Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Asma merupakan gangguan saluran nafas yang sangat kompleks. Asma

tidak memiliki sifat yang khas, baik gambaran klinis faktor pencetus, proses

perjalanan penyakit, maupun pola mekanisme terjadinya sangat bervariasi. Asma

bronkhial adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

dihampir semua negara didunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan

derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mengancam jiwa

seseorang. Lebih dari seratus juta penduduk diseluruh dunia menderita asma

dengan peningkatan prevalensi pada anak - anak. (GINA, 2006).

Berbagai faktor yang dapat menimbulkan serangan asma antara lain olah raga,

perubahan suhu, pajanan iritan asap rokok. Selain itu terdapat berbagai faktor lain

yang mempengaruhi prevalensi penyakit asma antara lain usia, jenis kelamin, ras,

sosio-ekonomi dan faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi

terjadinya serangan asma, derajat asma dan juga kematian akibat penyakit asma yang

menyerang saluran nafas (Raharjoe, Supriyatno dan Setyanto, 2008).

Apabila anak mengalami serangan asma secara terus menerus maka mereka

akan mengalami penurunan kualitas hidup. Hal ini disebabkan anak akan kehilangan

kesempatan kegiatan luar rumah, melakukan hobi, bahkan hubungan dengan teman,

dan keluarga serta akan mengalami pula gangguan pada pendidikan mereka. Serangan

asma yang terjadi pada anak anak tersebut, didiagnosis oleh para ahli sebagai asma

ekstrinsik yang dapat disebabkan faktor alergen yang berasal dari lingkungan. ( Ari, D

2005).
Asma dapat timbul pada berbagai usia dan dapat menyerang siapa saja

terutama pada anak anak, namun dari waktu ke waktu terlihat kecenderungan

terjadinya suatu peningkatan penderita ( Samsuridjal, D 2000).

Penyakit asma yang terbanyak penderita rawat jalan adalah infeksi saluran

pernafasan, influenza, dan faringitis. Sedangkan penyakit ISPA, pneumonia, asma,

bronkhitis, emfisema dan penyakit obstruksi paru lainnya merupakan penyakit yang

terbanyak penderita rawat inap ( Depkes, 2002).

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas mata rumusan masalah penelitian

mengenai Analisa hubungan kondisi rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian

serangan asma anak di kota Purbalingga.

Garis besar dari latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Serangan asma anak mampu menurunkan kualitas hidup penderitanya.

2. Terjadinya peningkatan kunjungan penderita asma anak.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Menganalisi hubungan antara kondisi rumah dan perilaku keluarga dengan

kejadian serangan asma.

2. Tujuan khusus

1. Menganalisis hubungan antara kelembaban udara pada kamar tidur anak

dengan serangan asma anak.


2. Menganalisis hubungan antara hubungan keberadaan debu dengan serangan

asma anak.

3. Menganalisis hubungan perilaku keluarga yang merokok dengan serangan

asma anak.

4. Menganalisis hubungan antara variabel bebas secara bersamaan dengan

serangan asma anak.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan diharapkan mampu memberikan manfaat pada:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian pustaka bagi peneliti

lain, terutama peneliti yang karena pertimbangan tertentu ingin melakukan

pertimbangan lanjut atau melakukan penelitian sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Institusi Pendidikan

Memberikan informasi bahwa adanya hubungan antara kondisi lingkungan

rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian serangan asma anak.

b. Penelitian Lain

Dapat meningkatkan kemampuan di bidang penelitian serta melatih

kemampuan analisis peneliti.

c. Bagi masyarakat

1. Memberikan informasi bahwa lingkungan dalam rumah dapat menjadi

salah satu faktor pencetus serangan asma anak.

2. Memberikan informasi antara hubungan kondisi lingkungan rumah dan

perilaku keluarga dengan serangan asma anak.


d. Bagi Peneliti

Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang penyakit asma pada

anak dan berbagai factor resiko yang menyertai terjadinya pnyakit asma

bronchial pada anak.

e. Bagi rumah sakit

Dapat memberi informasi, masukan, evaluasi, dan pertimbangan program

dalam penanggulangan kasus asma akut serta diharapkan memberi

gambaran tentang kejadian asma akut dan faktor kesehatan lingkungan

rumah yang mempengaruhinya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Asma

a. Pengertian

Secara umum pengertian asma adalah suatu keadaan dimana saluran

napas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan

tertentu, yang menyebabkan peradangan. Asma merupakan suatu penyakit

yang dicirikan oleh hipersensitivitas terhadap berbagai jenis rancangan. (

sylvia, 1995).

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi ( peradangan ) kronok

saluran napas yang menyebabkan hipereaktifitas bronkus terhadap

berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa

mengi, batuk, sesaknapas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan

siang hari ( KepMen RI No. 1023/MENKES/SK/XI/2008).

b. Patofisiologi dan Mekanisme terjadinya asma

Gejala asma, yaitu batuk, sesak dengan mengi merupakan akibat dari

obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas

bronkus (Depkes RI, 2009).


Faktor risiko faktor risiko

Inflamasi

Hipereaktivitas obstruksi

Bronkus bronkus

Faktor risiko Gejala

MEKANISME ASMA

(sumber: Depkes RI, 2009)

Hipereaktivitas merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas

bronkus dapat diukur secara tidak langsung.

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara

lain alergen, virus dan iritasi yang dapat menginduksi respon inflamasi

akut yang terdiri atas reaksi asma dini dan reaksi asma lambat. Setelah

reaksi awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi

reaksi inflamasi di bronkus dan sekitarnya.Penyempitan saluran napas

yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks.

c. Faktor penyebab asma

Sebagian besar penyempitan pada saluran napas disebabkan oleh

semacam reaksi alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap

allergen, yakni zat yang tidak berbahaya bagi kebanyakan orang yang
peka. Alergen menyebabkan otot saluran napas menjadi mengkerut dan

selaput lendir menjadi menebal. Asma dapat kambuh apabila penderita

mengalami stres, sehingga daya tahan tubuh cenderung menurun, daya

tahan tubuh yang menurun akan memperbesar kemungkinan tersebar

infeksi dan pada keadaan ini asma dapat kambuh (Baratawidjaja, 1990).

Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah

pernafasan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, dan tepung.

Pada penderita lainnya dengan asma yang serupa bentuk asma inilahyang

sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama (Sundaru, 2006).

d. Faktor pencetus asma

Ada beberapa pemicu terjadinya asma yang termasuk dalam faktor

predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma.

Faktor predisposisi

Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga

dekat juga menderita penyakit alergi. Penderita sangat mudah

terkena penyakit asma jika terpapar dengan faktor pencetus.

Faktor pencetus

a. Alergen

Alergen merupakan faktor pencetus asma yang sering dijumpai

pada penderita asma. Bahan alergen tersebut dapat berupa

alergen hirupan seperti debu rumah, bulu burung dan lain

lain. Meskipun kadang kadang makanan dan minuman dapat

pula menimbulkan serangan asma.


Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Inhalan yang masuk melalui saluran pernafasan.

Contohnya: debu, bakteri dan polusi.

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.

Contohnya: makanan dan obat obatan.

3. Kontaktan, yang masuk melaui kontak dengan kulit.

Contohnya: kosmetik, perhiasan dan jam tangan.

b. Infeksi

Infeksi saluran napas merupakan salah satu pencetus

yang paling sering menimbulkan asma. Diperkirakan 2/3

penderita asma pada anak serangan asmanya ditimbulkan oleh

infeksi ssluran napas.

Paling sering adalah infeksi virus pada saluran napas bagian

atas, seperti pilek, sakit tenggorokan. Faktor ini sangat penting

pada anak. Infeksi bakteri juga dapat menjadi pencetus

serangan asma terutama pada anak (Novem, 2002).

c. Makanan

Berbagai jenis makanan seperti udang susu, telur, ikan,

kepiting, kacang, coklat dan makanan yang berasal dari

gandum untuk orang orang tertentu dapat menjadi masalah

serangan asma, industri makanan kadang kadang juga dapat

menimbulkan serangan asma (Novem, 2002).

d. Binatang peliharaan

Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing,

hamster, kelinci dapat menjadi sumber dari alergen inhalan


yaitu bulunya terhirup melalui pernapasan. Sumber penyebab

asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu

binatang dibagian muka dan eksresi. Untuk menghindari

alergen asma dari binatang peliharaan, tindakan yang dapat

dilakukan adalah (Purnomo, 2008).

Buatkan rumah untuk binatang peliharaan di halaman

rumah, dan jangan biarkan binatang masuk kedalam

rumah karena tidak baik kalau sampai bulunya rontok

dan terhirup.

Mandikan anjing dan kucing setiap harinya.

e. Polusi udara

Pasien asma sangat peka terhadap udara yang berdebu,

asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung

hasil pembakaran, serta bau yang tajam yang dapat

menimbulkan saluran napas terhambat. Polusi udara

diimplikasikan sebagai salah satu faktor yang bertanggung

jawab atas peningkatan kejadian asma dalam beberapa tahun

terakhir ini.

e. Tanda dan gejala asma

Setiap individu tandanya hampir sama atau berbeda pada setiap serangan

asma. Tanda peringatan awal mungkin muncul hanya yang bersangkutan

(Sri Tjahyani, 2010). Misal :

a. Perubahan dalam pola pernafasan

b. Bersin bersin

c. Gatal pada tenggorokan


d. Merasa lelah

e. Susah tidur

Gejala yang sering muncul pada asma adalah:

a. Batuk kering ( tidak produktif ) karena sekret yang kental dan

menyempitnya saluran jalan napas.

b. Dispnea ditandai dengan pernapasan cuping hidung, retraksi dada

c. Pernapasan berbunyi ( wheezing / mengi / bengek ) terutama pada

saat mengeluarkan napas.

d. Biasanya disertai batuk dengan dahak yang kental.

e. Gelisah dan cemas.

f. Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam

dan dapat hilang secara spontan.

(Smeltzer, 2001).

f. Klasifikasi asma

Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3

tipe, yaitu:

a. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor

faktor yang spesifik, seperti debu, bulu binatang. Oleh karena

itu jika ada faktor faktor yang spesifik seperti yang

disebutkan diatas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

b. Instrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi nin alergik yang bereaksi

terhadap pencetus asma yang tidak spesifik atau tidak


diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga olehadanya

infeksi saluran pernapasan dan emosi. Beberapa pasien juga

akan mengalami asma gabungan.

c. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai

karakteristik dari bentuk alergik dan non alergik.

Berdasrkan tingkat keparahanya, asma dibedakan menjadi:

a. Asma akut

Asma yang apabila terjadinya bronkopasme sedemikian parah

sehingga pasien sulit untuk bernapas pada kondisi istirahat dan

pada tingkat sters tertentu pada jantung. Asma akut ditandai

dengan napas yang cepat (>30 kali/menit), dan meningkatnya

denyut nadi. Prinsip pengobatan asma akut adalah mengurangi

inflamasi, meningkatkan brokodilatasi serta menghindari faktor

faktor pemicu asma.

b. Asma kronis

Serangan asma yang jarangterjadi dapat ditangani dengan

mengobati setiap serangan bila setiap serangan tersebut

muncul. Pemberian obat yang lebih disukai adalah inhalasi,

sebab inhalasi memungkinkan obat langsung mencapai organ

sasaran dengan dosis yang lebih kecil, sehingga dapat

memungkinkan efek samping yang lebih sedikit.

Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan

a. Asma ringan

- Singkat (< 1 jam)


- Puncak aliran udara ekspirasi > 80% diduga akan tanpa

gejala.

b. Asma sedang

- Gejala asma kambuh >2kali/minggu

- Kekambuhan mempengaruhi aktivitasnya

- Kekambuhan mungkin berlangsung berhari hari

c. Asma berat

- Gejala terus menerus menggangu aktivitas sehari hari

- Puncak aliran ekspirasi dan kemampuan volume ekspirasi

kurang dari 60% dengan variasi luas.

2. Lingkungan Rumah

a. Rumah sehat

Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat

bergaul dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat

berlindung dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga merupakan

status lambang sosial (Azwar, 1996 dalam Keman, 2005).

Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan

determinan kesehatan masyarakat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari

ketersediaan prasarana dan sarana yang terkait, seperti penyediaan air

bersih, sanitasi pembuangan sampah, dan tersedianya pelayanan sosial

(Krieger, 2002 dalam Keman, 2005).

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai

lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan

prasaranalingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan, misalnya


penyediaan air minum, pembuangan sampah, listrik yang memungkinkan

lingkungan pemukiman berfungsi sebagai mestinya.

Perumahan sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor

yang dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Konsep tersebut

melibatkan pendekatan sosiologis dan teknis pengolahan faktor risiko dan

berorientasi pada lokasi, kualifikasi, penggunaan dan pemeliharaan rumah

dan lingkungan disekitarnya, serta pembangunan kotoran manusia maupun

limbah lainnya (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001

dalam Keman, 2005).

b. Persyaratan Kesehatan Rumah

Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah kondisi

fisik, kimia, dan biologik di dalam rumah, di lingkungan rumah dan

perumahan, sehingga memungkinkan penghuni mendapatkan derajat

kesehatan yang optimal. Persyaratan kesehatan perumahan yang

meliputi persyaratan lingkungan perumahan dan pemukiman serta

persyaratan rumah itu sendiri, sangat diperlukan karena pembangunan

perumahan berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan derajat

kesehatan individu, keluarga dan masyarakat (Sanropie, 1992).

Rumah disamping merupakan lingkungan fisik manusia sebagai

tempat tinggal, juga dapat merupakan tempat yang menyebabkan

penyakit. Hal ini akan terjadi bila kriteria rumah sehat belum

terpenuhi. Oleh karena itu, kondisi lingkungan pemukiman harus

mampu mendukung tingkat kesehatan penghuninya (Yuwono, 2008).


3. Faktor lain yang mempengaruhi

1. Jenis dinding

Dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu, atau kayu masih

dapat ditembus udara, secara penghawaan akan bagus atau terjaga

tetapi dapat meningkatkan kelembaban ruang dan tidak menjamin dari

segi kebersihan. Debu yang terbawa menjadi media yang baik untuk

mikroorganisme menempel dan berkembang, sehingga berpotensi

menimbulkan gangguan pada sistem pernapasan.

Dinding rumah harus dengan konstruksi yang kuat, dapat menahan

angin, cuaca panas dan dingin, kedap air serta mudah dibersihkan.

Pembangunan yang tidak memenuhi syarat dapat meningkatkan polusi

dalam ruangan (Muhendir, 2002 dalam Sinaga, 2011).

2. Jenis lantai

Lantai tanah atau semen yang sudah rusak dapat menimbulkan debu

dan terjadinya kelembaban karena uap air dapat keluar melalui tanah atau

semen yang rusak (Kusnoputranto, 2000 dalam Sinaga, 2011).

Rumah dengan kondisi lantai yang tidak permanen mempunyai

kontribusi yang besar terhadap penyakit pernapasan, karena debu yang

dihasilkan dari lantai tanah terhirup dan menempel pada saluran

pernapasan. Akumulasi debu tersebut akan menyebabkan elastisitas paru

akan menurun dan menyebabkan kesukaran bernapas (Nurjazuli, 2009

dalam Sinaga, 2011).

3. Jenis atap

Salah satu fungsi atap rumah yaitu melindungi masuknya debu

dalam rumah. Atap sebaiknya diberi plafon atau langit-langit, agar debu
tidak langsung masuk ke dalam rumah (Oktaviani, 2009 dalam Sinaga,

2011). Menurut Sanropie (1991) dalam Sinaga, 2011 atap dapat digunakan

untuk menahan aliran udara ke atas, sehingga pertukaran udara di

dalam menjadi berbeda (penggunaan bahan atau jenis yang berbeda

akan mempengaruhi suhu udara yang dengan sendirinya akan ikut

mempengaruhi kualitas udara).

4. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Yang pertama adalah

untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar.

Tidak cukupnya ventilasi juga akan menyebabkan kelembaban udara di

dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari

kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik

untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit).

Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari

bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena terjadi aliran udara yang

terus menerus. Fungsi lain adalah untuk menjaga agar ruangan rumah

selalu tetap di dalam kelembaban yang optimum (Notoatmodjo, 2007).

Ventilasi digunakan untuk pergantian udara. Udara perlu diganti

agar mendapat kesegaran badan. Selain itu agar kuman-kuman penyakit

dalam udara, seperti bakteri dan virus, dapat keluar dari ruangan,

sehingga tidak menjadi penyakit. Orang-orang yang batuk dan bersin-

bersin mengeluarkan udara yang penuh dengan kuman-kuman

penyakit, yang dapat menginfeksi udara di sekelilingnya. Penyakit-

penyakit menular yang penularannya dengan perantara udara, antara

lain TBC, bronchitis, pneumonia, dan lain-lain. Udara segar diperlukan


untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan.

Umumnya temperatur kamar 22C 30C sudah cukup segar. Guna

memperoleh kenyamanan udara seperti dimaksud di atas diperlukan

adanya ventilasi yang baik.

5. Kelembaban

Kelembaban mengacu pada jumlah partikel air (dengan kata lain, uap air)

yang ada di udara. Udara memiliki kapasitas tertentu untuk menahan

partikel-partikel air yang sering bervariasi dengan suhu sekitarnya.

Saat cuaca berawan, musim panas atau hujan, akan ada kelembaban

yang tinggi di udara. Anda juga mungkin merasa berkeringat dan lebih

panas daripada biasanya, sebagai uap air di udara telah mencapai tingkat

kejenuhan. Demikian pula, ketika suhu turun selama musim dingin, udara

menjadi kering. Tingkat kelembaban rendah juga dapat terjadi di

tempat-tempat yang sangat panas dimana tidak ada hujan selama

berbulan-bulan.

6. Asap rokok

Di udara asap rokok berpotensi untuk di absorbsi oleh permukaan

benda-benda yang terdapat di dalam ruang. Faktor-faktor ukuran ruang,

luas permukaan ruang, jenis permukaan ruang, ventilasi, kelembaban,

suhu dan adanya partikulat lain seperti gas atmosfer mempengaruhi

komposisi asap rokok yang berada dalam ruang. Purnama (1999)

membuktikan bahwa kebiasaan orang tua merokok dalam rumah

merupakan faktor yang terkait dengan terjadinya penyakit pernapasan pada

anak dan tingginya kadar partikulat dalam rumah (Calvin, 2004).


Anak-anak secara bermakna terpapar asap rokok. Sisi aliran

asap yang terbakar lebih panas dan lebih toksik dari pada asap

yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi mukosa jalan

nafas. Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya

gejala penyakit saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan

naiknya risiko asma dan serangan asma.

7. Obat anti nyamuk

Pemakaian obat anti nyamuk : ada dua jenis obat nyamuk yang dipakai di

masyarakat, yaitu obat nyamuk semprot dan obat nyamuk bakar/asap.

Disamping fungsinya untuk mengusir bahkan membunuh nyamuk,

ternyata obat nyamuk juga dapat menjadi sumber pencemaran udara

dalam rumah, bahwa obat anti nyamuk bakar dapat menimbulknagejala

gangguan pernapasan sedangkan asap dari anti nyamuk sebagaisumber

partikulat (Calvin, 2004).

4. Karakteristik individu

1. Jenis Kelamin dan Umur

Pada anak-anak perbandingan antara penderita laki-laki dengan

perempuan adalah 1,5 : 1 (Novem, 2002). Peningkatan resiko pada

anak laki-laki sepertinya tidak berhubungan dengan jenis kelamin.

Melainkan berhubungan dengan penyempitan saluran napas dan

peningkatan airways tone pada anak laki-laki yang menjadi faktor

predisposisi untuk meningkatkan terbatasnya aliran napas sebagai

respons dari berbagai rangsangan (Wahyudi, 2002).


Asma dapat menyerang semua manusia baik laki-laki maupun

perempuan pada semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5

tahun karena daya tahan tubuh balita lebih rendah dari orang dewasa

sehingga mudah terserang penyakit. Umur diduga terkait dengan sistem

kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan

tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai

penyakit infeksi.

2. Genetika dan lingkungan

Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah

tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma. Tampaknya

faktor genetika merupakan faktor predisposisi dari asma dan faktor

lingkungan bertanggung jawab sebagai pengaktivasinya (Wahyudi,

2002).
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

1. Kerangka Teori

Asma adalah penyakit sistem pernapasan dimana saluran pernapasan

hiperreaktif dan hiperresponsi. Terlalu aktif karena meningkatnya sensitivitas

saluran napas yang meradang ketika terkena beberapa zat yang mengganggu

seperti polusi udara, udara dingin, asap rokok, bulu hewan, serbuk sari bunga.

Hiperresponsif artinya saluran pernapasan akan bereaksi berlebihan terhadap

beberapa pemicu iritasi dengan akibat penyempitan saluran pernapasan dan lendir

berlebihan dan lengket yang diproduksi oleh kelenjar pernapasan. Proses

terjadinya suatu penyakit disebabkan karena adanya ketidakseimbangan dalam

interaksi komponen pejamu, agent, dan lingkungan.

Berbagai teori serta hasil penelitian terdahulu membuktikan bahwa faktor-

faktor risiko kejadian serangan Asma dapat terjadi akibat adanya interaksi dari

berbagai faktor, diantarnya faktor lingkungan terdiri dari faktor lingkungan fisik

rumah, faktor kegiatan rumah tangga. Faktor lingkungan fisik rumah meliputi

bentuk dan kontraksi rumah, jenis dinding, jenis lantai, ventilasi, letak dapur,

pencahayaan, suhu dan kelembaban. Sedangkan kegiatan di dalam rumah meliputi

adanya asap dapur, asap rokok, asap pembakaran obat nyamuk. Untuk lebih

memperjelas hubungan variabel dengan kejadian penyakit

Asma, maka dibuatlah kerangka teori


2. Kerangka konsep

Fisik Rumah :

- Jenis Lantai

- Jenis Dinding

- Jenis Atap

- Ventilasi

- Kelembaba

Sumber Polutan di Dalam

Rumah :
Serangan asma
- Penggunaan obat nyamuk

bakar

Zat Iritan :

Asap rokok

Karakteristik

Individu

- Jenis Kelamin

- Umur

- Riwayat Genetik

Kerangka konsep
3. Hipotesis penelitian

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan tentang

hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2004:86) : Hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan yang bermakna antara Kondisi Fisik rumah (Jenis lantai, Jenis

dinding, Jenis atap, Ventilasi, Kelembaban) dengan serangan asma.

2. Ada hubungan yang bermakna antara Sumber polutan dalam rumah (Jenis

Penggunaan obat nyamuk bakar) dengan serangan asma.

3. Ada hubungan yang bermakna antara Zat iritan dalam rumah (Asap rokok) dengan

serangan asma.

4. Ada hubungan yang bermakna antara Karakteristik individu (Jenis kelamin,

Umur, Riwayat genetik) dengan serangan asma.


4. Desain penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian dengan pendekatan

Cross sectional dengan metode survei analitik. Pada rancangan penelitian ini, data

yang menyangkut variabel bebas kondisi lingkungan rumah dan perilaku keluarga

serta variabel terikat terjadinya serangan asma anak umur 1 12 tahun selama 1

bulan terakhir. Pada rancangan penelitian ini melakukan pengukuran faktor

pencetus kondisi lingkungan rumah dan perilaku keluarga dengan cara kuesioner,

sedangkan pengukuran serangan asma anak dapat diperoleh dengan kuesioner.

Pengukuran faktor pencetus dan serangan asma anak

Selama 1 bulan terakhir ada serangan asma anak

Faktor pencetus (+)


Selama 1 bulan terakhir tidak ada serangan asma anak

Selama 1 bulan terakhir ada serangan asma anak


Faktor pencetus (-)

Selama 1 bulan terakhir tidak ada serangan asma anak

Desain rancangan penelitian Cross sectional


E. Populasi dan Sampel penelitian

1. Populasi

Populasi target dalam penelitian ini adalah penderita asma anak yangberusia 1

12 tahun. Dalam penelitian ini, anak berusia 1 12 tahun merupakan unit

analisis. Sebagai responden adalah orang tua dari anak tersebut, hal ini dilakukan

dengan pertimbangan orang tua sebagai orang terdekat anak tersebut dan lebih

memahami kondisi lingkungan rumah dan perilaku penghuni rumah.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari jumlah populasi

sasaran yang telah ditetapkan. Populasi sasaran anak usia 1 12 tahun

yang menderita asma sebanyak 104 orang. Besar sampel menurut Stanley

Lemeshow (1997) diperoleh menurut rumus sebagai berikut:

Z..
n= n=
d 1+

Dengan keterangan, Nilai n (sampel) dipengaruhi oleh d (tingkat presisi

yang sebesar 0,1), Z (tingkat kepercayaan yang sebesar 95%), padalah

proporsi perkiraan tidak terjadinya serangan asma anak sebesar 50% dan q

adalah proporsi perkiraan terjadinya serangan asma anak sering sebesar

50% juga. Besar nilai n adalah 96. Pada penelitian ini, untuk menentukan ukuran

sampel minimal (nf) dipengaruhi dari nilai n (sampel) dan N (banyaknya populasi

studi sebesar 104 orang). Pada perhitungannya diperoleh 50 responden.

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik

Purposive Sampling. Pada teknik ini pengambilan sampel berdasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, pertimbangan yang


dilakukan berdasarkan pada ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya. Pengambilan sampel harus memenuhi kriteria inklusi yaitu

1. Penderita asma anak berusia 1 12 tahun

2. Minimal telah menghuni rumah tersebut selama 1 tahun.

3. Aktivitas anak di dalam rumah tersebut minimal 12 jam.

4. Responden bertempat tinggal di area kota

5. Responden memiliki identitas alamat yang jelas.

Sedangkan kriteria eksklusi bagi responden dalam penelitian ini adalah pada

saat kunjungan orang tua dari rersponden tidak di rumah.


F. Variabel dan Devinisi Operasional

Definisi Definisi Pengukuran Kriteria Skala

Operasional Operasional

Variabel Parameter

Variabel bebas Kelembaban Kelembaban Kelembaban nominal

Kondisi udara kamar anak udara <55%

lingkungan Kandungan uap dinyatakan baik (kode 0)

rumah air dalam udara apabila kurang Kelembaban

Keadaan rumah di kamar tidur dari 55%. udara 55%

yang dihuni anak. Pengukuran (kode 1

minimal selama dilakukan pada

1 tahun. jam 09.00

15.00, dengan

menggunakan

higrometer

Luas ventilasi Ventilasi atau Memenuhi nominal

atau jendela jendela memenuhi syarat (kode 0)

Besarnya bagian syarat apabila luas Tidak

Konstruksi ventilasi sebesar memenuhi

bangunan 10% dari luas syarat (kode 1)

rumah yang lantai.

berfungsi sebagai

tempat pertukaran

udara.

Keberadaan Dinyatakan ada Tidak ada Nominal

debu Adanya debu apabila pada (kode 0)


partikel kecil kaca sampling Ada (kode 1)

pengganggu yang terdapat debu.

masuk di dalam Pada uji kualitatif

kamar penderita ini, kaca sampling

asma diletakkan pada

anak beberapa titik

Keberadaan (minimal 3 titik).

debu tersebut Apabila salah satu

dideteksi secara dari kaca

kualitatif. sampling tersebut

terdapat debu,

maka dinyatakan

ada debu dalam

kamar anak.

Anggota Apabila terdapat Bebas rokok Nominal

Keluarga yang anggota keluarga (kode 0)

Merokok Adanya yang merokok, Ada yang

salah satu anggota dikategorikan merokok (kode

keluarga yang dalam kode 1 1)

memiliki yaitu ada yang

kebiasaan merokok

menghisap (Kuesioner)

rokok.

Variabel Serangan Dinyatakan Tidak terjadi nominal

terikat asma anak serangan asma serangan asma

Serangan Adanya anak apabila anak anak (kode 0)

asma anak riwayat yang mengalami Terjadi


menunjukkan serangan asma serangan asma

terjadinya dalam kurun anak (kode 1)

gangguan saluran waktu 1 bulan

pernafasan terakhir.

meliputi (Kuesioner)

(batuk, mengi,

dan sesak

nafas) dalam 1

bulan terakhir.

Anda mungkin juga menyukai