(KETOGENESIS)
PEMBAHASAN
A. DEFENISI KETOGENESIS
1
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
COO- COO-
∣ ∣
CH2 CH2
∣ ∣
C=O H-C-OH
∣ ∣
CH3 CH3
2
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
www.google.com
3
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
http://www.biology.arizona.edu\biochemistry, 2003,
C. Proses Ketogenesis.
Asetoasetat dibentuk dari asetil KoA dalam tiga tahap. Dua molekul
4
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
5
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
asetoasetat.
Asetoasetat dapat diaktifkan melalui pemindahan KoA dari suksinil KoA
dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh suatu koA transferase spesifik.
Kemudian, asetoasetil KoA dipecah oleh tiolase menjadi dua molekul
asetil KoA, yang selanjutnya memasuki daur asam sitrat. Hati dapat
membekali organ-organ lain dengan asetoasetat karena hati tidak memiliki
KoA transferase spesifik ini.
Oksidasi asam
3-
ASETO
HATI HIDROKS
ASAM
ASETIL KoA I
LEMAK ASETA
lemak
T
BUTIRAT
☉☉☉☉ ☉☉☉☉
☉ ☉
6
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
Dari uraian di atas kita bisa menghitung energi yang dihasilkan oleh
oksidasi beta suatu asam lemak. Misalnya tersedia sebuah asam lemak
7
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
8
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
Proses ketogenesis
9
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
10
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
Modul IPA
D. GLUKONEOGENESIS
11
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
Proses oksidasi asam laktat terjadi dalam jaringan otot lurik, jantung,
dan otak. Asam laktat merupakan senyawa yang dapat berubah menjadi
asam piruvat dan sebaliknya. Perubahan itu terjadi dalam peristiwa
GLIKOLISIS (Peristiwa pemecahan gula yang terjadi di sitoplasma sel)
COO-
C2 H12O2 2 HO — C — H + 2 H+
Glukosa ∣
CH2
L-laktat
12
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
penghasil energi untuk keperluan kontraksi otot pada keadaan kerja berat.
Peristiwa demikian disebut Glikolisis Jalur EMBDEN MEYERHOF.
∣ Laktat ∣
DEHIDROGENAS
E
2 HO — C — H + NAD C =O + NADH + H+
+
∣ ∣
CH2 CH3
L-laktat Piruvat
13
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
Perubahan asam laktat yang terjadi dalam HATI dan GINJAL menjadi
glukosa kembali dikenal sebagai SIKLUS CORI (Siklus Asam Laktat).
Jawabnya : Ya, bilamana rasio ATP/ADP dalam otot tersebut tinggi. Untuk
itu diperlukan enzim KINASE. Perhatikan reaksi berikut :
www.google.com
14
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
E. INSULIN
1. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan
Insulin regular intravena memiliki waktu paruh 4–5 menit, sementara
pemberian insulin secara intramuskular atau subkutan memiliki waktu
paruh sekitar 2–4 jam. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan
(continuous infusion of low dose insulin) merupakan standar baku
pemberian insulin di sebagian besar pusat pelayanan medis. Panduan
terapi insulin pada KAD dan SHH dapat dilihat pada tabel 9. Pemberian
insulin infus intravena dosis rendah 4–8 unit/jam menghasilkan kadar
insulin sekitar 100 uU/ml dan dapat menekan glukoneogenesis dan
lipolisis sebanyak 100%.
Cara pemberian infus insulin dosis rendah berkelanjutan dikaitkan
dengan komplikasi metabolik seperti hipoglikemia, hipokalemia,
hipofosfatemia, hipomagnesema, hiperlaktatemia, dan disequilibrium
osmotik yang lebih jarang dibandingkan dengan cara terapi insulin dengan
dosis besar secara berkala atau intermiten.
2. Insulin intramuskular
Penurunan kadar glukosa darah yang dicapai dengan pemberian
insulin secara intramuskular lebih lambat dibandingkan dengan cara
15
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
3. Insulin subkutan
Terapi insulin subkutan juga dapat digunakan pada pasien KAD.
Namun, untuk mencapai kadar insulin puncak dibutuhkan waktu yang
lebih lama.
Cara itu dikaitkan dengan penurunan kadar glukosa darah awal yang
lebih lambat serta timbulnya efek hipoglikemia lambat (late hypoglycemia)
yang lebih sering dibandingkan dengan terapi menggunakan insulin
intramuskular.
Pada mayoritas pasien, terapi insulin diberikan secara simultan
dengan
cairan intravena. Apabila pasien dalam keadaan syok atau kadarkalium
awal kurang dari 3,3 mEq/L, resusitasi dengan cairan intravenaPetunjuk
Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus atau suplemen kalium
harus diberikan lebih dahulu sebelum infuse insulin dimulai. Insulin infus
intravena 5-7 U/jam seharusnya mampu menurunkan kadar glukosa darah
sebesar 50–75 mg/dL/jam serta dapat menghambat lipolisis,
menghentikan ketogenesis, dan menekan proses glukoneogenesis di hati.
Kecepatan infus insulin harus selalu disesuaikan. Bila faktor-faktor lain
penyebab penurunan kadar glukosa darah sudah dapat disingkirkan dan
penurunan kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dL/jam, maka
kecepatan infus insulin perlu ditingkatkan. Penyebab lain dari tidak
tercapainya penurunan kadar glukosa darah, antara lain rehidrasi yang
kurang adekuat dan asidosis yang memburuk. Bila kadar glukosa darah
sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infuse harus dikurangi menjadi
16
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
Edema insulin
Edema dapat muncul pada pasien yang memiliki kendali glukosa
darah buruk (termasuk pasien KAD) akibat retensi garam dan air yang
akut. Edema dapat menghilang secara spontan dalam beberapa hari.
17
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
Alergi
Saat ini, dengan penggunaan sediaan insulin yang sangat murni,
alergi insulin sudah sangat jarang terjadi..
18
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
19
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
digunakan oleh pasien DMT2 karena prevalensi DMT2 jauh lebih banyak
dibandingkan DMT1. Terapi Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien
Diabetes Melitus insulin pada pasien DMT2 dapat dimulai antara lain
untuk pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah
yang buruk (A1c>7,5 % atau kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL),
riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar
glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan
insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun.
20
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
Pada keadaan tertentu di mana kendali glikemik amat buruk dan disertai k
ondis i k atabolis me, s eperti k adar gluk os a darah puasa > 250 mg/dL,
kadar glukosa darah acak menetap > 300 mg/dL, A1C >10%, atau
ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan
dengan intervensi pola hidup. Selain itu terapi insulin juga dapat langsung
diberikan pada pasien DM yang memiliki gejala nyata (poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan). Kondisi-kondisi tersebut sering
ditemukan pada pasien DMT1 atau DMT2 dengan defisiensi insulin yang
berat. Apabila gejala hilang, obat antidiabetik oral dapat ditambahkan dan
penggunaan insulin dapat dihentikan. Seperti telah diketahui, pada pasien
DM terjadi gangguan sekresi insulin basal dan prandial untuk
mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal baik pada
keadaan puasa maupun setelah makan. Dengan mengetahui mekanisme
tersebut, maka telah dipahami bahwa hakikat pengobatan DM adalah
menurunkan kadar glukosa darah baik puasa maupun setelah makan.
Dalam rangka mencapai sasaran pengobatan yang baik, maka diperlukan
insulin dengan karakteristik menyerupai orang sehat, yaitu kadar insulin
yang sesuai dengan kebutuhan basal dan prandial. Pemberian insulin
basal, selain insulin prandial, merupakan salah satu strategi pengobatan
untuk memperbaiki kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan. Oleh
karena glukosa darah setelah makan merupakan keadaan yang
dipengaruhi oleh kadar glukosa darah puasa, maka diharapkan dengan
menurunkan kadar glukosa darah basal, kadar glukosa darah setelah
makan juga ikut turun.
DIABETES MELITUS
Diabetes mellitus sering disebut sebagai “the great imitator”, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus
dapat tibul secara perlahan lahan sehingga pasien tidak menyadari akan
21
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
adanya perubahan seperti minum yang lebih banyak, buang air kecil lebih
sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat
berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut
pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Ilmu penyakit
dalam, 1996).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang secara genetic
dan klinik termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya
toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka
diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa, aterosklerotik,
mikroangiopati, dan neuropati (Patofisiologi,1995).
Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan
kadar glukosa darah melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak
terkendali diabetes dapat menimbulkan penyulit atau komplikasi yang
dapat berakibat fatal, misalnya terjadi penyakit jantung koroner, gagal
ginjal, kebutaan dan masih banyak yang lain lagi ( www.prodia,co.id).
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang menimbulkan gangguan
multisystem dan mempunyai karakteristik hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner &
Suddart, 2001).
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang
disebabkan oleh factor lingkungan dan ketururnan bersama-sama,
meliputi karakteristik hiperglikemia kronis dan tidak dapat disembuhkan
tapi dapat dikontrol. Diabetes mellitus adalah penyakit herediter
(diturunkan secara genetif resesif) berupa gangguan metabolisme
karbohidrat yang disebabkan kekurangan insulin relative atau absolute
yang timbul pada berbagai usia dengan gejala hiperglikemia, glikosuria,
poliuria, polidipsi, polipagia, kelemaahan umum dan penurunan berat
badan (kumpulan kuliah).
PENYEBAB DM
22
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
Meski lebih aman dibandingkan gula jagung, gula pasir atau gula tebu
tetap tidak lebih aman. Ahli endokrinologi dari University of California, Dr
Robert Lustig mengatakan dalam bentuk apapun gula tetap berbahaya
jika dikonsumsi berlebihan.
“Gula dalam bentuk fruktosa maupun sukrosa sama-sama tidak baik dan
berbahaya untuk kesehatan. Keduanya adalah racun bagi tubuh,” ungkap
Dr Lustig seperti dikutip dari Foxnews, Selasa (3/4/2011).
23
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
KESIMPULAN
24
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)
DAFTAR PUSTAKA
25