Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PROSEDUR BANTUAN HIDUP DASAR


MATA KULIAH KEPERAWATAN GADAR DAN MENEJEMEN
BENCANA
DOSEN : Ns. EDI YUSWANTORO,S.Kep.M.Kep

Disusun Oleh :

1. Agnes Febri Sukma c ( 17.002 )


2. Dewi Agus Mardiani ( 17.008 )
3. Faris Akmal Bahtiar ( 17.012 )
4. Febrian Musa Andika ( 17.013 )
5. Indriani Mustika ( 17.015 )
6. Mela Anggriyaningtiyas ( 17.019 )
7. Suliyah ( 17.030 )

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


KAMPUS V TRENGGALEK
Jl Dr. Soetomo No. 05. Trenggalek, Ngantru
Kec. Trenggalek, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur 66312
TAHUN AJARAN

2019 / 2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat allah swt, atas segala rahmat dan

hidayah-nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah tersebut. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Gadar

dan Menejemen Bencana.

Adapun makalah ini kami susun berdasarkan pengamatan kami dan

sumber-sumber yang telah kami ambil dan dari buku yang ada kaitannya dengan

makalah yang dibuat. Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari

adanya bantuan dari pihak tertentu, oleh karena itu kami tidak lupa mengucapkan

banyak terimakasih.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan

kelemahannya serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami mengharapkan

adanya kritikan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan

makalah ini.

Trenggalek , 12 Agustus 2019

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG……………………………………….1

1.2 RUMUSAN MASALAH…………………………………….1

1.3 TUJUAN…………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN……………………………………………….3

2.2 TUJUAN BANTUAN HIDUP DASAR………………….…3

2.3 SOP BANTUAN HIDUP DASAR…………………………4

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN………………………………………………15

3.2 SARAN………………………………………………………15

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Henti-jantung-mendadak (Sudden Cardiac Arrest/SCA) adalah penyebab


kematian tertinggi hampir diseluruh dunia. Banyak korban henti-jantung
berhasil selamat jika orang disekitarnya bertindak cepat saat jantung bergetar
atau ventrikel fibrilasi (VF) masih ada, tetapi resusitasi kebanyakan gagal
apabila ritme jantung telah berubah menjadi tidak bergerak/asystole.

Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan


napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa
menggunakan alat bantu (Alkatiri, 2007).

Tujuan bnatuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif
pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi
buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan
sendiri secara normal (Latief, 2009).

Tindakan bantuan hidup dasar sangat penting pada pasien trauma terutama
pada pasien dengan henti jantung yang tiga perempat kasusnya terjadi di luar
rumah sakit (Alkatiri, 2007).

Cedera merupakan salah satu penyebab kematian. Pada tahun 1990 3,2
juta kematian dan 312 juta orang mengalami cedera di seluruh dunia. Pada
tahun 2000 kematian akan mencapai 3,8 juta dan pada tahun 2020
diperkirakan cedera/trauma akan menyebabkan penyebab kematian ketiga atau
kedua untuk semua kelompok umur (IKABI, 2004).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimanakah prosedur bantuan hidup dasar?

1.3 TUJUAN
a. Tujuan Umum

.Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui prosedur


bantuan hidup dasar.

b.Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengerti pengertian bantuan hidup dasar.

2. Mahasiwa mampu mengerti tujuan bantuan hidup dasar.

3. . Mahasiwa mampu mengerti SOP bantuan hidup dasar.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Bantuan hidup dasar merupakan usaha yang pertama kali dilakukan untuk
mempertahankan kondisi jiwa seseorang pada saat mengalamai
kegawatdaruratan. (siti rohmah.2012)

Bantuan hidup dasar adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat


penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa(rido.2008)
Bantuan Hidup Dasar atau Basic Life Support (BLS) adalah usaha yang
dilakukan u ntuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban
mengalami keadaan yang mengancam nyawa.(Deden Eka PB at 1:10:00)
Keadaan darurat yang mengancam nyawa bisa terjadi sewaktu-waktu dan
di mana pun. Kondisi ini memerlukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup
dasar adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita
mengalami keadaan yang mengancam nyawa.

2.2 TUJUAN BANTUAN HIDUP DASAR

Tujuan dari Bantuan Hidup Dasar sebagai berikut:

1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.


2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari
korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui
Resusitasi Jantung Paru (RJP).
3. Menyelematkan nyawa korban.
4. Mencegah cacat.
5. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.

Waktu sangat penting dalam melakukan Bantuan Hidup Dasar. Otak dan
jantung bila tidak mendapat oksigen lebih dari 8-10 menit akan mengalami
kematian, sehingga korban tersebut dapat mati. Dalam istilah kedokteran
dikenal 2 istilah untuk mati yaitu mati klinis dan mati biologis.

Mati klinis memiliki pengertian bahwa pada saat melakukan pemeriksaan


korban, penolong tidak menemukan adanya pernafasan dan denyut nadi yang
berarti sistem pernafasan dan sistem peredaran darah berhenti. Pada beberapa
keadaan, penanganan yang baik masih memberikan kesempatan kedua sistem
tersebut fungsi kembali. Tidak ditemukan adanya pernafasan dan denyut
nadi,bersifat reversibel, korban punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk
dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak
Mati Biologis (kematian semua organ) merupakan proses nekrotisasi
semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik, biasanya
terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan kematian
sel otak, bersifat irreversibel (kecuali berada di suhu yang ekstrim dingin).

2.3 SOP BANTUAN HIDUP DASAR


A. Indikasi
1. Henti napas

Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan


aliran udara pernapasan dari korban / pasien.

Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan


tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada
keadaan :
 Tenggelam
 Stroke
 Obstruksi jalan napas
 Epiglotitis
 Overdosis obat-obatan
 Tersengat listrik
 Infark miokard
 Tersambar petir
 Koma akibat berbagai macam kasus

Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam


darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat
mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada
keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar
korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.

2. Henti jantung

Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi


henti sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan
otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang
terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya
henti jantung.

Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan


gawat darurat medik yang bertujuan :
 Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya
respirasi.
 Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan
ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau
henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :

 Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan


oleh setiap orang.
 Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat
dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan
merupakan lanjutan dari survei primer.

B. Survey Primer

1. airway (jalan napas)

2. breathing (bantuan napas)

3. circulation (bantuan sirkulasi)

Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu dilakukan


prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :

1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong. Menggunakan


APD

2. Memastikan kesadaran dari korban / pasien.

3..Identifikasi keadaan umum :

Cek respon APVU (Allert, Pain,Verbal, Unresponsive)

Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak,


penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran
korban / pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan
bahu korban / pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah
pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! /
Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!!

4. Meminta pertolongan
Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap
panggilan, segera minta bantuan dengan cara
berteriak “Tolong !!!”untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis
yang lebih lanjut.

5. Memperbaiki posisi korban / pasien

Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien


harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata
dan keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap,
ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. Ingat !penolong harus
membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan
bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang,
korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur
yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.

6. Mengatur posisi penolong

Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan


bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi
atau menggerakan lutut.

 Airway
Penilaian Airway

Penilaian Airway dilakukan ketika akan melakukan rescue breathing


setelah dilakukan chest compression selama 30 kali. Pada korban yang
sadar dan dapat berbicaara dengan suara yang jelas tanpa ada suara
tambahan terutama saat menarik nafas, maka dapat dianggap bahwa
airway dalam keadaan baik. Saat menarik napas, hanya terdengar bunyi
udara yang masuk. Ingat bahwa berbicara dilakukan saat ekspirasi dan
tidak dapat berbicara saat inspirasi. Jika korban mengeeluarkan suara
tambahan saat berbicara, berarti ada sumbatan.
Perbaikan Airway

1. Buka jalan napas


Teknik : maneuver Head – Tilt, Chin-Lift
Untuk membuka jalan napas yang maksimal dapat digunakan maneuver
ini. Teknik ini
dapat digunakan pada korban yang sadar maupun tidak sadar.

Cara :
a. Letakkan salah satu tangan penolong pada dahi dan ujung telunjuk dan
jari tengah tangan yang lain diletakkan dibawah dagu korban.
b. Gunakan tangan untuk mendorong kepala ke belakang dan ujung jari
untuk mengangkat dagu korban dan menyokong rahang bawah.
Ingat : Hati – hati dalam melakukan prosedur ini, jika ditemukan adanya
tanda – tanda korban Curigai mengalami cedera cervical/ leher seperti :

a. adanya hematom pada bagian – bagian tubuh yang berada diatas


clavicula
b. keluarnya cairan atau darah dari hidung dan telinga
c. menurunnya kesadaran
d. adanya krepitasi pada spinal ( tulang belakang )
e. jatuh dari ketinggian diatas 2x tinggi badan
f. multiple trauma
2. hilangkan sumbatan. Hal ini hanya dilakukan jika sumbatan atau obstruksi
( material padat atau cair ) pada mulut korban tampak dari luar dan tampak
dapat dikeluarkan ( visible dan removable ). Jika tidak, jangan dipaksakan
karena dapat mencederai penolong sendiri dan dapat memperparah kondisi
korban ( obstruksi justru terdorong masuk ).
a. Metode finger sweep ( sapuan jari ) dengan teknik tongue jaw-lift.
Seorang teknik tongue jaw-lift. Teknik ini mengharuskan penolong
untuk memegang lidah dan rahang bwah menggunakan jari – jari serta
mengangkatnya ( ibu jari memegang lidah, jari yang lain memegang
rahang bawah ), untuk memindahkan lidah jauh dari faring bagian
belakang. Gerakan ini juga menggerakkan lidah menjauh dari benda
asing yang mungkin menyumbat tenggorok bagian belakang. Hal ini
akan melonggarkan obstruksi jalan napas. Bagaimanapun juga
mempertahankan korban untuk menengadah dan masukkan jari
telunjuk dari tangan yang bebas ke rongga mulut korban dan gerakkan
jari ini dalam mulut dari dinding sebelah dalam pipi sampai pangkal
lidah. Gunakan tangan sebagai suatu kait. Halau benda – benda asing
yang ada, pindahkan ke mulut sehingga dapat dibuang. Pada beberapa
kasus, mungkin diperlukan penggunaan jari telunjuk untuk mendorong
objek asing dari tenggorokan korban dengan maksud menghalau dan
mengangkat objek tersebut. Prosedur ini harus dilakukan dengan hati –
hati , jangan mendorong terlalu jauh dari tenggorok korban.
b. Untuk korban tidak sadar. Buka mulut dengan teknik crossed-finger.
Caranya adalah gunakan salah satu tangan penolong untuk
menstabilkan kening korban. Silangkan ibu jari tangan yang lain
dengan telunjuk pada gigi atas. Buka crossing, maka mulut korban
akan terbuka, dan tahan rahang bawah agar tidak menutup. Setelah itu
lepaskan tangan yang ada dikening dan gunakan telunjuknya seperti
pada prosedur tongue-jaw lift.
Pada orang dewasa, keadaan tidak sadar merupakan bahaya laten
untuk airway karena cairan dalam mulut akan dapat masuk dalam
trachea, kemudian masuk paru. Posisi terbaik pada keadaan ini adalah
posisi pulih ( recovery position ), karena cairan akan mengalir keluar
mulut . Ingat posisi ini tidak boleh dilakukan pada keadaan cedera
( trauma ).
Pada bayi tidur telentang biasa akan menyebabkan kepala tertekuk
didepan ( Fleksi ) mempersulit pernapasan. Posisi terbaik adalah
dengan dilakukan sedikit pendongakan ( hiperekstensi ) pada leher
dengan cara menaruh bantal kecil atau lipatan handuk di bawah bahu
( posisi mengendus/sniffing position )

c. Posisi miring stabil/ posisi pulih ( recovery position ). Korban


nontrauma dapat diletakkan pada sisi kirinya untuk membantu
mempertahankan tetap terbukanya jalan napas. Leher harus ekstensi
( mendongak ) sehingga kepala tidak fleksi ( menekuk ) ke depan kea
rah dada. Ketika korban berada dalam posisi ini, lidah bergerak ke
depan sehingga tidak menyumbat jalan napas dan saliva, mucus serta
muntahan dapat keluar sehingga dapat membantu terbukanya jalan
napas. Posisi ini sering disebut juga posisi recovery atau posisi
pemulihan.

Prosedur posisi pulih

1. Penolong berlutut disamping korban dengan kedua kaki lurus. Lengan


korban yang paling dekat dengan penolong ditekuk membuat sudut
siku – siku dengan badannya, siku ditekuk dan telapak tangan
membuka keatas.
2. Silangkan lengan korban yang jauh pada dadanya, telapak tangannya
memegang pipi
3. Pegang paha korban yang jauh dengan tangan penolong yang lain,
dengan lutut korban ditekuk keatas, kaki korban menginjak lantai.
Pegang tangan korban supaya terus memegang pipi. Terik badannya
kea rah penolong melalui tangan yang memegang paha.
4. Tarik kepala korban ke belakang supaya jalan napas selalu terbuka.
Jika perlu atur tangannya agar tetap menopang kepala. Atur kaki
korban yang ada diatas agar panggul dan lututnya membentuk siku –
siku. Periksa nadi dan pernapasan secara teratur.

 Breathing
Pemeriksaan breathing dilakukan setelah memeriksa airway.
Sebelum pembahasan lebih lanjut, penting untuk mengetahui perbedaan
pengertian kematian klinik dan kematian biologic. Seseorang dikataka
meninggal secara klinik ketika pernapasan dan denyut jantungnya
berhenti. Sedangkan jika seseorang tidak bernapas dan jantung tidak
memompa darah yang teroksigenasi, perubahan letak dalam otak dimulai
dalam waktu 4 – 6 menit. Kematian secara biologic terjadi ketika sel – sel
otak mulai mati. Biasanya 10 menit setelah jantung berhenti berdenyut
maka sel – sel otak mulai mengalami kematian sehingga adapat diambil
kesimpulan bahwa kematian klinik dapat dipulihkan ( reversible )
sedangkan kematian biologik bersifat irreversible.
Berkurangnya oksigen di dalam tubuh kita akan memberikan suatu
keadaan yanh disebut hipoksia. Hipoksia ini oleh orang awan biasanya
dikenal dengan istilah sesak napas. Frekuensi napas pada keadaan sesak
napas pada keadaan ini berlangsung cepat daripada keadaan normal. Oleh
karena itu jika sesak napas iini berlangsung lama maka akan memberikan
kelelahan pada otot – otot pernapasan.
Kelelahan otot napas ini kan mengakibatkan terjadinya
penumpukan sisa – sisa pembakaran berupa gas CO2 . kadar gas CO2
yang tinggi akan mempengaruhi susunan saraf pusat dengan menekan
pusat napas yang ada disana. Akibatnya akan terjadi apa yang disebut
dengan istilah henti napas.

Beberapa teknik bantuan rescue breathing dalam siklus RJP


1. Ventilasi mulut ke mulut. Teknik ini dapat dilakukan oleh satu orang
penolong. Teknik ini digunakan terutama untuk korbanyang henti
napas. Pada saat melakukan pernapasan dari mulut ke mulut tetap
pertahankan terbukanya jslsn napas dengan maneuver head-tilt, chin-
lift. Teknik ini memiliki risiko infeksi dan komplikasinya yang cukup
tinggi sehingga jika ada ventilation bag-mask, maka alat itu yang
dipakai. Penggunaan barrier/ pelindung seperti kertas untuk kontak
tidak mengurangi risiko infeksi, tetapi malah, mengganggu ventilasi
dan memperlambat dalam pemeberian napas bantu.

Ketika memberikan bantuan pernapasan, penolong harus :


a. Melihat gerakan dada, dengan aliran udara. Pehatikan hal – hal
kelihatannya tidak wajar seperti pergeraksn dada yang abnormal.
b. Memantapkan posisi korban dalam posisi head-tilt chin-lift dan
tutupi lubang hidung dengan ibu jari dan telunju tangan yang
menekan dahi korban
c. Membuka mulut lebar – lebar ( tidak perlu ambil napas dalam )
d. Menempatkan mulut penolong mengelilingi mulut korban, dan
eratkan mulut penolong dimulut korban dengan menggunakan bibir
e. Menekan lubang hidung korban sehingga hidungnya tertutup
f. Menghembuskan napas ke dalam mulut korban hingga terlihat
pengembangan dada dan rasakan tahanan yang disebabkan oleh
pemgembangan paru. Hentikan mengembus
g. Menyudahi kontak mulut dengan korban, dan lepaskan tekanan
pada hidung agar ia dapat berekspirasi pasif, llau ulangi lagi. Setiap
rescue breath dilakukan dalam waktu 1 detik

Masalah umum dalam teknik bantuan pernapasan

1. Kesalahan dalam melekaktkan mulut penolong ke mulut


korban, missal pendorong terlalu keras
2. Lubang hidung tidak tertutup sepenuhnya
3. Kegagalan mempertahankan jalan napas karena tidak
adekuatnya posisi head-tilt korban
4. Mulut korban kurang terbuka lebar untuk mendapatkan
ventilasi yang cukup
5. Kesalahan dalam membersihkan jalan napas dari obstruksi

2. Ventilasi mulut ke hidung. Seorang korban kecelakaan mungkin


mengalami cedera hebat dimulut dan rahang bawah. Untuk korban
seperti ini maka harus digunakan teknik ventilasi mulut ke hidung.
Jalan napas harus terbuka dan prosedurnya sama dengan teknik mulut
ke mulut meliputi :
a. Meletakkan satu tangan penolong dikening korban untuk
mempertahankan terbukanya jalan napas dan gunakan tangan yang
lain untuk menutupi mulut korban
b. Membiarkan hidung korban tetap terbuka
c. Memberikan ventilasi melalui hidung. Mulut korban harus tertutup
selama pemberian ventilasi
d. Ketika membiarkan ekshalasi pasif berlangsung, melapaskan
kontak mulut dengan hidung korban. Akan tetapi, tangan penolong
tetap berada dikening korban untuk menjaga tetap terbukanya jalan
napas selama ekshalasi.

 Circulation

Terdiri dari 2 tahapan :

1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.


Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat ditentukan dengan
meraba arteri karotis didaerah leher korban / pasien, dengan dua atau tifa jari
tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher
sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan
atau kiri kira–kira 1–2 cm, raba dengan lembut selama 5–10 detik.

Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa


pernapasan korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu
untuk menilai pernapasan korban / pasien. Jika tidak bernapas lakukan
bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.

2. Melakukan bantuan sirkulasi

Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat


diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar,
dilakukan dengan teknik sebagai berikut :

 Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga
kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
 Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2
atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk
meletakkan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
 Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu
telapak tangan diatas telapak tangan yang lainnya, hindari jari–jari
tangan menyentuh dinding dada korban / pasien, jari–jari tangan
dapat diluruskan atau menyilang.
 Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada
korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak
30 kali dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1,5–2 inci
(3,8–5 cm).
 Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada
dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali
melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk
melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan
kompresi. (50% Duty Cycle).
 Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah
posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.
 Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 dilakukan
baik oleh 1 atau 2 penolong jika korban / pasien tidak terintubasi dan
kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit (dilakukan 4 siklus
permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus
berikutnya atau tidak.
 Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan
sistolik 60–80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan
curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung
normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan
prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi
(kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan data yang kami peroleh,kami dapat menyimpulkan bahwa


dengan adanya pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar,kami dapat
memberikan pertolongan pertama kepada siapapun yang mengalami keadaan
yang akan mengancam nyawa penderita.

3.2 SARAN
Kami menyarankan kepada pembaca agar siapapun yang mengetahui
adanya korban yang memerlukan Bantuan Hidup Dasar untuk segera ditolong
dengan cepat agar nyawanya bisa tertolong dengan cepat. Untuk menghindari
hal-hal yang tidak di inginkan.

DAFTRA PUSTAKA

http://oktavianarofikoh.blogspot.com/2016/08/makalah-bantuan-hidup-dasar-
bhd.html?m=1 ( dikutip pada tanggal 12 agustus 2019)

Panacea, Tim Bantuan Medis.2013. Basic Life Support: Buku Panduan / Penulis.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai