Anda di halaman 1dari 27

PORTOFOLIO

KASUS MEDIK
TB PADA KEHAMILAN DAN NEONATUS

OLEH:

ANINDITA NOVIA DAMAYANTI, dr.


INTERNSIP RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO
Portofolio Kasus TB pada Kehamilan dan Neonatus
Nama Peserta : Anindita Novia Damayanti
Nama Wahana : RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo
Topik : TB pada Kehamilan
Tanggal (kasus) : 28 Agustus 2014
Nama Pasien : Ny. AS No. RM : 18-83-49
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :
25 September 2014 dr. GM. Candrawati
Tempat Presentasi :
Ruang Pertemuan Komite Medik RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo
Obyektif Presentasi :
■ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen ■ Masalah □ Istimewa
■ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia ■ Bumil
Deskripsi : Wanita, usia 31 tahun, hamil 32 minggu dengan drop out pengobatan
TB bulan keempat dan bayi yang baru dilahirkan dari ibu penderita TB
Tujuan : Mempelajari cara mendiagnosis dan memberikan terapi pada pasien
hamil dengan TB beserta bayi yang baru dilahirkan dari ibu penderita TB
Bahan Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset ■ Kasus □ Audit
Cara Membahas : □ Diskusi ■ Presentasi dan diskusi □ Email □ Pos
Data Pasien :
Nama : Ny. AS No. Register : 18-83-49
Nama RS : RSUD dr. Abdoer Telp : - Terdaftar sejak :
Rahem Situbondo 28 Agustus 2014
Data Utama Untuk Bahan Diskusi :
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Perut terasa kenceng-kenceng sejak pagi tadi pukul 10.55 WIB
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Wanita, 31 tahun, hamil 8 bulan datang periksa ke IGD RSUD dr. Abdoer
Rahem Situbondo dengan keluhan perut kenceng-kenceng sejak pagi tadi.
Kenceng-kenceng yang dirasakan semakin lama semakin sering, tidak teratur,
namun tidak pernah keluar cairan maupun lendir dari vagina. Nyeri punggung dan
pinggang sering dikeluhkan pasien dan terasa semakin berat selama 1 minggu
terakhir. Pasien juga mengeluh sedikit batuk, namun tidak sesak. Pasien tidak
mengalami nyeri kepala hebat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, demam tinggi,
maupun muntah.

2|Page
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit pasien sebelum hamil dan pada masa awal kehamilan
adalah TB paru dan TB kelenjar yang pengobatannya belum selesai. Riwayat
diabetes melitus maupun hipertensi disangkal.
4. Riwayat Menstruasi
Pasien menstruasi pada usia 11 tahun, lama 4-5 hari, teratur tiap bulan.
HPHT = 18 Desember 2013
TP = 25 September 2014
5. Riwayat Menikah
Pasien menikah 1 kali pada tahun 2005
6. Riwayat Persalinan
Anak pertama = Perempuan, usia 9 tahun, lahir di bidan, BBL 2600 gr
Anak kedua = Laki-laki, usia 7 tahun, lahir di bidan, BBL 2300 gr
Anak ketiga = Hamil ini
7. Riwayat Pemakaian KB
-
8. Riwayat Penyakit Keluarga
-
9. Riwayat Pengobatan
Sebelum hamil hingga hamil bulan ketiga (catatan terakhir bulan Maret
2014), pasien mengonsumsi obat TB (isoniazid, pirazinamid, dan rifampisin +
B6). Selama hamil, pasien juga mengonsumsi tablet Fe dan B kompleks. Pasien
tidak pernah minum jamu-jamuan.
10. Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.
11. Riwayat Lingkungan Sosial
Pasien tinggal dengan suami, 3 orang anak, dan ibu pasien di rumah.
Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk, antara satu rumah dan rumah
yang lain sangat rapat, dan hubungan sosialnya begitu dekat antartetangga.

PEMERIKSAAN FISIK

3|Page
Keadaan Umum: Cukup
Kesadaran: Compos mentis
Tanda-tanda vital: Tekanan darah = 130/80 mmHg; Nadi = 76x/menit
RR = 20x/menit; suhu = 37° C
Kepala/leher: anemis/ikterik/cyanosis/dyspnea = -/-/-/-
Thorak: Cor = S1S2 tunggal, tidak ada extrasistole, gallop, maupun murmur
Pulmo = vesikuler +/+ rhonki +/- (pada apex paru kanan) wheezing -/-
Abdomen: L1 = TFU ½ antara arcus costae dengan pusat (27 cm)
L2 = letak kepala
L3 = punggung kanan
L4 = bagian terbawah janin sudah masuk PAP
HIS (+) DJJ (+) 140x/menit
Extremitas: teraba hangat pada keempat ekstremitas dan tidak oedema
TB = 156 cm ; BB = tidak ditimbang ; LILA = 23,5 cm
VT: pembukaan 1 jari longgar, efficement 20%, ketuban (+), kepala Hodge I,
lendir darah (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
WBC = 9,3 x 103/uL
HB = 9,8 gr/dL
PLT = 263 x 103/Ul
Foto thorak tidak dilakukan

DIAGNOSIS
G3P2A0 UK 32 minggu janin T/H/I (TBJ = 2170 gr) inpartu kala I fase laten
dengan drop out pengobatan TB bulan keempat

TERAPI
Medikamentosa:
- Infus RL 20 tpm

4|Page
Non-medikamentosa:
- Observasi tanda-tanda vital, denyut jantung janin, CHPB
Kunjungan Rumah :
Kunjungan rumah dilakukan pada hari Kamis-Jumat, 18-19 September 2014
pukul 16.30 WIB, tepat 21 hari pasca pasien melahirkan. Pasien tinggal serumah
dengan seorang suami, 3 orang anak, dan ibu pasien. Rumah pasien berukuran ± 8
x 15 m2 dengan ruang tamu, ruang keluarga, 3 kamar tidur, dapur, 1 kamar mandi,
dan pekarangan rumah. Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk, antara
satu rumah dan rumah yang lain sangat rapat, dan hubungan sosialnya begitu
dekat antartetangga.
Hasil Pembelajaran :
1. Manifestasi klinis TB pada ibu hamil dan neonatus serta patogenesis M.
tuberculosis terhadap fetus di dalam kandungan
2. Pemeriksaan dan diagnosis TB pada ibu hamil dan neonatus
3. Penanganan TB pada ibu hamil dan neonatus

5|Page
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio Kasus TB Paru pada Kehamilan

1. Subjective :
Wanita, 31 tahun, hamil 8 bulan datang periksa ke IGD RSUD dr. Abdoer
Rahem Situbondo dengan keluhan perut kenceng-kenceng sejak pagi tadi (tanggal
28 Agustus 2014 pukul 10.55). Kenceng-kenceng yang dirasakan semakin lama
semakin sering, tidak teratur, namun tidak pernah keluar cairan maupun lendir
dari vagina. Nyeri punggung dan pinggang sering dikeluhkan pasien dan terasa
semakin berat selama 1 minggu terakhir. Pasien mengeluh sedikit batuk namun
tidak sesak nafas, dan tidak mengalami nyeri kepala hebat, penglihatan kabur,
nyeri ulu hati, maupun muntah.
Riwayat penyakit pasien sebelum hamil dan pada masa awal kehamilan
adalah batuk lama (>2 minggu) disertai dengan badan yang meriang hingga
keluarnya keringat dingin setiap sore sampai malam dan diiringi dengan
penurunan berat badan. Batuk tidak disertai darah maupun lendir, namun disertai
dahak. Dahak yang keluar berwarna putih dan tidak terlalu banyak. Nafsu makan
menurun secara drastis dan terkadang pasien mengalami sesak nafas bila batuk
terus-menerus. Pasien mengaku bahwa sebelum hamil dan pada masa awal
kehamilannya, pasien memiliki banyak kelenjar yang membesar di leher sebelah
kanan, tepat di bawah rahang kanan.
Pasien telah memeriksakan diri ke puskesmas dan RSUD dr. Abdoer
Rahem yang kemudian diperiksa dahak 3 kali serta difoto dada hingga akhirnya
pasien didiagnosis menderita TB paru dan TB kelenjar. Pengobatan rutin setiap
bulan diterima. Seiring dengan pengobatan paru-paru yang rutin dikonsumsi
tersebut selama kehamilannya, kelenjar-kelenjar di leher tersebut semakin lama
semakin mengecil dan kemudian menghilang, demikian pula batuk yang dialami
sebelumnya. Karena pasien merasa takut dengan pengobatan yang diterima akan
berdampak bagi janin yang dikandungnya, maupun saat menyusui nanti, dan saat
itu pasien merasa telah sembuh, akhirnya pasien tidak melanjutkan kembali
pengobatannya (terhenti di bulan keempat).

6|Page
Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk, antara satu rumah dan
rumah yang lain sangat rapat, dan hubungan sosialnya begitu dekat antartetangga.
Pasien pun mengeluhkan bahwa tetangga di depan dan di samping rumah pasien
sering tidak bisa tidur dan menderita batuk lama seperti pasien, dikarenakan
rumahnya begitu dekat, seringkali suara batuk tetangga terdengar begitu
mengganggu setiap malam. Pasien kemudian menyarankan tetangganya untuk
memeriksakan diri ke puskesmas. Sedangkan keluarga pasien tidak ada yang
menderita penyakit yang sama seperti pasien.
Pasien kemudian melahirkan secara normal keesokan harinya (tanggal 29
Agustus 2014 pukul 01.40 WIB) tanpa ada kesulitan seperti sesak nafas ataupun
tidak adanya tenaga untuk mengedan. Hingga hari dimana pemeriksa melakukan
kunjungan rumah (tanggal 18 September 2014; H+21 pasca melahirkan), pasien
masih rutin menyusui bayinya dengan ASI yang keluar secara lancar dan banyak.
Pasien mengatakan bayinya tidak pernah batuk atau sesak nafas, tidak pernah
demam, menangis kencang, bergerak aktif, dan minum ASI dengan kuat.
Seperti yang telah diketahui bersama, Tuberkulosis (TBC) masih menjadi
masalah kesehatan di seluruh dunia, demikian juga tuberkulosis pada kehamilan.
Insidens TBC pada kehamilan adalah 1/10.000 kehamilan. Tuberkulosis adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
Tuberkulosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. TB pada kehamilan mempunyai gejala klinis yang
serupa dengan TB perempuan tidak hamil. Diagnosis mungkin ditegakkan
terlambat karena gejala awal yang tidak khas. Keluhan yang sering ditemukan
batuk, demam, malaise, penurunan berat badan dan hemoptisis. Pemeriksaan
penunjang dalam hal ini pemeriksaan sputum BTA diikuti oleh foto toraks
merupakan pemeriksaan yang dianjurkan pada kelompok TB risiko tinggi. Dari
riwayat kehidupan sosial pasien, adanya kemungkinan pasien tertular dari
lingkungannya adalah hal yang tidak dapat disingkirkan. Berikut cara penularan
kuman TB:
1) Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

7|Page
2) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
3) Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Kehamilan dan tuberkulosis merupakan dua stresor yang berbeda pada ibu
hamil. Stresor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu
hamil. Lebih dari 50 persen kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM
pada tahun 1989 sampai 1990 diketahui 4.300 wanita hamil,150 diantaranya
adalah pengidap TB paru.
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe,
letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan
antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status
imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal
merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.
Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan
antituberkulosis merupakan faktor yang penting dalam menentukan kesehatan
maternal dalam kehamilan dengan TB. Kehamilan dapat berefek terhadap
tuberkulosis dimana peningkatan diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan
kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut pneumo-peritoneum.
Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomendasikan pada wanita hamil dengan
TB.
Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain
seperti usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar

8|Page
hingga organ reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan
(fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bisa
menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB
atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman
sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut mengalami
kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.
Harold Oster MD mengatakan bahwa TB paru tidak akan memengaruhi
fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi
endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti
kesempatan untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan
untuk hamil masih tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita
pengidap TB mengobati TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah
telanjur hamil maka tetap lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.
Menurut Oster (2007) jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan
ada sedikit risiko terhadap janin. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi
organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan
perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan
mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana,
KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, tentang efek TB
ekstrapulmoner, didapatkan hasil bahwa TB pada limfa tidak berefek terhadap
kehamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun jika dibandingkan dengan
kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberkulosis selama hamil
mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR
skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500 )
Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya
pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke
janin. Infeksi TB perinatal dapat terjadi secara kongenital (pranatal), pada saat
persalinan (natal) maupun transmisi pasca natal. Pada tipe kongenital, transmisi
terjadi karena penyebaran hematogen melalui vena umbilikalis atau aspirasi cairan
amnion yang terinfeksi. Pada tipe natal transmisi dari ibu selama proses persalinan
dan pasca natal oleh ibu atau orang dewasa lain secara infeksi droplet.

9|Page
Pada infeksi intra uteri (pranatal/kongenital) terjadi penyebaran
M.tuberculosis secara hematogen oleh ibu TB primer yang sistemik.
M.tuberculosis akan menempel dan membentuk tuberkel pada plasenta karena
adanya sawar plasenta. Bila tuberkel pecah, akan terjadi penyebaran melalui vena
umbilikalis mencapai hati yang mengakibatkan fokus primer di hati serta
melibatkan kelenjar getah bening periportal. M. tuberculosis dalam hati dapat
masuk ke dalam peredaran darah kemudian mencapai paru membentuk focus
primer dalam bentuk dorman. Tuberkel pada plasenta yang pecah tersebut dapat
pula menginfeksi cairan amnion. Cairan amnion yang terinfeksi M. tuberculosis
terhisap oleh janin selama kehamilan sehingga kuman dapat mencapai paru dan
menyebabkan fokus primer di paru. Namun bila cairan amnion tersebut tertelan,
kuman akan mencapai usus yang menyebabkan fokus primer di usus.
Infeksi TB pada neonatus yang terjadi saat persalinan (natal), dapat terjadi
karena tertelan atau terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi M. tuberculosis
oleh neonatus saat proses persalinan. Pada penularan ini kuman yang teraspirasi
dapat menyebabkan fokus primer di paru atau di usus. Penularan infeksi TB pasca
natal merupakan penularan TB pada neonatus yang paling sering1, yaitu melalui
inhalasi udara (droplet infection) oleh ibu atau orang dewasa lain penderita TB
aktif di sekitar neonatus. Kuman TB mencapai alveolus paru terutama pada lobus
tengah dan lobus bawah yang kaya akan oksigen sehingga umumnya fokus primer
akan terdapat di sini, walaupun semua lobus bisa saja menjadi fokus primer.

2. Objective :
Dari pemeriksaan fisik ibu sebelum melahirkan (tanggal 28 Agustus 2014
pukul 10.55 WIB), didapatkan berat badan terakhir ibu tidak diketahui, tinggi
badan ibu 156 cm, LILA ibu 23,5 cm. Keadaan umum ibu cukup baik, kesadaran
compos mentis. Tanda-tanda vital ibu:
Tekanan darah = 140/90 mmHg; Nadi = 76x/menit
RR = 20x/menit; suhu = 37° C
Ibu tidak anemis, ikterik, cyanosis maupun dyspnea. Tidak terdapat pembesaran
kelenjar getah bening pada leher. Dari pemeriksaan thorak, didapatkan irama

10 | P a g e
jantung dalam batas normal, S1S2 tunggal, tidak ada extrasistole, gallop, maupun
murmur. Sedangkan pada paru, terdengar suara vesikuler di kedua lapang paru,
terdapat rhonki pada apex paru kanan, namun tidak terdapat wheezing di kedua
lapang paru.
Pada pemeriksaan abdomen dilakukan pemeriksaan Leopold:
L1 = TFU ½ antara arcus costae dengan pusat (27 cm)
L2 = letak kepala
L3 = punggung kanan
L4 = bagian terbawah janin sudah masuk PAP
HIS (+) DJJ (+) 140x/menit
Keempat extremitas ibu teraba hangat dan tidak oedema. Kemudian dilakukan
pemeriksaan dalam (Vaginal Touche) untuk memastikan kemajuan persalinan ibu,
dan didapatkan pembukaan 1 jari longgar, efficement 20%, ketuban masih (+),
kepala Hodge I.
Pasien kemudian melahirkan secara normal keesokan harinya (tanggal 29
Agustus 2014 pukul 01. 40 WIB). Kondisi ibu setelah melahirkan cukup baik,
kesadaran compos mentis. Ibu tidak anemis, tidak sesak, dan tidak ikterik. Tanda-
tanda vital ibu:
Tekanan darah = 130/80 mmHg; Nadi = 88x/menit
RR = 20x/menit; suhu = 36,5° C
Kontraksi uterus baik, tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, perdarahan ±300
cc dan perineum utuh. Bayi yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki dengan
berat 2500 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 34 cm, dan lingkar dada 32
cm. Keadaan bayi saat lahir langsung menangis, tidak anemis, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak sianosis, dan tidak ikterik. Plasenta pun
dilahirkan spontan dan lengkap dalam jangka waktu <10 menit.
Kondisi ibu pada saat pemeriksa melakukan kunjungan rumah (tanggal 18
September 2014) cukup baik, kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital ibu:
Tekanan darah = 120/80 mmHg; Nadi = 64x/menit
RR = 20x/menit; suhu = 36,5° C

11 | P a g e
Ibu tidak anemis, ikterik, cyanosis maupun dyspnea. Tidak terdapat pembesaran
kelenjar getah bening pada leher. Dari pemeriksaan thorak, didapatkan irama
jantung dalam batas normal, S1S2 tunggal, tidak ada extrasistole, gallop, maupun
murmur. Sedangkan pada paru, terdengar suara vesikuler di kedua lapang paru,
terdapat rhonki pada apex paru kanan, namun tidak terdapat wheezing di kedua
lapang paru.
Sedangkan kondisi bayi saat itu juga cukup baik. Usia bayi 21 hari dengan
berat badan naik menjadi 2700 gram. Bayi menangis kencang, bergerak aktif, dan
minum ASI dengan kuat. Bayi tidak anemis, ikterik, cyanosis, maupun dyspnea.
Ubun-ubun besar dan kecil bayi tidak cekung. Dari pemeriksaan thorak,
didapatkan irama jantung dalam batas normal, S1S2 tunggal, tidak ada
extrasistole, gallop, maupun murmur. Sedangkan pada paru, terdengar suara
vesikuler di kedua lapang paru, tidak terdapat rhonki maupun wheezing di kedua
lapang paru.
Risiko ibu penderita TB akan meningkat pula pengaruhnya pada janin,
seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan
terjadinya penularan TB dari ibu ke janin, baik melalui hematogen atau aspirasi
cairan amnion (disebut TB kongenital), saat proses persalinan (disebut TB natal),
maupun melalui aspirasi udara setelah lahir dimana bayi dikelilingi oleh penderita
TB (disebut TB pasca natal).
Manifestasi klinis TB kongenital dapat timbul segera setelah lahir namun
paling sering pada minggu kedua dan ketiga kehidupan. M. tuberculosis kurang
dapat berkembang pada lingkungan intra uterin dengan kadar oksigen yang
rendah. Dengan bertambahnya usia bayi setelah lahir, kadar oksigen pun
meningkat mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang cepat. Gejala klinis TB
kongenital sulit dibedakan dengan sepsis bakterial pada umumnya. Oleh sebab itu
sering terjadi keterlambatan diagnosis dan pada akhirnya menyebabkan kematian.
Gejala yang paling sering ditemukan adalah distres pernapasan,
hepatosplenomegali dan demam (Tabel 1). Gejala lain seperti prematuritas, berat
lahir rendah, toleransi minum yang buruk, letargi, kejang, ikterus, limfadenopati,
lesi kulit, dan cairan pada telinga juga dilaporkan. Pejham dkk. melaporkan 1

12 | P a g e
kasus TB kongenital dengan facial nerve palsy karena infeksi pada sistem saraf
pusat.
Tuberkulosis yang didapat pasca natal memiliki gejala yang sama dengan
TB pada anak, seperti berat badan turun tanpa sebab, gagal tumbuh, demam lama
dan berulang, pembesaran kelenjar getah bening multipel, batuk lama, atau diare
persisten. Namun dalam kasus ini, di usia bayi yang ke-21 hari, tidak ada gejala
pada bayi yang mengarah ke TB kongenital.
Berikut tabel gejala klinis dari TB kongenital.

3. Assessment :
Ibu = Sebelum proses persalinan :
G3P2A0 UK 32 minggu janin T/H/I (TBJ = 2170 gr) inpartu kala I
fase laten dengan drop out pengobatan TB bulan keempat
Setelah proses persalinan :
P3-3 dengan riwayat drop out pengobatan TB bulan keempat
Neonatus = BBLC, KB, BMK, lahir spontan dari ibu G3P2A0 dengan riwayat
drop out pengobatan TB, lahir langsung menangis, AS 7-8

4. Planning :

13 | P a g e
Diagnosis :
Ibu = Pemeriksaan BTA dan foto thorak ulang pasca persalinan
- Bila hasil BTA positif, foto thorak positif, pasien diterapi
sesuai kategori II
- Bila hasil foto thorak positif, tanpa menunggu hasil BTA pun
pasien dapat langsung diterapi sesuai kategori II
- Bila hasil BTA maupun foto thorak negatif, maka terapi
ditunda terlebih dahulu, menunggu keluhan pada pasien
muncul kembali
Neonatus = Foto thorak dan uji tuberkulin saat sudah berusia 1 bulan

Pasien (ibu) mengaku sudah menjalani pemeriksaan dahak S P S dan


hasilnya positif untuk ketiganya, serta telah melakukan foto thorak dimana
hasilnya telah dibacakan bahwa pasien positif menderita TB paru. Hasil S P S dan
foto thorak yang telah dijalani pasien tidak disimpan dan hilang.
Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam. Karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati
terpapar sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat gelap dan lembap.
Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama
selama beberapa tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga
penderita maupun orang di lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang
dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah bagaimana menjaga kondisi
tubuh agar tetap sehat.
Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika
memiliki daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu
melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa cara,
seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak). Diagnosis dengan BTA mudah
dilakukan, murah dan cukup reliable.
Diagnosis TB pada kehamilan pun sama dengan TB tanpa kehamilan.
Diagnosis mungkin terlambat ditegakkan karena manifestasi klinis yang tidak

14 | P a g e
khas, tertutup oleh gejala-gejala pada kehamilan. Good et al melaporkan bahwa
dari 27 wanita hamil dengan pemeriksaan biakan sputum yang positif, didapatkan
74% gejala batuk, 41% penurunan berat badan, 30% demam, malaise dan lelah,
19% batuk darah dan 20% tanpa gejala. Oleh karena itu perlu dilakukan penapisan
pada perempuan hamil dengan risiko tinggi terkena TB melalui pemeriksaan
antenatal. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah sputum BTA, foto thorak dan
pemeriksaan biakan.
Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila
terdapat kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak
misalnya, tidak akan terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun
rontgen memang dapat mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi
kelemahannya sangat tergantung dari keahlian dan pengalaman petugas yang
membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes untuk mengetahui ada
tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon lebih baik dari
tuberkulin tes.
Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas
bagaimana beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis
TB pada wanita hamil dilakukan melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi),
pemeriksaan laboratorium (apakah ditemukan BTA), serta foto thorak. Untuk
mengetahui gambaran TB pada trimester pertama kehamilan, foto toraks dengan
pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika hasil BTA-nya negatif. Gambaran
foto thorak pada pasien TB adalah:
• Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
• Milier
• Atelektasis/kolaps konsolidasi
• Konsolidasi (lobus)
• Reaksi pleura dan atau efusi pleura
• Kalsifikasi
• Bronkiektasis
• Kavitas
• Destroyed lung

15 | P a g e
Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan adanya infeksi TB,
sedangkan penentuan sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto
torak. Pasien dengan hasil uji tuberkulin positif belum tentu menderita TB.
Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka ada tiga kemungkinan, yaitu tidak
ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa inkubasi infeksi TB, atau terjadi
anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian imunosupresif, dan lain-lain).
Uji tuberkulin pada neonatus sering negatif karena penyakit berat atau
sistem imun neonatus yang masih imatur. Pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA)
dan biakan kuman dapat menunjukkan hasil positif dari bilasan lambung, cairan
telinga, serta biopsi hati, kelenjar getah bening, dan sumsum tulang. Gambaran
foto toraks neonatus dengan TB sering menunjukkan kelainan; sebagian besar
terdapat gambaran milier namun dapat pula ditemukan infiltrat paru dan
pembesaran kelenjar getah bening hilus. Beberapa neonatus yang memiliki
gambaran foto yang normal yang kemudian menjadi abnormal bersamaan dengan
progresivitas penyakit.
Pada pemeriksaan ultrasonografi abdomen dapat ditemukan pembesaran
dan lesi fokal pada hati dan limpa, ekogenisitas yang heterogen, pembesaran
kelenjar getah bening multiple serta cairan debris peritoneum. Gambaran
histopatologi plasenta dapat ditemukan granuloma kaseosa dengan BTA. Adanya
tuberkel pada plasenta belum dapat memastikan bahwa bayi menderita TB
kongenital, karena tuberkel pada plasenta dapat utuh (tidak pecah).

Pengobatan :
Ibu = Sebelum proses persalinan:
- Infus RL 20 tpm
- Observasi TTV, DJJ, CHPB
Setelah proses persalinan:
- Injeksi oksitosin 1 ampul IM
- Infus RL 20 tpm
- Per-oral: Amoxycillin 3x1 tab
Asam Mefenamat 3x1 tab

16 | P a g e
Penatalaksanaan pasien TB pada kehamilan tidak berbeda dengan TB
tanpa kehamilan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pemberian OAT yang
bisa menimbulkan efek teratogenik terhadap janin. Wanita hamil dengan TB aktif
biasanya diterapi dengan tidak mempertimbangkan trisemester kehamilan. OAT
yang digunakan tidak berbeda dengan wanita yang tidak hamil. Berikut detil
tentang OAT yang ada:
1. Isoniazide
INH aman digunakan selama kehamilan, bahkan selama trimester pertama,
walaupun obat tersebut dapat menembus barrier plasenta. Ibu hamil harus
dikontrol dikarenakan adanya kemungkinan hepatotoksisitas dari pemberian
INH.
2. Rifampisin
Rifampisin juga dipercaya aman digunakan selama kehamilan, meskipun
dalam beberapa kasus yang belum diketahui penyebabnya, ada kemungkinan
peningkatan risiko terjadinya gangguan perdarahan pada bayi sehingga
diperlukan pemberian suplemen vitamin K (10 mg/hari) hingga selambat-
lambatnya 4 sampai 8 minggu usia kehamilan.
3. Ethambutol
Neuritis retrobulbar bisa menjadi komplikasi dari penggunaan obat ini pada
kehamilan, yang kemudian dapat berkembang menjadi gangguan oftalmologi,
namun hal ini tidak pernah terjadi ketika pemberian ethambutol masih dalam
dosis yang standar. Selain itu, melalui beberapa penelitian telah dikonfirmasi
bahwa pemberian obat ini dapat meningkatkan risiko abortus.
4. Pirazinamide
Penggunaan pirazinamid dalam kehamilan pernah dihindari pada tahun-tahun
sebelumnya diakibatkan banyaknya laporan tentang efek terratogenik yang
dihasilkannya. Namun saat ini, banyak organisasi internasional yang justru
merekomendasikan pemakaiannya, seperti The International Union Against
Tuberculosis And Lung diseases (IUATLD), British Thoracic Society,
American Thoracic Society, the World Health Organisation as well as the

17 | P a g e
Revised National Tuberculosis Control Programme of India. Dikarenakan tak
ada lagi laporan mengenai efek samping dari penggunaannya, maka obat ini
dijadikan bagian dari regimen standar pengobatan TB pada ibu hamil di
banyak negara.
5. Streptomisin
Obat ini telah terbukti berpotensial terratogenik pada kehamilan. Streptomisin
menyebabkan malformasi pada fetus dan paralisis nervus VIII, dengan
berbagai derajat penurunan pendengaran, dari sedang hingga berat. Banyak
organisasi yang menentang pemberian streptomisin pada kehamilan.

Segera setelah dilakukan pemeriksaan TB ulang dan bila hasil foto thorak
(+) dan/atau BTA (+), maka harus mengonsumsi OAT dengan ketentuan berikut:

KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan.
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga
kali dalam seminggu selama 4 bulan.
Obat ini diberikan untuk:
 Penderita baru TB Paru BTA Positif
 Penderita baru TB Paru BTA negatif Röntgen Positif yang “sakit berat”
 Penderita TB Ekstra Paru berat

KATEGORI -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga
kali dalam seminggu.
Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA (+) yang sebelumnya
pernah diobati, yaitu:
• Penderita kambuh (relaps)
• Penderita gagal (failure)

18 | P a g e
• Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

KATEGORI-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu.
Obat ini diberikan untuk:
• Penderita baru BTA negatif dan röntgen positif sakit ringan
• Penderita TB ekstra paru ringan.

Untuk memudahkan pengawasan saat mengonsumsi OAT, saat ini tersedia


juga obat TB yang disebut Fix Dose Combination (FDC). Obat ini pada dasarnya
sama dengan obat kompipak, yaitu regimen dalam bentuk kombinasi, namun di
dalam tablet yang ada sudah berisi 2, 3 atau 4 campuran OAT dalam satu
kesatuan. WHO sangat menganjurkan pemakaian OAT-FDC karena beberapa
keunggulan dan keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk
kombipak apalagi dalam bentuk lepas.
Keuntungan penggunaan OAT FDC:
a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu
kombinasi tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan
penderita.
b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah pemberiannya
dan meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan penderita.
c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita tidak
bisa memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.
d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah pengelolaannya
dan lebih murah pembiayaannya.

Panduan pengobatan OAT-FDC yang tersedia saat ini di Indonesia terdiri dari:
 2(HRZE)/4(HR)3  untuk Kategori 1 dan Kategori 3

19 | P a g e
 2(HRZE)S/1(HRZE)/5(HR)3E3  untuk Kategori 2

Penatalaksanaan obstetric

20 | P a g e
Kehamilan : ANC teratur, kegiatan fisik dikurangi, istirahat cukup, Diit TKTP,
koreksi anemia.
Persalinan : Kala II diperpendek hanya atas indikasi obstetri.
Pasca salin :
1. Bila TB aktif, bayi harus dipisahkan dari ibu, dan baru dapat menyusui paling
cepat bila ibu telah mendapat terapi antituberkulosis selama 3 minggu.
2. Bayi : Terapi INH profilaksis dan vaksinasi BCG.

Penanganan tuberkulosis dalam persalinan


1. Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa, dan tidak perlu
tindakan apa-apa.
2. Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan mungkin. Pada kala I, ibu hamil
diberi obat-obat penenang dan analgetik dosis rendah. Kala II diperpendek dengan
ekstraksi vakum/forceps.
3. Bila ada indikasi obstetrik untuk sectio caesarea, hal ini dilakukan dengan
bekerja sama dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.

Penanganan tuberkulosis dalam masa nifas


1. Usahakan jangan terjadi perdarahan banyak : diberi uterotonika dan koagulasia.
2. Usahakan mencegah adanya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika
yang cukup.
3. Bila ada anemia sebaiknya diberikan tranfusi darah, agar daya tahan ibu kuat
terhadap infeksi sekunder.
4. Ibu dianjurkan segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah cukup,
segera dilakukan tubektomi.

Neonatus = Segera setelah dilahirkan:


- Inisiasi Menyusu Dini hingga 1 jam setelah dilahirkan
- Injeksi vitamin K
- Salep mata antibiotika profilaksis
- Imunisasi HBO

21 | P a g e
Bila pada neonatus terdapat gejala TB maka diagnosisnya adalah TB
perinatal dan terapi TB langsung diberikan. Terapi yang dianjurkan adalah
isoniasid dosis 5-10 mg/kgBB/hari, rifampisin dosis 10-15 mg/kgBB/hari dan
pirazinamid dosis 25-35 mg/kgBB/hari. Lakukan pemeriksaan bilas lambung
sebelum pemberian terapi. Setelah terapi TB selama 1 bulan (usia 1 bulan)
lakukan pemeriksaan uji tuberkulin. Namun pada neonatus dengan gejala klinis
TB dan didukung oleh satu atau lebih pemeriksaan penunjang (foto toraks,
patologi anatomi plasenta dan mikrobiologis darah v.umbilikalis) maka dapat
langsung diobati selama 6 bulan tanpa pemerikaan uji tuberkulin.
Apabila pada usia 1 bulan uji tuberkulin positif maka diagnosis TB
ditegakkan dan diberikan terapi TB selama 6 bulan disertai pemeriksaan foto
toraks dan bilas lambung. Namun bila hasil uji tuberculin negatif, masih mungkin
TB karena faktor imunitas yang imatur pada neonatus. Dalam hal ini terapi TB
diteruskan disertai pemeriksaan tuberkulin pada usia 3 bulan. Apabila hasil uji
tuberkulin pada usia 3 bulan positif maka diagnosis TB ditegakkan dan diberikan
terapi TB selama 6 bulan. Namun apabila hasilnya negatif maka diagnosis bukan
TB dan terapi TB dihentikan.Selain mendapat terapi TB, pemberian nutrisi harus
adekuat. Bayi dipisahkan selama minimal 2 minggu pemberian terapi TB pada
ibu, namun ASI tetap dapat diberikan. Kandungan OAT di dalam ASI pada ibu
yang mendapat terapi TB hanya dalam jumlah yang kecil dan tidak berpotensi
menimbulkan infeksi pada bayi. Selain itu pemantauan peningkatan berat badan,
tanda vital, dan keluhan lain harus dilakukan dengan ketat.
Apabila neonatus lahir dari ibu TB aktif namun pemeriksaan klinis dan
penunjang dalam batas normal, maka neonatus tetap berpotensi untuk terinfeksi
M.tuberculosis. Tata laksana awal adalah pemberian profilaksis primer INH
dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari selama 1 bulan kemudian dilakukan uji
tuberkulin untuk mengetahui apakah pasien telah terinfeksi. Apabila setelah 1
bulan uji tuberkulin positif maka diagnosis TB dapat ditegakkan dan diberikan
terapi TB selama 6 bulan disertai pemeriksaan foto toraks dan bilas lambung.
Namun bila setelah 1 bulan uji tuberkulin negatif maka pemberian profilaksis

22 | P a g e
primer INH diteruskan sampai 3 bulan kemudian dilakukan uji tuberkulin untuk
mengetahui apakah pasien telah terinfeksi. Bila setelah 3 bulan uji tuberkulin tetap
negatif dan telah dibuktikan tidak ada sumber penularan lagi maka profilaksis
primer INH dapat dihentikan. Namun bila positif, harus dinilai klinis dan
pemeriksaan penunjang. Bila terdapat kelainan maka didiagnosis TB dan
diberikan terapi TB selama 6 bulan. Apabila pemeriksaan tidak mendukung TB,
maka diberikan profilaksis sekunder selama 6-12 bulan. Pemberian BCG hanya
dapat dilakukan apabila bayi belum terinfeksi M. tuberculosis yaitu pada saat 3
bulan dan uji tuberkulin negatif. Untuk lebih aman, BCG diberikan setelah
pengobatan profilaksis selesai.

23 | P a g e
Tata laksana terhadap lingkungan meliputi lingkungan keluarga. Harus
dicari adanya sumber penularan atau keluarga lain yang tertular melalui
pemeriksaan klinis, laboratorium maupun radiologis.

Konsultasi : Konsultasi kepada dokter spesialis paru dan dokter spesialis anak

24 | P a g e
LAMPIRAN

Hasil pemeriksaan lab (28 Agustus 2014)

Buku KIA pasien

25 | P a g e
Kartu pengobatan TB pasien (catatan terakhir: 12 Maret 2014)

Rumah pasien dan keluarga

26 | P a g e
Lingkungan di sekitar rumah pasien

27 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Uang Kas
    Laporan Uang Kas
    Dokumen5 halaman
    Laporan Uang Kas
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • 2005 Post Test Unej 25 Des 05
    2005 Post Test Unej 25 Des 05
    Dokumen1 halaman
    2005 Post Test Unej 25 Des 05
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Absensi Rapat
    Absensi Rapat
    Dokumen3 halaman
    Absensi Rapat
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Daftar Sop Petugas CS Dan Kebun
    Daftar Sop Petugas CS Dan Kebun
    Dokumen6 halaman
    Daftar Sop Petugas CS Dan Kebun
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Panduan PSB SD & TK 2019
    Panduan PSB SD & TK 2019
    Dokumen3 halaman
    Panduan PSB SD & TK 2019
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    100% (1)
  • 2005 POST TEST UWK 26 Maret 2005
    2005 POST TEST UWK 26 Maret 2005
    Dokumen1 halaman
    2005 POST TEST UWK 26 Maret 2005
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • NNNKJNMNM
    NNNKJNMNM
    Dokumen8 halaman
    NNNKJNMNM
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Uu No 1 1974
    Uu No 1 1974
    Dokumen27 halaman
    Uu No 1 1974
    Nadiya Afifah
    Belum ada peringkat
  • SIFILIS Kuliah
    SIFILIS Kuliah
    Dokumen43 halaman
    SIFILIS Kuliah
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Kuliah Erupsi Obat
    Kuliah Erupsi Obat
    Dokumen94 halaman
    Kuliah Erupsi Obat
    Hazbina Fauqi Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Cover+daftar Isi
    Cover+daftar Isi
    Dokumen3 halaman
    Cover+daftar Isi
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Rekapppp
    Rekapppp
    Dokumen2 halaman
    Rekapppp
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Cover+daftar Isi
    Cover+daftar Isi
    Dokumen3 halaman
    Cover+daftar Isi
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Pemberian Cairan Infus Intravena
    Pemberian Cairan Infus Intravena
    Dokumen6 halaman
    Pemberian Cairan Infus Intravena
    Tyagitha Nurina Amalia
    Belum ada peringkat
  • Ada Dech..
    Ada Dech..
    Dokumen3 halaman
    Ada Dech..
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Antigen-Antibodi PD Gol. Darah B
    Antigen-Antibodi PD Gol. Darah B
    Dokumen9 halaman
    Antigen-Antibodi PD Gol. Darah B
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • A
    A
    Dokumen3 halaman
    A
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Praktikumidkdanbiodarah PDF
    Praktikumidkdanbiodarah PDF
    Dokumen23 halaman
    Praktikumidkdanbiodarah PDF
    Firda
    Belum ada peringkat
  • A
    A
    Dokumen3 halaman
    A
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Medical Ethic
    Medical Ethic
    Dokumen25 halaman
    Medical Ethic
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • BT, CT, CRT, CLT
    BT, CT, CRT, CLT
    Dokumen24 halaman
    BT, CT, CRT, CLT
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Serologi Forensic
    Serologi Forensic
    Dokumen6 halaman
    Serologi Forensic
    dwi_sutiadi8
    Belum ada peringkat
  • Ada Dech..
    Ada Dech..
    Dokumen3 halaman
    Ada Dech..
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • 07 Resep
    07 Resep
    Dokumen16 halaman
    07 Resep
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • 07 Resep
    07 Resep
    Dokumen16 halaman
    07 Resep
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Soal Skill Lab PK
    Soal Skill Lab PK
    Dokumen1 halaman
    Soal Skill Lab PK
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Soal Skill Lab
    Soal Skill Lab
    Dokumen1 halaman
    Soal Skill Lab
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Soal Skill Lab
    Soal Skill Lab
    Dokumen1 halaman
    Soal Skill Lab
    Niyya Ituw Gembulnya-Gendud
    Belum ada peringkat
  • Elisabet PDF
    Elisabet PDF
    Dokumen6 halaman
    Elisabet PDF
    win
    Belum ada peringkat