Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (DepKes RI, 2009).

Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu,

masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan

pemerintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri

menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang akan dicapai. Perilaku yang

sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan

pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan

pembangunan kesehatan (DepKes RI, 2004).

Penyakit Skabies saat ini oleh badan dunia dianggap sebagai

pengganggu dan perusak kesehatan yang tidak dapat lagi dianggap hanya

sekedar penyakitnya orang miskin karena penyakit ini telah merebak menjadi

penyakit kosmopolit yang menyerang semua tingkat social (Harahap, 2000).

Skabies merupakan penyakit endemis pada banyak masyarakat, penyakit ini

dapat mengenai ras dan golongan diseluruh dunia. Penyakit ini banyak

1
2

dijumpai pada anak dan dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur.

Insidennya sama pada pria dan wanita (Moki, 2007).

Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana

pelayanan kesehatan masyarakat belum memadai sehubungan dengan adanya

krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Permasalahan

utama yang dihadapi masih didominasi oleh penyakit infeksi yang sebagian

besarnya adalah penyakit menular yangberbasis lingkungan. Berdasarkan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit skabies

dalam masyarakat diseluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6 % - 12,95

% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit (Moki, 2007) .

Proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) berupa kecerdasan

(pengetahuan), persepsi, motivasi, minat dan emosi untuk memproses

pengaruh dari luar. Faktor yang berasal dari luar (eksternal) meliputi objek,

orang kelompok, dan hasil-hasil kebudayaaan yang dijadikan sasaran dalam

mewujudkan bentuk perilakunya. Promosi kesehatan yang berisi nilai-nilai

kesehatan yang berasal dari luar diri individu, cenderung dapat

mempengaruhi kondisi internal dan eksternal individu atau masyarakat

(Notoatmodjo, 2007). Tingkat pendidikan seseorang dapat meningkatkan

pengetahuan itu termasuk pengetahuan tentang kesehatan (Notoatmodjo,

2003).

Menurut Akmal, dkk (2013) pada penelitian yang dilakukans ebagian

besar santri yang menderita skabies adalah berjenis kelamin laki-laki. Insiden
3

skabies laki-laki lebih banyak dari perempuan (Andayani, 2005).Perempuan

akan lebih kecil risiko terpapar penyakit skabies karena perempuan lebih

cenderung merawat diri dan menjaga penampilan sedangkan laki-laki

cenderung tidak memperhatikan penampilan diri dan akan berpengaruh

terhadap perawatan kebersihan diri (Muin, 2009). Menurut Djuanda (2007),

bahwa salah satu faktor kejadian skabies adalah personal hygiene. Penelitian

Akmal, dkk (2013) dapat disimpulkan bahwa faktor personal hygiene yang

berpengaruh pada para santri. Responden yang laki-laki akan lebih beresiko

terserang skabies. Pemeliharaan dan perawatan diri yang bagus maka resiko

terpaparnya skabies akan berkurang.

Prevalensi skabies juga terkait erat dengan personal hygiene menururt

penelitian Fanani dan Saidah (2014) hasil penelitian berdasarkan karakteristik

personal hygiene didapatkan frekuensi paling banyak pada personal hygiene

yang buruk dengan jumlah 29 responden (82,9%) dan yang baik untuk

personal hygiene dengan jumlah 6 responden (17,1 %). Hal ini dibuktikan

dari hasil kuisioner terdapat 35 remaja pondok yang mengalami skabies.

Data WHO di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan

berkisar antara 6-27% dari populasi umum dan insiden tertinggi terdapat pada

anak usia sekolah dan remaja. Data Depkes RI prevalensi scabies di

puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008 adalah 5,6% - 12,95%.

Berdasarkan kelompok studi Dermatologi anak indonesia (KSDAI) tahun

2001 dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di indonesia, jumlah penderita skabies
4

tertinggi didapatkan didaerah ibukota Jakarta sebanyak 335 kasus ditiga

rumah sakit (Aisyah, 2005).

Berdasarkan Supriyadi (2004), mengatakan masalah sanitasi lingkungan

dan personal hygiene masih kurang memadai sehingga prevalensi penyakit

kulit skabies masih tinggi (25%). Dari hasil penelitian didapatkan adanya

perbedaan kondisi fisik air dan personal hygiene terhadap timbulnya penyakit

skabies. Rohmawati (2010) di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta

menunjukkan tingkat pengetahuan (74,74%), bergantian pakaian atau alat

shalat (84,21%), bergantian handuk (82,11%), dan tidur berdesak-desakan

(91,58%) dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Muayyad

Surakarta.

Berdasarkan data dari Dinkes Kabupaten Banjarnegara untuk kejadian

skabies di Banjarnegara pada tahun 2014 sebanyak 719 orang dari berbagai

golongan usia. Prevalensi skabies yang terjadi di Puskesmas Banjarnegara

pada tahun 2014 dari bulan Januari hingga bulan November 104 kasus. Laki

laki berjumlah 59 dan perempuan berjumlah 45, anak-anak berjumlah 65

sedangkan dewasa 39. Berdasarkan metode wawancara yang dilakukan pada

orang tua yang memiliki anak yang terkena skabies sebanyak 10 orang tua,

terdapat 6 orang tua yang memiliki pengetahuan rendah. Hasil wawancara

yang dilakukan mengenai personal hygiene rata-rata di dalam keluarga

tersebut menggunakan handuk secara bergantian sehingga lebih rentan

terkena penyakit skabies. Untuk keadaan lingkungan rumah bahwa

kebanyakan keadaan rumah mereka saling berdekatan dengan rumah yang


5

lain dan terdapat genangan air karena disekitar rumah mereka dekat dengan

sungai kecil. Mengenai sosial ekonomi rata – rata kepala keluarga

berpenghasilan <Rp. 1.500.000 sehingga pada keluarga tidak memiliki dana

untuk dialokasikan sebagai dana kesehatan.

Scabies ini tidak membahayakan manusia namun adanya rasa gatal

pada malam hari ini merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan

produktivitas. Penyakit skabies ini banyak berjangkit di: (1) lingkungan yang

padat penduduknya, (2) lingkungan kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat

kebersihan kurang. Skabies cenderung tinggi pada anak- anak usia sekolah,

remaja bahkan orang dewasa (Siregar, 2004).

B. Rumusan Masalah

Angka kejadian penyakit scabies meningkat dari tahun ketahun. Faktor

terkait erat dengan kejadian skabies adalah perilaku hidup bersih dan sehat

terutama kebersihan perorangan, dan sanitasi lingkungan yang menyebabkan

angka kesakitan semakin bertambah. Maka rumusan masalah yang diangkat

adalah bagaimana tingkat pengetahuan, personal hygiene, lingkungan dan

sosial ekonomi orang tua di wilayah kerja Puskesmas Banjarnegara II

terhadap kejadian skabies pada anak ?


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umun

Menganalisis faktor - faktor yang berhubungan dengan tingkat

pengetahuan orang tua, personal hygiene, sanitasi lingkungan dan sosial

ekonomi terhadap kejadian penyakit skabies pada wilayah kerja puskesmas

Banjarnegara II.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan usia orangtua,

jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan dan jumlah anak di wilayah

kerja Puskesmas Banjarnegara II Tahun 2015.

b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan orang tua, personal hygiene

anak, sanitasi lingkungan, dan keadaan sosial ekonomi keluarga tentang

penyakit skabies di wilayah kerja Puskesmas Banjarnegara II Tahun 2015.

c. Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh dengan kejadian

skabies pada anak di wilayah kerja Puskesmas Banjarnegara II Tahun 2015.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta

praktek dalam menerapkan ilmu kesehatan terutama dalam menganalisis

hubungan antara pengetahuan orang tua tentang personal hygiene dan dalam

mencegah penyakit skabies dengan perilaku pencegahan penyakit skabies

pada anak di wilayah kerja puskesmas Banjarnegara II.


7

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi

bagi orang tua dan para anak tentang pentingnya menjaga kebersihan diridan

lingkungan sebagai upaya pencegahan penyakit skabies di wilayah kerja

puskesmas Banjarnegara II.

b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi

Puskesmas Banjarnegara II agar dilakukan upaya promotif, preventif dan

rehabilitatif guna mencegah timbulnya penyakit skabies di wilayah kerja

Puskesmas Banjarnegara II.

c. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi

pihak-pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut.

3. Manfaat bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan atau

masukan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan pencegahan

penyakit skabies pada anak di wilayah kerja puskesmas Banjarnegara II.

4. Manfaat bagi peneliti

Penelitian ini sebagai sarana dalam mengembangkan dan

mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat selama pendidikan dengan

kenyataan yang ada di lapangan serta untuk menambah wawasan dalam

pembuatan skripsi.
8

E. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Fanani dan Saidah (2014),“ Hubungan Antara Personal

Hygiene Kulit Dengan Angka Kejadian Scabies Pada Remaja Di Pondok

Pesantren Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo”.

Perbedaan penelitian yang akan di lakukan dengan penelitian

sebelumnya adalah penelitian ini meneliti bukan hanya personal hygine

seseorang namun banyak faktor yang mempengaruhi kejadian skabies.

Persamaan dari penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya adalah

penelitian ini meneliti tentang personal hygine apakah berhubungan dengan

kejadian skabies atau tidak.

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Fanani dan Saidah (2014)

adalah hasil uji statistik dengan menggunakan uji Sperman Rho Correlations

untuk mengetahui apakah ada hubungan diantara dua variabel yaitu personal

hyigiene dengan kejadian scabies didapatkan ρ 0,013, hal ini menunjukkan

bahwa ρ <0,05 berarti H0 ditolak dan H diterima, yang berarti terdapat

hubungan antara personal hygiene dengan kejadian scabies padaremaja di

Pondok Pesantren Al-Hidayah Tanggulangin Sidoarjo. Hubungan diperkuat

dengan hasil koefisien korelasi 0,417 dan memenuhi kriteria kuat.

2. Penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Afraniza, dkk (2011),“ Hubungan Antara Praktik Kebersihan


9

Pribadi Dan Angka Kejadian Skabies di Pesantren Kyai Gading Kabupaten

Demak”.

Perbedaan penelitian yang akan di lakukan dengan penelitian

sebelumnya adalah penelitian ini di lakukan dilingkungan pesantren dan

mengambil responden para santri yang ada di pesantren.

Persamaan dari penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya adalah

penelitian ini menggunakan desain Survei Analitik dengan rancangan Cross

Sectional untuk mengetahui hubungan antara personal hygiene dengan angka

kejadian scabies.

Hasil penelitian yang dilakukan Afrianza, dkk (2011) adalah 49 santri

(74,2%) memiliki praktik kebersihan diri yang buruk dan 17santri (25,8%)

memiliki praktik kebersihan diri yang baik. Dari 66 santri ditemukan 30 santri

(45,5%) yang menderita skabies. Menggunakan uji chi square didapatkan

nilai-p = 0,000 Prevalence Ratio=10,1yang berarti bahwa santri yang praktik

kebersihan dirinya buruk mempunyai risiko 10,1 kali untuk menderita

scabies dibanding santri yang praktik kebersihan dirinya baik.

3. Penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Akmal, dkk (2013),“ Hubungan Personal Hygiene Dengan

Kejadian Skabies Di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air

Pacah, Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013”.

Perbedaan penelitian yang akan di lakukan dengan penelitian

sebelumnya adalah penelitian ini hanya meneliti tentang hubungan personal

hygiene dengan kejadian skabies.


10

Persamaan dari penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya

adalah penelitian ini menggunakan kuisioner sebagai alat ukur untuk variabel

bebasnya.

Hasil penelitian yang dilakukan Akmal, dkk (2013) berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan menunjukkan ada hubungan antara personal

hygiene dengan kejadian skabies. Didapatkan 34 orang dari 138 orang santri

yang menjadi sampel mengalami skabies. Serta lebih dari setengah responden

memiliki personal hygiene yang baik dan gambaran masing-masing personal

hygiene santri baik.

Anda mungkin juga menyukai