1. PENDAHULUAN
Demam tifoid dan paratifoid adalah infeksi enterik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
enterica serovar Typhi (S. Typhi) dan Paratyphi A, B, dan C (S. Paratyphi A, B, dan C), masing-
masing, secara kolektif disebut sebagai Salmonella tifoid, dan penyebab demam enterik. Manusia
adalah satu-satunya reservoir untuk Salmonella Typhi dengan penularan penyakit yang terjadi melalui
rute fecal-oral, biasanya melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi oleh kotoran
manusia (Radhakrishnan et al.,2018). Setelah S. typhi dicerna, ia mencapai epitel usus, di mana ia
menjajah makrofag dan sel dendritik dalam lamina propria tetapi hal itu gagal untuk menghancurkan
bakteri. Selanjutnya, bakteri menyerang aliran darah, berkembang biak dan menyebar ke kelenjar
getah bening, limpa dan hati, menyebabkan penyakit multi-sistemik (Amicizia et al.,2017)
Diperkirakan 17 juta kasus demam tifoid dan paratiphoid. penyakit terjadi secara global pada
tahun 2015, sebagian besar di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika sub-Sahara, dengan beban dan
insiden terbesar terjadi di Asia Selatan.Jika tidak diobati, baik demam tifoid dan paratipoid
menyebabkan kefatalan, dengan 178.000 kematian diperkirakan di seluruh dunia pada 2015
(Radhakrishnan et al.,2018).
Di Indonesia, demam tifoid termasuk penyakit endemik dan menjadi masalah serius yang
harus mendapat perhatian, karena demam tifoid termasuk dalam kategori penyakit yang sangat mudah
menular.Karena itu demam tifoid dapat menyebabkan terjadinya wabah. Sedangkan prevalensi di
Indonesia sendiri terdapat 81% kasus per 100.000 (DEPKES,2013).
Demam tifoid adalah penyakit demam akut yang mengancam jiwa. Tanpa perawatan, tingkat
fatalitas kasus demam tifoid 10-30%, dan jika dengan penanganan yang tepat turun menjadi 1-4%.
Anak kecil berisiko paling besar. Gejala umumnya yaitu demam berkelanjutan, menggigil dan rasa
sakit perut.(WHO,2018). Prevalensi dari 91% kasus terjadi pada anak usia 3-19 tahun, meningkat
pada usia 5 tahun. (IDAI,2009)
Selain hygine dan faktor sanitasi, gaya hidup juga menjadi salah satu asumsi masyarakat
tentang sebab terjadinya demam tifoid. Oleh karena itu, penulis akan meneliti tentang keterkaitan
faktor gaya hidup dengan demam tifoid.
Gaya hidup tidak langsung mempengaruhi pada faktor resiko demam tifoid, tetapi pada
kondisi imun seseorang. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman
akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.
Obyek penelitian ini merujuk pada mahasiswa karena tingginya prevalensi hingga usia 19
tahun, dimana terdapat rentan usia mahasiswa rata-rata, penulis akan membahas faktor yang
menyebabkan terjadinya demam tifoid pada mahasiswa. Selain itu, sebagian mahasiswa sangat
terkenal dengan gaya hidup yang tidak baik dikarenakan banyak kesibukan yang menuntut dan
aktivitas diluar kampus yang sangat banyak. Faktor lain dari gaya hidup yang tidak baik tersebut
adalah tidak adanya pengendalian dari orang tua atau orang sekitar sehingga lalai terhadap hak dirinya
sendiri.
Gaya hidup tentu mempengaruhi setiap keadaan yang terjadi pada mahasiswa tersebut. Gaya
hidup adalah cara yang digunakan oleh orang-orang, kelompok dan negara dan dibentuk dalam teks
geografis, ekonomi, politik, budaya dan agama tertentu. Gaya hidup mengacu pada karakteristik
penghuni suatu daerah di waktu dan tempat khusus. Ini termasuk perilaku sehari-hari dan fungsi
individu dalam pekerjaan, aktivitas, kesenangan dan diet. (Farhud, 2015)
Hari ini, Jutaan orang, termasuk mahasiswa mengikuti gaya hidup yang tidak sehat.
Karenanya, mereka menghadapi penyakit, cacat, dan bahkan kematian. Masalah seperti penyakit
metabolik, masalah sendi dan tulang, penyakit kardiovaskular, hipertensi, kelebihan berat badan,
kekerasan dan sebagainya, dapat disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat. Hubungan gaya hidup
dan kesehatan harus sangat dipertimbangkan. Maka dari itu, penulis akan meneliti seberapa erat kaitan
antara penyakit yang disebabkan bakteri dengan gaya hidup. (Farhud, 2015)
Beberapa variable gaya hidup yang bisa mempengaruhi kesehatan dapat dikategorikan
kedalam hal-hal berikut :
1. Diet dan Indeks Masa Tubuh (IMT) : Diet adalah faktor terbesar dalam gaya hidup dan
memiliki hubungan langsung dan positif dengan kesehatan. Pola makan yang buruk dan
konsekuensinya seperti obesitas adalah masalah kesehatan umum di masyarakat
perkotaan. Gaya hidup tidak sehat dapat diukur dengan BMI.
2. Tidur : Salah satu dasar kehidupan sehat adalah tidur. Tidur tidak bisa terlepas dari
kehidupan. Gangguan tidur memiliki beberapa konsekuensi sosial, psikologis, ekonomis
dan sehat. Gaya hidup dapat berpengaruh pada tidur dan tidur memiliki pengaruh yang
jelas pada kesehatan mental dan fisik
3. Olahraga : olahraga teratur bisa meningkatkan kekebalan tubuh dan efek dopamine yaitu
kebahagiaan yang juga mendukung kesehatan mental
4. Kebiasaan Seksual : Hubungan seks yang normal diperlukan dalam kehidupan yang sehat.
Disfungsi hubungan seks adalah masalah sebagian besar masyarakat dan memiliki efek
signifikan pada kesehatan mental dan fisik.
5. Penyalahgunaan Zat dan Obat-obatan : Merokok dan menggunakan zat lain dapat
menyebabkan berbagai masalah; penyakit kardiovaskular, asma, kanker, cedera otak.
Sedangkan, contoh perilaku tidak sehat dalam menggunakan obat adalah sebagai berikut:
pengobatan sendiri, berbagi pengobatan, menggunakan obat tanpa resep, meresepkan
terlalu banyak obat, meresepkan sejumlah besar masing-masing obat, obat yang tidak
perlu, tulisan tangan yang buruk dalam resep, mengabaikan obat yang bertentangan,
mengabaikan efek obat yang berbahaya, tidak menjelaskan efek obat
2. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode
deskriptif dipilih karena penelitian yang dilakukan adalah berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang
sedang berlangsung dan berkenaan dengan kondisi masa sekarang (Nazir,2011: 52).
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan pada kondisi objek yang alami, peneliti
sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, data yang dihasil
kan bersifat deskriptif, analisis data di lakukan secara induktif, dan penelitian ini lebih menekankan
makna daripada generalisasi (Sedarmayanti dan Hidayat, 2011: 33).
Subyek penelitian adalah informan, yaitu orang yang memikiki kondisi yang sesuai atau alami
sesuai dengan topik penilitian. Dalam hal ini yaitu 5 orang yang pernah terinfeksi demam tifoid dan 5
orang yang belum pernah terinfeksi. Pengambilan data dengan metode wawancara.
Wawancara adalah salah satu strategi yang paling dikenal untuk mengumpulkan data kualitatif.
Berbagai strategi wawancara kualitatif yang biasa digunakan muncul dari beragam perspektif
disipliner yang menghasilkan variasi yang luas di antara pendekatan wawancara. Berbeda dengan
wawancara survei yang sangat terstruktur dan kuesioner yang digunakan dalam penelitian
epidemiologi dan sebagian besar layanan kesehatan, strategi wawancara kurang terstruktur di mana
orang yang diwawancarai lebih partisipan dalam pembuatan makna daripada saluran dari mana
informasi diambil.
Wawancara yang dilakukan mengarah pada gaya hidup mahasiswa sebagai variabel kontrolnya,
gaya hidup sebagai variabel bebas, dan kejadian demam tifoid sebagai variabel terikat. Dalam hal ini
kategori variabel gaya hidup yang peneliti gunakan yaitu: diet dan IMT, olahraga, penyalahgunaan zat
atau obat-obatan, dan rekreasi berkaitan dengan penggunaan waktu luang.
Berikut data yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan lima narasumber yang
pernah menderita demam tifoid semasa menjadi mahasiswa dengan gaya hidup yang telah
didefinisikan sebelumnya. Peneliti juga mewawancarai beberapa mahasiswa yang tidak terkena
demam tifoid dengan gaya hidup yang beragam.
TABEL PERBEDAAN GAYA HIDUP MAHASISWA YANG TERKENA DEMAM TIFOID DAN
YANG TIDAK TERKENA DEMAM TIFOID
Hasil Wawancara
No Gaya Hidup
Penderita Bukan penderita
1. Indeks Masa Dari 5 narasumber, IMT nya Dari 5 narasumber sehat IMT nya
Tubuh(IMT) yaitu: 20,3;23,5;19;18,3;19,6 yitu: 18,7;18,7;21,9;21;20,4
2. Diet : pola makan, Dari kelima narasumber, pola Dari 5 narasumber, 4 mengaku
intake sayur dan makan mereka tidak teratur sering makan teratur atau makan
buah, intake dalam artian tidak 3 kali 3x sehari.
makanan cepat sehari, mereka cenderung Intake sayur pada kelima
saji. meninggalkan makan pagi narasumber terbilang sering,
atau sarapan. karena mengonsumsi sayuran
1 dari 5 narasumber mengaku paling tidak sekali sehari
sering mengonsumsi sayuran, 5 narasumber mengaku jarang
dan yang lain tidak mengonsumsi makanan cepat saji.
5 narasumber mengaku jarang Mereka juga sebagian sering
mengonsumsi makanan cepat mengonsumsi mi dan sebagian
saji, tapi mereka memiliki terhitung jarang mengonsumsi mi.
kesamaan sering
mengonsumsi mi instan dan
makanan pedas.
3. Olahraga. 2 dari nasumber mengaku beberapa 3 narasumber mengaku plahraga rutin
kali olahraga dalam satu bulan, menjadwalkan olahraga dalam satu
sedangkan 3 lainnya tidak pernah bulan. 2 lainnya mengaku tidak
olahraga kecuali dalam jangka pernah berolahraga.
beberapa bulan
4. Penyalahgunaan Kelima narasumber tidak 2 narasumber mengaku
Zat dan obat. mengonsumsi rokok, narkoba dana mengonsumsi rokok minimal sehari
tau obat-obatan yang tidak sesuai sekali dan seminggu 2-3 kali.
resep dokter. 3 narasumber lainnya tidak
mengonsumsi rokok.
Mereka tidak mengonsumsi
narkoba dan obat-obatan tanpa
resep dokter.
5. Pengendalian stres 5 narasumber mengaku 2 narasumber mengaku memliki
dari waktu luang. memiliki aktivitas yang padat kegiatan yang padat sebagai
sebagai mahasiswa dan jarang mahasiswa, dan 3 lainnya merasa
memiliki waktu luang. aktivitasnya sangat longgar, dan
mereka menggunakannya untuk
melakukan hobi atau sekadar
berkumpul dengan teman
Dalam penelitian ini, terbukti ada keterkaitan antara gaya hidup dengan resiko terjadinya
demam tifoid pada mahasiswa yang dikaitkan dengan kondisi imun seseorang. Respons imun terhadap
infeksi Salmonella primer melibatkan respons humoral dan yang dimediasi sel. Namun, kekebalan
protektif terhadap Salmonella tergantung pada interaksi inang-parasit; mekanisme detail virulensi,
resistensi bawaan dan kerentanan inang masih belum jelas (Pham dan Mcsorley.2015)
Ditinjau dari Indeks Masa Tubuh, tidak ada perbedaan yang signifikan pada penderita maupun
yang bukan penderita. Hal ini dikarenakan IMT adalah nilai ambang yang mementukan seseorang
obesitas atau tidak. Walaupun kenaikan berat badan orang dewasa memiliki banyak implikasi
kesehatan yang merugikan: risiko penyakit jantung, diabetes, dan kanker tertentu secara substansial
meningkat dengan berat yang lebih tinggi (Hruby et al,.2016), tetapi demam tifoid bukan salah satu
yang dipengaruhi oleh IMT.
Variabel selanjutnya yaitu diet, hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan yang mencolok
antara penderita dan bukan penderita. Penderita tipes seringkali tidak memperhatikan jadwal makan
dan makan sembarangan. Tidak memperhatikan gizi dan lebih sering mengonsumsi makanan instan
atau cepat saji. Intake sayuran dan buah-buahan dapat terlibat dalam pemeliharaan kesehatan usus
yang merupakan tempat infeksi bakteri S. typhi (Skerret et al,.2010).
Kebiasaan olahraga penderita terbilang lebih sedikit dibandingkan bukan penderita. Olahraga
dinilai penting karena juga berperan dalam pengendalian berat badan. Olahraga juga telah terbukti
mengurangi peradangan melalui beberapa proses yang berbeda (peradangan, sitokin, reseptor seperti
tol, jaringan adiposa dan melalui tonus vagal), yang dapat berkontribusi pada hasil kesehatan yang
lebih baik pada orang yang menderita gangguan mood (Skerret et al,.2010).
Pada penelitian ini terdapat 2 objek yang mengonsumsi rokok dan tidak ada yang
mengonsumsi obat-obatan tanpa resep dari dokter. Dilihat dari perbandingan keduanya, hasilnya tidak
menggambarkan bahwa penyalahgunaan zat dan obat-obatan berpengaruh dalam kejadian demam
tipfoid.
Variabel terakhir adalah rekreasi atau waktu luang yang dimiliki. Variabel ini
menggambarkan seberapa padat aktivitas mahasiswa tersebut. Hasilnya menggambarkan bahwa ada
keterkaitannya dengan kejadian demam tifoid. Orang dengan aktivitas yang padat lebih beresiko
terkena demam tifoid. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah ini disebabkan oleh kurangnya
istirahat atau stress. Rekreasi berperan dalam kesehatan psikologis,fisiologis maupun sosial.
4. SIMPULAN
Setelah dilakukan pendekatan analisis hasil wawancara dan literatur dapat disimpulkan bahwa
beberapa aspek gaya hidup mempengaruhi terjadinya demam tifoid pada mahasiswa. Diantaranya
yaitu: diet atau makanan, olahraga, dan kepadatan aktivitas mahasiswa. Hal ini tidak melawan teori
yang telah ada bahwa penularan demam tifoid melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
bakteri. Karena dalam perjalanannya, infeksi bakteri akan lebih cepat dan optimal jika didukung gaya
hidup yang kurang baik.
5. SARAN
Sesuai dengan hasil yang telah disimpulkan, peneliti memberikan saran kepada masyarakat,
khususnya mahasiswa dan juga anak-anak dalam rentan prevalensi yang tinggi untuk menjaga
kebersihan diri dan juga tidak mengabaikan gaya hidup dengan mengetahui pola makan yang baik,
menjalankan olahraga teratur, dan tidak lupa untuk menenangkan pikiran dari beban-beban aktivitas.
6. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Moh, Nazir. (2011). Metode Penelitian. Cetakan 6. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
World Health Organizaton. (2018). Typhoid and other invasive salmonellosis : Vaccine-Preventable
Diseases Surveillance Standards. Jenewa:WHO.
Jurnal
Amicizia, D., Arata, L., Zangrillo, F., Panatto, D., & Gasparini, R. (2017). Overview of the impact
of Typhoid and Paratyphoid fever. Utility of Ty21a vaccine (Vivotif®). Journal of preventive
medicine and hygiene, 58(1), E1–E8.
Farhud D. D. (2015). Impact of Lifestyle on Health. Iranian journal of public health, 44(11), 1442–
1444.
Hruby, A., Manson, J. E., Qi, L., Malik, V. S., Rimm, E. B., Sun, Q., … Hu, F. B. (2016).
Determinants and Consequences of Obesity. American journal of public health, 106(9), 1656–
1662. doi:10.2105/AJPH.2016.303326
Pham, O. H., & McSorley, S. J. (2015). Protective host immune responses to Salmonella
infection. Future microbiology, 10(1), 101–110. doi:10.2217/fmb.14.98
Radhakrishnan, A., Als, D., Mintz, E. D., Crump, J. A., Stanaway, J., Breiman, R. F., & Bhutta, Z.
A. (2018). Introductory Article on Global Burden and Epidemiology of Typhoid Fever. The
American journal of tropical medicine and hygiene, 99(3_Suppl), 4–9. doi:10.4269/ajtmh.18-
0032
Rajagopalan, P., Kumar, R., & Malaviya, A. N. (1982). Immunological studies in typhoid fever. II.
Cell-mediated immune responses and lymphocyte subpopulations in patients with typhoid
fever. Clinical and experimental immunology, 47(2), 269–274.
Skerrett, P. J., & Willett, W. C. (2010). Essentials of healthy eating: a guide. Journal of midwifery &
women's health, 55(6), 492–501. doi:10.1016/j.jmwh.2010.06.019