PENDAHULUAN
Artritis septik adalah infeksi pada synovium yang disebabkan oleh bakteri.
Infeksi sendi yang disebabkan oleh bakteri merupakan infeksi sendi yang cepat
merusak hyalin kartilago artikular dan kehilangan fungsi sendi yang ireversibel, angka
kejadian artritis septik ini sekitar 40-68 kasus/100.000/tahun. Puncak insiden pada
kelompok umur adalah anak-anak usia kurang dari 5 tahun (5 per 100.000/tahun) dan
dewasa usia lebih dari 2,3 penyakit. Diagnosis awal yang diikuti dengan terapi yang
tepat dapat menghindari terjadinya kerusakan sendi dan kecacatan sendi. Insiden septik
artritis pada populasi umum bervariasi 2-10 kasus per 100.000 orang per tahun.
Insiden ini meningkat pada penderita dengan peningkatan risiko seperti artritis
rheumatoid 28-38 kasus per 100.000 per tahun, penderita dengan prosthesis 64 tahun
(8,4 kasus/100.000 penduduk/tahun). Kebanyakan artritis septik terjadi pada satu sendi,
sedangkan keterlibatan poliartikular terjadi 10-15% kasus. Sendi lutut merupakan sendi
yang paling sering terkena sekitar 48-56%, diikuti oleh sendi panggul 16-21%, dan
pergelangan kaki 8%. Artritis septik masih merupakan tantangan bagi para klinisi sejak
dua puluh tahun terakhir, dengan penanganan yang dini dan tepat maka diharapkan
dapat menurunkan kehilangan fungsi yang permanen dari sendi dan menurunkan
mortalitas.1
1
2
Berikut ini disampaikan suatu laporan kasus seorang laki – laki berusia 62 tahun
dengan penyakit Septik Artiris, Osteoartritis genu dektra et sinistra, Anemia penyakit
kronik, , ulkus dekubitus grade 2, tinea korporis regio gluteal imobilisasi, inanisi,
Infeksi, ketergantungan berat. Kasus ini dibawakan untuk memahami hubungan antara
kasus Artritis septik dan OA genu dektra pada usia lanjut, dan tatalaksana yang tepat
dalam mengembalikan status fungsional pasien hingga bisa beraktifitas mandiri dalam
aktivitas sehari-hari.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1.1 IDENTIFIKASI
Seorang laki-laki, Tn. YHA, usia 62 tahun, agama Islam, bekerja sebagai guru
ngaji di pesantr;en. Alamat Jl Bunga Tanjung Dusun I, Seri Bandung, Tanjung Batu,
Kab Ogan Ilir. Dirawat di ruang komering 1.1 kamar 4 bed 6 bangsal penyakit dalam
Rumah Sakit Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang sejak tanggal 29 Mei 2017
dengan keluhan utama nyeri pada lutut kanan semakin memberat sejak ± 1 hari SMRS.
± 2 Tahun SMRS, Pasien mengeluh bengkak pada lutut kanan, terasa nyeri jika
digerakaan ada, nyeri seperti di tusuk-tusuk ada, nyeri menjalar tidak ada, nyeri
semakin memberat jika pasien menggerakkan lututnya, nyeri berkurang jika
diistirahatkan. Kemerahan ada, terasa panas pada bagian lutut yang nyeri ada, krepitasi
tidak ada, kaku pada sendi di pagi hari tidak ada, sulit menggerakan kaki tidak ada,
pasien masih berkativitas seperti berjalan ke kamar kecil dengan bantuan tongkat,
Demam tidak ada, BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien kesehariannya masih bisa
beraktivitas mandiri di luar rumah seperti mengajar ngaji dengan bantuan tongkat,
nafsu makan menurun tidak ada, tiap hari pasien makan 3 kali sehari nasi biasa dengan
lauk bervariasi dari telur, tahu, tempe terkadang daging ayam. Pasien kemudian
berobat ke mantri, lutut pasien di sedot cairan didapatkan total 90 ml warna kuning
jernih, bau busuk tidak ada. Keluhan pasien berkurang.
± 2 bulan SMRS, Pasien mengeluh timbul bengkak pada lutut kanan, nyeri jika
digerakkan ada, nyeri seperti ditusuk tusuk ada tidak menjalar, nyeri semakin
memberat jika pasien menggerakan lutut dan berkurang jika diistirhatkan. Kemerahan
ada, terasa panas pada lutut kanan ada, krepitasi tidak ada tampak sendi pada lutut
3
4
kanan semakin membesar, pasien masih bisa beraktivitas terbatas di dalam rumah
dengan tongkat dan bantuan orang lain. Kaku pada sendi pada pagi hari ada, sulit untuk
menggerakan kaki sebelah kanan ada. nafsu makan menurun ada, pasien makan 3 kali
sehari nasi tim dengan lauk bervariasi dari telor, tahu, tempe tetapi hanya bisa masuk
3-5 sendok makan, berat badan menurun tidak ada, demam tidak ada, BAK dan BAB
biasa. Pasien belum berobat.
± 1 hari SMRS, pasien mengeluh bengkak pada pada lutut kanan semakin
bertambah besar, disertai nyeri yang semakin hebat pada punggung kaki kiri pasien,
nyeri dirasakan terus menerus seperti ditusuk-tusuk nyeri semakin bertambah jika
digerakkan dan tidak berkurang walaupun diistirahatkan, nyeri tidak menjalar.
Kemerahan pada lutut kanan dan punggung kaki kiri ada, nyeri jika ditekan, terasa
panas pada kedua sendi bila di pegang ada, pasien hanya bisa beraktivitas di tempat
5
tidur. Demam ada tidak terlalu tinggi, BAK dan BAB biasa. Pasien di bawa berobat ke
IGD RSMH
Riwayat terjatuh dari motor yang menimpa bagian tungkai sebelah kanan 6
bulan yang lalu
Riwayat radang pada sendi – sendi jari kaki dan tangan disangkal
Riwayat sering konsumsi obat penghilang rasa sakit yang dibeli sendiri di
warung seperi NEO RHEUMACYL®
riwayat darah tinggi disangkal
riwayat kencing manis disangkal
2.1.5 PEDIGREE
Pasien
Keterangan: : laki-laki
: perempuan
6
Pasien seorang buruh tani yang sering mengangkat beban berat seperti
karung.
Rumah pasien berbentuk rumah panggung 2 lantai, bangunan terbuat dari
kayu dan sebagian terbuat dari batubata, memiliki ± 8 anak tangga untuk
naik ke atas, kamar tidur Ukuran 4x5m2 serta kamar mandi pasien berada di
lantai 2. Terdapat perbedaan ketinggian dari lantai rumah dan kamar mandi.
Pasien sering mengoleskan balsem penghilang nyeri yang dibeli di warung.
Pasien makan 3 kali sehari dengan menu nasi, ikan (ikan mas) dan konsumsi
daging ayam dan sapi jarang, Rajin konsumsi buah – buhan.
Kebiasaan sering makan jeroan, kacang-kacangan dan emping disangkal
Pasien tidak pernah melakukan olah raga
Pasien bekerja buruh tani dan guru ngaji di pesantren dengan penghasilan ± 2
juta perbulan dengan pengeluaran perbulannya ± 1,5 juta, pasien masih bisa
menyimpan sisa pendapatannya. Pasien tinggal bersama dengan istri dan anak
Semenjak sakit pasien tidak bisa lagi bekerja kebutuhan sehari-hari ditanggung oleh
anak pasien. Pasien berobat dengan BPJS kelas III. Kesan sosial ekonomi kurang.
Temperatur : 36,6 ºC
VAS :8
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 42 kg
RBW : 77 % ( Underweight )
IMT : 16,4 kg/m2 (Underweight)
LILA : 18 cm
Lingkar betis : 28 cm
2.2.2 PEMERIKSAAN SPESIFIK
Kepala : Normosefali, alopesia (-), Rambut mudah rontok (-),
konjungtiva palpebra pucat (+) sklera ikterik (-), atropi papil
lidah (-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks anterior dan posterior
Barrel chest (-), sela iga melebar (-), sudut angulus kosta < 90°
Pulmo ( anterior )
Inspeksi : Statis simetris, dinamis kanan sama dengan kiri
Palpasi : Stemfremitus paru kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar ICS V,
peranjakan 1 sela iga sela iga
Auskultasi : Vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-),
wheezing (-)
Pulmo ( posterior )
Inspeksi : Statis simetris, dinamis kanan sama dengan kiri
Palpasi : Stemfremitus paru kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-),
wheezing (-)
8
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas interkostal II, batas kanan linea sternalis dekstra,
batas Kiri linea midclavicula sinistra ICS V.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, HR 84 x/m, reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba ,epigastrium (-)
Perkusi : Timpani, shifting dulness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : Palmar pucat (-), edema (-)
Inferior : Edema pretibial (-), pembesaran KGB (-)
Status lokalis :
Regio genu dekstra
I : Bengkak (+), kemerahan (-)
P : Nyeri tekan (+), hangat (+), Undulasi (+) ROM aktif pasif
terbatas
Regio pedis Sinistra
I : Bengkak (+), kemerahan (-)
P : Nyeri tekan (+), Hangat (+), ROM aktif pasif terbatas
9
EKG : Irama sinus, aksis normal, HR 92 x/menit, gel P normal, PR int 0,16 det, QRS
comp 0,04 det, R/S di V1 <1, S V1 + R V5/6 <35 , T inverted di lead III, aVF
1 hari 0 = ya 1 = tidak
REGISTRASI
Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda : satu detik setiap
benda. Kemudian pasien disuruh mengulangi nama ketiga objek tadi.
3 (3)
Berilah nilai 1 untuk tiap nama objek yang disebutkan benar. Ulangi
lagi sampai pasien menyebut dengan benar : (bola, kursi, buku).
Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah : ........... kali
MENGENAL KEMBALI
3 (2) Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama objek di atas tadi. Berikan
nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar
BAHASA
2 (2)
Apakah nama benda ini? Perlihatkanlah pinsil dan arloji
1 (1) Pasien disuruh mengulangi kalimat berikut : ”JIKA TIDAK, DAN
ATAU TAPI”
16
3 (2) Pasien disuruh melakukan perintah : ” Ambil kertas itu dengan tangan
anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”
1 (1) Pasien disuruh membaca, kemudian melakukan perinta kalimat
”Pejamkan mata anda”
1 (1) Pasien disuruh menulis kalimat lengkap dengan spontan (tulis apa saja)
1 (1) Pasien disuruh menggambar bentuk dibawah ini
Jumlah Nilai : ( 28 )
17
2.4 RESUME
Seorang laki-laki, Tn. YHA, usia 62 tahun, Dirawat di ruang komering 1.1
kamar 4 bed 6 bangsal penyakit dalam Rumah Sakit Mohammad Hoesin (RSMH)
Palembang sejak tanggal 29 Mei 2017 dengan keluhan utama nyeri pada lutut kiri
semakin memberat sejak ± 1 hari SMRS.
± 2 Tahun SMRS, Pasien mengeluh bengkak pada lutut kanan, terasa nyeri jika
digerakaan ada, nyeri seperti di tusuk-tusuk ada, nyeri semakin memberat jika pasien
menggerakkan lututnya, nyeri berkurang jika diistirahatkan. Kemerahan ada, terasa
panas pada bagian lutut yang nyeri ada, pasien masih berkativitas seperti berjalan ke
kamar kecil dengan bantuan tongkat, tiap hari pasien makan 3 kali sehari nasi biasa
dengan lauk bervariasi dari telur, tahu, tempe terkadang daging ayam. Pasien kemudian
berobat ke mantri, lutut pasien di sedot cairan didapatkan total 90 ml warna kuning
jernih, bau busuk tidak ada. Keluhan pasien berkurang.
± 2 bulan SMRS, Pasien mengeluh timbul bengkak pada lutut kanan, nyeri jika
digerakkan ada, nyeri seperti ditusuk tusuk, nyeri semakin memberat jika pasien
menggerakan lutut dan berkurang jika diistirhatkan. Kemerahan ada, terasa panas pada
lutut kanan ada, tampak sendi pada lutut kanan semakin membesar, pasien masih bisa
beraktivitas terbatas di dalam rumah dengan tongkat dan bantuan orang lain. Kaku pada
sendi pada pagi hari ada, sulit untuk menggerakan kaki sebelah kanan ada. nafsu makan
menurun ada, pasien makan 3 kali sehari nasi tim dengan lauk bervariasi dari telor,
tahu, tempe tetapi hanya bisa masuk 3-5 sendok makan. Pasien belum berobat.
± 2 minggu SMRS, Pasien mengeluh bengkak pada lutut kanan bertambah
besar dan nyeri kemerahan pada punggung kaki kiri, terasa nyeri pada kedua sendi,
nyeri seperti ditusuk-tusuk ada, nyeri sedikit berkurang bila diistiharatkan. Kemerahan
ada sekitar sendi lutut, nyeri pada kedua sendi bila ditekan ada, terasa panas jika di
pegang pada kedua sendi, pasien sulit menggerakan kaki kanannya , terasa kaku dan
nyeri pada sendi lutut kanan pasien. Pasien mengeluh juga badan terasa lemas,
pandangan berkunang-kunang ada, demam ada tidak terlalu tinggi, Pasien tidak bisa
beraktivitas sendiri, lebih banyak di bantu oleh orang lain, pasien lebih banyak
18
berbaring di tempat tidur. butuh batuan orang lain untuk dibawa ke kamar mandi. nafsu
makan menurun ada, pasien makan bubur hanya bisa masuk 3-5 sendok makan, berat
badan menurun ada, dirasakan seperti celana pasien yang semakin longgar Pasien
belum berobat hanya diberikan obat cream penghilang nyeri yang di jual di warung
seperti hotcream. Keluhan tidak berkurang.
± 1 hari SMRS, pasien mengeluh bengkak pada pada lutut kanan semakin
bertambah besar, disertai nyeri yang semakin hebat pada punggung kaki kiri pasien,
nyeri dirasakan terus menerus seperti ditusuk-tusuk nyeri semakin bertambah jika
digerakkan dan tidak berkurang walaupun diistirahatkan. Kemerahan pada lutut kanan
dan punggung kaki kiri ada, nyeri jika ditekan, terasa panas pada kedua sendi bila di
pegang ada, pasien hanya bisa beraktivitas di tempat tidur, demam ada tidak terlalu
tinggi. Pasien di bawa berobat oleh keluarga ke IGD RSMH dan dirawat.
Riwayat suntik pada sendi lutut sebelah kiri karena bengkak ada 2 tahun yang
lalu, Riwayat terjatuh dari motor yang menimpa bagian tungkai sebelah kanan 6 bulan
yang lalu, Riwayat sering konsumsi obat penghilang rasa sakit yang dibeli sendiri di
warung seperi NEO RHEUMACYL® pasien sebelum sakit bekerja sebagai buruh tani,
sering mengangkut karung yang berat. Pasien seorang buruh tani yang sering
mengangkat beban berat seperti karung. Rumah pasien berbentuk rumah panggung
yang memiliki anak ± 8 anak tangga, kamar tidur serta kamar mandi berada di lantai 2.
Farmakologi
IVFD NaCl 0.9% gtt XX/menit makro
Voltaren gel obat luar tiap 8 jam
Duragesic 25 mg patch selama 3 hari
2.9 PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi :
Istirahat
Diet NB 1900 kkal
Fisioterapi Genu dektra
Edukasi
Transfusi PRC 400 cc
Farmakologi
IVFD NaCl gtt XX/menit makro
Inj meropenem 1gr tiap 8 jam IV (skin test)
Voltaren gel obat luar tiap 8 jam
Duragesic 25 mg patch selama 3 hari
Paracetamol 650 mg tiap 8 jam PO
Target Perawatan :
Terapi Jangka pendek :
Mengatasi infeksi
Mengurangi tingkat nyeri
Perbaikan status gizi
Mencegah kontraktur
Ketergantungan berkurang
Target jangka panjang
24
2.11 PROGNOSIS
RONTGEN Thoraks PA
Tanggal 30-5-2017
P: Non Farmakologi
Istirahat
Diet NB 1900 kkal
Fisioterapi Genu dektra
Edukasi
Transfusi PRC 400 cc
Farmakologi
IVFD NaCl gtt XX/menit makro
Inj meropenem 1gr tiap 8 jam IV
Voltaren gel obat luar tiap 8 jam
Duragesic 25 mg patch selama 3 hari
Albumin 20% flash tiap 24 jam PO
Terapi Jangka pendek :
Mengatasi infeksi
Mengurangi tingkat nyeri
Memperbaiki status gizi
Mencegah kontraktur
Ketergantungan berkurang
Target jangka panjang
Pencegahan penyakit berulang
Mengurangi kontraktur otot lebih lanjut
Aktivitas mandiri/ketergantungan ringan
Rencana Aspirasi cairan Sendi, BTA cairan sendi, Kultur
Pemeriksaan mikroorganisme dan resistensi cairan sendi,
Konsul divisi Hematologi
Konsul bagian Gizi Klinik
Extremitas
Regio genu dekstra
I : Bengkak (+), kemerahan (-) krepitasi (-)
P : Nyeri tekan (+), hangat (+), undulasi (+) ROM aktif
pasif terbatas
Regio pedis Sinistra
I : Bengkak (+), kemerahan (+)
P : Nyeri tekan (+), Hangat (+), ROM aktif pasif terbatas
Regio Gluteus dektra et sinistra
Plak eritem , plakat, diskret, sebagian permukaan tampak
putih dengan selaput warna putih
Regio sackrum
Ulkus soliter, regular, ukuran 4.5 x 3 c 0.2 cmn sadar
sangat granulosit, tepi tidak meninggi,
daerah sekitar eritem. Nyeri, tidak indurasi.
Perkembangan CGA
ADL : 13 ketergantungan ringan
GDS : 3 tidak depresi
Nutrisi mini : 12 malnutrisi
Status mental mini : 28
Retikulosit : 1.5 %
MCV : 89 fl
MCH : 28 pg
Kimia Darah
Albumin : 2.9 g/dL
Gambaran darah tepi
Eritrosit : Normokrom normositer, anisositosis,
polikromasi berat
Leukosit : Jumlah meningkat,netrofilia, hipersegmentasi
(+)
Trombosit : Jumlah cukup, morfologi dalam batas
normal
Kesan : anemia normokrom normositer, peningkatan
respons eritropoetik disertai tersangka
infeksi bakterial
Extremitas
Regio genu dekstra
I : Bengkak (+), kemerahan (-) krepitasi (-)
P : Nyeri tekan (-), hangat (-), undulasi (+) ROM aktif
pasif terbatas
Regio pedis Sinistra
I : Bengkak (-), kemerahan (-)
P : Nyeri tekan (-), Hangat (-), ROM aktif pasif terbatas
Regio Gluteus dektra et sinistra
Plak eritem , plakat, diskret, sebagian permukaan tampak
putih dengan selaput warna putih
Regio sackrum
Tampak ulkus dengan dasar otot kemerahan , darah (-),
pus (-), granulasi (+)
Perkembangan CGA
ADL : 13 ketergantungan ringan
GDS : 3 tidak depresi
Nutrisi mini : 12 malnutrisi
Status mental mini : 28
Laboratorium tanggal 12 Juni 2017
Hb : 11,8 g/dL
Eritrosit : 4.18 /mm3
leukosit : 4.5 /mm3
Hematokrit : 37 %
Trombosit : 291.000 / µL
D/C : 0/2/76/15/7
MCV : 88 fl
MCH : 28 pg
37
Makan 2 1 2
Berpindah/berjalan 2 0 2
Memakai baju 2 1 2
Mandi 1 0 2
TOTAL 18 8 17
Ketergantungan Ketergantungan Ketergantungan
ringan berat ringan
39
Imobilisasi
Malnutrisi
Tinea Korporis
BAB III
ANALISIS KASUS
40
41
Pada kasus ini faktor risiko yang didapat adalah osteortritis dan kehidupan sosio-
ekonomi yang rendah.1,3,4
Dari gejala dan tanda yang khas pada septik artritis sering berupa monoartritis
pada sendi besar, sedangkan pada poliartikular hanya sekitar 10 -19 %. Sendi yang
terkena terutama 50% mengenai sendi lutut sedangkan pada sendi, koksae, bahu, dan
pergelangan kaki lebih sedikit. Munculnya gejala dari 1-2 minggu ditandai dengan
merah, bengkak dan nyeri yang hebat pada sendi bersangkutan, sehingga sulit untuk
digerakkan. Terdapat pula adanya tanda – tanda efusi pada sendi tersebut.
Pada kasus ini didapatkan dari pasien sejak ± 2 minggu SMRS mengeluh nyeri
pada sendi lutut kanan dan punggung kaki kiri yang tampak kemerahan, bengkak,
nyeri pada sendi jika digerakkan dan berkurang bila diistirahatkan. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan pada ekstremitas di regio genu dektra tampak bengkak kemerahan,
pada perabaan dirasakan permukaan kulit hangat dan terdapat rasa nyeri jika ditekan
dengan ROM pasif aktif terbatas, undulasi (+). Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukosit 30.400/mm3, LED 120 mm/jam, dan CRP kualitatif positif
dengan CRP kuantitatif 116 mg/L. Diagnosis artritis septik dibuat berdasarkan gejala
dan tanda klinis. Dari gambaran anamnesis, pemeriksaan fisik, serta hasil
laboratorium didapat dari pasien sudah mengarah pada diagnosis artritis septik
42
terjadi infeksi bakteri pada cairan sendi pada pasien ini. Pemeriksaan rongten genu
pun didapatkan adanya sela sendi yang meyempit dan soft tissue swelling pada genu
dektra serta pada USG genu dektra didapatkan ada adanya efusi + lose body yang
mana dicuriga kearah septik artritis.
Artritis septik memiliki gejala yang khas, tetapi beberapa penyakit yang
memiliki gejala yang mirip seperti artritis septik seperti Reumatoid Artritis,
Osteoartritis dan penyakit jaringan ikat lain yang sedang mengalami serangan (flare).
Pada Reumatoid Artritis sering kali menyerang pada jenis kelamin perempuan,
adanya riwayat keluarga yang menderita Reumatoid Artritis, umur yang tua dan
biasanya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak sendi, dengan titer
faktor Reumatoid Artritis serum yang tinggi. Terdapat Nodul Reumatoid pada kulit
yang paling sering dijumpai yang di daerah ulna, olecranon, jari tangan, tendon
achilles atau bursa olecranon. Dari perhitungan kriteria diagnosis menurut
ACR/EULAR 2010 diagnosis Reumatoid Artritis ditegakkan bila pasien memilik
skor 6 atau lebih.Pada penatalaksanaan Septik Artritis harus segera segera dimulai
setelah dilakukan evaluasi secara lengkap. Pemberian antibiotic segera diberikan
tanpa menunggu hasil kultur Karena apabila kita terlambat dalam pemberian
antibiotic dapar menyebabkan kuman dengan cepat berkembang biar dan akan
menimbulkan kerusakan permanen pada rawan sendi, menyebabkan penyebaran
secara hematogen dan pada akhirnya menimbulkan sepsis yang dapat menimbulkan
kematian. Pada kasus ini pasien dating ke IGD RSMH dengan keluhan nyeri sendi
disertai radang dan pada tanda-tanda vital demam tidak terlalu tinggi, nadi yang
meningkat 96x/menit hal ini membuat kami mencurigai pasien mengarah pada
keadaan sepsis. Kita ketahui bahwa keadaan sepsis pada lanjut usia tidak sama
dengan keadaan sepsis pada orang dewasa lainnya dimana gejala sering kali tidak
khas. Sehingga kami mengangap telah terjadi sepsis pada kasus ini dan pemberian
antibiotik empiris broadspektrum luas pada kasus sepsis dimana pemberian antibiotik
pada kasus sepsis yang belum kita ketahui penyebabnya dapat diberikan meropenem
dengan cara deeskalasi hal ini untuk mengurangi mortalitas, disfungsi organ dan
44
3.2 Osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit persendian yang kasusnya paling umum
dijumpai secara global. Berdasarkan data WHO tahun 2004, diketahui bahwa OA
diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia
Tenggara. Di Indonesia, OA merupakan penyakit reumatik yang paling banyak ditemui
dibandingkan kasus penyakit reumatik lainnya. Berdasarkan data Badan Kesehatan
Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan OA di Indonesia tercatat 8,1%
dari total penduduk.2,6,7
Osteoartritis adalah penyakit kronis yang belum diketahui secara pasti
penyebabnya. Penyakit ini ditandai dengan kehilangan tulang rawan sendi secara
bertingkat. Terdapat dua jenis penyakit OA berdasarkan faktor yang mendasarinya
yaitu OA primer dan OA sekunder. Pada sebagian kasus, penyakit OA muncul tanpa
faktor predisposisi yang jelas sehingga disebut OA primer. Sedangkan pada OA
sekunder terdapat faktor penyakit yang mendasarinya terutama penyakit metabolik.
Adapun beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan timbulnya OA yaitu umur,
45
jenis kelamin, ras, keturunan, metabolik, riwayat trauma, obesitas, pekerjaan dan
kepadatan tulang.8,9,10
Secara etiopatogenesis osteoartritis adalah kegagalan perbaikan kerusakan
sendi yang disebabkan oleh stress mekanik yang berlebih. Faktor mekanik yang
mendasari OA adalah peningkatan stress intrartikular patologis, yang terjadi akibat
peningkatan kuantitatif dari pembebanan sendi (misalnya pembebanan impulsif
berulang). Beban impulsif menyebabkan jejas mikro pada tulang subkondral dan rawan
sendi yang melebihi kemampuan sendi untuk memperbaiki kerusakan. Inflamasi pada
osteoartritis timbul sekunder akibat produk degradasi rawan sendi dan tulang 5,10
Tabel 1. Kriteria diagnosis osteoartritis lutut berdasarkan kriteria ACR tahun 19862,5
Klinis dan Laboratorium Klinis dan radiografi Klinis
Nyeri lutut dan setidaknya Nyeri lutut dan setidaknya Nyeri lutut dan setidaknya
5 dari 9 kriteria berikut : 1 dari 3 kriteria berikut : 3 dari 6 kriteria berikut :
1. Usia > 50 tahun 1. Usia > 50 tahun 1. Usia > 50 tahun
2. Kaku sendi < 30 menit 2. Kaku sendi < 30 2. Kaku sendi < 30
3. Krepitus menit menit
4. Nyeri tulang 3. Krepitus 3. Krepitus
5. Pembesaran tulang 4. Nyeri Tulang
6. Tidak teraba hangat 5. Pembesaran Tulang
pada palpasi 6. Tidak teraba hangat
7. LED <40 mm/jam pada palpasi
8. Faktor reumatoid (RF)
< 1: 40
9. Cairan sinovial
petanda OA (jernih,
viscous, atau hitung
leukosit < 2000/mm)
Pada pasien ini kami diagnosis dengan Osteoartritis genu dektra didapatkan dari
anamnesis yaitu pasien laki-laki, 62 tahun dengan dengan tingkat sosial ekonomi
rendah, rumah pasien berbentuk panggung yang mana pasien harus menaiki ± 8 anak
tangga, pasien mengeluh nyeri pada sendi lutut kanan dan punggung kaki kiri yang
tampak kemerahan, bengkak, nyeri pada sendi jika digerakkan dan berkurang bila
46
diistirahatkan. Tampak lutut kanan membengkak dari pada lutut kiri pasien sejak ± 2
minggu SMRS. Pada pemeriksaan Fisik didapatkan Genu dextra : bengkak (+), nyeri
tekan (+), palpasi hangat (+), ROM aktif pasif terbatas, krepitasi (-). Pada pemeriksaan
penunjang laboratorium didapatkan LED 120 mm/jam. Kami lakukan pemeriksaan
radiologis didapatkan spur di eminentia intercondylaris media lateral, patella, dan
epiconylus tibialis bilateral dan sela sendi dektra menyempit. Dengan kesan OA genu
dextra grade III dan sinistra grade II.
otot pasien yang sudah mengalami disuse atropi otot karena lamanya imobilisasi dan
kontraktur pada pasien.
pasien ini disebabkan oleh anemia penyakit kronis. Direncenakan untuk dilakukan
tranfusi PCR sebanyak 400 cc.
Pada keadaan Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem
imun pada usia lanjut. Pengaruh proses menua pada system imun terutama berupa
penurunan respon imun sepsifik dengan perubahan yang minimal pada sistem imun
nonspesifik. Secara umum terjadi penurunan jumlah sel B, sel T CD4+ dan CD8-
dengan peningkatan reatif sel natural killer (NK) sehingga jumlah limfosit keseluruhan
tidak menurun. Perubahan ini berkaitan dengan peningkatan kadar sitokin inflamasi
yang juga berkontribusi pada disregulasi respon imun seluler. Beberapa faktor ekternal
51
misalnya peran stress oksidatif merupakan faktor yang paling penting dalam
percepatan proses menua karena menyebabkan peningkatan kecepatan pemendekanan
telomer yang sangat penting perannya dalam mengatur replikasi sistem imun terutama
limfosit. intervensi nutrisi merupakan salah stu pendekatan penting dalam menghadapi
infeksi yang disebabkan oleh turunnya sistem imun. Selain infeksi, imobilisasi ternyata
juga berperan pada terjadinya hypoalbuminemia pada pasien lanjut usia yang mana
mempengaruhi system metabolic dan endokrin yang akibatnya terjadi perubahan
terhadap metabolism zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah pada metabolism protein.
Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut dengan imobilisasi menjadi
katabolisme sehingga metabolism protein akan lebih rendah pada pasien lanjut usia
dengan imobilisasi. Peningkatan ekskresi nitrogen mencapai puncak dengan rata-rata
kehilangan 2 mg/hari, sehingga pasien akan mengalami hipoproteinemia, edema, dan
penurunan berat badan. Kehilangan nitrogen menigkat hingga 12 gr pada keadan
imobilisasi dengan malnutrisi, trauma, frakture pinggul, atau infeksi. Penekanan
sekresi hormone anti diuretik selama imobilisasi juga akan terjadi yang akan
meningkatkan diuresis dan pemecahan otot sehingga akan mengakibatkan penurunan
berat badan. Pasien yang mengalami imobilisasi lama akan memiliki natrium serum
dan natrium urin lebih rendah dibandingkan pada yang tidak imobilisasi sehingga
pasien tirah baring lama akan memiliki defisiensi natrium kronik. Tirah baring lama
dan malnutrisi menyebabkan atropi otot dan turunnya kekuatan dan ukuran otot.
Kelemahan otot pada pasien geriatric mengakibatkan penurunan status fungsional yang
berat sehingga imobilisasi terus terjadi. Peran mikronutrien menjadi sangat besar
peranannya dalam menjaga efektifitas respon imun. Vitamin a berperan dalam menjaga
intergritas epitel di saluran nafas dan cerna. Vitamin E berperan pada fluiditas
membrane permukaan sel imun dan berperan pada pembentukan sinaps imun. Vitamin
D meningkatkan aktivitas TLR dan produksi cathelicide, suatu protein yang penting
untuk destruksi Mycobakterium tuberculosis intraseluller. Di antara seluruh trace
element, zinc menunjukan peran penting karena bertugas menjaga aktivitas lebih dari
300 enzim termasuk enzim-enzim penting daoa imun sekalian.12,13,15,16
52
Pada pasien ini juga ditemukan adanya ulkus decubitus pada pemeriksaan fisik
didapatkan pada regio sacrum tampak Ulkus soliter, regular, ukuran 4.5 x 3 c 0.2 cmn
sadar sangat granulosit, tepi tidak meninggi, daerah sekitar eritem. Nyeri ,tidak
indurasi. Hal ini diakibatkan oleh faktor imobilisasi yang lama. Ulkus decubitus adalah
suatu keadaan kerusakan kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot
sampai mengenai tulang yang disebabkan oleh iskemia pada kulit akibat adanya
penekanan pada suatu area secara terus menerus. Ulkus decubitus merupakan suatu hal
yang serius pada kasus ini dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada
usia usia lanjut. Secara definisi ulkus decubitus adalah kerusakan jaringan setempat
pada kulit dan atau jaringan dibawahnya akibat tekanan, atau kombinasi antara tekanan
dengan pergeseran, pada bagian tulang yg menonjol. Pada pasien dengan imobilisasi
dengan posisi setengah duduk ada kecenderungan tubuh meluncur kebawah, apalagi
keadaan tubuh basah. Secara teori ulkus decubitus dibagi dalam 6 stadium yaitu :
dalam mencegah terjadi ulkus decubitus dengan cara memperbanyak gerakan dengan
poindah dari tempat tidur ke kursi roda dan melakukan latihan lingkup gerak sendi
(range of motion exercise).13,14,15
Pada kasus ini, seorang laki-laki 62 tahun dengan keluhan nyeri pada lutut
kanan, nyeri bila digerakan dan berkurang dengan diistirahatkan, tampak kemerahan
dan bengkak. Pasien hanya bisa berkativitas di atas Kasur sejak ± 2 minggu sebelum
rumah sakit. Pada geriatrik tidak hanya dinilai dari aspek medik saja, namun juga
melakukan assement dari segi fisik, psikologik, dan social ekonomi. Interaksi dari 3
komponen tersebut mengambarkan keadaan fungional organ dan atau tubuh secara
keseluruhan pada usia lanjut. Pada pasien ini, menderita septik artritis, Osteoartritis
genu dektra, anemia penyakit kronis, Ulkus dekubitus grade 1, tinea corporis regio
sacrum. Pasien sudah tidak bekerja lagi, pasien memiliki 7 orang anak dan tinggal
Bersama dengan pasien. Anak dan keluarga pasien selalu memperhatikan dan merawat
pasien, bahkan anak pasien mengantar pasien berobat ke RSMH ketika sakit. Dari segi
lingkungan rumah pasien berbentuk rumah panggung, pasien tinggal di lantai 2 dan
harus menaiki ± 8 anak tangga untuk naik ke lantai 2, kamar pasien kurang
pencahayaan dan WC berada di lantai 2 bentuk jongkok tidak memiliki pegangan di
tembok untuk berjalan. Hal ini cukup menyulitkan pasien dalam proses
penyembuhannya. Faktor internal pada pasien ini seperti nyeri pada lutut hal ini ini
menyebabkan mobilitas pasien menjadi terbatas. Dari pemeriksaan fisik didapat Tinggi
badan 160 cm, Berat badan 42 kg, didapatkan hasil RBW 77 % ( Underweight ), IMT
16,4 kg/m2 (Underweight) dan juga di ukur LILA 18 cm, lingkar betis 28 cm, Tinggi
Lutut 47 cm. Dari hasil lab di dapatkan peningkatan leukosit 30.400 dengan
peningkatan netrofil 93. dari hasil pemeriksaan CGA ADL : 8 (ketergantungan berat),
GDS : 3 tidak depresi nutrisi mini : 14 malnutrisi, status mental mini : 28 normal. Pasien
kami konsulkan ke bagian gizi klinik dikarenakan status malnutrisi pasien ini,
dilakukan perhitungan kebutuhan kalori pasien ditargetkan mendapat kalori awal
sebanyak 1900 mg/dl dengan protein 95 gr diberikan nasi biasa 1500 kkal, makanan
54
cair putih telur 2 x 200, ekstra hewani 3 buah putih telur dengan tambahan
mikrovitamin vitamin B komplek dan suplemen vip Albumin 2 tablet. Mikronutrien
menjadi sangat besar peranannya dalam menjaga efektifitas respon imun. Vitamin a
berperan dalam menjaga intergritas epitel di saluran nafas dan cerna. Vitamin E
berperan pada fluiditas membran permukaan sel imun dan berperan pada pembentukan
sinaps imun. Vitamin D meningkatkan aktivitas TLR dan produksi cathelicide, suatu
protein yang penting untuk destruksi Mycobakterium tuberculosis intraseluller. Dari
membaiknya status imunitas dan derajat ketergantungan pada pasien ini diharapkan
dapat memperbaiki kualitas dan fungsi.12,13,16
Dari analisa kasus ini kita dapat simpulkan bahwa Tn YHA, 62 tahun dengan
keluhan nyeri pada lutut kanan sejak ± 1 hari SMRS didapatkan adanya nyeri pada lutut
kanan dan punggung kaki kiri yang tampak kemerahan, bengkak, nyeri jika digerakan,
teraba hangat jika di lakukan perabaan serta tampak lutut sebelah kanan lebih besar
dari pada sebeluah kiri dan demam tidak terlalu tinggi. Pasien bekerja sebagai buruh
tani yang sering mengangkat beban berat seperti karung dan dari riwayat penyakit
dahulu didapatkan 6 bulan yang lalu terjatuh dari motor yang menimpa bagian tungkai
sebelah kanan. Pasien dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gambaran dari
pemeriksaan rongten genu dektra et sinstra didapatkan gambaran spur di eminentia
intercondylaris media lateral, patella dan epicondylus tibialis bilateral dan sela sendi
dektra kesan OA genu dektra grade III dan sinistra Grade II dan sinistra hal ini
menyebabkan pasien menjadi sulit untuk melakukan aktifitas sehari – hari. Kita ketahui
bahwa Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling sering
mengenai pasien lanjut usia dan memiliki kecenderungan penurunan fungsi imun yang
dapat menyebabkan pasien dengan usia lanjut rentan terhadap infeksi. Pada kasus ini
pasien diberikan terapi imobilisasi dini (ROM) dan fisioterapi Cyroterapi sehingga
mengurangi kontraktur pada otot sendi lutut pasien seperti terapi. Pada pemeriksaan
fisik ketika pasien masuk datang ke IGD RSMH didapatkan dari keadaan umum pasien
tampak sakit berat, Tekanan darah 130/80 mmHg nadi didapatkan 92x/m dengan
55
respitarasi 20x/m, tempratur 36,6oC dengan keluhan nyeri yang hebat VAS 8 hal dan
didapatkan adanya kemerahan pada lutut kanan dan punggung kiri pasien bengkak, dan
nyeri jika ditekan kami pikirkan suatu artritis septik yang sudah mengalami sepsis
karena pada pasien lanjut usia atau geriatri memiliki kecenderungan keadaan sepsis
berat yang tidak spesifik dan tidak khas sehingga kami lakukan pemberian antibiotik
empiris broadspektrum luas Meropenem 1 gr tiap 8 jam selama 3 minggu tanpa
menunggu hasil kultur. Hal ini bermaksud mengurangi mortalitas, disfungsi organ dan
mengurangi masa perawatan di rumah sakit. Sebelum pemberian terapi meropenem
dianjurkan dilakukan pengambilan sampel kultur darah dan kultur cairan sendi untuk
dilakukan mencari tau penyebab terjadinya infeksi. Dari hasil pemeriksaan kultur
cairan sendi didapatkan infeksi bakteri stretococus pseudointermedius, tetapi pada
kasus ini kami berikan terapi antibiotik doksisiklin dikarenakan termasuk golongan
tetrasiklin yang memiliki kemampuan penetrasi yang baik ke dalam sendi. Dari
pemberian terapi antibiotik yang adekuat, fisioterapi secara dini dan perbaikan status
gizi dengan penambahan vitamin D serta untuk membantu mempermudah aktivitas
keseharian pasien disarankan kepada keluarga pasien untuk mengganti toilet jongkok
menjadi toilet duduk serta dilengkapi pegangan di kamar mandi sebagai tumpuan hal
ini diharapkan dapat mengurangi tingkat ketergantungan yang semula berat menjadi
mandiri kembali. Konsultasi fisioterapi rutin selain bertujuan untuk mengembalikan
fungsi sendi, diharapkan dapat meningkatkan status ketergantungan berat menjadi
ringan sampai mandiri seperti membuat pasien awalnya tidak mampu berdiri menjadi
mampu berdiri sendiri dan berjalan.