Anda di halaman 1dari 8

Awalnya HIV ditemukan paling umum di negara-negara maju terutama kelompok

berisiko tinggi seperti laki-laki gay, pengguna narkoba suntikan (IDUs) dan di kalangan pekerja
seks. Namun, epidemi HIV menyebar dari kelompok berisiko tinggi ke masyarakat umum di
beberapa negara paling padat penduduknya di dunia dan termiskin, khususnya di Afrika sub-
Sahara. Penyebaran tidak lagi terbatas pada kelompok berisiko tinggi yang dapat diidentifikasi,
dengan melalui penularan seksual. Pengaruh sosio-ekonomi dan budaya yang komplek terkait
dengan perilaku seksual yang mengarah ke penyebaran HIV juga patut diperhatikan. Pencegahan
terhadap HIV dianggap paling baik mengingat faktor utama penyebab HIV adalah perilaku, lalu
penyebaran geografis, serta layanan kesehatan yang tidak dapat dijangkau oleh semua pihak.

Selama tahun 1980-an, WHO mengembangkan pendekatan 'baru' untuk intervensi


kesehatan masyarakat yang dideskripsikan sebagai promosi kesehatan dan ditetapkan melalui
WHO Ottawa Charter for Health Promotion (WHO, 1986). Pentingnya kebijakan publik yang
sehat serta peran dan tanggung jawab yang harus dimiliki pemerintah untuk mengembangkan
kebijakan di semua sektor pemerintahan dengan cara yang membuat pilihan yang sehat, pilihan
yang mudah, dan perlunya keterlibatan masyarakat yang aktif sebagai cara untuk mencapai
solusi untuk masalah kesehatan masyarakat. Sambil menarik perhatian pada berbagai tindakan
yang diperlukan dalam masyarakat yang lebih luas, Piagam juga mempertahankan peran
mendasar dari sistem kesehatan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, dan tantangan untuk
mempertahankan fokus pada pencegahan dan perawatan kesehatan primer dalam sistem
kesehatan.

Program dan kebijakan pencegahan penyakit telah dikembangkan di berbagai tempat, dan
merupakan pengembangan dari Ottawa Charter. Menggerakkan masyarakat dan memberi
pemahaman yang baik tentang status kesehatan dianggap dapat merubah perilaku individu
bahkan masyarakat. Pencegahan HIV akan lebih efektif jika dilakukan dengan menggunakan
berbagai strategi kesehatan masyarakat. Salah satunya dengan menggunakan model logika.

Model logika didasarkan pada salah satu strategi promosi kesehatan pada piagam ottawa
charter yaitu hal advokasi. Model semacam itu memberikan ilustrasi konseptual dari logika yang
menghubungkan tindakan yang direncanakan dengan hasil yang direncanakan (Nutbeam, 1998).
Model Logika nantinya memiliki 2 tujuan utama yaitu pengehentian dan kemudian
mengembalikan empidemi HIV, menyediakan perawatan yang sesuai dan terjangkau bagi
mereka yang terinfeksi. Sehingga dengan tujuantersebut didapatkan 2 hal intervensi utama yaitu
perilaku pencegahan penyakit HIV dan perbaikan sistem kesehatan.

Untuk mencapai hasil yang maksimal diperlukan juga dukungan dari strategi promosi
kesehatan yang lain,contohnya seperti strategi supportive environment. Dengan perpaduan
strategi advokasi dan supportive environment diharapkan nantinya masyarakat yang memiliki
pengetahuan tentang HIV dapat memberikan dukungan kepada penderita, menghilangkan stigma
diskriminasi terhadap penderita penyakit HIV bahkan diharapkan dengan pengetahuan
masyarakat yang baik, masyarakat dapat mendukung pemerintah untuk membuat kebijakan yang
tepat untuk pencengahan penyebaran HIV dan perawatan penderita secara keseluruhan.Oleh
karena itu bisa disimpulkan bahwa model logika adalah kerangka pengorganisasian di mana
kegiatan yang direncanakan, dampak yang diantisipasi dan hasil yang diprediksi dapat
distrukturisasi dan diperiksa.

China merupakan Negara dengan populasi terbesar di dunia dan mengalami


perkembangan epidemic HIV. Penyebab tingginya kasus HIV di china tingkat perpindahan
penduduk seperti urbanisasi, transmigrasi, orang asing masuk ke cina. Selain itu penggunaan
narkoba dan donor plasma. Di china peninjauan intervensi HIV dengan berfokus pada
pencegahan dan perubahan perilaku. Dan peninjauan mengidentifikasi intervensi HIV besar di
China ditargetkan pada populasi umum dan kelompok beresiko tinggi.

Di Indonesia hampir sama dengan china memiliki jumlah penduduk yang padat dan
memiliki tingkat perkembangan HIV. Metode yang digunakan china dalam mengatasi HIV
sebenarnya sudah di terapkan yaitu pencegahan dan perubahan perilaku. Pemerintah bekerjasama
dengan tenaga kesehatan melakukan pencegahan dan perubahan perilaku melalui poster, pamlet,
orasi, promkes, seminar dll. Dan dalam pelaksanaannya ditujukan kepada populasi/kelompok
umum dan kelompok berisiko tinggi. Baik itu kelompok yang tidak berisiko tetap harus
melakukan pencegahan dan jika kelompok berisiko tinggi diharapkan dapat mengubah perilaku.

Di Indonesia arus pertukaran penduduk juga sangat cepat terutama di ibukota ditambah
kurangnya pengawasan ketat akan perdedaran narkoba di Indonesia. Narkoba masuk ke semua
kalangan sehingga memungkinkan penyebaran HIV menjadi sangat luas. Sehingga pencegahan
dan perubahan perilaku pada masyarakat umum memang sangat diperlukan.
Model logika ini sendiri dikembangkan di negara china. Di Indonesia sendiri masih
menggunakan strategi advokasi, bina suasana, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan. Secara
sekilas mungkin hampir seperti model logika namun di Indonesia sendiri belum dilakukan secara
berkesinambungan dan dilakukan secara umum. Melihat dengan kondisi epidemologi daerah
yang berbeda-beda sehingga memerlukan strategi yang berbeda disetiap daerah dalam upaya
pencegahan HIV. Untuk itu belum ada model pencegahan yang dirancang secara spesifik. Maka
dari itu pengalaman China dalam upaya pencegahan penyakit HIV dapat dijadikan referensi
dalam pengembangan strategi promosi kesehatan untuk pencegahan HIV secara tepat. Secara
umum strategi yang dilakukan Indonesia sudah menerapka strategi promosi kesehatan Ottawa
Charter untuk mencapai Health for all, namum diperlukan pula pendetailan dari strategi yang
dilakukan di Indonesia.

Sebelum tanggapan nasional terhadap HIV resmi (1989-2003)

1. Pada awalnya, pemerintah tidak secara terbuka mengakui HIV sebagai epidemic di
Tiongkok. Hal ini ditunjukan dengan tidak adanya kampanye kesadaran public nasional
pada 1989 hingga 1995.
2. Kemudian kampanye yang diupayakan pemerintah setelahnya, sebagian besar tidak
efektif dan tidak berkelanjutan. Kampanye-kampanye yang dilakukan berupa promosi
pengetahuan tentang penularan, pencegahan, dan pengendalian HIV.
3. Strategi untuk mencegah HIV yang berupa hukum dan peraturan public cenderung
bersifat menghukum dan sering kontrapoduktif, serta menekan sehingga dianggap tidak
efektif.
4. Pengetahuan public yang terbatas dan keterlibatan masyarakat merupakan penghambat
bagi para pembuat kebijakan untuk mengadakan pengembangan kebijakan public serta
mobilisasi masyarakat.
5. Kepekaan dan komitmen politik terhadap HIV rendah yang menyebabkan pemerintah
dapat membenarkan penahanan terhadap kasus HIV.

(1997-2002) Program Kesehatan IX (H9) dengan mengusung promosi model penggunaan


kondom yang konsisten.
Di Indonesia pemerintah juga sudah melakukan berbagai macam kampanye kesehatan
terutama untuk mencegah penyebaran HIV. Namun, sama seperti di Cina kampanye yang
dilakukan tidak berpengaruh besar terhadap pengendalian epidemic HIV. Pengetahuan public
dan keterlibatan masyarakat juga masih kurang karena masih dianggap sebagai suatu hal yang
tabu oleh masyarakat. Sehingga kampanye tidak berlangsung dengan tepat guna. Pembuat
kebijakan di Indonesia juga belum dapat membuat kebijakan dalam mengendalikan HIV karena
ada intervensi dari berbagai pihak misal agama atau budaya dan juga dijadikan alasan untuk
keperluan politik.

Strategi promosi dan dampak kesehatan yang diperbaiki mencakup hal bagaimana
penilaian terhadap AIDS yang dilakukan oleh Komite Kerja AIDS Dewan Negara dan Kelompok
Tema PBB mengidentifikasi kesenjangan dan implementasi yang tidak merata dari respons
AIDS di seluruh Kementerian dan antara provinsi-provinsi lokal. Kesenjangan tersebut gagal
karena disebabkan oleh koordinasi lintas sektor yang buruk, kurangnya rencana strategis dan
mekanisme untuk memantau dan mengevaluasi kinerja di tingkat provinsi dan lokal. Kemudian
terjadi pembentukan Rencana Aksi China untuk Mengurangi dan Mencegah Penyebaran HIV /
AIDS (2006-2010) berdasarkan prinsip 'Tiga Orang' termasuk satu rencana nasional, satu
mekanisme koordinasi dan satu sistem evaluasi dan pemantauan.

Selain itu pendidikan kesehatan masyarakat merupakan komponen mendasar dari strategi
intervensi HIV. Upaya pendidikan kesehatan sebagian besar terfokus pada materi KIE
(Informasi, Pendidikan, dan Komunikasi) termasuk poster, pamflet dan briefing. Pendidikan HIV
memiliki jangkauan luas melalui kampanye promosi kesehatan yang terdiri dari media, hiburan,
pendidikan kesehatan sekolah serta acara dan kegiatan berbasis masyarakat. Intervensi secara
terbuka diarahkan untuk menghasilkan pemahaman publik yang akurat tentang HIV dan
penularannya dan untuk menciptakan respon publik yang lebih toleran dan terbuka, mengurangi
stigma terkait HIV dan menerima strategi pengurangan dampak buruk.

Dukungan politik dan kepemimpinan di tingkat provinsi dan lokal berada di garis
terdepan dalam semua program pencegahan HIV yang didukung pemerintah. Ini terutama terjadi
dalam situasi yang kompleks di mana intervensi ditargetkan baik pada populasi umum maupun
masyarakat yang terpinggirkan dan rentan. Strategi promosi kesehatan yang melibatkan KIE dan
mobilisasi sumber daya masyarakat dioperasikan secara bersamaan, LSM menjadi semakin
terlihat dalam peningkatan kesadaran tentang HIV / AIDS dan dalam menyediakan layanan
penjangkauan masyarakat kepada populasi berisiko tinggi. Pemerintah mengakui peran unik
yang dimainkan oleh LSM dalam menjangkau kelompok-kelompok yang terkena dampak dan
dalam memobilisir masyarakat dengan cara yang akan sulit bagi lembaga pemerintah pusat dan
daerah. Kondom juga dibuat mudah tersedia dan didistribusikan secara publik melalui berbagai
sumber termasuk mesin penjual otomatis.

Program intervensi CARES yang dipimpin pemerintah, kampanye pendidikan publik


tatap muka yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk perempuan dan mereka yang tinggal di
daerah-daerah minoritas yang belum berkembang, daerah pedesaan dan etnis Cina. Pengetahuan
pencegahan HIV / AIDS yang akurat meningkat secara signifikan di situs intervensi dari kurang
dari 30% menjadi lebih dari 80% antara 2003 dan 2008. Intervensi ini juga memungkinkan
peningkatan respon HIV / AIDS di daerah miskin sumber daya di Cina dan berkontribusi
terhadap revisi dan pengembangan hukum dan peraturan nasional dan lokal. Meskipun demikian,
dampak program hanya moderat dalam mengubah norma masyarakat terutama menangani
masalah yang terkait dengan stigma sosial dan diskriminasi

Dari beberapa strategi yang dibuat oleh pemerintahan china yaitu karena adanya
hambatan seperti koordinasi lintas sektor yang buruk, kurangnya rencana strategis dan
mekanisme untuk memantau dan mengevaluasi kinerja di tingkat provinsi dan lokal, maka
mereka membuat rencana aksi China untuk Mengurangi dan Mencegah Penyebaran HIV / AIDS
berdasarkan prinsip 'Tiga Orang' termasuk satu rencana nasional, satu mekanisme koordinasi dan
satu sistem evaluasi dan pemantauan. Dengan adanya dukungan dari kepimpinana yang lebih
tinggi maka akan memperkuat kampanye tentang mengurangi dan mencegah penyebaran
HIV/AIDS. Indonesia bisa meniru tentang adanya kerja sama antara multisektoral di tingkat
provinsi ataupun lokal bahkan pusat.

Kemudian adanya pendidikan kesehatan masyarakat yang diterapkan seperti materi KIE
(Informasi, Pendidikan, dan Komunikasi) termasuk poster, pamflet dan briefing. Dari itu
Indonesia sudah menerapkannya dengan adanya poster atau pamflet yang dipasang di rumah
sakit atau puskesmas. Pendidikan HIV memiliki jangkauan luas melalui kampanye promosi
kesehatan yang terdiri dari media, hiburan, pendidikan kesehatan sekolah serta acara dan
kegiatan berbasis masyarakat, tetapi pendidikan HIV di Indonesia belum ada kampanye yang
melalui media seperti iklan di TV atau hiburan maka Indonesia bisa mengambil cara seperti ini
untuk mengurangi dan mencegah HIV/AIDS karena masyarakat Indonesia sebagai besar
informasi yang di dapat dari media TV dan media sosial.

Dukungan politik dan kepemimpinan di tingkat provinsi dan lokal berada di garis
terdepan dalam semua program pencegahan HIV yang didukung pemerintah. Ini terutama terjadi
dalam situasi yang kompleks di mana intervensi ditargetkan baik pada populasi umum maupun
masyarakat yang terpinggirkan dan rentan melalui peran LSM. Pemerintahan China mendukung
semua program pencegahan HIV yang di lakukan oleh kepimpinana tingkat provinsi dan lokal
maka dari itu pemerintahan pusat sangat penting untuk mendukung dalam program pencegahan
HIV, selain itu mereka bekerja sama dengan organisasi masyarakat seperti LSM, karena
organisasi tersebut yang mampu menjangkau orang-orang atau kelompok tertentu dalam program
pencegahan HIV. Indonesia bisa mengambil contoh seperti ini karena dari hal tersebut
pemerintahan Indonesia tidak akan kesulitan dalam mencapai tujuan program tersebut dengan
bekerja sama antara pemerintahan provinsi atau kabupaten melalui dinas sosial dan bekerja sama
dengan lembaga masyarakat atau LSM yang mengenai program tersebut.

Pada Pemerintahan China mereka menggunakan program CARES yaitu dipimpin


pemerintah, kampanye pendidikan publik tatap muka yang belum pernah terjadi sebelumnya
untuk perempuan dan mereka yang tinggal di daerah-daerah minoritas yang belum berkembang,
daerah pedesaan dan etnis Cina. Dalam program tersebut Pemerintahan China mendapatkan hasil
yang memuaskan, akan tetapi dampak program tersebut yaitu berbentuk moderat mengubah
norma masyarakat terutama menangani masalah yang terkait dengan stigma sosial dan
diskriminasi. Ini bisa dilakukan pada Indonesia yang mana Indonesia masih ada daerah-daerah
minoritas yang belum berkembang untuk melakukan program pencegahan HIV tersebut

Dalam menganalisis kemajuan pencegahan HIV di Cina, konteks politik dan sosial sangat
penting. Kepemimpinan politik di Cina memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan dan
memperkenalkan kebijakan publik yang berhasil mengubah lingkungan dan keterlibatan
masyarakat dalam pencegahan HIV dan pengobatan AIDS. Tanggapan pemerintah dan
keterlibatan LSM dan pemangku kepentingan yang lebih besar sangat penting dalam
mempromosikan kebijakan publik yang sehat, misalnya hukum donor darah terkontrol dan
kebijakan 'Empat Kebebasan dan Satu Perawatan'. Kampanye promosi kondom yang berhasil
ditingkatkan di seluruh China yang jelas tercermin dalam peningkatan penyerapan kondom di
antara kedua populasi berisiko tinggi dan umum. Upaya juga dilakukan untuk mengumpulkan,
meninjau, menguji dan merevisi indikator utama yang diidentifikasi dalam sistem pemantauan
dan evaluasi nasional termasuk sistem data HIV / AIDS online berbasis web yang komprehensif
sejak tahun 2008.

Seperti yang sudah di jelaskan di atas,bahwa keterlibatan LSM dan pemangku


kepentingan yang lebih besar sangat penting dalam mempromosikan kebijakan publik yang
sehat, Di Indonesia telah di laksanakan juga berbagai kampanye untuk memasyarakatkan
penggunaan kondom. Selain itu, pemerintah berusaha mencanangkan program legalisasi kondom
di seluruh Indonesia. Namun hal tersebut masih mendapat hambatan dari berbagai pihak.
Menurut beberapa pihak yang masih konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai moral,
program kampanye kondom tidak lebih dari kampanye untuk melegalkan sex bebas. Hal ini akan
membuka peluang terjadinya legalisasi free seks khususnya di kalangan anak-anak muda, bahkan
hingga legalisasi praktek prostitusi.

Agar promosi kondom berjalan dengan baik di perlukan adanya penyesuaian antara
penyampaian promosi kondom dengan latar belakang pendidikan dan kebudayaan penduduk
setempat. Pelegalisasian kondom di Indonesia dapat berjalan baik apabila di dukung oleh
pemerintah melalui pembuatan kebijakan hukum yang mengatur legalisasi kondom, serta adanya
dukungan dari berbagai pihak untuk dapat menerima legalisasi kondom tersebut. Masyarakat
harus membuka mata bahwa kondom dilegalkan bukan untuk mendukung seks bebas tetapi pada
dasarnya untuk mencegah penularan HIV-AIDS.

Anda mungkin juga menyukai