Anda di halaman 1dari 25

BIOKIMIA

(KETOGENESIS)

PEMBAHASAN

A. DEFENISI KETOGENESIS

Ketone bodies (senyawa keton dalam tubuh) adalah hasil oksidasi


asam lemak yang tidak sempurna. Ketidakseimbangan hormonal
terutama produksi insulin yang tidak cukup untuk mengimbangi
aktivitas glukagon di dalam tubuh memungkinkan kondisi metabolisme
yang cenderung mengarah ke produksi yang relatif banyak ketone
bodies yang disebut ketosis.
Pengertian lain Ketogenesis adalah pembentukan keton dari
proses glukoneogenesis yang berlangsung dalam hepar. Keton
merupakan senyawaan asam bilamana diproduksi berlebihan
menyebabkan KETOASIDOSIS atau KETOSIS. Kelainan ini banyak
ditemukan pada penderita DM.
Seperti telah dijelaskan pada uraian terdahulu, asam lemak
dioksidasi dan dibelah menjadi ASETIL KOENZIM A, dan diikuti oleh
oksidasi gugus asetil melalui DAUR ASAM SITRAT (KREB’S CYCLE)
pada sel yang sama. Proses seperti ini banyak berlangsung dalam
otot (baik otot lurik maupun otot jantung) yang berguna untuk
penyediaan energi.

Namun demikian di dalam hati dan ginjal, oksidasi asam lemak


hanya sampai pada pembentukan ASETOASETAT dengan proses
sebagai berikut: Asetil KoA bergabung dengan Asetoasetil KoA dan
dikatalisasi enzim hidroksimetil glutaril KoA sintetase membentuk 3-
hidroksi-3-metilglutaril KoA dengan melepas satu molekul Koenzim A,
selanjutnya dibelah lagi oleh enzim hidroksi di atas menjadi
Asetoasetat dengan melepas satu molekul asetil KoA. Asetoasetat ( 3-
OKSOBUTIRAT atau D-3-HIDROKSIBUTIRAT) kemudian diangkut
melalui peredaran, dan mengoksidasinya lebih lanjut pada jaringan lain
(OTOT dan OTAK).

1
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

COO- COO-

∣ ∣

CH2 CH2

∣ ∣

C=O H-C-OH

∣ ∣

CH3 CH3

3-OKSOBUTIRAT D-3 HIROKSOBUTIRAT

1. Asam lemak yang tersimpan di dalam sel-sel adipose dengan cepat


dilepas ke aliran darah. Alasan utama terjadinya hal ini adalah jika
insulin sangat rendah di dalam darah, karena insulin akan menghambat
lipolisis, sebaliknya akan menyimpan lemak. Pertambahan yang
berlimpah dari asam lemak di dalam darah akan diambil oleh hati.
2. Oksidasi asam lemak menjadi asetil-CoA mendominasi/melebihi
sintesis asam lemak di dalam hati.
3. Karena hati mengambil asam lemak dan memecahkannya menjadi
asetil-CoA, kapasitas siklus asam sitrat untuk memproses molekul-molekul
asetil-CoA yang dihasilkan menurun. Terutama hal ini karena metabolisme
asam lemak menjadi asetil-CoA menghasilkan banyak ATP, dan jumlah
ATP yang tinggi akan memperlambat aktivitas siklus asam sitrat di dalam
sel-sel hati. Pada dasarnya, tidak perlu memakai siklus asam sitrat (yang
peranan utamanya mentransfer energi dari bahan bakar untuk digunakan
dalam sintesis ATP) jika sel-sel sudah memiliki banyak ATP. Perubahan-
perubahan metabolisme ini akan memicu sel-sel hati membentuk asetil-

2
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

CoA dan kemudian menyatukan dua molekul asetil-CoA menjadi senyawa


yang mengandung empat atom karbon. Senyawa ini kemudian
dimetaboliser dan akhirnya disekresikan ke dalam aliran darah sebagai
ketone bodies seperti asam asetoasetat dan senyawa sejenisnya asam
beta-hidroksibutirat dan aseton. Kebanyakan ketone bodies akhirnya akan
diubah menjadi kembali ke asetil-CoA di dalam sel lain yang memakai
ketone bodies sebagai bahan bakar. Kemudian ketone bodies di tolakkan
melalui siklus asam sitrat. Salah satu ketone bodies yang terbentuk
(aseton) meninggalkan badan melalui paru-paru menyebabkan
pernapasan seseorang sebagai karakteristik kondisi ketosis, napas
berbau seperti buah.

Materi Biokimia Triman.JR.Drs.,Mpd & Katriva, Skm

www.google.com

B. Ketosis pada keadaan lapar atau masa puasa

Jika seseorang dalam keadaan puasa, ketersediaan karbohidrat


sangat rendah sehingga produksi insulin juga sedikit. Karena rendahnya
kadar insulin akan menyebabkan asam lemak banyak terdapat di dalam
darah dan akhirnya membentuk ketone bodies. Jantung, otot, dan bagian
tertentu dari buah pinggang menggunakan ketone bodies sebagai bahan
bakar. Sesudah beberapa hari dalam keadaan ketosis, otak juga mulai
memetaboliser ketone bodies untuk energi. Ini adalah suatu respon
penyesuaian (adaptive response) yang penting terhadap puasa. Karena
semakin banyak sel-sel tubuh mulai menggunakan ketone bodies untuk
sumber energi, kebutuhan akan glukosa sebagai sumber energi makin
berkurang. Hal ini kemudian mengurangi kebutuhan bagi buah pinggang
dan hati untuk menghasilkan glukosa dari asam amino, akan menghemat
protein yang dimanfaatkan sebagai sumber energi.

3
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

Penghematan jumlah protein dengan cara seperti ini merupakan


kunci utama kemampuan utntuk melewati masa puasa atau keadaan
lapar. Kematian dapat terjadi bila kira-kira separoh dari protein tubuh
berkurang, biasanya sesudah kira-kira 50-70 hari puasa total.

http://www.biology.arizona.edu\biochemistry, 2003,

The Biology Project-Biochemistry

C. Proses Ketogenesis.

Proses ketogenesis merupakan proses pembentukan badan-badan


keton di mana proses ini terjadi akibat pemecahan lemak dan karbohidrat
tidak seimbang. Proses ketogenesis sering terjadi pada keadaan
kelaparan dan DM yang tak terkontrol.

Asetil KoA yang terbentuk pada oksidasi asam lemak akan


memasuki daur asam sitrat hanya jika pemecahan lemak dan karbohidrat
terjadi secara berimbang. Karena masuknya asetil KoA ke dalam daur
asam sitrat tergantung pada tersedianya oksaloasetat untuk pembentukan
sitrat. Tetapi konsentrasi oksaloasetat akan menurun jika karbohidrat tidak
tersedia atau penggunaannya tidak sebagaimana mestinya. Oksaloasetat
dalam keadaan normal dibentuk dari piruvat.

Pada puasa atau diabetes, oksaloasetat dipakai untuk membentuk


glukosa pada jalur glukoneogenesis dan demikian tidak tersedia untuk
kondensasi dengan asetil KoA. Pada keadaan ini asetil KoA dialihkan
kepembentukan asetoasetat dan D-3hidroksibutirat. Asetoasetat, D- 3-
hidroksibutirat dan Aseton disebut dengan zat keton.

Asetoasetat dibentuk dari asetil KoA dalam tiga tahap. Dua molekul

4
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

asetil KoA berkondensasi membentuk asetoasetil KoA. Reaksi yang


dikatalisis oleh tiolase ini merupakan kebalikan dari tahap tiolisis pada
oksidasi asam lemak. Selanjutnya astoasetil KoA bereaksi dengan asetil
KoA dan air untuk menghasilkan 3 - hidroksi- 3 – metilglutaril KoA ( HMG -
KoA ) dan KoA. Kondensasi ini mirip dengan kondensasi yang dikatalisis
oleh sitrat sintase.Keseimbangan yang tidak menguntungkan bagi
pembentukan asetoasetil KoA diimbangi oleh reaksi ini, yang
keseimbangannya menguntungkan karena hidrolisis iaktan tioester. 3 -
Hidroksi - 3 - metilglutaril KoA kemudian terpecah menjadi asetil KoA dan
asetoasetat. Hasil dari keseluruhan reaksi adalah:

2 Asetil KoA + H20 Asetoasetat +2 KoA H+


3–Hidroksibutirat terbentuk melalui reduksi asetoasetat di matriks
mitokondria.

Rasio hidroksibutirat terhadap astoasetat tergantung pada rasio NADH /


NAD+ di dalam mitokondria . Karena merupakan asam keto - β,
asetasetat secara lambat mengalami dekarboksilasi spontan menjadi
aseton . bau aseton dapat dideteksi dalam udara pernafasan seseorang
yang kadar asetoasetat dalam darahnya tinggi.

Asetoasetat adalah merupakan salah satu bahan bakar yang utama


dalam jaringan. Situs utama produksi asetasetat dan 3 - hidroksibutirat
adalah hati. Senyawa-seyawa ini berdifusi dari mitokondria hati ke dalam
darah dan diangkut ke jaringan perifer. Asetoasetat dan 3- hidroksibutirat
merupakan bahan bakar normal pada metabolisme energi dan secara
kwantitatif penting sebagai sumber energi .

Otot jantung dan korteks ginjal menggunakan asetoasetat sebagai


sumber energi dibanding glukosa. glukosa merupakan bahan bakar utama
bagi otak dan sel darah merah pada orang yang mempunyai gizi baik
dengan diet seimbang. Tapi otak dapat beradaptasi dan menggunakan
asetoasetat dalam keadaan kelaparan dan diabetes. Pada kelaparan
berkepanjangan, 75% bahan bakar yang diperlukan oleh otak didapat dari

5
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

asetoasetat.
Asetoasetat dapat diaktifkan melalui pemindahan KoA dari suksinil KoA
dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh suatu koA transferase spesifik.
Kemudian, asetoasetil KoA dipecah oleh tiolase menjadi dua molekul
asetil KoA, yang selanjutnya memasuki daur asam sitrat. Hati dapat
membekali organ-organ lain dengan asetoasetat karena hati tidak memiliki
KoA transferase spesifik ini.

Asam lemak dilepaskan oleh jaringan adiposa dan diubah menjadi


unit- unit astil oleh hati, yang kemudian mengeluarkannya sebagai
asetoasetat. Kadar asetoasetat yang tinggi dalam darah menandakan
berlimpahnya unit asetil yang menyebabkan berkurangnya laju lipolisis di
jaringan adiposa.

JALUR ASAM LEMAK DARI HATI HINGGA KE OTOT/OTAK

Oksidasi asam
3-
ASETO
HATI HIDROKS
ASAM
ASETIL KoA I
LEMAK ASETA
lemak
T
BUTIRAT

☉☉☉☉ ☉☉☉☉☉☉ ☉☉☉☉ ☉☉ ☉☉


☉ ☉
DARA ☉☉☉☉☉☉ ☉☉ ☉☉
H ☉☉☉☉ ☉☉☉☉
☉ ☉☉☉☉☉☉ ☉ ☉☉ ☉☉

☉☉☉☉ ☉☉☉☉☉☉ ☉☉☉☉ ☉☉ ☉☉


☉ ☉

☉☉☉☉ ☉☉☉☉
☉ ☉

OTOT/ CO2 & H2O 3-


ASETO
OTAK HIDROKS
Siklus Kreb ASETIL KoA I
ASETA
T
BUTIRAT

kelihatannya jalur oksidasi asam lemak di atas tidak menguntungkan


dibanding bila prosesnya dilakukan pada jaringan itu sendiri (hati). Namun

6
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

bagi sel-sel syaraf ataupun otot, asetoasetat atau 3-hidroksibutirat dengan


rangka Karbon yang pendek justru lebih efektif digunakan sebagai bahan
bakar, menggantikan glukosa yang biasanya dipakai sebagai bahan bakar
untuk produksi energi.

Asetoasetat atau keton bodies yang diproduksi secara terus


menerus akan di-DEKARBOKSILASI sehingga terbentuk ASETON dan -
HIDROKSIBUTIRAT. Kedua senyawaan inilah yang dikenal sebagai
KETON BODIES. Produksi yang meningkat dari asetoasetat atau keton
bodies dalam darah menyebabkan penyakit KETONEMIA, sedangkan
proses pembentukan keton (KETOGENESIS) yang cepat sehingga
jumlahnya berlebihan akan dibuang bersama urin. Kadar senyawa keton
yang tinggi dalam urin dikenal sebagai KETONURIA, sedangkan
penderitanya dikenal mengalami gejala KETOSIS. Gejala ketosis sering
disertai dengan gejala ASIDOSIS, karena bersama oksibutirat juga
terbentuk H+ yang menyebabkan pH darah sangat asam.

Beberapa penyebab gejala ketonemia atau ketosis:

(1) Keadaan Kelaparan atau STARVATION,

(2) Penderita Diabetes mellitus, dan

(3) Diet Abnormal.

Karena tubuh kekurangan glukosa maka asam lemak akan


digunakan secara besar-besaran sehingga produksi aseton tinggi
terjadilah Ketosis tersebut. Oleh karenanya diet pada penderita DM harus
dikendalikan ketat. Ciri ketosis adalah bau mulut seperti aseton, terutama
penderita DM tipe II (berat).

Penghitungan energi hasil metabolisme lipid

Dari uraian di atas kita bisa menghitung energi yang dihasilkan oleh
oksidasi beta suatu asam lemak. Misalnya tersedia sebuah asam lemak

7
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

dengan 10 atom C, maka kita memerlukan energi 2 ATP untuk aktivasi,


dan energi yang di hasilkan oleh oksidasi beta adalah 10 dibagi 2
dikurangi 1, yaitu 4 kali oksidasi beta, berarti hasilnya adalah 4 x 5 = 20
ATP. Karena asam lemak memiliki 10 atom C, maka asetil-KoA yang
terbentuk adalah 5 buah.

Setiap asetil-KoA akan masuk ke dalam siklus Kreb’s yang masing-


masing akan menghasilkan 12 ATP, sehingga totalnya adalah 5 X 12 ATP
= 60 ATP. Dengan demikian sebuah asam lemak dengan 10 atom C, akan
dimetabolisir dengan hasil -2 ATP (untuk aktivasi) + 20 ATP (hasil oksidasi
beta) + 60 ATP (hasil siklus Kreb’s) = 78 ATP.

Sebagian dari asetil-KoA akan berubah menjadi asetoasetat, selanjutnya


asetoasetat berubah menjadi hidroksi butirat dan aseton. Aseto asetat,
hidroksi butirat dan aseton dikenal sebagai badan-badan keton. Proses
perubahan asetil-KoA menjadi benda-benda keton dinamakan
ketogenesis.

8
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

Proses ketogenesis

9
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

Lintasan ketogenesis di hati

Sebagian dari asetil KoA dapat diubah menjadi kolesterol (prosesnya


dinamakan kolesterogenesis) yang selanjutnya dapat digunakan sebagai
bahan untuk disintesis menjadi steroid (prosesnya dinamakan
steroidogenesis).

10
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

Gambar Lintasan kolesterogenesis

Modul IPA

Pendidikan & Latihan profesi guru rayon 24 Universitas Negeri Makassar

D. GLUKONEOGENESIS

GLUKONEOGENESIS adalah Perubahan asam laktat menjadi


glukosa. Asam Laktat (dan piruvat) terbentuk dari oksidasi yang tidak
sempurna dari glukosa.

11
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

Salah satu cara menghilangkan asam laktat adalah dengan


mengoksidasinya menjadi CO2 dan H2O.

Proses oksidasi asam laktat terjadi dalam jaringan otot lurik, jantung,
dan otak. Asam laktat merupakan senyawa yang dapat berubah menjadi
asam piruvat dan sebaliknya. Perubahan itu terjadi dalam peristiwa
GLIKOLISIS (Peristiwa pemecahan gula yang terjadi di sitoplasma sel)

Reaksi-reaksinya sebagai berikut :

COO-

C2 H12O2 2 HO — C — H + 2 H+

Glukosa ∣

CH2

L-laktat

Pembentukan laktat ini menghasilkan ATP.

2 H+ akan menaikkan ADP menjadi ATP

Ini adalah reaksi dari pemecahan glukosa tanpa menggunakan O2.


Pemecahan glukosa menjadi asam laktat dan H+ digunakan sebagai
pengganti pembakaran sempurna glukosa menjadi CO2 dan H2O.
Terbentuknya asam laktat ini menghasilkan ATP tanpa menggunakan O2.
Hal ini dapat terjadi karena adanya enzim LAKTAT DEHIDROGENASE
yang mengubah menjadi asam PIRUVAT secara bolak balik. Peristiwa
pemecahan glukosa menjadi asam laktat dan piruvat dalam keadaan
tanpa Oksigen dan menghasilkan ATP ini merupakan jalur cepat

12
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

penghasil energi untuk keperluan kontraksi otot pada keadaan kerja berat.
Peristiwa demikian disebut Glikolisis Jalur EMBDEN MEYERHOF.

Reaksi perubahan piruvat menjadi asam laktat dan sebaliknya dapat


dilihat sebagai berikut :
COO- COO-

∣ Laktat ∣
DEHIDROGENAS
E

2 HO — C — H + NAD C =O + NADH + H+
+

∣ ∣

CH2 CH3

L-laktat Piruvat

Catatan : Laktat dehidrogenase adalah suatu oksidoreduktase

Asam laktat yang terbentuk dari glikolisis yang terjadi di sitoplasma


sel sebagian akan dibawa oleh darah menuju jaringan lain untuk
dioksidasi. Sebagian besar sisanya akan diubah kembali menjadi gugusan
glukosa atau bila persediaan glukosa masih cukup maka akan diubah
menjadi lemak.

Perubahan glukosa menjadi asam Laktat melalui jalur EMBDEN-


MEYERHOF bersifat IRREVERSIBEL (TAK DAPAT BOLAK-BALIK). Oleh
karena itu harus ada jalur lain untuk mengubah kembali LAKTAT menjadi
glukosa.

Dalam jalur Embden-Meyerhof 2 ATP diperlukan untuk mengubah


glukosa menjadi dua triofosfat :

(1) GLUKOSA + 2 ATP ~~~ 2 TRIOFOSFAT + 2 ADP

Perubahan selanjutnya dari triofasfat menjadi laktat menghasilkan 4 ATP.


Sedangkan jumlah hasil ATP untuk tiap perubahan glukosa menjadi laktat
adalah 2 ATP.

(2) 2 TRIOFOSFAT + 4 ADP + 2 Pi ~~~~ 2 LAKTAT + 4 ATP

13
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

Jumlah : GLUKOSA + 2 ATP + 2 Pi ~~~~~ 2 LAKTAT + 2 ATP

Reaksi glikolisis keseluruhan bersifat Irreversibel, berarti glukosa tidak


dapat dibentuk dari laktat. Berarti harus ada cara yang memerlukan energi
tinggi lebih banyak (FOSFAT) untuk membentuk glukosa dari laktat, yaitu
berupa modifikasi dari jalur Embden-Meyerhof.

Sebagian besar laktat yang terbentuk dalam serat otot kerangka


putih kembali membentuk GLIKOGEN (Glikogen disimpan dalam hati).
Perlu diketahui serat otot kerangka putih tergolong OTOT LURIK
(STRIATED MUSCLE). Ingat pula bahwa otot lurik memiliki 3 macam
serat, yaitu PUTIH, MERAH, dan INTERMEDIATE.

Perubahan asam laktat yang terjadi dalam HATI dan GINJAL menjadi
glukosa kembali dikenal sebagai SIKLUS CORI (Siklus Asam Laktat).

Karena 4 ATP dihasilkan pada perubahan 2 triofosfat menjadi 2 laktat,


maka diperlukan 4 ATP untuk proses kebalikannya. Apa Mungkin ?

Jawabnya : Ya, bilamana rasio ATP/ADP dalam otot tersebut tinggi. Untuk
itu diperlukan enzim KINASE. Perhatikan reaksi berikut :

Materi Biokimia Triman.JR.Drs.,Mpd & Katriva, Skm

www.google.com

Terapi insulin pada Krisis Hiperglikemia: Ketoasidosis Diabetik dan


Status Hiperglikemia Hiperosmiolar
- Defenisi dan diagnosis
Ketoasidosis diabetik (disingkat KAD) dan status hiperglikemia
hiperosmolar (disingkat SHH) merupakan komplikasi metabolik akut paling
serius pada pasien diabetes melitus. Manifestasi utamanya adalah
kekurangan insulin dan hiperglikemia yang berat. SHH terjadi ketika
defisiensi insulin yang relatif (terhadap kebutuhan insulin) menimbulkan
dehidrasi dan akhirnya menyebabkan kondisi hiperosmolaritas. KAD

14
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

terjadi bila kekurangan insulin yang berat tidak saja menimbulkan


hiperglikemia dan dehidrasi yang berat tapi juga mengakibatkan produksi
keton meningkat serta asidosis.
Diagnosis KAD ditegakkan bila ditemukan hiperglikemia (≥ 250
mg/dL),ketosis darah atau urin, dan asidemia (pH < 7.3).
- Terapi
Terapi bertujuan mengoreksi kelainan patofisiologis yang mendasari,
yaitu gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kadar glukosa darah,
gangguan asam basa, serta mengobati faktor pencetus. Prinsip terapi
KAD dan SHH
terdiri dari pemberian cairan, terapi insulin, koreksi kalium, dan bikarbonat.

E. INSULIN
1. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan
Insulin regular intravena memiliki waktu paruh 4–5 menit, sementara
pemberian insulin secara intramuskular atau subkutan memiliki waktu
paruh sekitar 2–4 jam. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan
(continuous infusion of low dose insulin) merupakan standar baku
pemberian insulin di sebagian besar pusat pelayanan medis. Panduan
terapi insulin pada KAD dan SHH dapat dilihat pada tabel 9. Pemberian
insulin infus intravena dosis rendah 4–8 unit/jam menghasilkan kadar
insulin sekitar 100 uU/ml dan dapat menekan glukoneogenesis dan
lipolisis sebanyak 100%.
Cara pemberian infus insulin dosis rendah berkelanjutan dikaitkan
dengan komplikasi metabolik seperti hipoglikemia, hipokalemia,
hipofosfatemia, hipomagnesema, hiperlaktatemia, dan disequilibrium
osmotik yang lebih jarang dibandingkan dengan cara terapi insulin dengan
dosis besar secara berkala atau intermiten.

2. Insulin intramuskular
Penurunan kadar glukosa darah yang dicapai dengan pemberian
insulin secara intramuskular lebih lambat dibandingkan dengan cara

15
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

pemberian infus intravena berkelanjutan. Terapi insulin intramuscular


dosis rendah (5 unit) yang diberikan secara berkala (setiap 1–2jam)
sesudah pemberian insulin dosis awal (loading dose) sebesar 20 m juga
merupakan cara terapi insulin pada pasien KAD. Cara tersebut terutama
dijalankan di pusat pelayanan medis yang sulit memantau pemberian
insulin infus intravena berkelanjutan. Pemberian insulin intramuskular
tersebut dikaitkan dengan kadar insulin serum sekitar 60–90 μU/dL.

3. Insulin subkutan
Terapi insulin subkutan juga dapat digunakan pada pasien KAD.
Namun, untuk mencapai kadar insulin puncak dibutuhkan waktu yang
lebih lama.
Cara itu dikaitkan dengan penurunan kadar glukosa darah awal yang
lebih lambat serta timbulnya efek hipoglikemia lambat (late hypoglycemia)
yang lebih sering dibandingkan dengan terapi menggunakan insulin
intramuskular.
Pada mayoritas pasien, terapi insulin diberikan secara simultan
dengan
cairan intravena. Apabila pasien dalam keadaan syok atau kadarkalium
awal kurang dari 3,3 mEq/L, resusitasi dengan cairan intravenaPetunjuk
Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus atau suplemen kalium
harus diberikan lebih dahulu sebelum infuse insulin dimulai. Insulin infus
intravena 5-7 U/jam seharusnya mampu menurunkan kadar glukosa darah
sebesar 50–75 mg/dL/jam serta dapat menghambat lipolisis,
menghentikan ketogenesis, dan menekan proses glukoneogenesis di hati.
Kecepatan infus insulin harus selalu disesuaikan. Bila faktor-faktor lain
penyebab penurunan kadar glukosa darah sudah dapat disingkirkan dan
penurunan kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dL/jam, maka
kecepatan infus insulin perlu ditingkatkan. Penyebab lain dari tidak
tercapainya penurunan kadar glukosa darah, antara lain rehidrasi yang
kurang adekuat dan asidosis yang memburuk. Bila kadar glukosa darah
sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infuse harus dikurangi menjadi

16
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai pasien mampu minum atau makan. Pada


tahap ini, insulin subkutan dapat mulai diberikan, sementara infus insulin
harus dilanjutkan paling sedikit 1–2 jam setelah insulin subkutan kerja
pendek diberikan. Pasien KAD dan SHH ringan dapat diterapi dengan
insulin subkutan atau intramuskular. Hasil terapi dengan insulin infus
intravena, subkutan, dan intravena intermiten pada pasien KAD dan SHH
ringan tidak menunjukkanperbedaan yang bermakna dalam hal kecepatan
penurunan kadar glukosa dan keton pada 2 jam pertama.

4. Komplikasi Terapi Insulin


 Hipoglikemia
Komplikasi terapi insulin yang paling penting adalah hipoglikemia.
Terapi insulin intensif untuk mencapai sasaran kendali glukosa darah yang
normal atau mendekati normal cenderung meningkatkan risiko
hipoglikemia. Edukasi terhadap pasien dan penggunaan rejimen terapi
insulin yang mendekati fisiologis dapat mengurangi frekuensi hipoglikemia.

 Peningkatan berat badan


Pada pasien dengan kendali glukosa yang buruk, peningkatan berat
badan tidak dapat dihindari karena terapi insulin memulihkan massa otot
dan lemak (pengaruh anabolik insulin). Penyebab peningkatan berat
badan yang lain adalah makan yang berlebihan serta kebiasaan
mengudap untuk menghindari hipoglikemia. Pasien yang menjalani terapi
insulin umumnya melakukan diet yang lebih longgar dibandingkan dengan
diet ketat saat terapi dengan obat antidiabetik oral. Hal tersebut juga dapat
menyebabkan peningkatan berat badan.

 Edema insulin
Edema dapat muncul pada pasien yang memiliki kendali glukosa
darah buruk (termasuk pasien KAD) akibat retensi garam dan air yang
akut. Edema dapat menghilang secara spontan dalam beberapa hari.

17
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

Kadang-kadang dibutuhkan terapi diuretika untuk menatalaksana hal


tersebut. Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus

 Reaksi lokal terhadap suntikan insulin


Lipohipertrofi merupakan pertumbuhan jaringan lemak yang
berlebihan akibatpengaruh lipogenik dan growth-promoting dari kadar
insulin yang tinggi di tempat penyuntikan. Hal itu dapat muncul pada
pasien yang menjalani beberapa kali penyuntikan dalam sehari dan tidak
melakukan rotasi tempat penyuntikan. Lipoatrofi adalah hilangnya jaringan
lemak pada tempat penyuntikan. Saat ini, dengan penggunaan sediaan
insulin yang sangat murni, lipoatrofi sudah sangat jarang terjadi.

 Alergi
Saat ini, dengan penggunaan sediaan insulin yang sangat murni,
alergi insulin sudah sangat jarang terjadi..

F. Keuntungan dan Kerugian Terapi Insulin


Pertimbangan keuntungan dan kerugian dalam terapi insulin pada
pasien yang dirawat di rumah sakit hendaknya menjadi perhatian bagi
dokter yang merawat. Secara umum berbagai keuntungan terapi insulin
sudah banyak diketahui. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit, terapi
insulin dapat menyelamatkan jiwa. Namun demikian, bila cara pemberian
dan pemantauan kurang memadai, hal itu dapat mengancam jiwa pasien.
Kesalahan terapi insulin cukup sering ditemukan dan menjadi masalah
klinis yang penting. Bahkan terapi insulin termasuk dalam lima besar
“pengobatan berisiko tinggi (high-risk medication)” bagi pasien di rumah
sakit. Sebagian besar kesalahan tersebut terkait dengan kondisi
hiperglikemia dan sebagian lagi akibat hipoglikemia. Jenis kesalahan
tersebut antara lain disebabkan keterbatasan dalam hal ketrampilan (skill-
based), cara atau protokol (rule-based), dan pengetahuan (knowledge-
based) dalam hal penggunaan insulin.

18
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

Banyak data yang menunjukkan bahwa hiperglikemia dikaitkan


dengan buruknya luaran klinik. Sebagai contoh, kesalahan dalam terapi
insulin sebelum pembedahan pada pasien DMT1 akan mengakibatkan
KAD dan kematian. Hipoglikemia, walaupun frekuensinya lebih sedikit,
namun juga dapat mengakibatkan kematian. Bahaya yang dapat
diakibatkan oleh serangan hipoglikemia meliputi kecelakaan seperti jatuh,
mual, muntah, respon hipertensi yang mengakibatkan iskemia miokard.
Untuk menghindari bahaya-bahaya di atas, terapi insulin hendaknya
diberikan sesuai dengan protokol yang telah ditetapkan. Selain itu, perlu
dilakukan pemantauan yang memadai. Sebagai contoh, terapi insulin
intensif dengan cara infus intravena hanya dapat diberikan pada pasien
khusus serta dilakukan di ruang intensif.

Terapi insulin untuk Pasien Diabetes Melitus Rawat Jalan.


Masih terdapatnya beberapa kendala penggunaan insulin oleh dokter
umum, sering menyebabkan keterlambatan kendali glukosa darah yang
baik bagi pasien diabetes melitus . Pasien DMT2 yang memiliki kontrol
glukosa darah yang tidak baik dengan penggunaan obat antidiabetik oral
perlu dipertimbangkan untuk penambahan insulin sebagai terapi
kombinasi dengan obat oral atau insulin tunggal. Insulin yang
diberikan lebih dini dan lebih agresif menunjukkan hasil klinis yang lebih
baik terutama berkaitan dengan masalah glukotoksisitas . Hal tersebut
diperlihatkan oleh perbaikanfungsi sel beta pankreas. Insulin juga memiliki
efek lain yang menguntungkan dalam kaitannya dengan komplikasi DM.
Terapi insulin dapat mencegah kerusakan endotel, menekan proses
inflamasi, mengurangi kejadian apoptosis, dan memperbaiki profil lipid.
Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan bahwa luaran klinis
pasien yang diberikan terapi insulin akan lebih baik. Insulin, terutama
insulin analog, merupakan jenis yang baik karena memiliki profil sekresi
yang sangat mendekati pola sekresi insulin normal atau fisiologis. Pada
awalnya terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien. Diabetes melitus tipe 1
(DMT1). Namun demikian, pada kenyataannya, insulin lebih banyak

19
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

digunakan oleh pasien DMT2 karena prevalensi DMT2 jauh lebih banyak
dibandingkan DMT1. Terapi Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien
Diabetes Melitus insulin pada pasien DMT2 dapat dimulai antara lain
untuk pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah
yang buruk (A1c>7,5 % atau kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL),
riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar
glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan
insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun.

Memulai dan alur pemberian insulin


Dalam sub-bab ini, pertanyaan yang harus dijawab adalah kapan saat
yang tepat memulai pemberian insulin. Pada pasien DMT1, terapi insulin
dapat diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Keputusan yang
lebih sulit adalah menentukan waktu memulai terapi insulin pada pasien
DMT2. Pada pasien DMT1, pemberian insulin yang dianjurkan adalah
injeksi harian multiple dengan tujuan mencapai kendali kadar glukosa
darah yang baik (lihat Gambar 2). Selain itu, pemberian dapat juga
dilakukan dengan menggunakan pompa insulin (continous subcutaneous
insulin infusion [CSII]). Setiap pusat pelayanan memiliki alur terapi
diabetes dan mula awal terapi insulin yang berbeda untuk para pasien
DMT2. Alur yang dibuat oleh kesepakatan antara American Diabetes
Association (ADA) dan European Association for the Study of Diabets
(EASD) yang dipublikasikan pada bulan Agustus 2006 dapat dipakai
sebagai salah satu acuan. Ada beberapa cara untuk memulai dan
menyesuaikan dosis terapi insulin untuk pasien DMT2. Salah satu cara
yang paling mutakhir dan dapat dipakai sebagai acuan adalah hasil
Konsensus PERKENI 2006 dan Konsensus ADA-EASD tahun 2006
sebagai pegangan, jika kadar glukosa darah tidak Petunjuk Praktis Terapi
Insulin pada Pasien Diabetes Melitus 11 terkontrol dengan baik (A1C >
6.5%) dalam jangka waktu 3 bulan dengan 2 obat oral, maka sudah ada
indikasi untuk memulai terapi kombinasi obat antidiabetik oral dan insulin.

20
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

Pada keadaan tertentu di mana kendali glikemik amat buruk dan disertai k
ondis i k atabolis me, s eperti k adar gluk os a darah puasa > 250 mg/dL,
kadar glukosa darah acak menetap > 300 mg/dL, A1C >10%, atau
ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan
dengan intervensi pola hidup. Selain itu terapi insulin juga dapat langsung
diberikan pada pasien DM yang memiliki gejala nyata (poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan). Kondisi-kondisi tersebut sering
ditemukan pada pasien DMT1 atau DMT2 dengan defisiensi insulin yang
berat. Apabila gejala hilang, obat antidiabetik oral dapat ditambahkan dan
penggunaan insulin dapat dihentikan. Seperti telah diketahui, pada pasien
DM terjadi gangguan sekresi insulin basal dan prandial untuk
mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal baik pada
keadaan puasa maupun setelah makan. Dengan mengetahui mekanisme
tersebut, maka telah dipahami bahwa hakikat pengobatan DM adalah
menurunkan kadar glukosa darah baik puasa maupun setelah makan.
Dalam rangka mencapai sasaran pengobatan yang baik, maka diperlukan
insulin dengan karakteristik menyerupai orang sehat, yaitu kadar insulin
yang sesuai dengan kebutuhan basal dan prandial. Pemberian insulin
basal, selain insulin prandial, merupakan salah satu strategi pengobatan
untuk memperbaiki kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan. Oleh
karena glukosa darah setelah makan merupakan keadaan yang
dipengaruhi oleh kadar glukosa darah puasa, maka diharapkan dengan
menurunkan kadar glukosa darah basal, kadar glukosa darah setelah
makan juga ikut turun.

Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus

DIABETES MELITUS
Diabetes mellitus sering disebut sebagai “the great imitator”, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus
dapat tibul secara perlahan lahan sehingga pasien tidak menyadari akan

21
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

adanya perubahan seperti minum yang lebih banyak, buang air kecil lebih
sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat
berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut
pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Ilmu penyakit
dalam, 1996).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang secara genetic
dan klinik termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya
toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka
diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa, aterosklerotik,
mikroangiopati, dan neuropati (Patofisiologi,1995).
Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan
kadar glukosa darah melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak
terkendali diabetes dapat menimbulkan penyulit atau komplikasi yang
dapat berakibat fatal, misalnya terjadi penyakit jantung koroner, gagal
ginjal, kebutaan dan masih banyak yang lain lagi ( www.prodia,co.id).
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang menimbulkan gangguan
multisystem dan mempunyai karakteristik hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner &
Suddart, 2001).
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang
disebabkan oleh factor lingkungan dan ketururnan bersama-sama,
meliputi karakteristik hiperglikemia kronis dan tidak dapat disembuhkan
tapi dapat dikontrol. Diabetes mellitus adalah penyakit herediter
(diturunkan secara genetif resesif) berupa gangguan metabolisme
karbohidrat yang disebabkan kekurangan insulin relative atau absolute
yang timbul pada berbagai usia dengan gejala hiperglikemia, glikosuria,
poliuria, polidipsi, polipagia, kelemaahan umum dan penurunan berat
badan (kumpulan kuliah).

PENYEBAB DM

Apapun jenis gulanya, jika dikonsumsi berlebihan maka bisa memicu

22
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

berbagai masalah seperti diabetes dan kegemukan. Pakar kesehatan


bahkan mengatakan, gula sudah bisa disebut racun jika dikonsumsi lebih
dari 8 sendok teh dalam sehari.

Di Amerika Serikat, banyak produsen makanan menggunakan High


Fructose Corn Syrup (HFCS) atau gula jagung yang lebih berbahaya dari
gula pasir atau gula tebu. Berbeda dengan gula pasir yang merupakan
sukrosa, gula tebu adalah fruktosa yang strukturnya lebih sederhana.

Makin sederhana struktur gulanya, makin mudah diserap oleh tubuh


sehingga lebih cepat menaikkan kadar gula dalam darah. Bagi pengidap
diabetes yang sulit mengolah gula, kondisi ini sangat berbahaya karena
bisa memicu berbagai komplikasi termasuk gangguan jantung.

Meski lebih aman dibandingkan gula jagung, gula pasir atau gula tebu
tetap tidak lebih aman. Ahli endokrinologi dari University of California, Dr
Robert Lustig mengatakan dalam bentuk apapun gula tetap berbahaya
jika dikonsumsi berlebihan.

“Gula dalam bentuk fruktosa maupun sukrosa sama-sama tidak baik dan
berbahaya untuk kesehatan. Keduanya adalah racun bagi tubuh,” ungkap
Dr Lustig seperti dikutip dari Foxnews, Selasa (3/4/2011).

Meski begitu, konsumsi gula orang Amerika Serikat justru makin


meningkat dalam 30 tahun terakhir. Akibatnya, bukan hanya jumlah
penderita obesitas saja yang meningkat tetapi juga pengidap diabetes
terutama tipe 2 yang dipicu oleh pola makan yang tidak sehat.

Terlebih, sebagian di antaranya tidak menyadari jenis gula yang


dikonsumsinya. Berbagai jenis makanan olahan di negara tersebut masih
menggunakan gula jagung, sementara konsumen jarang memperhatikan
label yang tercantum dalam kemasan saat membelinya.

23
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

Dr Lustig mengatakan, konsumsi gula dalam bentuk apapun tidak boleh


melebihi 8 sendok teh dalam sehari. Berbagai jenis penyakit kronis banyak
ditemukan di Amerika Serikat karena orang-orang di negara itu rata-rata
mengonsumsi gula 4 kali lebih banyak dari yang dianjurkan.

Proposal penelitian nur eka putri

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PPERUBAHAN GULA


DARAH PADA KLIEN DIABETESMELITUS DI POLIKLINI ENDOKRIN BLU RS.
DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKSSAR

KESIMPULAN

- Proses ketogenesis merupakan proses pembentukan badan-badan


keton di mana proses ini terjadi akibat pemecahan lemak dan
karbohidrat tidak seimbang. Proses ketogenesis sering terjadi pada
keadaan kelaparan dan DM yang tidak terkontrol.
- Ketosis pada keadaan lapar atau masa puasa > Jika seseorang
dalam keadaan puasa, ketersediaan karbohidrat sangat rendah
sehingga produksi insulin juga sedikit. Karena rendahnya kadar
insulin akan menyebabkan asam lemak banyak terdapat di dalam
darah dan akhirnya membentuk ketone bodies.
- Proses ketogenesis merupakan proses pembentukan badan-badan
keton di mana proses ini terjadi akibat pemecahan lemak dan
karbohidrat tidak seimbang. Proses ketogenesis sering terjadi pada
keadaan kelaparan dan DM yang tak terkontrol.
- GLUKONEOGENESIS adalah Perubahan asam laktat menjadi
glukosa. Asam Laktat (dan piruvat) terbentuk dari oksidasi yang
tidak sempurna dari glukosa.

24
BIOKIMIA
(KETOGENESIS)

DAFTAR PUSTAKA

- American Diabetes Association. Practical insulin. A handbook for


prescribers. ADA edisi 2004.
- Adam JMF. Penatalaksanaan endokrin darurat. Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia. Makassar, 2002.
- American College of Endocrinology Task Force on Inpatient
Diabetes and Metabolic Control. American College of
Endocrinology Position Statement on Inpatient Diabetes and
Metabolic Control. Endocr Pract. 2004;10: 77-81.
- American Diabetes Association. Hyperglycemic crisis in diabetes.
Diabetes Care 2004; 27: S94 – S102.
- American Diabetes Association. Standards of medical care in
diabetes-2006. Diabetes Care 2006;29: S4-S42.
- Aviles-Santa L, Raskin P. Surgery and anasthesia. In Therapy for
diabetes mellitus and related disorders, Lebovitz HE (ed), American
Diabes Association, 4 th ed, 2004, p. 247-258.
- Bethel MA, Feinglos MN. Basal insulin therapy in type 2 diabetes. J
Am Board Fam Pract 2005; 18: 199-204.
- Champe P C PhD , Harvey R A PhD. Lippincott’s Illustrated
Reviews: Biochemistry 2nd .1994 , page 171 – 186.
- Lehninger A, Nelson D , Cox M M .Principles of Biochemistry 2nd
1993
- Murray R K, et al. Harper’s Biochemistry 25th ed. Appleton &
Lange. America 2000 : Stryer L .1995. Biochemistry 4th , page 603
– 623 .

25

Anda mungkin juga menyukai