Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia mengalami double burden penyakit yaitu penyakit menular dan


penyakit tidak menular terjadi dalam waktu yang bersamaan (Kemenkes, 2015).
Penyakit hipertensi dalam kehamilan (HDK) merupakan kelainan vaskular yang
terjadi sebelum kehamilan, selama kehamilan atau pada masa nifas. Hipertensi dalam
kehamilan sering dijumpai dan masih merupakan salah satu penyebab kematian ibu.
Hipertensi dalam kehamilan menjadi penyebab dari bayi lahir mati dan kematian
perinatal yang disebabkan partus prematurus (Sastrawinata, 2003).

Hipertensi dalam kehamilan (HDK) mempengaruhi sekitar 10% dari semua


perempuan hamil di seluruh dunia. Penyakit dan kondisi ini termasuk preeklampsia
dan eklampsia, hipertensi gestasional dan hipertensi kronik. Hipertensi dalam
kehamilan adalah penyebab penting morbiditas akut berat, cacat jangka panjang dan
kematian ibu serta bayi. Hampir sepersepuluh dari semua kematian ibu di Asia dan
Afrika terkait dengan hipertensi dalam kehamilan, sedangkan seperempat dari semua
kematian ibu di Amerika Latin dikarenakan komplikasi. Sebagian besar kematian
yang terkait dengan gangguan hipertensi dapat dihindari dengan menyediakan waktu
yang cukup dan perawatan yang efektif untuk perempuan khususnya mengalami
komplikasi (WHO, 2011).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia menduduki nomor tiga tertinggi di
kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Berdasarkan data dari Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, AKI di Indonesia mencapai 359 per 100.000
kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per 1000 kelahiran
hidup (Kemenkes, 2015). Lima penyebab kematian ibu terbesar adalah perdarahan,
HDK, infeksi, partus lama/macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia tetap
didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, HDK dan infeksi.
Proporsi ketiga penyebab kematian ibu telah berubah, perdarahan dan infeksi
cenderung mengalami penurunan sedangkan proporsi HDK semakin meningkat.

1
Lebih dari 30% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 disebabkan oleh HDK
(Kemenkes, 2014).

Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah melebihi batas normal


yaitu tekanan darah ≥140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya
dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan
kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg (Angsar, 2010). Hipertensi dalam
kehamilan dikelompokkan menjadi hipertensi kronik, preeklamsi, eklamsi,
hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi, dan hipertensi gestasional
(ACOG, 2002). Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui
dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Teori-teori hipertensi gestasional yang sekarang banyak dianut adalah teori kelainan
vaskularisasi plasenta, teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel,
teori intoleransi imunologik antara intrauterin dan janin, teori adaptasi
kardiovaskular genetik, teori defisiensi gizi dan teori inflamasi. Diagnosa hipertensi
gestasional ditegakkan pada ibu hamil yang memiliki tekanan darah 140/90 mmHg
atau lebih untuk pertama kalinya pada masa kehamilan namun tidak ditemukan
proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi transient bila tidak berkembang
menjadi preeklamsi dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu
postpartum (Wantania, 2015).

Faktor risiko terjadinya hipetensi dalam kehamilan di Indonesia yaitu


obesitas dan hipertensi kronis yang diderita ibu (Sari et al, 2016). Akibat dari
hipertensi dalam kehamilan antara lain angka mortalitas yang tinggi, intra uterine
growth restriction (IUGR), dan meningkatnya morbiditas neonatus karena
persalinan premature (Manuaba, 2007).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada kehamilan
dengan menerapkan pola pikir melalui pendekatan manajemen kebidanan dan
pendokumentasian menggunakan SOAP.

2
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada ibu saat kehamilan.
b. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa aktual dan potensial pada ibu saat
kehamilan.
c. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada ibu saat
kehamilan.
d. Mahasiswa mampu melakukan perencanaan pada ibu saat kehamilan.
e. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan asuhan pada ibu saat
kehamilan.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi asuhan pada ibu saat kehamilan.
g. Mampu membuat dokumentasi asuhan kebidanan SOAP pada ibu saat
kehamilan.
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup asuhan adalah asuhan kebidanan secara holistik pada kehamilan
dengan hipertensi gestasional.
D. Manfaat

1. Manfaat bagi mahasiswa


Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan asuhan kebidanan pada
kehamilan sehingga mahasiswa mampu memberikan asuhan yang tepat dan
sesuai dengan kebutuhan pasien serta mengetahui kesesuaian tata laksana kasus
antara teori dengan praktik.
2. Manfaat bagi ibu hamil
Asuhan kehamilan ini dapat bermanfaat dalam perawatan kehamilan dan
perencanaan persalinan sehat dan aman.
3. Manfaat bagi lahan praktik
Laporan komprehensif kasus ini memberikan gambaran mengenai tata laksana
kasus asuhan kebidanan pada kehamilan dan memberikan kritik dan saran yang
membangun.

3
BAB II

KAJIAN KASUS DAN TEORI

A. KAJIAN KASUS

Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Dengan Hipertensi Gestasional

Ny S Umur 33 Tahun G1P0A0 Umur Kehamilan 22 minggu 4 hari dengan


Hipertensi Gestasional di Puskesmas Jetis

I. Pengkajian Data Subyektif


Pada pengkajian data subyektif didapatkan bahwa klien datang ke
Puskesmas untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan setelah kembali 1
minggu ke Indonesia dimana sebelumnya menjadi TKW di Malaysia. Klien
sebelumnya bekerja sebagai TKW di pabrik tekstil di Malaysia, sedangkan suami
bekerja di perkebunan karet di Malaysia. Keduanya tinggal terpisah selama
menikah dan bertemu 2 minggu sekali saat mendapat jadwal libur.
Riwayat kesehatan klien dan keluarga dari garis keturunan bapak maupun
ibu tidak mempunyai dan tidak menderita penyakit menurun seperti hipertensi,
diabetes, jantung dan asma. Tekanan darah klien sebelum hamil rata-rata 110/70
mmHg. Untuk riwayat penyakit menular klien dan keluarga tidak pernah
menderita penyakit infeksi maupun penyakit menular yang lain.
Riwayat obstetri klien ini adalah kehamilan pertama. Riwayat pernikahan
klien ini adalah pernikahan pertama dan sudah berlangsung 6 tahun. Riwayat
haid klien siklus 30 hari, tidak ada keluhan, HPHT tanggal 20 April 2019. Pola
aktivitas seksual klien melakukan hubungan seksual 2 minggu sekali karena
klien dan suami tinggal di tempat terpisah. Riwayat pemeriksaan kehamilan
sudah 4 kali periksa selama di Malaysia dan klien periksa sejak umur kehamilan
5 minggu 4 hari. Riwayat pemeriksaan selama trimester 1 sebanyak 2 kali dan
saat trimester 2 sebanyak 2 kali sebelum periksa ke Puskesmas Jetis. Status

4
imunisasi TT terakhir adalah T3 pada tahun 2013 saat sebelum menikah. Riwayat
berat badan sebelum hamil 109 kg.
Pola nutrisi klien makan 2 sampai 3 kali sehari, jarang makan sayur dan
buah. Klien selalu konsumsi protein nabati ataupun hewani pada setiap menu
makan. Klien sangat suka makan makanan selingan atau ngemil. Pengetahuan
klien tentang nutrisi kurang termasuk bahaya makanan berlemak yang sering
dikonsumsi klien seperti goeng-gorengan, daging berlemak dan lain-lain. Klien
juga suka minum manis baik itu teh manis, jeruk manis ataupun sirup.
Klien saat ini tinggal bersama ibunya dan suami masih berada di Malaysia
sampai bulan Desember 2019. Klien saat ini tidak bekerja sedangkan ibu klien
masih bekerja di warung makan. Klien merupakan anak tunggal dan ayah klien
telah meninggal karena kecelakaan 9 tahun yang lalu. Klien dahulu kerja di
Malaysia mulai tahun 2007 karena keluarga terhimpit hutang yang cukup banyak
dan tidak mampu membayar. Klien saat ini berencana fokus pada kehamilan dan
ingin melahirkan di Yogyakarta.
Hasil kajian pengetahuan klien mengenai perawatan kehamilan sudah
cukup baik dengan rutin periksa ke fasilitas kesehatan sejak berada di Malaysia
karena ini kehamilan yang sangat diharapkan. Namun klien belum mengetahui
kebutuhan nutrisi yang sehat dan bergizi, pola aktivitas, pola istirahat dan
personal hygiene yang dibutuhkan dan harus dijaga oleh klien selama kehamilan.

II. Pengkajian Data Obyektif


Hasil pengkajian data obyektif dilakukan melalui pemeriksaan inspeksi,
palpasi, auskultasi, dan perkusi diperoleh hasil kondisi fisik klien secara umum
normal, tidak ada masalah dan keluhan. Hasil pengukuran BB 113 kg, TB 157.5
cm, Lila 37 cm, TD 149/104 mmHg. Status gizi kategori berat badan obesitas
dengan nilai IMT 44.22 kg/m2. Hasil pemeriksaan laboratorium kadar Hb 12.8
gr/dL, GDS 115 mg/dL, Golongan darah O Rhesus positif, HbSAg non reaktif,
tes HIV/AIDS non reaktif, dan tes sifilis non reaktif, protein urine negatif.
Sebelum periksa di Puskesmas Jetis, berdasarkan data rekam medis klien tidak
pernah mengalami tekanan darah tinggi sebelumnya dengan TD rata-rata 110/80

5
mmHg sebelum usia kehamilan 20 minggu. Berdasarkan perhitungan umur
kehamilan saat ini adalah 22 minggu 4 hari dengan kondisi fisik mata tidak
anemis, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis, tidak ada
oedema dan reflek patella positif. Pada palpasi Leopold I teraba ballottement,
TFU setinggi pusat, DJJ 147x/menit. Berdasarkan hasil kajian berat badan klien
kategori obesitas dan tekanan darah klien masuk kategori hipertensi dimana
tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg (Kemenkes,
2015).

III. Analisis kasus


Berdasarkan hasil pengkajian data subyektif dan obyektif, dapat diambil
analisis kasus seorang ibu umur 33 tahun G1P0A0 umur kehamilan 22 minggu 4
hari dengan hipertensi gestasional. Tekanan darah klien mulai mengalami
peningkatan sejak umur kehamilan lebih dari 20 minggu. Hal ini sesuai dengan
teori dimana hipertensi gestasional terjadi bila tekanan darah > 140/90 mmHg
pada usia kehamilan > 20 minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya dan tanpa
disertai dengan proteinuria (ACOG, 2013). Klien mempunyai faktor risiko
hipertensi dalam kehamilan dengan IMT atau status gizi kategori obesitas sesuai
hasil penelitian yang dilakukan Sari, et al (2016) dimana faktor risiko terjadinya
hipetensi dalam kehamilan di Indonesia yaitu obesitas dan hipertensi kronis yang
diderita ibu.

IV. Rencana Tindakan atau Penatalaksanaan Kasus


Berdasarkan hasil analisis kasus dan kebutuhan tindakan segera yang
dibutuhkan klien dapat diambil rencana tatalaksana kasus antara lain:
a. Memberi informasi mengenai kondisi klien saat ini klien mengalami
hipertensi gestasional yaitu tekanan darah tinggi yang terjadi pada kehamilan
di atas 20 minggu dengan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.
b. Memberi konseling tentang perlunya melakukan kontrol rutin setiap 1 sampai
2 minggu sekali untuk mendeteksi ada tidaknya kenaikan tekanan darah
selama kehamilan.

6
c. Memberi KIE tentang tanda bahaya yang bisa saja dialami ibu seperti nyeri
kepala hebat, nyeri ulu hati, pandangan kabur, mual disertai muntah bisa
segera kontrol atau periksa ke fasilitas kesehatan.
d. Memberi KIE tentang nutrisi yang dibutuhkan selama masa kehamilan
dimana klien dapat memperbaiki pola makan dan minum sehingga tercukupi
kebutuhan gizi seimbang serta menurunkan tingkat risiko keparahan penyakit
hipertensi dengan mengurangi makanan berlemak dan kebiasaan ngemil
makanan tetapi lebih banyak konsumsi buah dan sayur.
e. Memberi KIE tentang perlunya aktivitas fisik seperti olahraga yang ringan
untuk menyehatkan jantung ibu yang berisiko kerja lebih berat karena ibu
hamil dalam status obesitas.
f. Memberi KIE tentang perlunya mengelola stress dengan lebih mendekatkan
diri dengan Allah swt dan keluarga untuk menjaga kestabilan psikologi
selama kehamilan sehingga tidak memicu kenaikan tekanan darah.
g. Menganjurkan ibu untuk mengkuti kelas ibu hamil yang diadakan di
Puskesmas ataupun fasilitas kesehatan lain.
h. Memberi KIE tentang perencanaan persalinan melalui program P4K
(Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi).
i. Memberikan suplementasi tablet Fe dan kalk sebanyak 30 butir dan KIE cara
minumnya.
j. Mendokumentasikan asuhan kebidanan pada kehamilan gestasional.

B. KAJIAN TEORI
I. Pengertian Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi berasal dari bahasa latin yaitu hiper dan tension. Hiper artinya
tekanan yang berlebihan dan tension artinya tensi. Hipertensi atau tekanan darah
tinggi adalah suatu kondisi medis dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah secara kronis (dalam waktu yang lama) yang mengakibatkan angka kesakitan
dan angka kematian. Seseorang dikatakan mendetita tekanan darah tinggi atau
hipertensi yaitu apabila tekanan darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90
mmHg. Hipertensi yaitu peningkatan tekanan sistolik sekurang- kurangnya 30

7
mmHg atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mmHg, atau
adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg dan tekanan diastolik
sekurang-kurangnya 90 mmHg. Hipertensi juga dapat ditentukan dengan tekanan
arteri rata-rata 105 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mmHg atau lebih
nilai-nilai yang disebutkan diatas harus bermanifesti sekurang-kurangnya dua
kesempatan dengan perbedaan waktu 6 jam atau lebih dan harus didasarkan pada
nilai tekanan darah sebelumnya yang diketahui (Kemenkes, 2015).
Hipertensi adalah masalah yang sering terjadi dalam kehamilan. Hipertensi
merupakan 5-10% komplikasi dalam kehamilan dan merupakan salah satu dari
penyebab kematian tersering selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak
memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil (Cunningham,
2010). Hipertensi karena kehamilan yaitu tekanan darah yang lebih tinggi dari
140/90mmHg yang disebabkan karena kehamilan itu sendiri, memiliki potensi yang
menyebabkan gangguan serius pada kehamilan. Nilai normal tekanan darah
seseorang yang disesuaikan tingkat aktifitas dan kesehatan secara umum adalah
120/80mmHg. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun
saat tidur dan meningkat saat beraktifitas atau berolahraga (Wantania, 2015).
Hipertensi kehamilan adalah berkembangnya hipertensi selama kehamilan
atau 24 jam pertama postpartum pada seseorang yang sebelumnya tidak ada
petunjuk-petunjuk lain dari preeklamsia atau penyakit vaskuler hipertensi. Tekanan
darah kembali dalam batas normal dalm sepuluh hari setelah persalinan. Beberapa
pasien dengan hipertensi kehamilan sebenarnya mungkin mengidap preeklamsia
atau penyakit vaskuler hipertensi, tetapi mereka tidak terdiagnosis sebelumnya
(ACOG, 2013).
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the HBPEP
(2000) dalam Cunningham (2010) dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Hipertensi gestasional
2. Preeklampsia dan eklampsia
3. Hipertensi kronis
4. Preeklampsia superimposed pada hipertensi kronis
The Guideline Development Group (GDG) membagi definisi hipertensi menjadi

8
ringan, sedang dan berat untuk membantu dalam penerapan definisi sebagai berikut
(Royal College of Obstetricians and Gynecologists, 2010):
1. Hipertensi ringan: tekanan diastolik 90 –99 mmHg, tekanan sistolik 140 –
149 mmHg
2. Hipertensi sedang: tekanan diastolik 100 –109 mmHg, tekanan sistolik 150
–159 mmHg
3. Hipertensi berat: tekanan diastolik lebih besar sama dengan 110 mmHg,
tekanan sistolik lebih besar sama dengan 160 mmHg.
Berdasarkan klasifikasi menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists, hipertensi dalam kehamilan terdiri dari:
1. Hipertensi gestasional, bila tekanan darah > 140/90 mmHg pada usia
kehamilan > 20 minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya dan tanpa
disertai dengan proteinuria.
2. Preeklampsia, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a. Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau di atas kehamilan lebih dari
20 minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya.
b. Protein urin 5gr atau lebih per liter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau
4+
c. Jika protein urine negatif disertai dengan :
1) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24
jam/kurang dari 0,5 cc/kgBB/jam.
2) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa
nyeri di epigastrium.
3) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen.
4) Terdapat edema paru dan sianosis.
5) Hemolisis mikroangiopatik.
6) Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat)
7) Gangguan fungsi hati.: peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase. Pertumbuhan janin terhambat

9
Kategori preekalmpsia berat bila terdapat tanda-tanda preeklampsia
disertai dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg pada 2 x pemeriksaan 6
jam setelah pasien dalam keadaan istirahat (Grundmann et al, 2008).
3. Superimposed preeklampsia (≥1 kriteria dibawah ini) :
a. Proteinuria onset baru pada wanita dengan hipertensi kurang dari 20
minggu
b. Jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20 minggu
1) Proteinuria meningkat tiba –tiba jika hipertensi dan proteinuria
timbul < 20 minggu
2) Hipertensi meningkat tiba –tiba pada wanita dengan rewayat
hipertensi terkontrol
3) Trombositopenia ( trombosit < 100.000 /mm3)
4) Peningkatan SGOT dan SGPT
Gejala dengan hipertensi kronis dengan nyeri kepala persisten, skotoma atau
nyeri ulu hati juga dapat disebut dengan superimposed preeclampsia.
4. HELLP syndrome (ada 2 kriteria)
Menurut Sibai et al (2014), salah satu kriteria dibawah ini :
a. Hemolisis, lactate dehydrogenase >600 U/L atau bilirubin > 1.2
mg/dL
b. SGOT > 70 U/L
c. Trombosit <100,000 /mm3
Proteinuria yaitu adanya protein dalam urine dalam jumlah lebih besar dari
0,3 g per liter urine 24 jam atau dalam konsentrasi lebih besar dari 1 gram per liter
(1+ sampai 2+ dengan metode turbidimetrik standard) pada kumpulan urine sacara
acak pada dua atau lebih kesempatan sekurang-kurangnya dengan beda waktu 6
jam. Contoh urin harus bersih sebaiknya urine midstream atau yang diambil melalui
kateter. Edema yaitu akumulasi cairan yang menyeluruh dan berlebihan dalam
jaringan umumnya ditampakan dengan adanya pembengkakan ekstremitas dan
bawah (Grundmann et al, 2008).
Preeklamsia yaitu berkembangnya hipertensi dengan preeklamsia atau
edema atau keduanya yang disebabkan oleh kehamilan atau dipengaruhi oleh

10
kehamilan yang sekarang. Biasanya keadaan ini timbul setelah usia kehamilan 20
minggu tetapi dapat pula berkembang sebelum saat tersebut pada penyakkit
trofoblastik. Preeklamsia merupakan gangguan yang terutama terjadi pada
primigravida. Eklamsia yaitu terjadinya satu atau beberapa kejang yang bukan
diakibatkan oleh keadaan serebral lain seperti epilepsi, atau perdarahan otak pada
pasien dengan preeklamsia (Grundmann et al, 2008).
Preeklamsia atau eklamsia adalah berkembangnya preeklamsia
atau eklamsia pada pasien dengan penyakit vascular hipertensi kronik atau penyakit
ginjal. Bila hipertensi mendahului kehamilan , seperti yang diperlibatkan oleh
catatan tekanan darah sebelumnya, suatu peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg
atau peningkatan tekanan diastolic 15 mmHg dan berkembangnya proteinuria,
edema atau keduanya harus terjadi selama kehamilan untuk menetapkan diagnostic
(Grundmann et al, 2008).

II. Etiologi Hipertensi dalam Kehamilan


Banyak teori tentang etiologi dan patogenesis terjadinya hipertensi dalam
kehamilan diantaranya penyempitan pembuluh darah menyebabkan peningkatan
resistensi dan hipertensi berikutnya. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel
menyebabkan kebocoran interstisial melalui darah konstituen, termasuk platelet dan
fibrinogen, yang disimpan pada subendothelial. Perubahan resistensi ultrastruktural
di wilayah subendothelial arteri pada wanita preeklampsia. Dengan aliran darah yang
berkurang karena maldistribusi, iskemia jaringan sekitarnya akan menyebabkan
nekrosis, perdarahan, dan organ lain menyebabkan gangguan karakteristik sindrom
tersebut (Cunningham, 2010).
Faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan antara lain
(Cunningham, 2010):
1. Polihidramnion
2. Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
3. Hamil ganda
4. Hamil dengan DM
5. Keturunan/genetic

11
6. Stress
7. Merokok
8. Polihidramnion
9. Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
10. Hamil ganda
11. Hamil dengan DM
12. Keturunan/genetic
13. Stress
14. Merokok
Menurut penelitian lain, faktor risiko terjadinya hipetensi dalam kehamilan
di Indonesia yaitu obesitas dan hipertensi kronis yang diderita ibu (Sari et al, 2016).
Beberapa faktor risiko seperti protein urine, gejala klinis yang dialami klien dan
fungsi hati dapat memprediksi keparahan atau keberlanjutan hipertensi dalam
kehamilan menjadi preeklampsia yang berdampak pada morbiditas dan moratlitas
ibu dan janin (Ukah et al, 2018).
Prevalensi hipertensi dalam kehamilan di antara wanita yang datang ke
pelayanan kesehatan sebesar 7,9% dengan memiliki riwayat keluarga yang
mengalami hipertensi dalam kehamilan, ketrunan hipertensi kronis, penyakit ginjal
dan usia kehamilan adalah prediktor faktor risiko terjadinya hipertensi dalam
kehamilan (Gudeta & Regassa, 2018).

III. Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan


Hipertensi gestasional terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu tanpa
ditemukan menunjukkan manifestasi klinik terjadinya preeklampsia dan bisa
berlanjut sampai 12 minggu (3 bulan) postpartum. Akan tetapi hipertensi gestasional
dapat berkembang menjadai preeklampsia. Semakin awal umur kehamilan terjadi
hipertensi dan tergolong tekanan darh tinggi (170/110 mmHg) lebih berisiko
terjadinya preeklampsia dan berdampak buruk pada ibu dan janin (Lowe et al.,
2014).
Sindrom klinis preeklampsia diperkirakan merupakan hasil dari perubahan
sel endotel yang luas. Selain mikropartikel, Grundmann et al (2008) telah

12
melaporkan bahwa sirkulasi sel endotel, secara signifikan meningkat empat kali lipat
dalam darah perifer wanita preeklampsia. Endotelium utuh memiliki sifat
antikoagulan, dan sel endotel menumpulkan respon otot polos vaskular untuk agonis
dengan melepaskan oksida nitrat. Sel endotel yang rusak atau teraktivasi dapat
memproduksi oksida nitrat dan mengeluarkan zat yang mempromosikan koagulasi
dan meningkatkan kepekaan terhadap vasopressors. Pada waktu terjadi kerusakan
sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel akan terjadi:
1. Gangguan metabolisme prostaglandin (vasodilator kuat)
2. Agregasi sel trombosit untuk menutup endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit ini memproduksi tromboksan (TXA2),
suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasklin
lebih tinggi daripada kadar tromboksan. Pada preeclampsia, terjadi
sebaliknya sehingga berakibat naiknya tekanan darah.
3. Peningkatan endotelin (vasopresor), penurunan oksida nitrit
(vasodilator).
4. Peningkatan faktor koagulasi.
Bukti lebih lanjut dari aktivasi endotel termasuk perubahan karakteristik
morfologi endotel kapiler glomerulus, permeabilitas kapiler meningkat, dan
meningkatnya konsentrasi mediator yang berperan untuk menimbulkan aktivasi
endotel. Penelitian menunjukkan bahwa serum dari wanita dengan preeklampsia
merangsang sel endotel yang dikultur untuk memproduksi prostasiklin dalam jumlah
yang lebih besar dibandingkan serum wanita hamil normal.
Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika diketahui atau
diperkirakan janin memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya adalah
mempertahankan sementara janin di dalam uterus selama beberapa minggu untuk
menurunkan risiko kematian neonates (Grundmann et al, 2008).

IV. Tanda dan Gejala Hipertensi dalam Kehamilan

13
Gejala yang biasanya timbul pada ibu yang mengalami hipertensi pada
kehamilan harus diwaspadai jika ibu megeluh nyeri kepala, kadang-kadang disertai
mual, muntah akibat peningkatan tekanan intrakranium, penglihatan kabur, sesak
nafas, nokturia, dan pembengkakan (Grundmann et al, 2008).

V. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan


Jika seseorang dicurigai hipertensi, maka dilakukan beberapa pemeriksaan
yaitu anamnesa adakah dalam keluarga yang menderita hipertensi. Kemudian
dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pegobatan
nonfarmakologik, mengurangi berat badan bila terdapat kelebihan (IMT >27),
membatasi alkohol dan menghentikan rokok serta mengurangi makanan
berkolesterol/lemak jenuh. Menghentikan konsumsi kopi yang berlebih,
berolahraga ringan, mengurangi asupan natrium (400 mmd Na/64 NaCL/hari)
mempertahankan asupan kalsium dan magnesium adekuat, perbanyak unsure kalium
(buah-buahan), tidak banyak pikiran, istirahat yang cukup (Wantania, 2015).
Hipertensi kronis adalah hipetensi yang terjadi pada usia kehamian sebelum
20 minggu atau pada wanita yang sudah mengkonsumsi obat antihipertensi
sebelumnya. Wanita dengan hipertensi kronis diberikan penanganan hipertensi
menurut NICE. Pada pasien yang sudah mendapat pengobatan ACE inhibitors, ARB
atau Hidroklorotiazid sebelum hamil segera dihentikan setelah mengetahui dirinya
hamil karena dapat menyebabkan kelainan kongenital. Wanita hamil dengan
hipertensi kronis tetap disarankan untuk diet rendah garam dengan mengurangi
asupan garam. Prinsip pengobatan hipertensi kronis tanpa komplikasi pada wanita
hamil adalah mempertahankan tekanan darah kurang dari 150/100 mmHg. Jangan
memberikan pengobatan hingga tekanan darah diastolic kurang dari 80 mmHg. Pada
wanita hamil dengan gangguan target organ karena hipetensi kronis harus
mempertahankan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg (Royal College of
Obstetricians and Gynecologists, 2010).
Terminasi kehamilan dilakukan pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu
dengan ataupun tanpa pengobatan antihipertensi sebelumnya. Pada usia kehamilan

14
kurang dari 37 minggu diharapkan terminasi kehamilan setelah pemberian
kortikosteroid selesai (Royal College of Obstetricians and Gynecologists, 2010).
Penatalaksanaan yang efektif dalam pemeriksaan antenatal secara rutin
dengan pemantau tekanan darah seharusnya dilakukan juga saat kunjungan rumah
karena seharusnya klien membutuhkan bedrest, pemberian terapi antihipertensi
hanya perlu diberikan untuk ibu hamil dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau
lebih dan pengelolaan manajemen stress juga perlu dilakukan. Pasien dengan
hipertensi gestasional tanpa manifestasi menjadi preeklampsia bisa dipertahakan
kehamilan sampai usia 37 minggu atau lebih untuk perencanaan persalinan (Magee,
L.A et al, 2014).
Penatalaksanaan atau terapi pencegahan preeklampsia antara lain pemberian
aspirin dapat menurunkan risiko preeklampsia dengan (RR 0.93; 95% CI 0.81–1.08),
pemberian kalsium 1 gr/hari dapat menurunkan risiko preeklampsia (RR 0.45; 95%
CI 0.31–0.65) dan menurunkan risiko hipertensi gestasional (RR 0.71; 95% CI 0.57–
0.89), sedangkan diet rendah garam tidak dapat menurunkan risiko terjadinya
preeklampsia dan hipertensi gestasional dengan nilai (RR 1.11; 95% CI 0.46–2.66).
pemberian asam folat sebelum kehamilan dapat menurunkan terjadinya hipertensi
gestasional (Magee, L.A et al, 2014).

VI. Penatalakasanaan pada preeklampsia berat


Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB), penanganan terdiri
dari penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan PEB
umumnya dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada beberapa tahun terakhir,
sebuah pendekatan yang berbeda pada wanita dengan PEB mulai berubah.
Pendekatan ini mengedepankan penatalaksanaan ekspektatif pada beberapa
kelompok wanita dengan tujuan meningkatkan luaran pada bayi yang dilahirkan
tanpa memperburuk keamanan ibu (Reece, 2007).
a. Penanganan Aktif
Beberapa ahli berpendapat untuk terminasi kehamilan setelah usia
kehamilan mencapai 34 minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif
yang terbaik untuk ibu untuk mencegah progresifitas PEB. Akan tetapi,

15
keputusan untuk terminasi harus melihat keadaan ibu dan janinnya. Sementara
Nowitz et al (2008), membuat ketentuan penanganan PEB dengan terminasi
kehamilan dilakukan ketika diagnosis PEB ditegakkan. Hasil penelitian juga
menyebutkan tidak ada keuntungan terhadap ibu untuk melanjutkan kehamilan
jika diagnosis PEB telah ditegakkan.
b. Penanganan Ekspektatif
Beberapa ahli berpendapat untuk memperpanjang usia kehamilan sampai
seaterm mungkin sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia
kehamilan di atas 37 minggu. Berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia
kehamilan, pada pasien PEB yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24
minggu, terminasi kehamilan lebih diutamakan untuk menghindari komplikasi
yang dapat mengancam nyawa ibu (misalnya perdarahan otak). Sedangkan pada
pasien PEB dengan usia kehamilan 25 sampai 34 minggu, penanganan
ekspektatif lebih disarankan. Penanganan lini primer diharapkan bidan maupun
petugas puskesmas dapat mendeteksi dini adanya hipertensi pada saat
dilakukannya antenatal care. Pasien dilakukan pemeriksaan tekanan darah rutin
dan bila adanya tekanan darah tinggi yang muncul pada saat kehamilan dan
timbul diatas usia 20 minggu dapat diakukan screening dengan melakukan tes
protein urine. Bila diketahui adanya preeclampsia diharapkan pelayanan primer
dapat melakukan rujukan ke rumah sakit untuk penanganan yang lebih lanjut
(Wibowo, 2010).
Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan PEB
antara lain adalah:
1. tirah baring
2. oksigen
3. kateter menetap
4. cairan intravena.
5. Magnesium sulfat (MgSO4).
Obat ini diberikan dengan dosis 10 cc MgSO4 40% secara intravena
loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4

16
40% sebanyak 15 cc dalam 500 cc ringer laktat (RL) selama 6 jam.
Magnesium sulfat ini diberikan dengan beberapa syarat, yaitu:
a. refleks patella normal
b. frekuensi respirasi >16x per menit
c. produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam
d. disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum.
Bila nantinya ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium
glukonas tersebut diberikan dalam tiga menit.6
6. Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg.
Pilihan antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg.
Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin
ulangan 10 mg dengan interval satu jam, dua jam, atau tiga jam sesuai
kebutuhan.1 Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu
agresif yaitu tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau
maksimal 30%. Penggunaan nifedipin ini sangat dianjurkan karena
harganya murah, mudah didapat, dan mudah mengatur dosisnya dengan
efektifitas yang cukup baik.
7. Kortikosteroid
National Institutes of Health (NIH) merekomendasikan
(Shennan, 2007):
a. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 24–34 minggu yang
dalam persalinan prematur mengancam merupakan kandidat untuk
pemberian kortikosteroid antenatal dosis tunggal.
b. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak
dua dosis dengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg
sebanyak 4 dosis intramuskular dengan interval 12 jam.
c. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan
berlangsung selama tujuh hari.

17
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian data subyektif pada Ny.S didapatkan
informasi dari riwayat kesehatan keluarga tidak ada yang menderita penyakit
hipertensi dari garis keturunan bapak maupun ibu. Hipertensi merupakan kondisi
dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Faktor resiko
Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (faktor resiko
yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam,
konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minum-
minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan estrogen
(Kemenkes, 2015). Hal tersebut menunjukkan bahwa Ny S mengalami hipertensi
dari faktor risiko obesitas.
Berdasarkan data pola konsumsi Ny S mengatakan jarang sekali makan
buah dan sayur serta sering makan makanan berlemak dan suka minum manis.
Asuhan yang dilakukan pada klien antara jika seseorang dicurigai hipertensi,
maka dilakukan beberapa pemeriksaan yaitu anamnesa adakah dalam keluarga
yang menderita hipertensi serta pengkajian pola nutrisi (Wantania, 2015).
Dalam pengkajian data obyektif diperoleh data bahwa tekanan darah
klien 149/104 mmHg sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa hipertensi
atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi medis dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam waktu yang lama)
yang mengakibatkan angka kesakitan dan angka kematian. Seseorang dikatakan
mendetita tekanan darah tinggi atau hipertensi yaitu apabila tekanan darah
sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmHg. Hipertensi yaitu peningkatan
tekanan sistolik sekurang- kurangnya 30 mmHg atau peningkatan tekanan
diastolik sekurang-kurangnya 15 mmHg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-
kurangnya 140 mmHg dan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mmHg.

18
Hipertensi juga dapat ditentukan dengan tekanan arteri rata-rata 105 mm Hg atau
lebih atau dengan kenaikan 20 mmHg atau lebih nilai-nilai yang disebutkan
diatas harus bermanifesti sekurang-kurangnya dua kesempatan dengan
perbedaan waktu 6 jam atau lebih dan harus didasarkan pada nilai tekanan
darah sebelumnya yang diketahui (Kemenkes, 2015).
Dari hasil pengkajian data berat badan ibu 113 kg dengan tinggi badan
157.5 cm sehingga IMT didapat 44.22 kg/m2 tergolong status gizi obesitas dan
hal ini sesuai teori bahwa faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan di
Indonesia yaitu obesitas dan hipertensi kronis yang diderita ibu (Sari et al, 2016).

B. Analisis
Seorang ibu hamil usia 33 tahun G1P0A0 umur kehamilan 22 minggu 4
hari dengan hipertensi gestasional. Analisa tersebut sesuai dengan teori dimana
hipertensi gestasional terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu tanpa
ditemukan menunjukkan manifestasi klinik terjadinya preeklampsia dan bisa
berlanjut sampai 12 minggu (3 bulan) postpartum. Akan tetapi hipertensi
gestasional dapat berkembang menjadai preeklampsia. Semakin awal umur
kehamilan terjadi hipertensi dan tergolong tekanan darah tinggi (170/110 mmHg)
lebih berisiko terjadinya preeklampsia dan berdampak buruk pada ibu dan janin
(Lowe et al., 2014).

C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asuhan kehamilan dengan hipertensi gestasional antara
lain lain anamnesa faktor keturunan, dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, gigi, gizi dan konsultasi psikologi. Dalam penatalaksanaan kasus
dilakukan kolaborasi dengan profesi yang lain untuk memberikan asuhan secara
komprehensif. Hal ini sesuai dengan standar penatalaksanaan kasus hipertensi
gestasional antara lain jika seseorang dicurigai hipertensi, maka dilakukan
beberapa pemeriksaan yaitu anamnesa adakah dalam keluarga yang menderita
hipertensi. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
pegobatan nonfarmakologik, mengurangi berat badan bila terdapat

19
kelebihan (IMT >27), membatasi alkohol dan menghentikan rokok serta
mengurangi makanan berkolesterol/lemak jenuh. Menghentikan konsumsi kopi
yang berlebih, berolahraga ringan, mengurangi asupan natrium (400 mmd Na/64
NaCL/hari) mempertahankan asupan kalsium dan magnesium adekuat,
perbanyak unsure kalium (buah-buahan), tidak banyak pikiran, istirahat yang
cukup (Wantania, 2015).
Dalam penatalaksanaan kasus juga diberikan KIE tentang tanda bahaya
kehamilan yang mengarah pada preeklampsia karena secara teori preeklamsia
yaitu berkembangnya hipertensi dengan preeklamsia atau edema atau keduanya
yang disebabkan oleh kehamilan atau dipengaruhi oleh kehamilan yang
sekarang. Biasanya keadaan ini timbul setelah usia kehamilan 20 minggu
tetapi dapat pula berkembang sebelum saat tersebut pada penyakkit
trofoblastik. Preeklamsia merupakan gangguan yang terutama terjadi pada
primigravida. Eklamsia yaitu terjadinya satu atau beberapa kejang yang bukan
diakibatkan oleh keadaan serebral lain seperti epilepsi, atau perdarahan otak pada
pasien dengan preeklamsia (Grundmann et al, 2008).

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada kasus Ny S umur 33 tahun pada masa kehamilan telah mendapat
penanganan yang tepat yaitu mendapatkan konseling, asuhan kehamilan dengan
pemeriksaan fisik dengan didukung pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
laboratorium, konsultasi gizi, dan konsultasi psikologi. Konseling tentang tanda
bahaya kehamilan sangat penting dilakukan agar klien dapat mengenali tanda
bahaya yang mungkin terjadi sehingga bisa segera mendapatkan penanganan
yang tepat dan optimal.
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada kehamilan
dengan menerapkan pola pikir melalui pendekatan manajemen kebidanan mulai
dari pengkajian data, analisis, menetukan kebutuhan, melakukan perencanaan
dan tatalaksana tindakaan serta pendokumentasian menggunakan SOAP.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa meningkatkan kemampuan dalam penatalaksanaan kasus
kehamilan dengan hipertensi gestasional sehingga mahasiswa mampu
memberikan asuhan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan pasien serta
mengetahui kesesuaian tata laksana kasus antara teori dengan praktik.
2. Bagi Ibu Hamil
Ibu hamil mendapat asuhan kebidanan dalam kehamilan yaitu ibu hamil
dengan hipertensi gestasional.
3. Bagi Lahan Praktik
Laporan komprehensif ini memberikan gambaran mengenai tata laksana
kasus kehamilan dengan mempertahankan kualitas pelayanan.

21
DAFTAR PUSTAKA

ACOG. 2002. Diagnosis and management of preeclampsia and eclampsia. ACOG:


Practise Bulletin; January 2002. hlm. 33.
ACOG. 2013. American congress of obstetricians and gynecologists, task force on
hypertension in pregnancy. Hypertension in pregnancy: report of the
American congress of obstetricians and gynecologists’ task force on
hypertension in pregnancy 2013. Available on
https://www.acog.org/Resources-And-Publications/ Task-Force-and-Work-
Group-Reports/

Angsar MD. 2010. Hipertensi dalam kehamilan. Ilmu dalam kebidanan sarwono
prawirohardjo Edisi IV. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C, et al. Pregnancy
Hypertension. William Obstetrics, edisi ke-24. New York: McGraw-Hill,
2010 : 706-756.
Gudeta, T.A. & Regassa, T.M. 2018. Pregnancy Induced Hypertension and
Associated Factors Among Woman Attending Delivery Service at Mizan-Tepi
University Teaching Hospital, Tepi General Hospital and Gebretsadik
Shawo Hospital, Soutwest, Ethiopia. Ethiop J Health Sci. Vol 29(1):831
Grundmann, M., Woywodt, A., & Kirsch, T. Circulating endothelial cells: a marker
of vascular damage in patients with preeclampsia. AJOG. 2008. Volume
198, Issue 3, Pages 317. e1-317. e5
Kemenkes. 2013. Infodatin Hipertensi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.
Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Lindheimer, M.D., Robert MJ, & Cunningham G. 2010. Chesley’s hypertensive
disoders in pregnancy. Edisi ke-2. hlm. 543-80. Stamford, Connecticut,
USA: Appleton & Lange.

22
Lowe SA, Bowyer L, Lust K, McMahon LP, Morton M, North RA, Paech M. Said
JM. 2014. Guideline for the Management of Hypertensive Disorders of
Pregnancy. Australia: Society of Obstetric Medicine of Australia and New
Zeland.
Magee, L.A., Pels, A., Helewa, M., Rey. E, Von D.P. 2014. Diagnosis, Evaluation
and Management of Hypertensive Disorders of Pregnancy. Executive
Summary. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada (JOGC). Vol 36(5).
P 416-41
Manuaba, I.B.G. 2007. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Norwitz, E.R & Funai, E.F. 2008. Expectant Management of Severe Preeclampsia
Remote From Term: Hope for the Best, But Expect the Worst. Am J Obstet
Gynecol. Vol 199:209–212. USA
Reece, e.A. & Hobbins, J.C. 2007. Clinical Obstetrics the Fetus and Mother :
Hypertensive disease in pregnancy. Edisi 3. p.684-695. Massachusetts :
Blackwell Publishing
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Hypertension in pregnancy: the
management of hypertensive disorders during pregnancy. NICE clinical
guidelines. August 2010
Sari, N.K, Hakimi, M., & Rahayujati, T.B. 2016. Determinan Gangguan Hipertensi
dalam Kehamilan di Inodesia. Berikta Kedokteran Masyarakat. Vol 32 (9).
Hlm. 295-302. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. 2003. Obstetri Patologi. Vol
2nd ed. Jakarta: EGC.
Shennan, A. 2007. Hypertensive disorders, dalam Dewhurst’s textbook of Obstetrics
& Gynaecology. Edisi ke-7. p. 227-234USA : Blackwell Publishing.
Sibai, MD. Evaluation and management of severe preeclampsia before 34 weeks
gestation. SMFM in American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014
Ukah, U.V., De Silva, D.A., Paine, B., Magee., L.A., Hutcheon, J.A., Brown, H.,
Ansermino, J.M., Lee, T., & Dadelszen, P. 2018. Prediction of adverse
maternal outcomes from pre-eclampsia and other hypertensive disorders of

23
pregnancy: A systematic review. Journal of Obstetrics and Gynaecology
Canada (JOGC). Vol 11. P 115-123.
Wantania, J.J.E. 2015. Hipertensi Dalam Kehamilan. Manado : Bagian Obstetri dan
Ginekologi FK UNSRAT Manado.
WHO. 2011. Prevention and Treatment of Pre-Eclampsia and Eclampsia. Geneva:
World Health Organization.
Wibowo, N., Irwinda, R., Frisdiantiny, E. 2010. Panduan Nasional Pelayanan
Kedokteran Tentang Preeklampsia. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Fetomaternal.

24
LAMPIRAN

25
Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Dengan Hipertensi Gestasional

Ny S Umur 33 Tahun Hamil dengan Hipertensi Gestasional di Puskesmas Jetis

I. Pengkajian Data Subyektif

No RM : 17.41.001187

Tanggal Pengkajian : 25 September 2019 jam 10.00


Tempat Pengkajian : Poli KIA/KB Puskesmas Jetis
1. Identitas
Suami
Nama : Ny. S Nama : Tn. B
Umur : 33 tahun Umur : 40tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Lampung
Pendidikan : SMU Pendidikan : SMU
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Cokrokusuman Baru Alamat : Penang Malaysia
RT48 RW10 Jetis
Hp. 08132620227

2. Data anggota keluarga


Nama Data kesehatan
Hubungan
No Anggota L/P Gol TB BB Umur Agama Pendidikan Pekerjaan
Keluarga
Keluarga darah (cm) (Kg)
1. Tn B L O 160 70 40 th Islam SMU Swasta Suami
2. Ny. P P O 155 60 60 th Islam SMP Pegawai Ibu
warung
makan

3. Keadaan sosial ekonomi keluarga


a. Pekerjaan pokok suami : karyawan swasta (buruh
kebun karet)

26
b. Pekerjaan pokok klien : IRT (baru berhenti menjadi
TKW 1 minggu yang lalu)
c. Pekerjaan Sampingan : tidak ada
d. Pendapatan keluarga : Rp. 3.000.000,-
e. Perincian Pengeluaran per-bulan :
1. Kebutuhan pokok (makan) : Rp 1.000.000,-
2. Kebutuhan rutin
(arisan, listrik, PAM, kredit) : Rp 500.000,-
3. Tabungan :-
f. Keikutsertaan asuransi kesehatan :-
4. Keadaan lingkungan pemukiman
Lingkungan rumah permanen 1 lantai luas sekitar 50 m2.
Lingkungan pemukiman klien : rumah padat penduduk, sumber air bersih
PDAM, WC pribadi sejumlah 1 kamar mandi dan WC, sarana IPAL
menggunakan septic tank.
5. Alasan datang
Pasien periksa ke poli KIA pada tanggal 25 September 2019 ingin
mendapatkan pemeriksaan kehamilan pertama setelah pulang ke Yogyakarta.
6. Keluhan Utama
Pasien tidak ada keluhan.
7. Riwayat Menstruasi
Menarche usia 12 tahun, siklus haid 30 hari, teratur, lama menstruasi 7 hari.
HPHT 20-4-2019, HPL 27-1-2020
8. Riwayat perkawinan
Menikah 1 kali umur waktu menikah 27 tahun, pernikahan tahun 2013
sudah menikah selama 6 tahun.
9. Riwayat kehamilan
a. Riwayat ANC : ANC pertama umur kehamilan 5 minggu 4 hari
b. Pergerakan janin pertama pada umur kehamilan sekitar 16 minggu
c. Imunisasi TT : status T4 terakhir tahun 2013

27
10. Riwayat obstetri
G1P0A0 : hamil ini dengan umur kehamilan 22 minggu 4 hari
11. Riwayat kontrasepsi
Ibu belum pernah menggunakan alat kontrasepsi.
12. Riwayat Kesehatan
Penyakit Tidak pernah menderita penyakit hepatitis,
menular IMS dan HIV/AIDS

Penyakit Tidak ada keturunan penyakit hipertensi


menurun dari garis keturunan bapak maupun ibu

13. Pola Aktivitas Seksual


Klien melakukan hubungan seksual 2 minggu sekali selama di Malaysia
14. Pola Fungsional Kesehatan
a. Nutrisi : Makan 2-3 kali sehari dengan porsi sedang, terdiri dari nasi,
lauk, dan kadang-kadang sayur. Konsumsi buah jarang
dilakukan. Minum teh manis 3-4 gelas sehari, Tidak ada
pantangan/alergi makanan.
b. Eliminasi:
BAB 1 hari sekali, warna kuning khas, tidak ada keluhan sakit saat BAB.
BAK 4-6 kali sehari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan.

c. Istirahat : jarang tidur siang dan tidur malam 8 jam/hari.


d. Aktivitas : Ibu saat ini tidak bekerja.
e. Kebiasaan : Ibu tidak pernah minum jamu selama hamil atau merokok
f. Hygiene Mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari, ganti celana
dalam 2-3 kali/hari atau setiap kali basah.
g. Riwayat Psikososial Budaya
Keluarga mendukung kehamilannya. Klien berhenti bekerja karena ingin
fokus pada kehamilannya. Suami klien masih di Malaysia menghabiskan
kontrak kerja dan bulan Desember 2019 akan kembali ke Yogyakarta. Saat ini
klien tinggal bersama ibu kandungnya yang sehari-hari bekerja di warung

28
makan. Ibu klien juga menganjurkan klien untuk berolahraga supaya berat
badan klien terkontrol.

II. Pengkajian Data Objektif


1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : baik
b. Kesadaran : composmentis
c. Antropometri :
BB : 113 kg
TB : 157.5 cm
IMT : 44.22 kg/m2
LILA : 37 cm
d. Tanda-tanda Vital
TD : 149/104 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,50C
2. Pemeriksaan Fisik
a. Bentuk tubuh : Normal
b. Wajah : wajah tidak pucat, tidak ada kelainan yang
berkenaan dengan genetik seperti sindrom down
c. Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih
d. Mulut : bibir tidak pucat, lembab tidak kering
e. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
f. Dada : ASI belum keluar, puting menonjol, areola
hiperpigmentasi, tidak ada benjolan abnomal
g. Abdomen : tidak ada nyeri tekan, palpasi leopold teraba
ballotemen, TFU sepusat, DJJ 147x/men
h. Genitalia : Tidak dilakukan

29
1) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 25 September 2019
1) Urine:
Protein negatif, bakteri negatif
2) Darah :
Hb = 12.8 gr%
GDS 115 mg/dL
Golongan darah O Rhesus positif
HbSAg non reaktif
tes HIV/AIDS non reaktif
tes sifilis non reaktif

III. Analisa Data


Ny S usia 33 tahun G1P0A0 umur kehamilan 22 minggu 4 hari hamil dengan
hipertensi gestasional.

IV. Penatalaksanaan

24-09-2019 jam 10.20 WIB

a. Memberi informasi mengenai kondisi klien saat ini klien mengalami


hipertensi gestasional yaitu tekanan darah tinggi yang terjadi pada kehamilan
di atas 20 minggu dengan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.
Klien memahami kondisi yang dialami.
b. Memberi konseling tentang perlunya melakukan kontrol rutin setiap 1 sampai
2 minggu sekali untuk mendeteksi ada tidaknya kenaikan tekanan darah
selama kehamilan.
Klien memahami dan akan kontrol rutin sesuai anjuran bidan.
c. Memberi KIE tentang tanda bahaya yang bisa saja dialami ibu seperti nyeri
kepala hebat, nyeri ulu hati, pandangan kabur, mual disertai muntah bisa
segera kontrol atau periksa ke fasilitas kesehatan.
Klien memahami dan akan waspada jika terjadi tanda bahaya serta
akan segera ke fasilitas kesehatan jika mengalami.
d. Memberi KIE tentang nutrisi yang dibutuhkan selama masa kehamilan
dimana klien dapat memperbaiki pola makan dan minum sehingga tercukupi

30
kebutuhan gizi seimbang serta menurunkan tingkat risiko keparahan penyakit
hipertensi dengan mengurangi makanan berlemak dan kebiasaan ngemil
makanan tetapi lebih banyak konsumsi buah dan sayur
Klien memahami tentang diet gizi seimbang untuk kesehatan ibu dan
janin.
e. Memberi KIE tentang perlunya aktivitas fisik seperti olahraga yang ringan
untuk menyehatkan jantung ibu yang berisiko kerja lebih berat karena ibu
hamil dalam status obesitas.
Klien memahami perlunya olahraga ringan untuk menjaga kesehatan
ibu dan janinnya.
f. Memberi KIE tentang perlunya mengelola stress dengan lebih mendekatkan
diri dengan Allah swt dan keluarga untuk menjaga kestabilan psikologi
selama kehamilan sehingga tidak memicu kenaikan tekanan darah.
Klien bersedia untuk lebih rileks dan menjaga kesehatan
psikologinya.
g. Menganjurkan ibu untuk mengikuti kelas ibu hamil di Puskesmas atau
fasilitas kesehatan lain.
Klien bersedia untuk mengikuti kelas ibu hamil.
h. Memberi KIE tentang perencanaan persalinan melalui program P4K
(Program Perenecanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi).
Klien bersedia untuk mulai merencakan persiapan persalinan melalui
program P4K.
i. Memberikan suplementasi tablet Fe dan kalk sebanyak 30 butir dan KIE cara
minumnya.
Klien mendapatkan supelemen hemafort dan kalk masing-masing
sebanyak 30 butir dan memahami cara meminumnya
j. Mendokumentasikan asuhan kebidanan pada prakonsepsi dan perencanaan
kehamilan sehat.
Dokumentasi asuhan telah dituliskan.

31

Anda mungkin juga menyukai