Anda di halaman 1dari 21

astutioti

MENULISLAH, MAKA ITU AKAN ABADI. BICARALAH, MAKA ITU AKAN OMONG
KOSONG.

Senin, 22 Desember 2014


Makalah Mobilitas Sosial

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Semua orang pasti menginginkan untuk dapat memperoleh status dan penghasilan yang

lebih tinggi daripada apa yang pernah dicapai oleh orang tuanya. Semua orang pasti

menginginkan suatu kehidupan yang serba berkecukupan, bahkan kalau mungkin berlebihan.

Keinginan-keinginan itu adalah normal, karena pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan

yang tidak terbatas. Seperti halnya kalau kita menanyakan tentang cita-cita dari seorang anak,

maka ia akan menjawab pada suatu status yang kebanyakan mempunyai konotasi pada

penghidupan yang baik. Hanya saja apakah keinginan-keinginan, impian-impian, dan cita-cita itu

berhasil atau sama sekali gagal dalam proses perjalanan seseorang.

Pada masyarakat modern sering kita jumpai fenomena-fenomena keinginan untuk

pencapaian status sosial maupun penghasilan yang lebih tinggi. Hal tersebut merupakan

pendorong masyarakat untuk melakukan mobilitas sosial demi tercapainya kesejahterahan hidup.

Namun pada kenyataannya mobilitas sosial yang terjadi pada masyarakat tidak hanya bersifat
naik ke tingkat yang lebih tinggi, akan tetapi banyak mobilitas sosial turun tanpa direncanakan.

Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas dan menjabarkan tentang Mobilitas Sosial.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut:

1. Apakah pengertian mobilitas sosial ?

2. Apa sifat dasar dari mobilitas sosial ?

3. Apa saja bentuk-bentuk dari mobilitas sosial ?

4. Apa konsekuensi mobilitas sosial ?

5. Apa saluran mobilitas sosial ?

6. Apa faktor-faktor penentu mobilitas sosial ?

7. Bagaimana dampak dari adanya mobilitas sosial ?

C. TUJUAN

Pemaparan makalah ini bertujuan:

1. Mengetahui pengertian mobilitas sosial.

2. Mengetahui sifat dasar mobilitas sosial.

3. Mengetahui bentuk-bentuk dari mobilitas sosial.

4. Mengetahui konsekuensi mobilitas sosial.

5. Mengetahui faktor -faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial.

6. Mengetahui saluran mobilitas sosial.

7. Mengetahui dampak dari adanya mobilitas sosial.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Mobilitas Sosial

Secara etimologis, kata mobilitas merupakan terjemahan dari kata mobility yang berkata

dasar mobile (bahasa inggris). Kata mobile berarti aktif, giat, gesit, sehingga mobility adalah

gerakan. Secara harfiah, mobilitas sosial berarti gerakan dalam masyarakat.

Mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang

mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara

individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya. Apabila seorang

guru kemudian pindah dan beralih pekerjaan menjadi pemilik took buku, dia melakukan gerak

sosial. Juga apabila seseorang yang semula mendapat gaji bulanan sebesar Rp. 250.000,00

kemudian pindah pekerjaan karena tawaran dengan gaji yan lebih tinggi. Proses tadi tidak saja

terbatas pada individu-individu saja, tetaoi mungkin juga pada kelompok-kelompok sosial.

Misalnya, suatu golongan minoritas dalam masyarakat berasimilasi dengan golongan mayoritas.

Beberapa pengertian mobilitas sosial menurut para ahli :

a. Henry Clay Smith (1968) mengatakan mobilitas sosial adalah gerakan dalam struktur sosial

(gerakan antarindividu dengan kelompoknya).

b. Haditono (1991) mengatakan mobilitas sosial adalah perpindahan seseorang atau kelompok dari

kedudukan yang satu ke kedudukan yang lain, tetapi sejajar.


c. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1992) mengatakan mobilitas sosial adalah suatu gerak

perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lain.

d. David Jary dan Julia Jary (1991) mendefinisikan mobilitas sosial yakni: dapat dijelaskan bahwa

pergerakan individu, kadang-kadang kelompok antara posisi berbeda dalam hierarki stratifikasi

sosial pada masyarakat. Dalam masyarakat modern, posisi-posisi kelas dalam struktur pekerjaan

menjadi perhatian utama dalam studi mobilitas sosial. Mobilitas sosial meliputi pergerkan suatu

kelas atau hierarki status, mobilitas ke atas (upward mobility), atau mobilitas ke bawah

(downward mobility) dimana fokus dan perhatian sosiologi adalah pada perbedaan antara kelas

sosial-ekonomi atau posisi status, atau hal itu mungkin merupakan lebih pada waktu singkat,

sebagai contoh, naik atau turun karier individu, intragenerational mobility. Hal itu biasanya

diterima bahwa, secara umum, masyarakat modern lebih menerima mobilitas dibandingkan tipe-

tipe masyarakat tradisional (masa lampau), yakni terma-terma komparatif dari kelas pada

masyrakat terbuka (open-class societies).

Dapat disimpulkan, mobilitas sosial adalah gerakan atau perpindahan individu dari suatu

kedudukan ke kedudukan lainnya dalam masyarakat. Kedudukannya yang baru dapat menjadi

lebih tinggi atau lebih rendah.

2. Sifat Dasar Mobilitas Sosial

Masyarakat yang berkelas sosial terbuka adalah masyarakat yang memiliki tingkat

mobilitas yang tinggi sedangkan masyarakat yang berkelas sosial tertutup adalah masyarakat

yang memiliki tingkat mobilitas yang rendah.

Pada masyarakat berkasta yang sifatnya tertutup, hampir tak ada gerak sosial karena

kedudukan seseorang telah ditentukan sejak dilahirkan. Pekerjaan, pendidikan dan seluruh pola
hidupnya. Karena struktur sosial masyarakatnya tidak memberikan peluang untuk mengadakan

perubahan.

Dalam sistem lapisan terbuka, kedudukan yang hendak dicapai tergantung pada usaha

dan kemampuan individu. Memang benar bahwa anak seorang camat mempunyai peluang yang

lebih baik dan lebih besar daripada anak seorang penjual tomat. Akan tetapi, kebudayaan dalam

masyarakat tidak menutup kemungkinan bagi anak penjual tomat untuk memperoleh kedudukan

yang lebih tinggi dari kedudukan yang semula dipunyainya.Seperti Chairul Tanjung, Dahlan

Iskan, dll. Namun kenyataan tidaklah seideal itu. Dalam masyarakat selalu ada hambatan dan

kesulitan-kesulitan, misalnya birokrasi (dalam arti yang kurang baik), biaya, kepentingan-

kepentingan yang tertanam dengan kuat, dan lain sebagainya.

Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial para individu berbeda,

maka mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial

yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas sosial rendah, maka tentu saja kebanyakan orang akan

terkungkung dalam status para nenek moyang mereka.

3. Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial

Menurut P.A.Sorokin (1928), tipe-tipe mobilitas sosial yang prinsipil ada dua macam,

yaitu gerak sosial yang horizontal dan vertikal. Gerak sosial horizontal merupakan peralihan

individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya

yang sederajat. Contohnya adalah seseorang yang beralih kewarganegaraan beralih pekerjaan

yang sederajat atau mungkin juga peralihan, atau gerak objek-objek sosial seperti misalnya radio,

mode pakaian, ideology, dan lain sebagainya. Dengan adanya gerak sosial yang horizontal, tidak

terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang ataupun suatu objek sosial.

Mobilitas sosial horizontal dibedakan dua dalam dua bentuk:


a. Mobilitas sosial antar wilayah/geografis. Gerak sosial ini adalah perpindahan individu atau

kelompok dari satu daerah ke daerah lain, seperti transmigrasi, urbanisasi, dan migrasi.

b. Mobilitas antargenerasi. Secara umum, mobilitas antargenerasi berarti mobilitas dua generasi

atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas

ini ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu generasi.

Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan

status sosial suatu generasi ke generasi lainnya. Contoh: Pak Parjo adalah seorang tukang becak.

Ia hanya menamatkan pendidikannya hingga sekolah dasar, tetapi ia berhasil mendidik anaknya

menjadi seorang pengacara. Contoh ini menunjukkan telah terjadi mobilitas vertikal

antargenerasi.

Mobilitas anatargenerasi dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Mobilitas intragenerasi adalah mobilitas yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang

dalam satu generasi yang sama. Contoh: Pak Darjo awalnya adalah seorang buruh. Namun,

karena ketekunannya dalam bekerja dan mungkin juga keberuntungan, ia kemudian memiliki

unit usaha sendiri yang akhirnya semakin besar.

b. Mobilitas intergenerasi adalah perpindahan status atau kedudukan yang terjadi di antara

beberapa generasi. Mobilitas ini dibedakan menjadi dua: mobilitas intergenerasi naik (contoh:

bapaknya seorang kepala sekolah, anaknya seorang direktur) dan mobilitas intergenerasi turun

(contoh: kakeknya seorang bupati, bapaknya seorang camat, dan anaknya sebagai kepala desa).

Gerak sosial vertikal merupakan perpindahan individu atau objek sosial dari suatu

kedudukan sosial ke kedudukan lainnya, yang tidak sederajat. Gerak sosial vertikal meliputi,

(a)social climbing, dari status yang rendah ke status yang tinggi, di mana status yang tinggi itu

telah ada sebelumnya dan membentuk kelompok atas status yang baru, karena status yang lebih
atas belum ada (promosi), misalnya kelompok konglomerat, eksekutif, supereksekutif, dan

seterusnya; (b)social sinking dari kelompok yang tinggi/atas turun ke rendah, dan derajat

kelompoknya turun.

Gerak sosial vertikal yang naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu:

a. Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang

lebih tinggi, di mana kedudukan tersebut telah ada. Misalnya, seorang yang bekerja di kantor A

dan diangkat menjadi pejabat di kantor A.

b. Pembentukan suatu kelompok baru, yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi

dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut. Misalnya, dengan dibentuknya

sebuah organisasi, memberi kesempatan kepada seseorang untuk menjadi ketua umum, bertanda

yang bersangkutan naik status.

Gerak sosial vertikal yang turun mempunyai dua bentu utama, yaitu:

a. Turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya. Misalnya, seorang

pejabat dipecat karena korupsi.

b. Turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sabagai

kesatuan.

4. Konsekuensi Mobilitas Sosial

Terjadinya mobilitas sosial di dalam masyarakat menimbulkan berbagai konsekuensi, baik

positif maupun negatif. Beberapa studi mengemukakan bahwa mobilitas-menurun berkaitan

dengan banyak hal yang mencemaskan, seperti misalnya gangguan kesehatan, keretakan

keluarga, perasaan terasing (alienasi) dan keterpencilan sosial (social distance). Namun

demikian, penyebab dan akibatnya tidak dapat diidentifikasi. Hal-hal yang mencemaskan seperti

itu dapat saja merupakan penyebab ataupun akibat dari mobilitas menurun. Baik bagi individu
maupun masyarakat, manfaat dan kerugian mobilitas sosial, serta masyarakat bersistem terbuka,

masih dapat diperdebatkan.

Apabila individu atau kelompok individu yang mengalami mobilitas sosial mampu

menyesuaikan dirinya dengan situasi yang baru maka akan memperoleh hal-hal posiitif sebagai

konsekuensi mobilitas sosial, antara lain:

a. Mengalami kepuasaan, kebahagiaan dan kebanggaan.

b. Peluang mobilitas sosial juga berarti kesempatan bagi individu atau kelompok individu untuk

lebih maju.

c. Kesempatan mobilitas sosial yang luas akan mendorong orang-orang untuk mau bekerja keras,

mengejar prestasi dan kemjuan sehingga dapat meraih kedudukan yang dicita-citakan.

Apabila individu atau kelompok individu tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi

baru, maka akan terjadi konsekuensi-konsekuensi sebagai berikut:

1. Konflik antar-kelas

Konflik ini terjadi karena benturan kepentingan antar-kelas sosial. Misalnya konflik antara

majikan dengan buruh yang menghendaki kenaikan upah.

2. Konflik antar-kelompok

Konflik antar-kelompok (konflik horizontal) bisa melibatkan ras, etnisitas, agama atau

aliran/golongan. Konflik jenis ini dapat terjadi karena perebutan peluang mobilitas sosial,

misalnya kesempatan memperoleh sumber-sumber ekonomi, rekrutmen anggota, peluang

memperoleh kekuasasan politik atau pengakuan masyarakat.

3. Konflik antar-individu
Konflik antar-individu dapat terjadi misalnya karena masuknya individu ke dalam kelompok

tidak diterima oleh anggota kelompok yang lain. Misalnya lingkungan organisasi atau seseorang

tidak dapat menerima kehadiran seseorang yang dipromosikan menduduki suatu jabatan tertentu.

4. Konflik antar-generasi

Konflik ini terjadi dalam hubungannya mobilitas antar-generasi. Fenomena yang sering

terjadi adalah ketika anak-anak berhasil meraih posisi yang tinggi, jauh lebih tinggi dari posisi

sosial orang tuanya, timbul ethnosentrisme generasi. Masing-masing generasi –orang tua maupun

anak— saling menilai berdasarkan ukuran-ukuran yang berkembang dalam generasinya sendiri.

Generasi anak memandang orang tuanya sebagai generasi yang tertinggal, kolot, kuno, lambat

mengikuti perubahan, dan sebagainya. Sementara itu generasi tua mengganggap bahwa cara

berfikir, berperasaan dan bertindak generasinya lebih baik dan lebih mulia dari pada yang

tumbuh dan berkembang pada generasi anak-anaknya.

5. Konflik status dan konflik peran

Seseorang yang mengalami mobilitas sosial, naik ke kedudukan yang lebih tinggi, atau turun

ke kedudukan yang lebih rendah, dituntut untuk mampu menyesuaikan dirinya dengan

kedudukannya yang baru.

Kesulitan menyesuaikan diri dengan statusnya yang baru akan menimbulkan konflik status

dan konflik peran.

Konflik status adalah pertentangan antar-status yang disandang oleh seseorang karena

kepentingan-kepentingan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan banyaknya status yang

disandang oleh seseorang.


Konflik peran merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat melaksanakan peran sesuai

dengan tuntutan status yang disandangnya. Hal ini dapat terjadi karena statusnya yang baru tidak

disukai atau tidak sesuai dengan kehendak hatinya. Post Power Syndrome merupakan bentuk

konflik peran yang dialami oleh orang-orang yang harus turun dari kedudukannya yang tinggi.

5. Saluran Mobilitas Sosial

Menurut P.A.Sorokin dalam Ary H. Gunawan (2000) mengatakan ada sejumlah saluran

mobilitas sosial:

a. Angkatan Bersenjata

Angkatan bersenjata merupakan organisasi yang dapat digunakan untuk saluran mobilitas

vertikal ke atas melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat. Misalnya, seorang prajurit yang

berjasa pada negara karena menyelamatkan negara dari pemberontakan, dia akan mendapatkan

penghargaan dari masyarakat. Dia mungkin dapat diberikan pangkat/kedudukan yang lebih

tinggi, walaupun berasal dari golongan masyarakat rendah.

b. Lembaga Keagamaan

Lembaga keagamaan dapat meningkatkan status sosial seseorang, misalnya seorang yang berjasa

dalam perkembangan agama seperti ustadz, pendeta, dan biksu. Status sosial para penyebar

ajaran agama ini akan meningkatkan status sosialnya di masyarakat, terutama bagi komunitas

pengikut agama tertentu.

c. Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan umumnya merupakan saluran yang konkret dari mobilitas vertikal ke atas,

bahkan dianggap sebagai social elevator (perangkat) yang bergerak dari kedudukan yang rendah

ke kedudukan lebih tinggi. Pendidikan memberikan kesempatan pada setiap orang untuk

mendapatkan kedudukan lebih tinggi. Seorang anak dari keluarga miskin mengenyam sekolah
sampai jenjang yang lebih tinggi. Setelah lulus dia memiliki pengetahuan bisnis dan

menggunakan pengetahuannya untuk berusaha, sehingga dia berhasil menjadi pengusaha sukses,

yang telah meningkatkan status sosialnya.

d. Organisasi Politik

Seperti angkatan bersenjata, organisasi politik memungkinkan anggotanya yang loyal dan

berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan yang lebih tinggi, sehingga status sosialnya

meningkat.

e. Ekonomi

Organisasi ekonomi, seperti perusahaan, koperasi, BUMN, dapat meningkatkan tingkat

pendapatan seorang. Semakin besar prestasinya, semakin besar jabatannya. Jika jabatannya

tinggi maka pendapatannya bertambah. Karena pendapatannya bertambah berakibat pada

kekayaannya bertambah. Juga karena kekayaannya bertambah akibatnya status sosial di

masyarakat meningkat.

f. Keahlian

Seperti situs-situs karya ilmiah, orang yang rajin menulis dan menyumbangkan

pengetahuan/keahliannya kepada kelompok pasti statusnya akan dianggap lebih tinggi dari

pengguna biasa. Sejumlah pemikiran atau ide-ide penting akan bermanfaat bagi para pembaca

dan mungkin akan berguna dalam menambah ilmu pengetahuan terkait, atau bahkan ide tersebut

dapat menjadi bahan dn insprasi solusi terhadap suatu permasalahan kehidupan yang sedang

dihadapinya.

g. Perkawinan
Melalui perkawinan, seorang bisa berubah kedudukan atau status sosialnya. Misalnya, seorang

pria miskin yang menikah dengan seorang janda kaya dengan sendirinya status sosial pria itu

berubah menjadi orang kaya yang dikarenakan istrinya kaya.

6. Faktor Penentu Mobilitas Sosial

Faktor penentu mobilitas sosial dibedakan dalam dua hal, pertama faktor struktur, yaitu

faktor yang menentukan jumlah refatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan

untuk memperolehnya. Faktor struktur ini meliputi, struktur pekerjaan, ekonomi ganda, dan

faktor penunjang dan penghambat mobilitas itu sendiri. Kedua. Kedua, faktor individu, dalam hal

ini termasuk di dalamnya adalah perbedaan kemampuan, orientasi sikap terhadap mobilitas, dan

faktor kemujuran.

a. Faktor Struktur

1) Struktur Pekerjaan

Secara kasar aktivitas ekonomi dibedakan dalam dua sektor, yaitu sektor formal dan

sektor informal. Kedua sektor tersebut tentunya memiliki karakteristik yang berbeda, di mana

sektor fomal memiliki sejumlah kedudukan mulai dari rendah sampai kedudukan yang tinggi

sedangkan sektor informal lebih banyak memiliki kedudukan yang rendah dan sedikit berstatus

tinggi. Perbedaan aktivitas ekonomi ini jelas akan mempengaruhi tingkat mobilitas masyarakat

yang terlibat di dalamnya. Demikian halnya pada masyarakat yang aktivitas ekonominya

didominasi oleh sektor pertanian dan penghasilan bahan baku (pertambangan, kehutanan) lebih

banyak memiliki status kedudukan rendah, dan sedikit kedudukan yang berstatus tinggi,

sehingga tingkat mobilitasnya rendah. Tingkat mobilitas pada negara-negara maju, mengalami

peningkatan seiring dengan semakin berkembangnya industrialisasi.


2) Ekonomi Ganda

Dilihat dari sudut ekonomi, suatu masyarakat dapat ditandai atas dasar jiwa sosial,

bentuk-bentuk organisasi dan teknik-teknik yang mendukungnya. Ketiga unsur itu saling

berkaitan dan menentukan ciri khas dari masyarakat yang bersangkutan, maksudnya adalah

bahwa jiwa sosial, bentuk organisasi dan teknik yang unggul akan menetukan gaya dan wajah

masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu ketiga unsur ini, dalam kaitan satu dengan yang

lainnya dapat disebut sebagai sistem sosial, gaya sosial, atau iklim sosial masyarakat yang

bersangkutan. Di negara-negara berkembang ternyata perkembangan ekonomi menimbulkan

beberapa jenis dualism, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi dari keadaan-keadaan ekonomi serta

keadaan lainnya dalam suatu sektor tidak mempunyai sifat-sifat seragam, dan sebaliknya dapat

dengan tegas dibedakan dalam dua golongan. Pertama, adalah kegiatan-kegiatan atau keadaan

ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur yang bersifat tradisional, dan yang kedua adalah

berbagai kegiatan-kegiatan atau keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur modern.

Dualisme ekonomi itu dapat kita lihat antara sektor pertanian tradisional, yang dicirikan oleh

tingkat produktivitas yang rendah dan menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat berada pada

tingkat yang lazim disebut dengan istilah tingkat pendapatan subsiten. Sedangkan pada sektor

ekonomi modern, dicirikan dengan tipe ekonomi pasar, dimana kegiatan masyarakat dalam

memproduksi sebagian besar ditujukan untuk pasar. Adanya dualism ekonomi ini, tentunya akan

mempengaruhi terhadap cepat tidaknya mobilitas itu berlangsung dan besar-kecilnya kesempatan

untuk melakukan mobilitas.

3) Penunjang dan Pengambat Mobilitas

Anak-anak yang berasal dari kelas sosial menengah pada umumnya memiliki pengalaman

belajar yang lebih menunjang mobilitas naik daripada pengalaman anak-anak kelas sosial rendah.
Para sarjana teori konflik berpandangan bahwa ijazah, tes, rekomendasi, “jaringan hubungan

antar teman (merupakan jaringan hubungan antara teman-teman dekat dalam suatu jenis profesi

atau dunia usaha. Mereka saling tukar-menukar informasi dan rekomendasi menyangkut

kesempatan kerja, sehingga menyulitkan bagi orang-orang luar” untuk dapat menerobosnya), dan

deskriminasi terang-terangan terhadap kelompok ras maupun kelompok etnik minoritas, serta

orang-orang dari kelas sosial rendah untuk melakukan mobilitas naik. Di lain pihak, fakor

penghambat tersebut juga menutup kemungkinan terjadinya mobilitas menurun bagi kelompok

orang dari kelas sosial atas. Di samping faktor penghambat, terdapat pula faktor penunjang

mobilitas yang bersifat struktural, sebagai misal adanya undang-undang anti deskriminasi,

munculnya lembaga-lembaga latihan kerja baik yang dibiayai oleh pemerintah atau LSM-LSM,

merupakan faktor penunjang penting untuk terjadinya mobilitas naik bagi banyak orang dari

status sosial rendah.

b. Faktor Individu

1) Perbedaan Kemampuan

2) Perbedaan Perilaku

Yang dimaksudkan dengan perilaku penunjang mobilitas adalah suatu pandangan atau

orientasi sikap individu terhadap mobilitas. Perbedaan orientasi sikap individu terhadap

mobilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor , yaitu pendidikan, kesenjangan nilai, kebiasaan

kerja, pola penundaan kesenangan, kemampuan “cara bermain”, dan pola kesenjangan nilai.

a) Pendidikan

Pendidikan merupakan tangga mobilitas yang utama. Walaupun kadar penting tidaknya

pendidikan pada semua jenjang pekerjaan tidaklah sama. Untuk jabatan-jabatan karir seperti

dokter, guru, ahli hukum, dan sebagainya, peran pendidikan sangatlah menunjang. Tetapi latar
belakang pendidikan seseorang mungkin tidak diperlukan untuk karir-karir sebagai olahragawan,

seniman penghibur, dan lain-lain. Namun yang pasti peran pendidikan disini lebih menekankan

pada upaya untuk mengembangkan kemampuan seseorang untuk menyalurkan dan memanfatkan

informasi sebagaimana yang diperlukan.

b) Kebiasaan Kerja

Kebiasaan kerja seseorang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan

keberhasilan dan masa depan seseorang. Meskipun kerja keraslah tidaklah menjamin terjadinya

mobilitas naik, namun tidaknlah banyak orang yang dapat mengalami mobilitas naik tanpa

adanya kerja keras.

c) Pola Penundaan Kesenangan

Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian-bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang

kemudian. Ini merupakan suatu pepatah yang menggambarkan pola penundaan kesenangan.

Sebagai contoh: orang yang lebih senang menyimpan uangnya untuk ditabung daripada untuk

kesenangan jangka pendek; para siswa yang lebih tekun membaca buku dan memanfaatkan

waktu sebaik-baiknya, daripada bermain atau membuang waktu. Kunci daripada pola penundaan

kesenangan adalah adanya perencanaan untuk masa depan dan adanya keinginan yang kuat untuk

merealisasikan rencana tersebut.

d) Kemampuan “Cara Bermain”

“Cara bermain” dan atau seni “penampilan diri” mempunyai peran penting dalam

mobilitas naik. Bagaimana menjadi orang yang sangat disenangi dan dapat diterima oleh

lingkungannya; bagaimana menjadi orang yang dapat bekerjasama dengan orang lain. Ini semua

mungkin merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan penampilan diri secara
positif bukanlah berarti meremehkan kemampuan, namun justru melalui penampilan diri

merupakan sarana/media yang dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan kemampuan.

e) Pola Kesenjangan Nilai

Pola kesenjangan nilai merupakan suatu perilaku dimana seseorang mempercayai

segenap nilai yang diakui, tetapi tidak melakukan upaya untuk mencapai sasarannya atau

mengakui kesalahan pribadi sebagai penyebab kegagalannya dalam mencapai sasaran. Orang

semacam ini bukanlah hipokrit, tetapi mereka hanya tidak menyadari bahwa pola perilakunya

tidak searah dengan tujuannya. Sebagai contoh: hampir semua orang tua menginginkan anak-

anaknya mempunyai prestasi yang baik di sekolah, tetapi mereka mengabaikan nasihat-nasihat

guru dan tidak menekankan agar anak-anaknya belajar dengan baik di rumah.

f) Faktor Keberuntungan/Kemujuran

Banyak orang yang benar-benar bekerja keras dan memenuhi semua persyaratan untuk

menjadi orang yang berhasil, namun tetap mengalami kegagalan; sebaliknya, keberhasilan

kadangkala justru jatuh pada orang lain yang jauh persyaratan. Faktor keberuntungan/kemujuran

ini jelas tidak mungkin dapat diukur dan merupakan alasan umum bagi suatu kegagalan, namun

faktor ini tetap tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu faktor dapat mobilitas.

Dalam beberapa pembahasan di atas, lebih banyak berkisar tentang determinan (faktor

penentu mobilitas naik). Pada dasarnya semua faktor penentu mobilitas naik adalah juga sebagai

faktor penentu mobilitas menurun. Sebagai contoh adalah faktor struktur, pada saat negara

Indonesia mengalami krisis ekonomi maka banyak perusahaan mengalami gulung tikar, terjadi

stagnasi ekonomi dan penurunan produktivitas, serta penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi,

kondisi krisis yang dialami negara kita ini cenderung akan meningkatkan jumlah orang yang
harus kehilangan status sosial. Adapun faktor-faktor individu seperti pendidikan, kebiasaan

kerja, keberuntungan, menentukan siapa yan harus mengalami penurunan status.

7. Dampak dari adanya Mobilitas Sosial

Adapun dampak yang ditimbulkan dari mobilitas sosial adalah:

1. Dampak Positif

Bisa memberikan motivasi bagi masyarakat untuk maju dan berprestasi agar dapat

memperoleh status yang lebih tinggi.

2. Dampak Negatif

Setiap perubahan (mobilitas) pasti akan memiliki dampak negatif, dan hal itu bisa berupa

konflik. Dalam masyarakat banyak ragam konflik yang mungkin terjadi akibat dari terjadinya

mobilitas ini, seperti terjadinya konflik antar kelas, antar generasi, antar kelompok dan lain

sebagainya. Sehingga akan berakibat pada menurunnya solidaritas baik kelompok atau antar

kelompok.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau kelompok orang dari strata sosial

yang satu ke strata sosial yang lain.

Tipe-tipe mobilitas sosial yang prinsipil ada dua, yaitu:

1. Horizontal, yaitu apa bila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari satu kelompok sosial

ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.

2. Vertikal, yaitu apabila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari suatu kedudukan sosial

ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya maka terdapat dua jenis

gerak vertikal, yaitu yang naik (social climbing) dan yang turun (social sinking)

Masyarakat yang berkelas sosial terbuka adalah masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas

yang tinggi sedangkan masyarakat yang berkelas sosial tertutup adalah masyarakat yang

memiliki tingkat mobilitas yang rendah.

Mobilitas sosial pasti akan terjadi pada seluruh masyarakat, namun seberapa cepat perubahan

tersebut itulah yang membedakan antara satu tempat dengan tempat yang lainnya tergantung dari

seberapa kuat faktor pendorong dan penghambatnya.

B. SARAN
Sebagai manusia kita pasti akan menuntut untuk status dan peran sosial, namun sebagai

manusia sosial seharusnya kita dapat mengerti dan menyadari mobilitas sosial atau gerakan

sosial ini tidak terjadi begitu saja dengan sendirinya. Karena mobilitas sosial terjadi tergantung

bagaimana diri kita sendiri menyingkapi status serta peran sosial diri dan menurut prestasi kita

masing-masing sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu sebaiknya jika memang

menginginkan mobilitas naik kita juga tidak boleh duduk diam dalam struktur sosial tetapi kita

harus terbuka dan positif terhadap perubahan positif yang ada di masyarakat.

Penulis sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran

yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Sulistyowati, Budi. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Cet. ke-45 (Edisi Revisi). Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada.

HD, Hj. Safarina. 2011. Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan. Cet. ke-2

(Edisi Revisi). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

File:///F:/Dokter ilmu Contoh Makalah Tentang (MOBILITAS SOSIAL).htm

Mobilitas-sosial.pdf

9._MOBILITAS_SOSIAL(rev).pdf

file:///F:/Qurani Makalah Mobilitas Sosial.htm

Diposkan oleh AstutiAnto di 18.45


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog
 ▼ 2014 (2)
o ▼ Desember (2)
 ADMINISTRASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
 Makalah Mobilitas Sosial

Ini Saya!!

AstutiAnto
sengkang, sul-sel, Indonesia
Penggemar berat Bondan Prakoso, lahir 2 september 1995, Tukang Tidur, ingin jadi bos
sejati, sangat sayang mama, kadang galau karena keuangan tapi tetap enjoy menjalani
hidup. Haha
Lihat profil lengkapku
Template Watermark. Gambar template oleh Juxtagirl. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai