Anda di halaman 1dari 14

TUGAS LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

ASMA

A. Definisi
Asma merupakan penyakit pada saluran nafas akibat inflamasi kronis
disebabkan oleh sel imun yang bereaksi secara hiperresponsif terhadap
rangsangan tertentu, gejala yang ditumbulkan adalah adanya suara tambahan
(whizzing), dyspnea dan batuk yang disebabkan obstruksi jalan napas terjadi
secara reversibel (Brunner and Suddarth, 2011). Asma didefinisikan sebagai
gangguan peradangan kronik pada saluran pernapasan bersifat hipersensitif
terhadap suatu stimulan yang berakibat pada terjadinya sumbatan jalan napas
sehingga aliran udara terhambat karena adanya konstriksi bronkus,
hiperekskresi mucus dan inflamasi (Almazini, 2012)
Asma adalah penyakit kronis yang umum dan berpotensi serius yang
menyebabkan beban substansial pada pasien, keluarga dan masyarakat.
Penyakit ini menyebabkan gejala pernapasan, pembatasan kegiatan, dan
eksaserbasi (serangan) yang kadang-kadang memerlukan perawatan kesehatan
yang mendesak dan mungkin berakibat fatal. (GINA, 2014) Sedangkan
menurut Alsagaff (2010), asma merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat
adanya penyempitan saluran nafas karena terdapat reaksi hipersensitivitas
pada trakea dan bronkus sehingga terjadi peningkatan kerja otot polos.

B. Etiologi
Menurut Global Initiative for Asthma tahun 2016, faktor resiko
penyebab asma dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya.
b. Hipereaktivitas bronkus Saluran napas sensitif terhadap berbagai
rangsangan alergen maupun iritan.
c. Jenis kelamin Anak laki-laki sangat beresiko terkena asma. Sebelum
usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali
dibanding anak perempuan.
d. Ras/etnik
e. Obesitas Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI),
merupakan faktor risiko asma.
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan
kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
3. Faktor lain
a. Alergen dari makanan.
b. Alergen obat-obatan tertentu
c. Exercise-induced asthma
Menurut Ekarini (2012), allergen adalah faktor pencetus terjadinya
asma, allergen dapat berupa debu, tungau, kecoa, spora, jamur, serpihan kulit
dan bulu binatang (anjing, kucing dan lainnya).

C. Klasifikasi
Asma merupakan gangguan kesehatan saluran napas yang sangat
heterogen dan bervariasi. Menurut Rahajoe, dkk (2015), klasifikasi asma
dijabarkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan umur
a. Asma bayi-baduta (bawah dua tahun)
b. Asma balita (bawah lima tahun)
c. Asma usia sekolah (5 sampai11 tahun)
d. Asma remaja (12 sampai 17 tahun)
2. Berdasarkan fenotip Fenotip asma adalah pengelompokan asma
berdasarkan penampakan yang serupa dalam aspek klinis, patofisiologi,
atau demografis.
a. Asma tercetus infeksi virus
b. Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma)
c. Asma tercetus alergen
d. Asma terkait obesitas
e. Asma dengan banyak pencetus (multiple triggered asthma)
3. Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala
a. Asma intermiten
Gejala asma < 6 kali / tahun atau jarak antar gejala ≥6 minggu
b. Asma persisten ringan
Episode gejala asma >1 kali/ bulan,
c. Asma persisten sedang
Episode gejala asma >1 kali/ minggu, namun tidak setiap hari
d. Asma persiten berat
Episode gejala asma terjadi hampir setiap hari
4. Berdasarkan derajat beratnya serangan
a. Asma serangan ringan-sedang
Pada asma ringan hingga sedang akan ditandai beberapa tanda dan
gejala yaitu bicara dalam bentuk kalimat, tidak gelisah, frekuensi
napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, retraksi minimal, SpO²
(udara kamar) antara 90 – 95%, PEF >50% prediksi atau terbalik
b. Asma serangan berat
Asma serangan berat ditunjukkan dengan manifestasi seperti bicara
hanya dalam bentuk kata, gelisah, duduk bertopang lengan, frekuensi
napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, retraksi jelas, SpO²
(udara ruangan) < 90%, PEF ≤ 50% prediksi atau terbalik.
c. Serangan asma dengan ancaman henti napas
Derajat asma yang mengancam henti nafas ditunjukan dengan gejala
letargi, mengantuk dan suara napas tidak terdengar.
5. Berdasarkan derajat kendali
Asma terkendali merupakan asma yang tidak menimbulkan gejala dan
atau tanpa penggunaan baik, secara umum menampakkan kualitas hidup
yang baik (Rahajoe dkk, 2015).
a. Asma terkendali penuh (well controlled)
b. Asma terkendali sebagian (partly controlled)
c. Asma tidak terkendali (uncontrolled)
6. Berdasarkan keadaan saat ini
a. Tanpa gejala
b. Ada gejala
c. Serangan ringan – sedang
d. Serangan berat
e. Ancaman gagal napas

Serangan asma merupakan kondisi perburukan secara progresif akut


dengan gejala sesak napas, batuk, rasa dada tertekan, wheezing, dan
berbagai kombinasi dari gejala – gejala tersebut.

D. Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara
lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.
Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom.
Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor
kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema
lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan
inflamasi saluran napas.
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran
napas. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada
beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast
misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2.
Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf
eferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid
sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcito-nin GeneRelated Peptide
(CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi,
edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel
inflamsi.
Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya
hipereaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang
merupakan parameter objektif beratnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara
digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain
dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen,
maupun inhalasi zat nonspesifik. (GINA 2016)

Pencetus Pelepasan
 Bronkospasme
 Alergen Imun respon mediator
humoral  Edema
 Olahraga menjadi aktif
 Histamine mukosa
 Cuaca
 SRS-A  Sekresi
 Emosi
 Serotonin meningkat
 Kinin  Inflamasi

Penghambat
kortikosteroid

E. Manifestasi Klinis
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala
yang di timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan malam
hari, sesak napas/susah bernapas, bunyi saat bernapas (whezzing atau mengi)
rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas atau
susah bernapas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang
(Brunner & Suddarth, 2011). Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan
lingkungan, seperti berhadapan dengan bulu binatang, uap kimia, perubahan
temperature, debu, obat (aspirin, beta-blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi
sistem respirasi, asap rokok dan stress (GINA, 2014).
Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya komplikasi
terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap distress
pernapasan yang di biasa dikenal dengan Status Asmaticus (Brunner &
Suddarth, 2011). Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa
pernapasan whizing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika
labored bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan (pepanjangan
ekshalasi), perbesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi
sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin
besarnya obstruksi di bronkus maka suara whizing dapat hilang dan biasanya
menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2011).

F. Penatalaksanaan
Ganguan kesehatan pada asma perlu adanya penenganan yang tepat.
Program penalaksanaan asma menurut Mangkunegoro (2004) meliputi 7
komponen yaitu:
1. Edukasi
2. Menilai dan memonitor keparahan asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang
untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, ada
beberapa faktor yang perlu dicermati, yaitu:
1. Medikasi (Obat Asma)
a. Obat Pengontrol (Controllers) Pengontrol adalah obat asma yang
digunakan jangka panjang untuk pengontrol asma, karena
mempunyai kemampuan untuk mengatasi proses inflamasi yang
merupakan patogenesis dasar penyakit asma. Obat ini diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten, dan sering disebut sebagai obat
pencegah. Berbagai obat yang mempunyai sifat sebagai pengontrol,
antara lain:
1) Corticosteroid inhalasi
2) Corticosteroid sistemik
3) Sodium chromoglicate
4) Nedochromil sodium
5) Methylxanthine
6) Agonis β2 kerja lama (LABA) inhalasi
7) Leukotriene modifiers
8) Antihistamin (antagonis H1) generasi kedua
b. Obat Pelega (Reliever) Merupakan bronkodilator yang melebarkan
saluran pernapasan melalui relaksasi otot polos, untuk memperbaiki
dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala
akut asma, seperi mengi, rasa berat dada dan batuk. Obat pelega tidak
memperbaiki inflamasi atau menurunkan hiperesponsif pada saluran
pernapasan. Oleh karena itu, penatalaksanaan asma yang hanya
menggunakan obat pelega, tidak akan menyelesaikan masalah asma
secara tuntas.
2. Pemberian obat – obatan
Obat asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi (diberikan
langsung ke saluran pernapasan), oral dan parenteral (subkutan,
intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian langsung ke saluran
pernapasan (inhalasi) adalah:
a. Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di saluran
pernapasan.
b. Efek sistemik minimal atau dapat dihindarkan.
c. Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak
efektif pada pemberian oral (anticholinergic dan chromolyne). Waktu
mula kerja (onset of action) bronkodilator yang diberikan melalui
inhalasi adalah lebih cepat dibandingkan bila diberikan secara oral.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic menurut Mubarak dkk (2015) pada pasien asma yaitu
1. Pemeriksaan laboraturium dapat dilihat leukosit dengan netrofil yang
meningkat menunjukkan adanya infeksi, eosinofil darah meningkat >
250/mm
2. Pemeriksaan radiologi pada asma akan ditandai dengan adanya
hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar
3. Uji kulit dilakukan untuk menunjukkan adanya antibody IgE hipersensitif

H. Komplikasi
Asma yang berkelanjutan akan menjadi status asmatikus. Status
asmatikus adalah suatu bentuk komplikasi yang diakibatkan karena asma
tidak ditangani dengan baik sehingga tidak dapat berespon terhadap terapi.
Keadaan ini dapat menyebabkan gagal napas dengan hipoksemia, hiperkapnia
dan asidosis. Intubasi endotrakea, ventilasi mekanis dan terapi obat agresif
diperlukan untuk mempertahankan jiwa. Selain gagal napas akut, komplikasi
lain terkait status asma antara lai dehidrasi, infeksi pernafasan, atelektasis,
pneumotoraks, dank or pulmonal (Priscilla et all, 2016).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT ASMA BRONKIAL
MENURUT NURARIF DAN KUSUMA (2015)

A. Pengkajian
1. Biodata Asma bal terjadi dapat meyerang segala usia tetapi lebih sering
dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki
dan perempuan diusia sebesar 2 : 1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bal
adalah dispnea (sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan
mengi (pada beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
b. Riwayat kesehatan dahulu Terdapat data yang menyatakan adanya factor
predisposisi timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi
dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis, urtikaria, dan
eskrim).
c. Riwayat kesehatan keluarga Klien dengan asma bronkial sering kali
didapatkan adanya riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien
lainnya 21 tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota
keluarganya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi
duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandikan satu sisi dengan yang lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah.
4) Ispeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,
massa, dan gangguan tulang belakang, sperti kifosis, skoliosis, dan
lordosis.
5) Catat jumlah,irama, kedalaman pernapasan, dan kemestrian
pergerakakan dada.
6) Observasi tipe pernapsan, seperti pernapasan hidung pernapasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi
yang memanjang menunjukan adanya obstruksi pada jalan napas dan
sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL) /
Chornic obstructive Pulmonary Diseases (COPD) h) Kelainan pada
bentuk dada.
8) Observasi kesemetrian pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau
tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru
atau pleura.
9) Observasi trakea obnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keaadaan kulit, dan
mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).
2) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : mata, lesi, bengkak.
3) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara
c. Perkusi
Suara perkusi normal.:
1) Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan
paru normal.
2) Dullness : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae, dan hati.
3) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi
udara. Suara perkusi abnormal :
 Hiperrsonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan 23 timbul pada bagian paru yang berisi darah.
 Flatness : sangat dullness. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi.
Dapat didengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya
seluruhnya berisi jaringan.
d. Auskultasi
1) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal),
dan suara.
2) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui
jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.
4) Suara nafas tambahan meliputi wheezing, , pleural friction rub, dan
crackles.

B. Proses Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan b.d mukus dalam
jumlah berlebihan, peningkatan produksi mukus,
eskudat dalam alveoli dan bronkospasme.
Batasan Karakteristik a) Batuk yang tidak efektif
b) Ada suara napas tambahan
c) Perubahan irama napas
d) Sianosis
e) Penurunan bunyi nafas
f) Dispneu
g) Sputum dalam jumlah berlebihan
h) Gelisah
Faktor yang a) Obstruksi jalan napas
berhubungan b) Mukus dalam jumlah yang berlebihan
c) Materi asing dalam jalan napas
d) Sekresi bertahan/sisa sekresi
e) Sekresi dalam bronki
Fisiologi a) Asma
b) Infeksi
c) Jalan napas alergik
d) Hiperplasi dinding bronkial
e) Penyakit paru obstruktif kronik
NOC Respiratory status : airway patency
a) Menilai suara napas.
b) Menilai frekuensi napas.
c) Menilai irama.
d) Menilai kemampuan batuk.
e) Menilai kemampuan mengeluarkan secret.
NIC Menejemen jalan napas
a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi.
b) Lakukan fisioterapi dada.
c) Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk
melakukan batuk atau menyedot lendir. d)
Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan
batuk efektif.
d) Posisikan untuk meringankan sesak napas.
e) Monitor status pernapasan dan oksigenasi,
sebagaimana mestinya.
f) Auskultasi suara napas, catat area yang
ventilasinya menurun atau tidak ada dan
adanya suara napas.
g) Ajarkan pasien bagaimana menggunakan
inhaler sesuai resesp, sebagai mana mestinya.
h) Motivasi pasien untuk bernapas pelan, dalam,
berputar dan batuk.
i) Kelola udara atau oksigen yang dilembabakan
sebagaimana mestinya.
Evaluasi Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen
secara umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam:
a) Mempertahankan jalan napas secara efektif
yang ditunjukan dengan adanya kemampuan
untuk bernapas, jalan nafas bersih, tidak ada
sumbatan, frekuensi, irama, dan kedalaman
napas normal, serta tidak ditemukan adanya
tanda hipoksia.
b) Mempertahankan poa napas ecara efektif
yang ditunjukan dengan adanya kemampuan
untuk bernapas, frekuensi, irama, dan
kedalaman, napas normal, tidk ditemkan
adanya tanda hipoksia, serta kemampuan paru
berkembabng dengan baik.
c) Mempertahankan pertukaran gas secara
efektif yang ditunjukan dengan adanyan
kemampuan untuk bernapas, tidak ditemukan
dyspnea pada usaha napas,inspirasi, dan
ekspirasin, dan ekspirasi, dalam btas normal,
serta saturasi oksigen dan PCO2 dalam
keadan normal

Referensi

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty : Pilihan Terapi Batuk untuk Asma


Berat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Alsagaff H, dan Mukty H.A. 2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press.
Brunner dan Suddarth. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ekarini, N. L. (2012). Analisis Faktor-Faktor Pemicu Dominan Terjadinya Serangan Asma
Pada Pasien Asma. Tesis. Program Magister Keperawatan Universitas Indonesia.
Jakarta,36-40
GINA (Global Initiative for Asthma). 2016. Global Strategy for Asthma Management
and Prevension. Based on the Global Strategi for Asthma Management and
Prevention.
GINA (Global Initiative for Asthma). 2006. Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension. Based on the Global Strategi for Asthma Management and
Prevention.
Mubarak WI., Nurul C., Joko S. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur
Tetap dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, Amin, Huda & Kusuma, Hardhi. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta : Mediaction Publishing.
Priscilla, et al.(2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai