakni membagi


keuntungan, dimana studio yang memproduksi film populer berkualitas akan diberikan

Perfilman hak untuk mendisribusikan film impor besar yang telah disetujui oleh China Film
Corporation. Kebijakan kuota tersebut satu banding satu, satu film populer berkualitas
akan mendapatkan hak untuk satu film impor. Pada tahun 1996, tiga studio utama

Cina -Beijing, Changchun, dan Shanghai - memenangkan hak distribusi untuk impor karena
kekuatan hit domestik yang mereka hasilkan pada tahun sebelumnya.
Dalam perkembangannya pada era 90-an, pemerintah menyadari bahwa dengan
membuka pasar terhadap film impor dapat merangsang persaingan dalam negeri.
Walaupun berimbas pada jumlah penonton film yang tidak berdana besar makin
sedikit.
Pada tahun seterusnya pembatasan film asing masih dilakukan dan kebijakan untuk
menanggulanginya juga terus dikeluarkan. Pada tahun 1997 kembali mengeluarkan
langkah dengan memperkuat film-film domestik berkualitasnya secara serentak di
bioskop-bioskop nasional serta mengurangi pajak dan meningkatkan anggaran.
Perfilman China Era 2000-an

Setelah mengubah Kementerian Radio, Film dan televisi berganti menjadi Administrasi
Negara Radio, Film dan Televisi (SARFT) dan Kementerian Industri Informasi pada

Perfilman 1998 perfilman China bereda di jalan yang tepat. Beberapa perubahan seperti
memberikan hak dan tanggung jawab yang sama dengan studio milik negara untuk
perusahaan swasta berdampak langsung pada makin banyaknya studio milik swasta

Cina beroperasi.
Pekembangan perfilman China memang menujukkan kearah yang tetap, perusahaan
yang mendominasi dimasa lalu perlahan menghilang. Namun dikarenkan fusi dan
akusisi, ada empat studio besar menghasilkan sebagian besar film di China saat itu.
Film Group Corporation juga memproduksi lebih dari 30 persen dari produksi film
seluruh negeri tahun demi tahun, dan memiliki satu-satunya saluran film di negara
bagian. Perusahan ini juga memakan hingga 40 persen dari total box office domestik
(Aranburu, 2017). Pada tahun 2004 untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade,
China menghasilkan lebih dari dua ratus film dan total pendapatan industri meningkat
66 persen menjadi hampir $ 435 juta
Perfilman China Era 2000-an

Langkah penting lain yang telah diambil negara China untuk mendukung industri film
adalah Closer Economic Partnership Arrangement (CEPA) dengan Hong Kong. Pada

Perfilman dasarnya kerjasama ini menyelamatkan industri film Hong Kong yang menyusut
dengan mengklasifikasikan ulang produksinya serta membuka pasar antara China
daratan dan Hong Kong untuk lebih banyak partisipasi internasional dalam produksi

Cina bersama yang diselenggarakan melalui Hong Kong.


Dengan meningkat pesatnya pendapatan box office, jumlah layar juga ikut mulai naik
dengan pesat. Sebelum 2010 layar baru dibuka satu perharinya, kemudian setahun
setelahnya Segalanya menjadi lebih cepat setelah itu, dari layar 4,2 per hari yang
diresmikan pada 2010, ke layar 8,3 tahun 2011, hingga 10,5 layar yang dibuka setiap
hari pada tahun 2012 (Leung & Lo, 2014).
Berbicara mengenai perfilman sampai saat ini ada tiga industi film terbesar didunia
seperti Hollywood dari Amerika, Bollywood (India), dan Hallyu dari Korea Selatan,
sampai sekarang ini ketiga industri tersebut saling berlomba-lomba menciptakan film-
film terbaiknya. Pada tahun 1980-1990-an India sempat merajai perfilman, bersaing
ketat dengan film-film produksi dari Amerika dan Eropa. Sebelumnya melalui film-film
layar lebar di tahun 1996- 1997, India “membahana” melalui film Kuch-kuch ho ta hai,
yang dibintangi oleh King of Bollywood Shahrukh Khan dan Kajol.
Menurut Irvani India membuat karya baru dan masih mampu menyaingi Hollywood,
dan drama bersambung (sinetron) mereka sungguhkan. Berikut ini beberapa ciri khas
film India dekade 1980-1990an :

Perfilman 1. Nyanyian, dimana para aktor dan aktris juga menyanyi.


2. Tarian, dimana setiap film India pasti ada tarian yang menghibur.
3. Tangisan, dimana selalu ada kesedihan yang terjadi pada film tersebut.

Bollywood 4. Inspektur Vijay, yang merupakan pimpinan Kepolisian, yang kadangkala


bersifat tidak baik, hal ini menunjukkan bahwa Polisi tidak selalu kelihatan
baik (tidak seperti di Indonesia, Polisi kalau di film selalu kelihatan baik, tetapi
kenyataannya belum tentu).
5. Percintaan/asmara, antara seorang wanita dan pria yang kadangkala selalu
mendapatkan pertentangan apakah dari keluarga atau dari orang lain
6. Perkelahian, dimana hampir selalu terjadi di setiap film India.
Ciri-ciri khas diatas dengan era 2000-an tidak terlalu berbeda, tampilan Film-film
produksi India masih mengedepankan aksi-aksi laga berdarah, kisah- kisah cinta nan
romantis. Perbedaan mungkin hanya pada ide-ide cerita yang lebih inovatif, animasi
pun menjadi ciri lain dari film-film India era 2000-an (Irfani, 2015: 96)

Perfilman Berikut berapa film-film India yang booming di Indonesia yang diuraikan oleh Irvani
(2015: 97-98):
1. Mahabrata, serial dramna ini berfokus bercerita tentang pada perebutan tahta

Bollywood Kerajaan Hastinapura. 100 Kurawa dan 5 Pandawa adalah dua kelompok keluarga
yang memiliki latar belakang berbeda namun sama-sama berebut untuk
mendapatkan tahta Hastinapura.
2. Ramayana merupakan salah satu serial favorit yang selalu ditunggu oleh
masyarakat dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Film yang berkisah tentang kisah
cinta Rama dan Shinta ini memang sungguh menghadirkan drama cinta yang
romantis.
3. Jodha Akbar merupakan serial India yang berfokus pada kisah cinta di zaman abad
ke-16. Jodha Bai (Paridhi Sharma), putri dari kerajaan Rajhput terpaksa dinikahkan
dengan Jallaludin Mohammad Akbar (Rajat Tokas) yang merupakan raja dari
Mughal (Irvani, 2015: 97-98).
Fenomena Film Bollywood

Film merupakan salah satu media yang sampai saat ini masih disukai oleh
Sejarah masyarakat. Berbicara tentang film, India adalah pusat regional film di Asia yang
menjadi negara penghasil film terbanyak di dunia mulai tahun 2002.
Dalam sejarahnya, Bombay adalah kota yang melahirkan Bollywood. Sejak tahun
Perfilman 1895, Bombay telah tumbuh menjadi pusat industri film India. Pada masa-masa awal
kelahirannya (1913), film India masih bisu dan hitam putih. Dimana pada masa itu
perusahaan film india telah eksis dengan kemampuannya memproduksi film sekitar
Bollywood 200 film per tahun (Widuhung, 2008: 54).
Melewati perjalanan sejarahnya yang panjang, kesuksesan film India tersebut tidak
lepas dari beberapa konvesi genre film India yang sangat kental dan khas. Pertama,
durasi film yang panjang yaitu sekitar tiga jam. Kedua, bersifat musikal dimana
penyajian adegan secra periodik diselingi lagu dan tarian. Ketiga, gaya film biasanya
bersifat melodramatik, sentimental, dan terdiri dari berbagai jenis genre film yang
memadukan roman, komedi, action, suspense serta genre lainnya. Keempat, film India
seringkali melakukan remake terhadap film-film Hollywood yang popular sehingga
terkadang terdapat tradisi imitasi dan remix kreatif. Kelima, plot cerita film India yang
enteng dan mudah dipahami (Kurnia, 2008: 63-64).
Fenomena Film Bollywood

Sampai saat ini, film-film India lebih bervariasi dan nyaris menyamai perfilman
Hollywood. Hanya saja, kekhasan film India masih dipelihara sampai saat ini, yakni

Perfilman menyelipkan minimal 5-7 nyanyian dan tarian di setiap filmnya. Dalam film India, ada
nilai-nilai ketimuran yang melekat pada peran yang dimainkan oleh aktrisnya sebagai
wanita India.

Bollywood Selain ciri khasnya yang membuat film India menjadi menarik, keberhasilan perfilman
India tidak lepas dari kekuatan seorang bintang yang menjadi ikon perubahan bagi
industri film India. Salah satu aktor senior, Amitabh Bachan yang beberapa kali
mencetak box office dan juga aktor yang sangat dihormati serta dikagumi oleh semua
lapisan masyarakat.
Tentang Film Dangal

Film Dangal merupakan salah satu film hasil kerja sama antara Aamir Khan

Perfilman Productions dengan Walt Disney yang rilis pada akhir tahun 2016. Aamir
Khan Productions adalah perusahaan produksi dan distribusi film India yang
berada di kota Mumbai. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1999 oleh salah

Bollywood satu aktor terkenal Aamir Khan.


Film yang ber-genre drama ini menceritakan kisah nyata dari seorang
pegulat asal India bernama Mahavir Singh Phogat. Dalam ceritanya Mahavir
adalah seorang atlet gulat yang mempunyai mimpi memberikan mendali
emas untuk negaranya India dalam bidang gulat, namun mahavir harus
menyerah dan merelakan mimpinya sebagai pegulat demi mendapatkan
pekerjaan dan harus melepaskan mimpinya.
Mahavir pun memutuskan untuk menjadikan kedua anaknya itu menjadi
seorang pegulat. Ia mulai memberikan pelatihan gulat kepada anakya.
Kedua anaknya tidak setuju dengan keputusan sang ayah yang menjadikan
sebagai pegulat, ditambah metode latihan yang sangat keras.
Geeta dan Babita pun kemudian langsung termotivasi mengikuti motede-
metode latihan dari sang ayah, mereka bersemngat pun semangat dalam
latihan gulat. Mahavir kemudian membawa kedua anaknya itu pada turname
gulat untuk laki-laki.
Tentang Film Dangal

Dalam pelatihannya, Geeta memperoleh teknik-teknik baru yang

Perfilman didapatkannya, menurut Geeta teknik yang didapatkan sekarang jauh


berbeda dengan metode ayahnya yang sudah ketinggalan jaman
sehinnga Geeta meninggalkan teknik-teknik dari ayahnya. Selama ajang
Bollywood Internasional awalnya Geeta selalu mendapat kekalahan dalam
pertadingannya karena tidak mengikuti teknik dari ayahnya dan kurang
fokus dalam pertandingannya, sadar akan kekalahannya Geeta
meminta maaf atas perilakunya yang tidak menurut kepada ayahnya.
Selama ajang pertandingan Internasional, Mahavir terus memberikan
pelatihannya dari kursi penonton, intruksi yang diberikan Mahavir selalu
bertolak belakang sama sang pelatih. Namun kali ini Geeta mengikuti
intruksi dari sang ayah dan berhasil memenangkan pertadingannya.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai