Anda di halaman 1dari 14

PEMERINTAH KABUPATEN KEPAHIANG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEPAHIANG


Jl.Lintas Kepahiang Bengkulu Ds.Tebat Monok Kepahiang 39172

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEPAHIANG


NOMOR : 801/ /RS 1.2

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI DI RSUD KEPAHIANG

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEPAHIANG,

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit


Umum Daerah Kepahiang yang berorientasi kepada keselamatan pasien,
diperlukan suatu kebijakan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
pelayanan kefarmasian ;
b. bahwa untuk memenuhi kepentingan sebagaimana dimaksud pada
huruf a di atas, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur RSUD
Kepahiang ;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
RI Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5063 );
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara RI Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
5072);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/III/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741);
7. Keputusan Bupati Kepahiang Nomor 202 Tahun 2012 tentang Penetapan
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepahiang sebagai Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan
Layanan Umum Daerah secara penuh ;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
PERTAMA : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kepahiang tentang
Kebijakan Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kepahiang ;

KEDUA : Kebijakan ini mengatur bagaimana pelayanan farmasi dilaksanakan sesuai


dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

KETIGA : Khusus sediaan nutrisi dan radioaktif tidak dibuat prosedur/pedoman


dikarenakan tidak ada sediaannya di RSUD Kepahiang:

KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan bahwa
apabila terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan diperbaiki sebagaimana
mestinya ;

DITETAPKAN DI : KEPAHIANG
PADA TANGGAL :
Plt.DIREKTUR RSUD KEPAHIANG

dr.FEBI NUR SANDA


NIP.198102222009042002
Lampiran: Keputusan Direktur RSUD Kepahiang
Nomor :
Tanggal :

KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEPAHIANG

I. Pendahuluan
Perbekalan farmasi yang dikelola rumah sakit meliputi obat, reagensia dan bahan medis
habis pakai. Pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan merupakan salah satu
segi manajemen rumah sakit yang penting karena peran perbekalan farmasi dalam pelayanan
kesehatan cukup besar baik dari sisi medik maupun ekonomi. Inefisiensi dalam pengelolaan
perbekalan farmasi akan berdampak negatif terhadap kinerja rumah sakit baik secara medik,
ekonomi dan sosial. Mutu pelayanan farmasi sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat
terhadap pelayanan rumah sakit.Oleh karena itu perbekalan farmasi harus dikelola dengan baik
agar selalu tersedia setiap saat diperlukan dan dengan mutu yang terjamin.Selain itu,
penggunaanperbekalanfarmasiyangtidak rasional merupakan masalah besar di semua tingkat
pelayanan kesehatan.Di rumah sakit masalah ini harus mendapat perhatian serius karena
dampaknya tidak hanya terhadap morbiditas dan mortalitas pasien saja tetapi juga terhadap biaya
dan mutu pelayanan kesehatan.
Pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi bersifat multidisipliner yang meliputi
serangkaian kegiatan, yaitu: pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, peresepan,
penyiapan/peracikan, pemberian, dan pemantauan. Rangkaian kegiatan tersebut harus
diselenggarakan secara efektif dan efisien dengan berorientasi pada keselamatan
pasien.Mengingat kompleksnya kegiatan-kegiatan tersebut, maka diperlukan kebijakan dan
peraturan perbekalan farmasi di rumah sakit yang disepakati dan diterapkan sehingga mutu
pelayanan rumah sakit dapat memberikan keselamatan dan kepuasan bagi pasien.

II. Organisasi dan Tata laksana


Organisasi:
Direktur RSUD Kepahiangadalah penanggungjawab atas peraturan dan kebijakan yang
diberlakukan di rumah sakit, termasuk kebijakan tentang pengelolaan dan penggunaan
perbekalan farmasi.
Kepala Bidang Pelayanan adalah pengendali program pengelolaan perbekalan farmasi di RSUD
Kepahiang.
Komite Farmasi dan Terapi adalah Komite yang memberikan rekomendasi kepada pimpinan
Rumah Sakit mengenai rumusan kebijakan dan prosedur untuk evaluasi, pemilihan dan
penggunaan obat di Rumah Sakit.

Kepala Seksi Penunjang Medik adalah Pengendali program pengelolaan perbekalan farmasi
yang bertugas melakukan pengkajian terhadap perencanaan yang diusulkan Instalasi Farmasi.
Instalasi Farmasi adalah unit kerja fungsional sebagai Pusat Pendapatan yang berada di bawah
bidang pelayanan dan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi
kebutuhan semua pelayanan kesehatan di RSUD Kepahiang yang optimal meliputi: perencanaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan produksi sediaan farmasi.
Apotek atau Gudang Farmasi adalah bagian dari Instalasi Farmasi yang memberikan pelayanan
farmasi di unit pelayanan.
Pengelolaan obat dan perbekalan farmasi lainnya di RSUD Kepahiang diselenggarakan dengan
sistem satu pintu sesuai Undang Undang No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, pasal 15 ayat 3.

Perbekalan farmasi dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:


- Perbekalan farmasi dasaradalah perbekalan farmasi yang merupakan kebutuhan dasar dalam
perawatan/tindakan/diagnostik di ruangan atau perbekalan farmasi untuk pemakaian bersama
(sharing) oleh pasien.
- Perbekalan farmasi emergensiadalah perbekalan farmasi yang diperlukan segera untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
- Perbekalan farmasi pelengkapadalah perbekalan farmasi kebutuhan individu pasien selain
perbekalan farmasi dasar dan perbekalan farmasi emergensi.

Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan peraturan perbekalan farmasi RSUD Kepahiang


dilakukan secara terbuka dan akuntabel.

III. Komite Farmasi dan Terapi


1. Keanggotaan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) adalah berdasarkan pengusulan dari
Kepala Bidangdan disahkan oleh Direktur. Keanggotaannya diperbaharui maksimalsetiap
5 tahun sekali.
2. Anggota KFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun.
3. Ketua, sekretaris dan 2 (dua) anggota KFT ditetapkan sebagai pengurus harian.
4. KFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan penyusunan formularium.
5. KFT mengajukan anggaran setiap tahun guna mendukung program kerjanya.
6. Tugas KFT mencakup:
- Sebagai penasehat bagi pimpinan RSUD Kepahiang dan tenaga kesehatan dalam semua
masalah yang ada kaitannya dengan perbekalan farmasi.
- Menyusun kebijakan penggunaanperbekalan farmasi di RSUD Kepahiang.
- Menyusun formularium obat, dan daftar alat kesehatan, dan reagensia; dan
memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan reagensia
didasarkan pada kemanjuran, keamanan, kualitas dan harga. KFT harus mampu
meminimalkan jenis obat yang nama generiknya sama atau jenis obat yang
indikasinya sama.
- Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang menjamin
berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman dan hemat biaya.
- Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran informasi
tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan dan penggunaan obat
kepada staf medis RSUD Kepahiang.
- Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan dan penggunaan
perbekalan farmasi.
- Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi di
RSUD Kepahiang.
- Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilizationreview) dan
mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis.
7. Dalam mengemban tugas tersebut di atas, KFT perlu mengadakan rapat rutin
sekurangkurangnya3 bulan sekali guna membicarakan implementasi dari kebijakan
danperaturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan, dan penggunaan
perbekalanfarmasi.
8. Keputusan rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan
musyawarah.Bila musyawarah tidak berhasil, maka dapat dilakukan pemungutan suara.
9. Setiap anggota KFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentinganpribadi
atau kelompok, dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien.

IV. Pemilihan
1. Pemilihan terhadap perbekalan farmasi yang akan digunakan di RSUD Kepahiang harus
dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan asas cost-effectiveness.
2. Komite Farmasi dan Terapi harus memilih produk obat yang menunjukkan keunggulan
dibandingkan produk lain yang sejenis dari aspek khasiat, keamanan, ketersediaannya di
pasaran, harga dan biaya pengobatan yang paling murah.
3. Penyediaan jenis perbekalan farmasi harus dibatasi untuk mengefisienkan pengelolaannya
dan menjaga kualitas pelayanan.
4. Daftar obat yang telah disetujui dan ditetapkan oleh pimpinan RSUD Kepahiang untuk
digunakan dalam pelayanan kesehatan di RSUD Kepahiang tertuang dalam buku
Formularium RSUD Kepahiang.
5. Proses penyusunan dan revisi formularium (sistem formularium) harus dirancang agar
dihasilkan formularium yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan
yang rasional. Revisi formularium dilakukan setiap tahun.
6. Kebijakan dan prosedur sistem formularium harus dimasukkan sebagai salah satu
peraturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua staf medik.
7. Staf medik fungsional mengajukan usulan obat formularium ke Komite Farmasi dan
Terapi. Oleh karena itu setiap penggantian obat atau rejimen terapi di dalam pedoman
pelayanan medik harus diberitahukan kepada Komite Farmasi dan Terapi.
8. Setiap obat baru yang diusulkan untuk masuk dalam formularium harus dilengkapi
dengan informasi tentang kelas terapi, indikasi terapi, bentuk sediaan dan kekuatan,
bioavailabilitas dan farmakokinetik, kisaran dosis, efek samping dan efek toksik,
perhatian khusus, kelebihan obat baru ini dibandingkan dengan obat lama yang sudah
tercantum di dalam formularium, uji klinik, atau kajian epidemiologi yang mendukung
keunggulannya, perbandingan harga dan biaya pengobatan dengan obat atau cara
pengobatan terdahulu.
9. Obat yang terpilih masuk dalam formularium adalah obat yang memperlihatkan tingkatan
bukti ilmiah yang tertinggi untuk indikasi dan keamanannya. Bila dari segolongan obat
yang sama indikasinya memperlihatkan tingkatan bukti ilmiah khasiat dan keamanan
yang sama tinggi, maka pertimbangan selanjutnya adalah dalam hal ketersediaannya di
pasaran, harga dan biaya pengobatan yang paling murah.
10. Suatu obat harus dihapuskan dari formularium jika obat tersebut sudah tidak beredar lagi
di pasaran, tidak ada lagi yang meresepkan, atau sudah ada obat lain yang lebih cost-
effective.
11. Pada kasus dimana diperlukan suatu obat yang tidak tercantum dalam formularium, maka
dokter dapat mengajukan permintaan khusus dengan mengisi Formulir Permintaan
Khusus Obat Non Formularium yang ditujukan kepada KFT. Selanjutnya KFT akan
memutuskan apakah penyediaan obat tersebut dapat disetujui atau tidak. Jika dapat
disetujui, maka Instalasi Farmasi akan melanjutkan proses pengadaannya.
12. Pada keadaan dimana obat yang diperlukan tidak tersedia, maka Instalasi Farmasi akan
menyampaikan pemberitahuan kepada dokter penulis resep dan menyarankan obat
pengganti jika ada.
13. Sosialisasi formularium dilakukan oleh KFT melalui presentasi di hadapan staf medis.
14. Buku Formularium yang sedang berlaku wajib tersedia di setiap lokasi pelayanan: di
ruang rawat, gawat darurat, ruang dokter dan Apotek / Gudang farmasi. Setiap dokter
harus memiliki buku formularium yang menjadi acuan selama melakukan praktik di
RSUD Kepahiang.
15. Pengawasan kepatuhan pemakaian obat sesuai formularium dilakukan secara berjenjang
dimulai dari Unit pelayanan, secara berkala dan berdasarkan data penggunaan obat dari
Instalasi Farmasi.
16. Penyimpangan terhadap penggunaan obat tidak sesuai dengan formularium diberikan
sanksi sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Internal Staf Medis (PISM) RSUD
Kepahiang.
17. Penghargaan terhadap penggunaan obat sesuai dengan formularium RSUD
Kepahiangakan diberikan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

V. Perencanaan dan Pengadaan


1. Perencanaan mengacu kepada formularium serta daftar alat kesehatan dan reagensia
yangtelah disepakati oleh pengguna dan ditetapkan oleh Direktur RSUD Kepahiang.
2. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia dilakukan berdasarkan perencanaan
yangdiajukan oleh pengguna.
3. Pembelian obat yang tidak tercantum dalam formularium serta alat kesehatan dan
reagensia yang tidak tercantum dalam daftar alat kesehatan dan reagensia hanya dapat
dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari KFT dan disetujui oleh direktur.
4. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia untuk seluruh kebutuhan RSUD Kepahiang
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku di RSUD Kepahiang.

VI. Penyimpanan
1. Area penyimpanan perbekalan farmasi tidak boleh dimasuki oleh petugas selain petugas
farmasi.
2. Penyimpanan obat, alat kesehatan dan reagensiaharus dilakukan sesuai persyaratan dan
standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan keamanannya serta memudahkan
dalam pencariannya untuk mempercepat pelayanan.
3. Khusus bahan berbahaya seperti bersifat mudah menyala atau terbakar, eksplosif,
radioaktif, oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik, teratogenik, mutagenik,
iritasi dan berbahaya lainnya harus disimpan terpisah dan disertai tanda bahan berbahaya.
4. Obat narkotika disimpan dalam lemari terpisah denganpintu berkunci. Untuk
penyimpanan narkotika di gudang danApotek, pintu berkunci ganda.
5. Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang mencantumkan: kandungan, tanggal
kadaluarsa dan peringatan penting.
6. Obat High Alert (Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi) harus disimpan di tempat
terpisah.
7. Perbekalan farmasi yang tidak digunakan, rusak dan kadaluarsa harus dikembalikan ke
Instalasi Farmasi.
8. Obat yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah atau pabrik pembuatnya harus segera
dikembalikan ke Instalasi Farmasi.
9. Obat yang sudah kadaluarsa, rusak atau terkontaminasi harus disimpan terpisah sambil
menunggu pemusnahan.

VII. Peresepan
1. Yang berhak menulis resep adalah staf medis fungsional RSUD Kepahiang.
2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomer SIP (Surat Izin
Praktik)
3. Penulis resep harus melakukan penyelarasan obat (medication reconciliation) sebelum
menulis resep. Penyelarasan obat adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang
digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi atau
terhentinya terapi suatu obat.
4. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi obat,
dan reaksi alergi.
5. Terapi obat dituliskan dalam rekam medik hanya ketika obat pertama kali diresepkan,
rejimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada rekam medik
dituliskan “terapi lanjutkan” dan pada kardeks (catatan pemberian obat) tetap
dicantumkan nama obat dan rejimennya.
6. Resep ditulis secara manual pada blanko lembar resepdengan kop RSUD Kepahiang yang
telah dibubuhi stempel Unit Pelayanan tempat pasien dirawat/berobat, atau secara
elektronik dalam sistem informasi farmasi.
7. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang lazim
sehingga tidak disalahartikan.
8. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RSUD Kepahiang.
9. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam Daftar Alat
Kesehatan RSUD Kepahiang.
10. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani: resep umum dan resep bpjs.
11. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut:
- Nama pasien
- Tanggal lahir atau umur pasien (jika tidak dapat mengingat tanggal lahir)
- Berat badan pasien (untuk pasien anak)
- Nama dokter
- Tanggal penulisan resep
- Nama ruang pelayanan
- Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom riwayat alergi
obat pada bagian kanan atas lembar resep manual atau secara elektronik dalam sistem
informasi farmasi
- Tanda R/ pada setiap sediaan
- Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generik. Untuk obat kombinasi ditulis
sesuai nama dalam Formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh:
injeksi, tablet, kapsul, salep), serta kekuatannya (contoh: 500 mg, 1 gram)
- Jumlah sediaan
- Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/ bahan obat dan jumlah bahan
obat (untuk bahan padat : mikrogram, miligram, gram) dan untuk cairan: tetes,
milliliter, liter.
- Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan
dalam bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif.
- Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau
prn atau “pro re nata”, harus dituliskan dosis maksimal dalam sehari.
12. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat
penggunaan obat.
13. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh apoteker/asisten
apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru.
14. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan, tidakakan
dilayani oleh farmasi.
15. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka
perawat/apoteker/asisten Apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan tersebut
harus menghubungi dokter penulis resep.
16. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat high alert
tidak dibolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak dibolehkan saat
dokter berada di ruang rawat.
17. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik.
18. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus
dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru.

VIII. Penyiapan
1. Yang dimaksud dengan penyiapan obat adalah proses mulai dari resep/instruksi
pengobatan diterima oleh apoteker/asisten apoteker sampai dengan obat diterima oleh
perawat di ruang rawat untuk diberikan kepada pasien rawat inap, atau sampai dengan
obat diterima oleh pasien/ keluarga pasien rawat jalan dengan jaminan bahwa obatyang
diberikan tepat dan bermutu baik. Yang termasuk juga dalam penyiapan obat adalah
pencampuran obat suntik tertentu, penyiapan obat sitostatika dan nutrisi parenteral.
2. Sebelum obat disiapkan, apoteker/asisten apoteker harus melakukan kajian (review)
terhadap resep/instruksi pengobatan yang meliputi:
a. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
b. Duplikasi terapeutik
c. Alergi
d. Interaksi obat
e. Kontraindikasi
f. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang berlaku, dan menghubungi
dokter penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau ketidaksesuaian. Kajian
tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi, di ruang operasi dan tindakan
intervensi diagnostik.
3. Apoteker/asisten apoteker diberi akses ke data pasien yang diperlukan untuk melakukan
kajian resep.
4. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi diberlakukan substitusi generik,
artinya farmasi diperbolehkan memberikan salah satu dari sediaan yang zat aktifnya
sama dan tersedia di RSUD Kepahiang dengan terlebih dahulu memberitahu dokter.
5. Substitusi terapeutik adalah penggantian obat yang sama kelas terapinya tetapi berbeda
zat kimianya, dalam dosis yang ekuivalen, dapat dilakukan oleh petugas farmasi dengan
terlebih dahulu minta persetujuan dokter penulis resep/konsulen. Persetujuan dokter atas
substitusi terapeutik dapat dilakukan secara lisan/melalui telepon.
6. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman sesuai aturan dan standar
praktik kefarmasian.
7. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas lain selain petugas farmasi.
8. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inapdan untuk pasien rawat jalan
diberlakukan sistem resep individual.Sistem resep individual adalah penyiapan obat yang
dikemas sesuai permintaan jumlah yang tercantum di resep.
9. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label.

IX. Pemberian
1. Yang berhak memberikan obat kepada pasien di unit rawat inap adalah dokter atau
perawat yang sudah memilikidan mempunyai surat izin praktik di RSUD Kepahiang.
2. Dokter peserta didik atau perawat peserta didik dapatmemberikan obat di bawah supervisi
instruktur klinik, kecuali obat-obat khusus dan high alert.
3. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi oleh perawat/dokter mengenai
kesesuaiannya dengan resep/instruksi pengobatan meliputi: nama obat, waktu dan
frekuensi pemberian, dosis, rute pemberian dan identitas pasien.
4. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus dipastikan mutunya baik dengan
diperiksa secara visual.
5. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontraindikasi dengan obat yang akan
diberikan.
6. Obat yang tergolong obat High Alert harus diperiksa kembali oleh perawat kedua
sebelum diberikan kepada pasien.
7. Pemberian obat harus dicatat di Lembar Pemberian Obat.
8. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus mendapatkan edukasi terlebih dahulu
dan dipantau oleh perawat.
9. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan perbekalan farmasi, termasuk kehilangan, maka
konsekuensi finansial menjadi tanggung jawab pihak yang bersalah.

X. Pemantauan
1. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak diharapkan dari obat harus dilakukan jika ada
laporan.
2. Komite Farmasi dan Terapibertugas memantau efek samping obat.
3. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang masuk
Formularium RSUD Kepahiang dan obat yang terbukti dalam literatur menimbulkan efek
samping serius.
4. Pemantauan efek samping obat perlu didokumentasikan dalam Formulir Pelaporan Efek
Samping Obat dan dicatat dalam rekam medik.
5. Efek samping yang harus dilaporkan ke Komite Farmasi Terapi adalah yang berat, fatal,
meninggalkan gejala sisa.
6. Pemantauan dan Pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Komite Farmasi dan
Terapi RSUD Kepahiang.
7. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter, perawat,
apoteker di ruang rawat / Poliklinik.
8. Komite Farmasi dan Terapi RSUD Kepahiang melaporkan hasil evaluasi pemantauan
ESO kepada Direkturdan menyebarluaskannya ke seluruhInstalasi/Unit Pelayanan di
RSUD Kepahiang sebagai umpan balik/ edukasi.

XI. Kesalahan Obat


1. Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep,
penyiapan/peracikan atau pemberian obat baik yang menimbulkan efek merugikan
ataupun tidak.
2. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang
menemukan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau atasan langsungnya.
3. Kesalahan obat harus dilaporkan maksimal 2x24 jam setelah ditemukannya insiden.
4. Tipe kesalahan yang dilaporkan :
a. Kejadian Nyaris Cedera (KNC): terjadinya insiden yang belum terpapar ke pasien
b. Kejadian Tidak Cedera (KTC): suatu kejadian insidenyang sudah terpapar ke pasien
tetapi tidak menimbulkan cedera
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD); suatu kejadian insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien
5. Kesalahan obat dilaporkan dan ditindaklanjuti mengikuti.

Plt.DIREKTUR RSUD KEPAHIANG

dr.FEBI NUR SANDA


NIP.198102222009042002

Anda mungkin juga menyukai