Anda di halaman 1dari 32

REFLEKSI KASUS

ANAK LAKI-LAKI USIA 15 TAHUN 7 BULAN DENGAN


KOLESTASIS SUSPECT HEPATIS A

Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD RA. Kartini Jepara

Pembimbing Klinik :
dr. Fenty Karuniawati, Sp. A, M.Si. Med

oleh :
Lailia Nisfa Yudhi Dina Pratiwi
30101407480

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RA. KARTINI
JEPARA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Lailia Nisfa Yudhi Dina Pratiwi

NIM : 30101407480

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Judul : Anak Laki-Laki Usia 15 Tahun 7 Bulan Dengan Kolestasis


Suspect Hepatis A

Pembimbing : dr. Fenty Karuniawati, Sp. A, M.Si. Med

Jepara, Oktober 2019


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD R.A Kartini Kabupaten Jepara

Pembimbing

dr. Fenty Karuniawati, Sp. A, M.Si. Med


Catatan Medik Orientasi Masalah

I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : An. H.
Usia : 15 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Mbangsari, Jepara
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar MA
No. RM : 005***

Nama wali : Bp. S


Usia : 50 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan terakhir : SMK
Agama : Islam
Alamat : Mbangsari, Jepara
II. DATA DASAR
Autoanamnesa dan Alloanamnesa dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2018
jam 14.30 WIB di Bangsal Melati I RSUD RA. Kartini Jepara
Keluhan utama : Mual dan muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD RA. Kartini Jepara dengan keluhan mual dan
muntah. 5 hari SMRS pasien mulai merasa mual dan muntah. Mual dan
muntah ini timbul mendadak. Pasien sering makan makanan dari pinggir
jalan, namun teman-temannya tidak ada keluhan serupa. Dalam beberapa
minggu terakhir, pasien sering makan diluar bersama teman-temannya.
Pasien mengaku tidak pernah mengonsumsi alkohol ataupun obat-obat
tertentu, dan tidak pernah melakukan transfusi dan menyangkal
menggunakan jarum suntik. Muntah yang keluar adalah makanan yang
dikonsumsi pasien dan tidak ada darah. Pasien memuntahkan setiap makanan
yang dikonsumsi. Muntah ini timbul sekitar 3x sehari terus menerus dalam 5
hari dan satu kali muntah sekitar ¼ gelas belimbing. Keluhan akan terasa
lebih berat jika pasien makan makanan bersantan dan keluhan akan lebih baik
jika pasien tidur. Pasien belum pergi berobat ke dokter atau mengonsumsi
obat untuk mengurangi keluhannya. Pasien masih mau makan dan minum
namun setiap yang dimakankan akan dimuntahkan.
Pasien juga mengeluhkan perutnya sakit pada bagian kanan atas. Keluhan
sakit perut ini timbul 4 hari SMRS dan timbul mendadak. Pasien merasakan
perutnya menjadi agak penuh sehingga menjadi semakin mual. Keluhan ini
hilang timbul dan akan lebih mual jika untuk makan dan lebih baik jika untuk
istirahat. Pasien mengeluhkan BAK nya bewarna lebih gelap seperti teh dan
BAB nya bewarna pucat. Panas (-), batuk (-), pilek (-) diare (-) nyeri kepala
(-). Pasien merasa tidak ada perbaikan sehingga pasien dibawa oleh keluarga
ke IGD RSUD RA Kartini Jepara
.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat dengan gejala yang sama sebelumnya : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
- Riwayat Penyakit jantung : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat Penyakit maag : disangkal
- Riwayat penyakit ginjal : disangkal
- Riwayat penyakit liver : disangkal
- Riwayat Alergi obat : disangkal
- Riwayat transfusi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Ayah bekerja sebagai wiraswasta, ibu adalah ibu rumah tangga.. Ayah, ibu,
kakak pasien, pasien dan adik pasien tinggal serumah. Teman-teman satu
sekolah dan lingkungan rumahnya tidak ada yang mengeluhkan hal seperti
ini. Pasien menggunakan asuransi JKN PBI kelas II.
Kesan : ekonomi cukup
Data perumahan :
Pasien tinggal pada keadaan rumah yang cukup untuk menampung seluruh
anggota keluarga.
III. DATA KHUSUS
Riwayat Perinatal :
a. Prenatal
Ibu G2P1A0 hamil 38 minggu saat kehamilan, ibu pasien rutin ANC di
bidan, selama kehamilan ibu tidak mengalami masalah atau kelainan.
b. Natal
Pasien lahir di puskesmas dengan penolong bidan. Penolong persalinan
dan lahir pervagina. BBL 2800 gram, panjang badan 48 cm, dan langsung
menangis kuat.
c. Postnatal
- Saat lahir bayi menangis
- Kenaikan BB setelah lahir hingga saat ini baik.
Kesan : riwayat perinatal baik.

Riwayat Perkembangan :
 Tersenyum : 2 bulan
 Miring dan tengkurap : 3 bulan
 Duduk : 6 bulan
 Berbicara bubling : 8 bulan
 Berdiri berpegangan : 9 bulan
 Berbicara 2 kata : 10 bulan
 Berjalan : 12 bulan
 Anak masuk TK : 5 tahun
 Anak masuk SD : 6 tahun
 Anak masuk MTS : 12 tahun
 Anak masuk MA : 15 tahun
 Riwayat pendidikan : Selama sekolah anak tidak pernah
tinggal kelas dan dapat mengikuti pelajaran, anak bergaul dengan teman
sebayanya
Kesan : Perkembangan sesuai dengan umur, kesehatan mental baik.

Riwayat Imunisasi :
Hepatitis B1 : usia 0 bulan
Hepatitis B2 dan DPT 1 : usia 2 bulan
Hepatitis B3 dan DPT 2 : usia 3 bulan
Hepatitis B4 dan DPT 3 : usia 4 bulan
Polio : usia 0,2,3,4 bulan
BCG : usia 2 bulan
Campak : usia 9 bulan
MMR : usia 15 bulan
Vaksin booster : (-)
Kesan : Imunisasi dasar lengkap, imunisasi sesuai usia, imunisasi booster
tidak diberikan

Riwayat Makan dan Minum :


Anak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan, anak mendapat ASI hingga
usia 2 tahun. Anak mulai mendapat MPASI (bubur) usia 6 bulan sebanyak 2
x sehari. Anak mulai mendapat makanan keluarga usia 1 tahun sebanyak 3 x
sehari.
Sebelumnya pasien, jarang makan di rumah dan suka membeli makanan di
pinggir jalan yang higenitasnya kurang bersih. Pasien makan 3x sehari.
Dalam beberapa minggu terakhir, pasien sering makan diluar bersama teman-
temannya.
Kesan : kualitas makro dan mikro belum tercukupi. Kuantitas baik.
Pemeriksaan Status Gizi
Anak laki-laki usia 15 tahun 7 bulan dengan BB 50 kg, TB 160 cm
WAZ : NA
HAZ : -1,47 ( Perawakan normal)

BMI = BB (kg) / TB (m²)


BMI = 50 / (1,60²)
= 50 / 2,56 = 19,53 kg/m² (normal)

BMI for AGE = -0,28


Kesan = berat badan normal
Kesan : berat badan normal, perawakan normal,

Riwayat Keluarga Berencana Orang tua


Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, sebelumnya ibu
menggunakan kontrasepsi implant sejak 3-4 tahun.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2018 di Bangsal Melati 1 RSUD RA.
Kartini Jepara
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda Vital :
 Nadi : 110 x/menit reguler, isi tegangan cukup
 Laju pernapasan : 22 x/menit
 Suhu : 37,2º C
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
Status internus :
 Kepala : Mesocephale
 Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
 Kulit : ruam (-) ptekiae (-)
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+),
edema palpebra (-/-), mata cekung (-),
 Hidung : Epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
 Telinga : Discharge (-/-)
 Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-)
 Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
 Tenggorok : T1-T1, Faring hiperemis(-)
 Thorak
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk normal, hemithorax dextra dan sinistra
simetris, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = Stem fremitus kiri, nyeri
tekan (-)
Perkusi : sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan ronkhi
(-/-), wheezing (-/-), stridor (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Perkusi :
Batas kiriatas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas pinggang : ICS III linea mid clavicula sinistra
Batas kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra
Batas kiri bawah : ICS V 2 cm medial linea mid clavicula sinistra
Palpasi : Iktus cordis teraba, tak kuat angkat
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II normal reguler, bising
(-)
 Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen,
- Hepar : lobus kanan 8cm, lobus kiri: 6cm
- Lien : traube space (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada kuadran kanan
atas
- Hepar : tepi tegas, regular, tidak berbenjol-benjol
- Lien : schuffner 1

Anggota Gerak
Extremitas atas (D/S) Extremitas bawah (D/S)
CRT 2 detik 2 detik
Akral dingin -/- -/-

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang
 Darah rutin,
 SGOT, SGPT, Alkali Phospatse, GAMMA GT bilirubin ( direk dan
total )
 HbSAg, Anti HbSAg, Anti HCV

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 4 Oktober 2018 jam 14.25


Darah rutin Hasil Nilai normal (laki -laki)
Hemoglobin 14,2 g% 14-16
Leukosit 7040 mm3 4000-10000
Trombosit 304.000 mm3 150000-400000
Hematokrit 41 % 40-48
Eosinofil 2 1-3
Basofil 0 0-1
Staf 0 1-6
Segmen 55 50-70
Limfosit 37 20-40
Monosit 6 2-6

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 4 Oktober 2018 jam 14.25


Hasil Nilai normal (laki – laki)
SGOT 260 s/d 37
SGPT 727 s/d 37
GAMMA GT 362 7-30
Alkali Phospatse 584 64-306
Bilitubin total 2,62 0-1
Bilirubin direk 1,82 0-0,30
Albumin 3,7
HbSAg (-)
Anti HbSAg (-)
HCV (-)
Anti HCV (-)

Hasil
pemeriksaan
tanggal 8 oktober
2019 jam 11.20
Hasil Nilai normal (laki – laki)
SGOT 51 s/d 37
SGPT 250 s/d 37
GAMMA GT 195 7-30
Alkali Phospatse 390 64-306
Bilitubin total 1,28 0-1
Bilirubin direk 0,82 0-0,30

Dilakukan pemeriksaan USG abdomen: 7 oktober 2019, pukul 09.00, hasil keluar
pukul 11.00
Intepretasi: hepar, pancreas, vessica felea, ginjal, pancreas dalam batas normal

• Hepar : Tidak ada pembesaran dari hepar,


struktur homogeni

• Vessica felea : dbn, double wall -, acoustic shadow -,

• Pankreas : dbn, tumor caput pancreas -

VI. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD RA. Kartini Jepara dengan keluhan mual
dan muntah. 5 hari SMRS pasien mulai merasa mual dan muntah. Mual dan
muntah ini timbul mendadak. Pasien sering makan makanan dari pinggir
jalan, namun teman-temannya tidak ada keluhan serupa. Pasien mengaku
tidak pernah mengonsumsi alkohol ataupun obat-obat tertentu, dan tidak
pernah melakukan transfusi dan menyangkal menggunakan jarum suntik.
Muntah yang keluar adalah makanan yang dikonsumsi pasien dan tidak ada
darah. Pasien memuntahkan setiap makanan yang dikonsumsi. Muntah ini
timbul sekitar 3x sehari terus menerus dalam 5 hari dan satu kali muntah
sekitar ¼ gelas belimbing. Keluhan akan terasa lebih berat jika pasien makan
makanan bersantan dan keluhan akan lebih baik jika pasien tidur. Pasien
belum pergi berobat ke dokter atau mengonsumsi obat untuk mengurangi
keluhannya. Pasien masih mau makan dan minum namun setiap yang
dimakankan akan dimuntahkan. Pasien juga mengeluhkan perutnya sakit
pada bagian kanan atas. Keluhan sakit perut ini timbul 4 hari SMRS dan
timbul mendadak. Pasien merasakan perutnya menjadi agak penuh sehingga
menjadi semakin mual. Keluhan ini hilang timbul dan akan lebih mual jika
untuk makan dan lebih baik jika untuk istirahat. Pasien mengeluhkan BAK
nya bewarna lebih gelap seperti teh dan BAB nya bewarna pucat. Panas (-),
batuk (-), pilek (-) diare (-) nyeri kepala (-). Pasien merasa tidak ada perbaikan
sehingga pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD RA Kartini Jepara
Keluarga, teman-teman sekolah, dan di lingkungan tempat tinggalnya
tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Pasien memiliki
kebiasaan jajan di pinggir jalan.
Pemeriksaan fisik : kesadaran composmentis, nadi 110 x/menit reguler,
isi tegangan cukup, laju pernapasan 22 x/menit, suhu 37,2º C, tekanan darah
120/70 mmHg. BMI 19,53 kg/m². Didapatkan nyeri tekan abdomen.
Pemeriksaan lab didapatkan kelainan pada hepar (SGOT, SGPT, GAMMA
GT, Alkali phosphate, bilirubin direk dan total meningkat) dan tes hepatitis
B dan C negatif. USG abdomen dalam batas normal.

VII. DAFTAR MASALAH


 Mual dan muntah, Nyeri perut pada kuadran kanan atas
 BAK bewarna seperti teh, BAB bewarna pucat
 Sklera ikterik
 SGOT, SGPT, GAMMA GT, Alkali phosphate, bilirubin direk dan
total positif meningkat
VIII. DIAGNOSIS
A. DIAGNOSIS BANDING
Kolestasis pre hepatik:
Anemia hemolitik
Kolestasis intra hepatik:
Hepatitis A
Drug induced liver
Non Alcoholic Fatty Liver Disease
Alcoholic Fatty Liver Disease
Kolestasis extra hepatik:
Kolestasis
kolesistitis
B. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis utama : Kolestasis intrahepatic Suspect Hepatitis A
2. Diagnosis komplikasi : -
Diagnosis gizi : BB normal, perawakan normalDiagnosis tumbuh
kembang : sesuai usia, kesehatan mental baik
Diagnosis imunisasi : imunisasi dasar lengkap, sesuai usia
IX. ASSESSMENT DAN INITIAL PLAN DIAGNOSIS
1. Kolestasis
Ip. Dx :
- IP DxS :
Konsumsi junk food/lemak/kolesterol tinggi
- IP DxO :
Pemeriksaan HAV/Anti HAV
Hitung Jenis Leukosit
Profil lemak
Biopsy hepar  pemeriksaan patologi anatomi
Ip. Tx :
• Infus tridex 20 tpm
• inj. ondansetron 6 mg/8 jam
• PO: urdahex 1ct/8jam
• PO: curcuma 1tb/8jam
Ip. Mx :
 Monitor keadaan umum dan TTV
 Awasi tanda-tanda dehidrasi
 Awasi adanya gejala ikterik yang
 Pemeriksaan darah rutin serial
 Pengawasan diuresis
Ip. Ex :
 Edukasi terkait penyakit yang diderita pasien adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus yang menyerang hepar
 Edukasi terkait pemeriksaan yang akan dilakukan
 Edukasi terkait terapi yang sudah dan akan diberikan
 Edukasi terkait prognosis
 Edukasi terkait resiko anak untuk menularkan lewat jalur orofecal.
Setelah BAB, harus mencuci tangan sampai bersih dan menjaga higenitas
diri

X. FOLLOW UP
Waktu Hari ke-1 perawatan Hari ke-2 perawatan
Tanggal 4 Oktober 2018 5 Oktober 2018
S: Mual +, muntah +, nyeri perut
+, BAK seperti teh, BAB pucat
O: Ku baik, kesadaran Ku baik, kesadaran
composmentis composmentis
TD : 100/60 mmHg TD : 110/80 mmHg
HR : 72x/menit isi tegangan HR : 86x/menit isi tegangan
cukup cukup
RR : 20x/mnt RR : 20x/mnt
T : 36,8 T : 36,8
Sklera ikterik (+/+) Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn Thorax : dbn
Abdomen supel, bising usus (+) Abdomen supel, bising usus (+)
normal, nyeri tekan (+) normal, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat +/+ Extremitas : akral hangat +/+

Darah rutin
Hb 14,2 gr%
Leukosit 7040 mm3
Trombosit 304000 mm3
Hematokrit 41%
Eosinofil 2
Basofil 0
Staf 0
Segmen 55
Limfosit 37
Monosit 6

SGOT 260
SGPT 727
GAMMA GT362
Alkali Phospatse584
Bilitubin total 2,62
Bilirubin direk 1,82
Albumin 3,7
HbSAg -
Anti HbSAg -
HCV -
Anti HCV -
A: Kolestasis suspect hepatitis A Kolestasis suspect hepatitis A
P:  Infus tridex 20 tpm  Infus tridex 20 tpm
 Inj. Ondansetron 8 mg/ 8  Inj. Ondansetron 8 mg/ 8
jam jam
 PO: Urdahec 1 tab/ 8jam  PO: Urdahec 1 tab/ 8jam
 PO: Curcuma 1 tab / 8jam  PO: Curcuma 1 tab / 8jam

Waktu Hari ke 3 Perawatan


Tanggal 6 Oktober 2019
S Mual +, muntah + namun berkurang dan jika makan sudah tidak
muntah nyeri perut +, BAK seperti teh, BAB pucat sudah
berkurang
O Ku baik, kesadaran composmentis
TD : 120/90 mmHg
HR : 86x/menit isi tegangan cukup
RR : 20x/mnt
T : 36,8
Sklera ikterik (+/+) tipis
Thorax : dbn
Abdomen supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+) berkurang
Extremitas : akral hangat +/+
A Kolestasis suspect hepatitis A
P  Infus tridex 20 tpm
 Inj. Ondansetron 8 mg/ 8 jam
 PO: Urdahec 1 tab/ 8jam
 PO: Curcuma 1 tab / 8jam
Waktu Hari ke-4 perawatan Hari ke-5 perawatan
Tanggal 7 Oktober 2019 8 Oktober 2018
S: Mual (+), muntah (+) namun Demam (-), nyeri perut (-), mual
berkurang dr sebelumnya, (-), muntah (-), mimisan (-), gusi
nyeri perut kanan atas (+),
berdarah (-), bab hitam (-), ruam
(-)
O: Ku baik, kesadaran kesadaran Ku baik, kesadaran
composmentis composmentis
TD : 110/70 mmHg TD : 100/60 mmhg
HR : 98x/menit isi tegangan HR : 84x/menit isi tegangan
cukup cukup
RR : 20x/mnt RR : 22x/mnt
T : 37,0 T : 36,9
Thorax : dbn Thorax : dbn
Abdomen supel, bising usus (+) Abdomen supel, bising usus (+)
normal, nyeri tekan (+) normal, nyeri tekan (-)
Mata: sklera ikterik (+/+) Mata sklera ikterik (+/+)
PP: PP:
Sudah dilakukan pemeriksaan Dilakukan pemeriksaan tes faal
USG abdomen hati

- Tidak ada pembesaran SGOT : 51


dari hepar, struktur SGPT: 250
homogeny, refleksitas + GAMMA GT: 195
- Vessica felea dbn ( ALKALI PHOPATE: 390
double wall -, acoustic BILIRUBIN TOTAL: 1,28
shadow -) BILIRUBIN DIREK: 0,82
- Pankreas dbn ( tidak ada
tumor kaput pancreas)
- Ginjal dbn

A: Kolestasis suspect hepatitis A Kolestasis suspect hepatitis A


Pasien boleh pulang
P:  Infus tridex 20 tpm  PO: Urdahec 1 tab/ 8jam
 Inj. Ondansetron 8 mg/ 8  PO: Curcuma 1 tab / 8jam
jam
 PO: Urdahec 1 tab/ 8jam
 PO: Curcuma 1 tab / 8jam
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Kolestasis adalah hambatan aliran empedu yang menyebabkan
terganggunya sekresi berbagai substansi yang seharusnya dieksresikan
ke duodenum, sehingga bahan-bahan tersebut tertahan di dalam hati dan
menimbulkan kerusakan hepatosit. Secara klinis terlihat kuning dan
parameter yang paling banyak serta praktis untuk digunakan adalah kadar
bilirubin direk yaitu kadar bilirubin direk serum : > 1,5 mg/dl atau 15%
dari bilirubin total yang meningkat. Bila terjadi gangguan aliran bilirubin
baik pada saluran intra maupun ekstra hepatal berakibat meningkatnya
bilirubin yang terkonjugasi dalam darah yang menimbulkan perubahan
urin yang menjadi lebih tua dan tidak ada/sedikit bilirubin yang masuk
dalam usus sehingga warna feses menjadi pucat seperti dempul.
Hambatan saluran empedu juga menyebabkan rembesan cairan empedu
dalam jaringan hati yang dapat merusak sel-sel hepatosit yang akhirnya
dapat menyebabkan terjadinya sirosis bilier.
Pada pasien, terdapat sklera ikterik, warna urinnya gelap seperti teh,
BAB nya bewarna seperti dempul. Saat dilakukan pemeriksaan awal,
bilirubin totalnya 2,62 mg% dan bilirubin totalnya 1,82 mg %.

II. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi anatominya kolestasis dapat dibagi menjadi 2
yaitu: kolestasis intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik.
a. Kolestasis intrahepatik
Kolestasis intrahepatik bisa juga disebut dengan kolestasis
hepatoseluler. Kolestasis intrahepatik merupakan 68% dari kasus
kolestasis. Kolestasis intrahepatik terjadi karena kelainan pada hepatosit
atau elemen duktus biliaris intrahepatik. Hal ini mengakibatkan
terjadinya akumulasi, retensi serta regurgitasi bahan-bahan yang
merupakan komponen empedu seperti bilirubin, asam empedu serta
kolesterol ke dalam plasma, dan selanjutnya pada pemeriksaan
histopatologis akan ditemukan penumpukan empedu di dalam sel hati
dan sistem biliaris di dalam hati (Bisanto, 2011; Ermaya, 2014).

b. Kolestasis ekstrahepatik
Kolestasis ekstrahepatik merupakan 32% dari kasus kolestasis dan
sebagian besar adalah atresia bilier. Kolestasis ekstrahepatik terdapat
penyumbatan atau obstruksi saluran empedu ekstrahepatik. Penyebab
utama kolestasis tipe ini adalah proses imunologis, infeksi virus
terutama Cytomegalo virus, Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik,
iskemia dan kelainan genetik. Akibat dari penyebab tersebut maka akan
terbentuk kelainan berupa nekroinflamasi, yang pada akhirnya
menyebabkan kerusakan dan pembuntuan saluran empedu
ekstrahepatik (Arief, 2012; Ermaya, 2014).
Atresia bilier merupakan salah satu contoh kolestasis ekstrahepatik
dan merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Deteksi dini
kolestasis ekstrahepatik yang disebabkan oleh atresia bilier merupakan
langkah yang sangat penting, karena metode pengobatan untuk atresia
biler adalah dengan pembedahan hepatik-portoenterostomi yang biasa
dikenal dengan nama operasi Kasai, operasi ini kurang efektif apabila
umur pasien sudah lebih dari 2 bulan (Lee dkk., 2010).
Sedangkan Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan
menjadi 3, yaitu:

1. IKTERUS PRE-HEPATIK

Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau


intravaskular hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik
menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih.
Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia
sp., dan Anaplasma sp. Menurut Price dan Wilson (2002), bilirubin yang
tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak
diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi
peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses
menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat.

2. IKTERUS INTRA HEPATIC

Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan


pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk
bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel
hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang
berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan
konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim
glukoronil transferase sebagai katalisator.

3. IKTERUS POST-HEPATIK

Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya


penurunan sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di
dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui
ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses
terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat berupa
faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan
oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang
mengakibatkan fibrosis.
Pada kasus ini kemungkinan besar pada intrahepatik karena
tidak ada keluhan nyeri kolik yang menunjukan adanya batu pada ductus
choledochus, leukosit dalam batas normal, dan pada pemeriksaan USG
sistem hepatobilier dalam batas normal
III. ETIOLOGI

Pada kasus ini, penyakit yang diderita pasien kemungkinan


disebabkan karena virus hepatitis A. Hepatitis A merupakan penyakit yang
ditularkan melalui transmisi fecal oral. Virus hepatitis A terdapat di dalam
feses seorang penderita, dan dapat menyebar dari orang ke orang, atau bisa
tertular dari makanan atau air. Pasien mempunyai kebiasaan sering jajan
di pinggir jalan dengan kualitas sanitasi dan higenitas yang kurang baik.

IV. PATOFISIOLOGI

Kolestasis didefinisikan sebagai gangguan sekresi atau


aliran empedu di yang menyebabkan akumulasi empedu di dalam
darah ataupun hepatosit. Gangguan aliran empedu dapat disebabkan
oleh kehamilan yang disebut intrahepatic cholestasis of pregnancy,
atau adanya suatu massa seperti tumor dan batu, selain itu dapat juga
diakibatkan oleh suatu mekanisme campuran yang ditemukan pada
kondisi Primary Sclerosing Cholangitis (PSC), sedangkan gangguan
sekresi empedu disebabkan oleh adanya suatu defisiensi genetik pada
protein yang bekerja pada sistem ekspor empedu.

Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan


ikterus dapat terjadi :
1. Pembentukan bilirubin berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati
3. Gangguan konjugasi bilirubin
4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat
faktor intra hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi
fungsional/mekanik.

Selama kolestasis, akumulasi asam empedu di dalam


hepatosit ataupun di dalam darah menyebabkan apoptosis sel hepar
dan hepatotoksisitas, bila proses apoptosis dan kerusakan akibat
kolestasis tidak segera ditangani, akan terjadi jejas pada duktus biliaris
atau hepatosit yang selanjutnya memicu berbagai presentasi klinis,
dimulai dari kelainan pemeriksaan biokimiawi, hingga kegagalan
fungsi hepar ataupun keganasan hepatobilier. Respon hepar terhadap
jejas tersebut berupa proliferasi kolangiosit matur dan proliferasi
hepatosit yang akan memicu terbentuknya fibrosis periduktal, fibrosis
bilier dan sirosis, tetapi pada penyakit bilier tahap lanjut kolangiosit
akan kehilangan kemampuannya untuk berproliferasi.

Pada pasien, kolestasis ini disebabkan oleh virus Hepatitis


A. Hepatitis A adalah penyakit menular dimana proses transmisinya
disebut fecel-oral. Virus hepatitis A terdapat di dalam feses seorang
penderita, dan dapat menyebar dari orang ke orang, atau bisa tertular
dari makanan atau air. Virus didapatkan pada tinja penderita pada
masa penularan mulai pada akhir masa inkubasi sampai dengan fase
permulaan prodromal. Transmisi HAV juga bisa terjadi melalui
parenteral, tetapi kasus ini kurang umum. Begitu juga dengan aktivitas
seksual, namun tidak menutup kemungkinan seseorang yang
menderita HAV akut dapat menularkan kepada mitra seksualnya

Di dalam saluran penceranaan HVA dapat berkembang biak


dengan cepat, kemudian diangkut melalui aliran darah ke dalam hati,
dimana tinggal di dalam kapiler-kapiler darah dan menyerang
jaringan-jaringan sekitarnya sehingga menyebabkan kerusakan hati.
Kerusakan hati terjadi akibat proses imunologis yang disebabkan oleh
aktifitas T limfosit sitolitik terhadap target yaitu VAH antigen yang
ada dalam sitoplasma sel hati dengan akibat terjadi kerusakan sel
perenkim hati yang luas sehingga terjadi peningkatan enzim
SGPT/SGOT kedalam plasma dan menyebabkan adanya obstuksi
sinusoid intra hepatal dengan akibat peningkatan bilirubin direk. Bila
kerusakan hepar luas juga akan terjadi gangguan proses perubahan
bilirubin indirek menjadi direk, sehingga juga akan terjadi
peningkatan kadar bilirubin indirek.

Pada kasus ini, terjadi peningkatan kadar enzim hepar


SGOT SGPT sebagai respon inflamasi didalam sel-sel hepar, serta
terjadi peningkatan enzim biomarker inflamasi yang lain gama GT dan
ALP. Bilirubin direct dan indirect meningkat pada kasus ini
kemungkinan terjadi kerusakan hepar yang luas

V. MANIFESTASI KLINIK

Kolestasis didefinisikan sebagai sindrom klinis dan


biokimiawi yang disebabkan gangguan aliran empedu mulai dari sel
hepar hingga ampula Vaterii. Manifestasi klinis yang disebabkan
kolestasis antara lain ikterus dan pruritus sedangkan gangguan
biokimiawi yang terjadi antara lain peningkatan kadar alkaline
phosphatase dan peningkatan fraksi bilirubin terkonjugasi di dalam
serum darah lebih dari 20% dari kadar bilirubin serum total.

Karena terganggunya aliran empedu ke dalam usus


sehingga tinja menjadi bewarna pucat atau tinja akolis atau hipokolis,
urin bewarna lebih gelap karena urobilinogen dalam tinja menurun,
malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak. Adanya
akumulasi emperdu dalam darah akan menyebabkan icterus dan gatal-
gatal.

Hepatitis pada anak sering bersifat asimtomatis dan hanya


10-20% yang simtomatik, masa inkubasi 15-40 hari dengan rata-rata
28-30 hari. Masa infeksi virus hepatitis A berlangsung antara 3-5
minggu. Virus sudah berada di dalam feces 1-2 minggu sebelum gejala
pertama muncul dan dalam minggu pertama timbulnya gejala. Setelah
masa inkubasi biasanya diikuti dengan gejala-gejala demam, kurang
nafsu makan, mual, nyeri pada kuadran kanan atas perut, dan dalam
waktu beberapa hari kemudian timbul sakit kuning. Urin penderita
biasanya berwarna kuning gelap yang terjadi 1-5 hari sebelum
timbulnya penyakit kuning. Terjadi hepatomegali dan pada perabaan
hati ditemukan tenderness. Sebagian besar (99%) dari kasus hepatitis
A adalah sembuh sendiri

Perjalanan penyakit yang simtomatik dibagi dalam 3 fase,


fase preikterik, fase ikterik, fase penyembuhan. Yang pertama Fase
preikterik/prodromal berlangsung selama 5-7 hari yang ditandai
dengan munculnya gejala seperti menurunnya nafsu makan,
kelelahan, panas, mual sampai muntah, anoreksia, nyeri perut sebelah
kanan, mual dan muntah, demam, diare, urin berwarna coklat gelap
seperti air teh dan tinja yang pucat. Yang kedua fase ikterik biasanya
dimulai dalam waktu 10 hari gejala awal didahului urin
yang berwarna coklat, sklera kuning, kemudian seluruh badan
menjadi kuning. Teradi puncak fase ikterik dalam 1-2 minggu,
hepatomegali ringan yang disertai dengan nyeri tekan. Demam
biasanya membaik setelah beberapa hari pertama penyakit kuning.
Viremia berakhir tak lama setelahnya, meskipun tinja tetap menular
selama 1 - 2 minggu. Biasanya terjadi peningkatan SGPT/SGOT lebih
dari 10 kali normal. Yang terakhir fase Masa penyembuhan/
konvalense, pada fase ini keluhan mulai berkurang, Ikterus
berangsur-angsur berkurang dan hilang dalam 2-6 minggu kemudian,
demikian pula anoreksia, lemas badan dan hepatomegali mulai
berkurang. Penyembuhan sempurna sebagian besar terjadi dalam 3-4
bulan.

Pada kasus ini , pasien menunjukan beberapa gejala dan


tanda pada anamnesis maupun pemeriksaan fisik.

1. Fase pre ikterik:


Gejala prodromal: badan tidak enak (sakit perut, mual, lemas,
anoreksia, urin berwarna cokelat seperti teh dan tinja pucat.
2. Fase ikterik
Pada pemeriksaan, didapatkan sklera ikterik (+/+), nyeri tekan pada
perut kuadran kanan atas namun tidak ada hepatomegali dan terjadi
peningkatan enzim-enzim hati seperi SGOT, SGPT, bilirubin direk
dan total, alkali phosphate, GAMMA GT.
3. Fase penyembuhan
Ikterus berkurang pada hari ke 2 perawatan di RS bersamaan dengan
nyeri perut yang terus berkurang, mual muntah berkurang, dan BAK
seperti teh. Anak sudah tidak lemas dan terlihat sehat pada hari ke 4
perawatan

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, gejala klinik


dan berdasarkan pemeriksaan penunjang (Isolasi partikel virus atau
antigen virus Hepatitis A dalam tinja penderita, kenaikan titer anti-
HAV, kenaikan titer IgM anti-HAV). Antibodi IgM untuk virus
hepatitis A pada umumnya positif ketika gejala muncul disertai
kenaikan ALT (alanine aminotransferase) atau SGPT. IgM akan
positif selama 3-6 bulan setelah infeksi primer terjadi dan bertahan
hingga 12 bulan dalam 25% pasien. IgG anti-HAVmuncul setelah
IgM turun dan biasanya bertahan hingga bertahun-tahun. Pada awal
penyakit, keberadaan IgG anti-HAV selalu disertai dengan adanya
IgM anti-HAV. Sebagai anti-HAV IgG tetap seumur hidup setelah
infeksi akut, deteksi IgG anti-HAV saja menunjukkan infeksi yang
pernah terjadi pada masa lalu.
Untuk menunjang diagnosis dapat dilakukan tes biokimia
fungsi hati (evaluasi laboratorium: bilirubin urin dan urobilinogen,
bilirubin total serum dan langsung, ALT atau SGPT, AST atau
SGOT, fosfatase alkali, waktu protrombin, protein total, albumin,
IgG, IgA, IgM, hitung darah lengkap). Level bilirubin naik setelah
onset bilirubinuria diikuti peningkatan ALT dan AST. Individu yang
lebih tua dapat memiliki level bilirubin yang lebih tinggi. Fraksi
direk dan indirek akan meningkat akibat adanya hemolisis, namun
bilirubin indirek umumnya akan lebih tinggi dari bilirubin direk.
Peningkatan level ALT dan AST sangat sensitif untuk hepatitis A.
Enzim liver ini dapat meningkat hingga melebihi 10.000 mlU/ml
dengan level ALT lebih tinggi dari AST yang nantinya akan kembali
normal setelah 5-20 minggu kemudian. Peningkatan Alkaline
Phospatase terjadi selama penyakit akut dan dapat berkelanjutan
selama fase kolestasik berlangsung mengikuti kenaikan level
transaminase. Selain itu, albumin serum dapat turun.
Pencitraan biasanya tidak diindikasikan untuk infeksi
virus hepatitis A, namun ultrasound scan dapat digunakan untuk
membantu menyingkirkan diagnosis banding, untuk melihat pastensi
pembuluh darah, dan mengevaluasi apakah ada penyakit liver kronis.
USG penting dilakukan pada pasien gagal hati fulminan. Teknik
molekular dapat dilakukan melalui bahan sampel darah dan feses
untuk mendeteksi antigen virus RNA hepatitis A. Virus dan antibodi
dapat dideteksi oleh RIA tersedia secara komersial, AMDAL atau
ELISA kit. Biopsi hati jarang dilakukan untuk infeksi virus hepatitis
A kecuali pasien dicurigai sedang mengalami relaps kronik virus
hepatitis A dan apabila diagnosis lain tidak pasti.
Pada kasus ini penegakan diagnosis dilakukan dengan:
- Anamnesis :
Didapatkan gejala prodromal badan tidak enak (pegal, sakit perut, mual,
lemas, dan gejala yang khas pada penyakit ini misalnya mata pasien kuning
dan BAK seperti air teh, dan BAB seperti dempul
- Pemeriksaan fisik
Didapatkan sklera ikterik dan kuning tampak ikterik, dan nyeri perut
kuadran kanan atas.
- Pemeriksaan penunjang
Kadar SGOT SGPT ALP dan gama GT meningkat
Bilirubin direct dan indirect meningkat
USG: hepar, pancreas, vessica felea, ginjal, pancreas dalam batas normal
• Hepar : Tidak ada pembesaran dari hepar,struktur homogeny
• Vessica felea : dbn, double wall -, acoustic shadow -,
• Pankreas : dbn, tumor caput pancreas -
Pemeriksaan anti HAV tidak dilaksanakan karena tidak tersedia
PCR (isolasi virus) -> tidak dilakukan karena tidak tersedia

VII. TATALAKSANA

Tatalaksana kolestasis bergantung pada penyebab dari kolestasis


tersebut. Salah satu terapi yang diperbolehkan penggunaannya oleh FDA
adalah Ursodeoxycholic Acid (UDCA). Dosis rekomendasi untuk pasien
dengan kolestasis adalah 13-15mg/kgBB/ hari. Berdasarkan suatu kajian,
penggunaan UDCA dianjurkan terutama pada pasien dengan primary
biliary cirrhosis (PBC).30–33 UDCA terbukti mampu menurunkan bilirubin
serum, alkalin fosfatase, !-GT, dan kolesterol serta memperbaiki
gambaran histologis hepar, walaupun tanpa adanya dampak yang
signifikan terhadap pruritus dan kelemahan. UDCA, selain digunakan
pada pasien PBC dapat digunakan pula pada penderita primary sclerosing
cholangitis (PSC).
Kortikosteroid dan beberapa agen imunosupresan dibutuhkan
dalam terapi kolestasis walaupun penggunaannya cukup terbatas.
Penambahan prednisolone dan UDCA memberikan gambaran histologis
hepar PBC stadium awal yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian
tunggal UDCA, tetapi pada pasien dengan PSC tidak direkomendasikan
pemberian kortikosteroid ataupun imunosupresan, karena sedikitnya bukti
ilmiah mengenai efektifitas kedua agen terapi tersebut. Transplantasi
hepar menjadi terapi akhir pasien PBC dan PSC stadium lanjut. Angka
ketahanan hidup pasien penderita PBC dan PSC stadium akhir diharapkan
mengalami peningkatan setelah dilakukan transplantasi hepar.
Hingga sekarang belum ada pengobatan spesifik bagi hepatitis
virus akut. Terapi simtomatis dan penambahan vitamin dengan makanan
tinggi kalori protein dapat diberikan pada penderita yang mengalami
penurunan berat badan atau malnutrisi.Istirahat dilakukan dengan tirah
baring, mobilisasi berangsur dimulai jika keluhan atau gejala berkurang,
bilirubin dan transaminase serum menurun. Aktifitas normal sehari-hari
dimulai setelah keluhan hilang dan data laboratorium normal.
Pada kasus ini, pasien menerima infus tridex, injeksi ondansetron
8mg/mjam untuk mengatasi muntah pada pasien, dan diberikan urdahex
dan curcuma.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi pada hepatitis A yaitu diantaranya Hepatitis virus
kolestasis dan hepatitis virus fulminan. Hepatitis virus kolestasis ditandai oleh
kolestasis intrahepatik hebat, dengan ikterus berat, bilirubin dalam urine, dan
tidak didapatkan urobilinogen di dalam urine dan tinja. Hepatitis virus
fulminan ditandai oleh kegagalan hati akut yang terkait dengan nekrosis masif
dan submasif sel hati, ini adalah suatu komplikasi yang jarang namun parah
di mana 50% pasien dengan kondisi ini memerlukan transplantasi hati
langsung untuk menghindari kematian. Hepatitis fulminan A juga bisa
menyebabkan komplikasi lebih lanjut, termasuk disfungsi otot dan kegagalan
organ multiple.
Pada kasus ini tidak terjadi komplikasi hepatitis A

II. PROGNOSIS
Prognosis hepatitis A sangat baik, lebih dari 99% dari pasien
dengan hepatitis A infeksi sembuh sendiri. Komplikasi akibat Hepatitis A
hampir tidak ada kecuali pada para lansia atau seseorang yang memang sudah
mengidap penyakit hati kronis atau sirosis. Hanya 0,1% pasien berkembang
menjadi nekrosis hepatik akut fatal.
Pada kasus ini prognosis bonam, karena pasien masih remaja
(imunitas dan regenerasi sel masih bagus)

III. PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN


Terapi yang dibutuhkan adalah simptomatis karena penyakit
ini penyebabnya virus yang dapat self limiting disease. Ada beberapa cara
untuk mencegah penularan hepatitis A, Menurut WHO antara lain melalui
hidup bersih dan sehat dan pemberian vaksinasi. Hampir semua infeksi HAV
menyebar dengan rute fekal-oral, maka pencegahan dapat dilakukan dengan
hygiene perorangan yang baik, standar kualitas tinggi untuk persediaan air
publik dan pembuangan limbah saniter, serta sanitasi lingkungan yang baik.
Dalam rumah tangga, kebersihan pribadi yang baik, termasuk tangan sering
dan mencuci setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan,
merupakan tindakan penting untuk mengurangi risiko penularan dari individu
yang terinfeksi sebelum dan sesudah penyakit klinis mereka menjadi
apparent.
Pemberian vaksin atau imunisasi. Imunisasi pasif yaitu
pemberian antibodi dalam profilaksis untuk hepatitis A telah tersedia selama
bertahun-tahun. Serum imun globulin (ISG), dibuat dari plasma populasi
umum, memberi 80-90% perlindungan jika diberikan sebelum atau selama
periode inkubasi penyakit. Dalam beberapa kasus, infeksi terjadi, namun
tidak muncul gejala klinis dari hepatitis A. Saat ini, ISG harus diberikan pada
orang yang intensif kontak pasien hepatitis A dan orang yang diketahui telah
makan makanan mentah yang diolah atau ditangani oleh individu yang
terinfeksi. Begitu muncul gejala klinis, host sudah memproduksi antibodi.
Orang dari daerah endemisitas rendah yang melakukan perjalanan ke daerah-
daerah dengan tingkat infeksi yang tinggi dapat menerima ISG sebelum
keberangkatan dan pada interval 3-4 bulan asalkan potensial paparan berat
terus berlanjut, tetapi imunisasi aktif adalah lebih baik.
Imunisasi aktif merupakan vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan telah dievaluasi tetapi menunjukkan imunogenisitas dan
belum efektif bila diberikan secara oral. Penggunaan vaksin ini lebih baik
daripada pasif profilaksis bagi mereka yang berkepanjangan atau berulang
terpapar hepatitis A. Vaksin hepatitis A diberikan 2 kali dengan jarak 6-12
bulan. Vaksin sudah mulai bekerja 2 minggu setelah penyuntikan pertama.
Apabila terpapar virus hepatitis A sebelum 2 minggu yang berarti vaksin
masih belum bekerja maka dapat diberikan imunoglobulin.
Pada kasus ini, pasien dan keluarga pasien sudah diedukasi
untuk menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan setelah BAK maupun
BAB dan saat sebelum makan. Pasien juga diedukasi untuk tidak jajan
sembarangan lagi dan untuk saat ini mengurnagi makanan yang berlemak dan
kering. Mengonsumsi makanan yang kayak akan serat dan gizi, dan protein.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adirson D.A, Stephen A, Locarini: Replication of Hepatitis Virus A; In Viral


Hepatitis and Liver disease. 1988 p8-11.

2. Nelson WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.Jakarta:
EGC, 2000

3. Sulaiman A, Julitasari: Virus hepatitis A sampai E di Indonesia; yayasan penerbitan


Ikatan Dokter Indonesia 1995.

4. Silverman A and Sokol R.S: Liver and Pancreas in Current Pediatric Diagnosis and
Treatment 12th. Lange Medical Book 2003. H. 582-9.

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
P420-428

6. Mehta N. Drug-induced hepatotoxicity. http://emedicine.medscape.com

7. Steel PAD. Cholecystitis and biliary colic. http://emedicine.medscape.com

8. World Health Organization. The global prevalence of hepatitis A virus infection and
susceptibility: a systematic review.
1.

Anda mungkin juga menyukai