Disusun oleh:
Svetlana Solascriptura L
NIM. 2018-84-052
Pembimbing:
William H. Melatunan, SST, FT
Berjalan merupakan gerak lokomosi yang melibatkan dua kaki, untuk mendukung
propulsi dengan salah satu kaki kontak atau bersentuhan dengan tanah. Berjalan meskipun
terlihat sederhana namun melibatkan berbagai mekanisme yang bisa menimbulan gerak
kompleks. Gaya berjalan merupakan hasil integrasi antara tulang, sistem saraf (sistem saraf
pusat dan perifer), otot, dan factor lingkungan (sepatu, permukaan tempat pijakan).
Secara mekanis, gaya berjalan atau gait membutuhkan kerjasama antara ekstremitas atas
dan bawah pada kedua sisi. Ketika satu kaki menyentuh tanah sebagai penahan, pendukung
gerak, dan pendorong, kaki lainnya mengayun untuk membuat satu langkah. Hal tersebut
menimbulkan gait / gaya berjalan sebagai gerakan bergantian yang ritmis antara kaki, lengan
dan badan untuk membuat gerak maju. Syarat terbentuknya suatu gait adalah balance
(keseimbangan), weight bearing, dan forward propultion (dorongan kedepan).
Gait atau gaya berjalan merupakan suatu fenomena siklik yang bisa dibagi dalam segmen
atau fase. Berdasarkan terminologi tradisional, gait digambarkan sebagai proses heelstrike,
heel rise, dan toe off. Sedangkan menurut terminologi Rancho Los Amogis (RLA) yang
populer di awal 1990-an, lebih menekankan pada lamanya segmen atau proses, seperti
loading response, terminal stance, dan pre-swing.
1. Langkah-langkah Pemeriksaan
2. Macam-macam Gait
a. Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara sirkumduksi.
b. Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya
spastik paraparese.
c. Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
d. Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau paralisis n.
Peroneus.
e. Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan, khas
untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.
f. Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua
tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan setengah
diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek.
B. TRAKSI
1. Definisi Traksi
Traksi adalah suatu teknik penerapan kekuatan tarikan pada salah satu bagian tubuh,
untuk meregangkan jaringan lunak dan melebarkan ruang sendi. Kekuatan tarikan dapat
ditimbulkan secara manual, dengan beban dan system katrol, maupun secara elektromekanis.
2. Tujuan Traksi
Tujuan dari pemasangan traksi pada klien yang mengalami gangguan muskuloskeletal
adalah mobilisasi tulang belakang servikal, reduksi dislokasi / subluksasi, distraksi
interforamina vertebrae, mengurangi deformitas, dan mengurangi rasa nyeri. Tujuan dari
traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk
memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan, untuk menjaga mereka immobile
sedang hingga mereka bersatu. Untuk meminimalkan spasme otot. Untuk mengurangi dan
mempertahankan kesejajaran tulang yang tepat. Untuk menambah ruangan diantara kedua
permukaan patahan tulang. Tujuan lain dari pemasangan traksi adalah untuk dapat
mempertahankan panjang ekstermitas kegarisan (aligment) maupun keseimbangan
(stability) pada patah tulang, memungkinkan pergerakan sendi dan mempertahankan
kesegarisan fragmen- fragmen patah tulang. Mencegah cedera pada jaringan lunak.Untuk
merawat kondisi inflamasi dengan imobilisasi sendi (mis. Arthritis atau tuberculosis).
3. Mekanisme Traksi
Mekanisme traksi dengan teknik intermitten dapat menurunkan nyeri oleh stimulasi dari
mekanoreseptor oleh adanya oscillatory movement yang dapat mengaktifkan serabut aferen
berdiameter besar sehingga diperoleh penutupan dari spinal gate. Traksi dengan teknik
intermitten juga dapat merelaksasi otot-otot punggung bawah dengan stimulasi dari golgi
tendons organs (GTOs) untuk menginhibisi alfa motor neuron sehingga menurunkan spasme
otot. Tarikan yang dihasilkan oleh traksi dengan kekuatan tarikan 50% berat badan akan
mengurangi penekanan pada permukaan dari sendi apabila ada gangguan atau distraksi pada
sendi yang menekan akar saraf spinalis yang dapat direkomendasikan pada kasus HNP
ringan.
4. Efek Fisiologi
intervertebralis
d. Peregangan dan penambahan gerak terhadap sendi apofisial pada prosesus artikularis
5. Indikasi Traksi
6. Kontraindikasi Traksi
c. Osteoporosis
d. Fraktur unstable
7. Contoh Kasus
− Ischialgia