JUANDA
NIM : 020538325
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
ABSTRAK
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui peningkatan luas lahan dan hasil
produksi perkebunan kelapa sawit milik rakyat di Kabupaten Bangka Selatan. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif yang dimaksud disini merupakan suatu bentuk penelitian yang mendeskripsikan
peristiwa atau kejadian, perilaku orang atau siuatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan
mendalam dalam bentuk narasi. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan hasil produksi
yang tidak signfikan dan tarjadi penurunan terhadap luas lahan perkebunan kelapa sawit.
Berdasarkan kondisi di atas, maka diharapka pemerintah Bangka Selatan dapat mengambil
langkah – langkah dalam upaya meningkatkan hasil produksi tanaman kelapa sawit dan luas
lahan tanaman kelapa sawit.
PENDAHULUAN
Secara geografis, Kabupaten Bangka Selatan terletak di terletak pada 2°26'27" - 3°5'56"
Lintang Selatan dan 107°14'31" - 105°53'09" Bujur Timur. Wilayahnya berada di Pulau
Bangka dan memiliki luas wilayah lebih kurang 3.607,08 km2 meliputi pulau-pulau disekitarnya.
Ibu kota Kabupaten Bangka Selatan adalah Kota Toboali yang berjarak kurang lebih 125
kilometer dari Pangkalpinang. (Wikipedia, 2019)
Kondisi alam kabupaten Bangka Selatan jika dilihat dari iklim dan cuaca merupakan jika
dilihat berdasarkan tipe iklim menurut Junghun merupakan daerah dengan tipe iklim A, dengan
curah hujan rata-rata 394 mm/tahun. Temperatur tahunan kabupaten Bangka selatan berdasarkan
data statsiun meteorologi Pangkalpinang adalah 28,3 °C/tahun, dengan kelembaban pertahun
88% dan tingkat isolasi atau penyinaran matahari pertahun 66,1% dengan tekanan udara 1011,
mb.
Jumlah penduduk Kabupaten Bangka Selatan pada tahun 2015 mencapai 193.583 jiwa
terdiri dari 100.517 Laki-laki dan 93.066 Perempuan, mengalami pertumbuhan sebesar 5,68%
dari tahun sebelumnya.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang memegang peranan penting bagi
perekonomian Indonesia. Kelapa sawit merupakan salah satu bahan baku sembilan bahan pokok
yakni minyak goreng. Bahkan kelapa sawit saat ini dijadikan bahan baku produk olahan lainnya
dan merupakan komoditi ekspor. Di Bangka Selatan kelapa sawit merupakan barang baru yang
baru di kembangkan beberapa tahun lalu. Untuk itu dalam penelitian ini penulis mengambil tema
pengaruh perkebunan sawit terhadap pendapatan daerah Bangka Selatan.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari penulisan karya ilmiah ini adalah yaitu :
TUJUAN
Adapun tujuan dari penyusunan karya ilmiah adalah untk memberikan informasi tentang
peningkatan luas lahan dan hasil produksi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bangka
Selatan.
MANFAAT
Dengan hasil karya ilmiah ini dapat dijadikan acuan bagi Pemerintah Bangka Selatan
untuk mengambil langkah-langkah dalam upaya meningkatkan hasil produksi dari perkebunan
kelapa sawit.
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2004, Perkebunan adalah segala kegiatan yang
mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya
dalam ekosistem yang sesuai; mengolah, dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman
tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Tanaman yang
ditanam bukanlah tanaman yang menjadi makanan pokok maupun sayuran untuk
membedakannya dengan usaha ladang dan hortikultura sayur mayur dan bunga, meski usaha
penanaman pohon buah masih disebut usaha perkebunan. Tanaman yang ditanam umumnya
berukuran besar dengan waktu penanaman yang relatif lama, antara kurang dari setahun hingga
tahunan.
Perkebunan Rakyat adalah usaha tanaman perkebunan yang dimiliki dan atau
diselenggarakan atau dikelola oleh perorangan/tidak berbadan hukum,dengan luasan maksimal
25 hektar atau pengelola tanaman perkebunan yang mempunyai jumlah pohon yang dipelihara
lebih dari batas minimum usaha (BMU). Berdasarkan besar kecilnya, usaha perkebunan rakyat
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pengelola tanaman perkebunan dan pemelihara tanaman
perkebunan.
Perkebunan rakyat mempunyai peran yang strategis dalam meningkatkan peran sub sektor
perkebunan ke depan, mengingat pangsa perkebunan rakyat menempati posisi yang paling besar
baik dilihat dari luas areal maupun produksinya. Share luas areal perkebunan rakyat sebesar
77,14%, sementara perkebunan besar negara dan swasta masing-masing sebesar 6,11% dan
16,75%. Sedangkan pada sisi produktivitas, perkebunan rakyat masih tertinggal dibandingkan
perkebunan besar negara dan swasta.
Ukuran luas perkebunan sangat relatif dan tergantung volume komoditas yang dihasilkan.
Namun, suatu perkebunan memerlukan suatu luas minimum untuk menjaga keuntungan melalui
sistem produksi yang diterapkannya. Kepemilikan lahan bukan merupakan syarat mutlak dalam
perkebunan, sehingga untuk beberapa komoditas berkembang sistem sewa-menyewa lahan atau
sistem pembagian usaha, seperti Perkebunan Inti Rakyat (PIR).
Sejarah perkebunan di banyak negara kerap terkait dengan sejarah penjajahan/ kolonialisme dan
pembentukan suatu negara, termasuk di Indonesia.
Tanaman kelapa sawit memiliki nama latin (Elaeis guineensis Jacq) saat ini merupakan
salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting disektor pertanian
umumnya, dan sektor perkebunan khususnya, hal ini disebabkan karena dari sekian banyak
tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi
terbesar per hektarnya di dunia (Balai Informasi Pertanian, 1990). Melihat pentingnya tanaman
kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan
penduduk dunia akan minyak sawit, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan
kuantitas produksi kelapasawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah
satu diantaranya adalah pengendalian hama dan penyakit. (Sastrosayono 2003).
Tanaman kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat menjadi
andalan dimasa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan manusia. Kelapa sawit
memiliki arti penting bagi pembangunan nasional Indonesia. Selain menciptakan kesempatan
kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumberdevisa negara.
Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini sudah berkembang di 22 daerah
propinsi. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 1968 seluas 105.808 hadengan produksi
167.669 ton, pada tahun 2007 telah meningkat menjadi 6.6 juta ha dengan produksi sekitar 17.3
juta ton CPO (Sastrosayono 2003). Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan
primadona Indonesia. Di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri sawit tetap
bertahan dan memberi sumbangan besar terhadap perekonomian negara. Selain mampu
menciptakan kesempatan kerja yang luas, industri sawit menjadi salah satu sumber devisa
terbesar bagi Indonesia.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan data dari dari BPS Bangka Selatan diperoleh data sebagai berikut :
Kesimpulan
Dari analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi peningkatan hasil produksi pada
tiap tahunnya hal ini bisa dilihat dari tabel peningkatan produksi terhadap luas lahan dari 5,5
ton/ha pada tahun 2015 dan meningkat menjadi 6,9 ton/ha pada 2016 dan 7,2 ton/ha pada tahun
2017. Demikian juga dengan hasil produksi terjadi kenaikan yang signifikan sebesar 37,32 %
namun pada tahun 2017 kenaikan produksi tidak signifikan yakni hanya sebesar 0,25 %.
Kenaikan yang tidak signifikan pada tahun 2017 dipicu karena terjadi penurunan luas lahan
sebesar 4.2 % , tetapi terjadi kenaikan bisa dikarenakan usia tanaman sawit pada saat itu
mencapai usia produksi.
Terjadi penurunan luas lahan pada tahun 2017 sebesar 4.2 % yang sebelumnya tanaman
sawit dibangka selatan seluas 21.981,26 menjadi 21.056 atau berkurang lebih dari 900 ha. Hal ini
bisa disebabkan karena :
1. Tanaman sawit banyak yang mati karena sebagian kondisi tanah di daerah Bangka Selatan
merupakan bekas tambang timah sehingga kondisi tanah tidak subur.
2. Para pekebun mengalihkan jenis tanaman dari tanaman sawit ke tanaman yang lebih
produktif lain seperti singkong dan lain sebagainya. Hal ini bisa dikarenakan :
a. Biaya atau modal yang cukup tinggi pada awal membuka perkebunan sawit dari
pengadaan bibit sampai dengan pemeliharaan.
b. Bangka Selatan belum memiliki pabrik pengolahan sawit sehingga para pekebun
harus menjual hasil tanamannya ke kabupaten lain yang memiliki pabrik pengolahan
sawit. Dan mengakibatkan membengkaknya biaya produksi.
c. Harga sawit yang tidak menentu sehingga pekebun enggan untuk mengembangkan
perkebunan sawit.
Saran