Anda di halaman 1dari 21

Informasi

MODEL MENGAJAR SMK

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT


DINAS PENDIDIKAN
2018

i
DAFTAR ISI

A. PENDEKATAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN ………………………………………………..


1
1. Pendekatan Saintific (Scientific Approach) ……………………………………………… 1
2. Pendekatan Discovery (Discovery Learning) ………………………………………………4
3. Pendekatan problem based Learning ………………………………………………………….
11
4. Pendekatan Project based Learning ………………………………………………………… 14
B. STRATEGI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN …………………………………………………………..
18
C. LEMBAR TUGAS ………………………………………………………………………………………………….
19

ii
A. PENDEKATAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN
Dalam pelaksanaan pembelajaran diterapkan beberapa jenis pendekatan
pembelajaran sesuai kontek materi pembelajaran dan tingkat penguasaan yang ingin
dicapai dari proses pembelajaran. Berikut ini diuraikan beberapa jenis pendekatan
pembelajaran, antara lain:
1. Pendekatan Saintific (Scientific Approach)
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekatan
ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi
melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau
informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis,
menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi,
atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat
diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses
pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan
menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan saintifik dalam
pembelajaran disajikan sebagai berikut:

a. Mengamati (observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang,
dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi
pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran
memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru
membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk
melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan
membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan,
melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal
yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang
diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

b. Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas
kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak,

1
dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat
mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek
yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep,
prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual
sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta
didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan
guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik
mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan
sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu
peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin
dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari
informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru
sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai
sumber yang beragam.
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah
mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang
diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa
yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang
bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini
adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan
belajar sepanjang hayat.

c. Mengumpulkan Informasi
Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari
bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik
dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek
yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut
terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013,
aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca
sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas
wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang
diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai
pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan
2
mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

d. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/menalar” dalam kegiatan
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a
Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik
terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari
kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan
informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan
kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi
dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada
yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu
informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi
tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap
jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur
dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses
berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi
untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam
konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak
merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi
dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide
dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya
menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke
otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain.
Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan
berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.

e. Menarik kesimpulan
Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik
merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. Setelah
menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari
keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan
kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan.

3
f. Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang
ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan
menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru
sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.
Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah
menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara
lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,
mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

2. Pendekatan Discovery (Discovery Learning)


Pada lampiran iv Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 81A Tahun 2013, untuk mencapai kualitas yang telah dirancang
dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip
yang: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta
didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai,
etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar
yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran
yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Di dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan yang
sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi informasi
atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman tempat dan waktu ia
hidup. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak
dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah
subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah,
mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus
berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk
mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya.
4
a. Definisi
Strategi discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran
dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana
pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning
that takes place when the student is not presented with subject matter in the
final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam
Emetembun, 1986:103). Yang menjadikan dasar ide Bruner ialah pendapat dari
Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di
kelas.
Bruner memakai strategi yang disebutnya discovery learning, dimana murid
mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono,
1996:41). Strategi discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat,
terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa
konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi,
pengukuran, prediksi, penentuan. Proses tersebut disebut cognitive process
sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig
conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama
dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang
prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada
ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.
Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang
diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh
guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga
peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk
mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian,
sedangkan problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan
menyelesaikan masalah.

b. Konsep
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya strategi discovery learning
merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat
memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang
5
kategorisasi yang nampak dalam discovery, bahwa discovery adalah
pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebut sistem-sistem coding.
Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem coding dirumuskan demikian
dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-
obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner memandang bahwa suatu konsep
atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan peserta didik dikatakan memahami
suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1)
Nama; 2) Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif; 3)
Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; 4) Rentangan karakteristik; 5)
Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan
konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut
proses berfikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi
mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau
peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria
tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap
peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan.
Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu
peserta didik pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery
learning environment, yaitu lingkungan dimana peserta didik dapat melakukan
eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian
yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar
peserta didik dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan
pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif
peserta didik. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi
kemampuan peserta didik dalam berfikir (merepresentasikan apa yang
dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. Menurut Bruner
perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan
oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactiv, iconic, dan symbolic. Tahap
enaktiv, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk
memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya
anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan,
pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek
atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya,

6
dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan
(tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah
mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam
memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika,
matematika, dan sebagainya.
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam strategi discovery learning
menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada
muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin,
atau ahli matematika. Dan melalui kegiatan tersebut peserta didik akan
menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi
dirinya. Karakteristik yang paling jelas mengenai discovery sebagai strategi
mengajar ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar,
bimbingan guru hendaklah lebih berkurang dari pada strategi-strategi mengajar
lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu
bimbingan setelah problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang
diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan pelajar diberi
responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri.

c. Kelebihan Penerapan Discovery Learning


Beberapa kelebihan penerapan Discovery Learning antara lain sebagai berikut.
1) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan
merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara
belajarnya.
2) Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
3) Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
4) Strategi ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan
sesuai dengan kecepatannya sendiri.
5) Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri
dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
6) Strategi ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya,
karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

7
7) Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif
mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai
peserta didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
8) Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena
mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
9) Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
10) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi
proses belajar yang baru;
11) Mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
12) Mendorong peserta didik berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
13) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik;
14) Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
15) Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada
pembentukan manusia seutuhnya;
16) Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik;
17) Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis
sumber belajar;
18) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

d. Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran


1) Langkah Persiapan Strategi Discovery Learning
 Menentukan tujuan pembelajaran
 Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal,
minat, gaya belajar, dan sebagainya)
 Memilih materi pelajaran.
 Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara
induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
 Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik
 Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari
yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke
simbolik
 Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik

8
2) Prosedur Aplikasi Strategi Discovery Learning
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan strategi discovery
learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam
kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
 Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu
yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.
Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap
ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi
bahan.
 Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam
bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah
2004:244). Memberikan kesempatan peserta didik untuk
mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang mereka hadapi,
merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta didik agar
mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
 Data collection (pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan
kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan
demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba
sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik
belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan

9
dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak
disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan
yang telah dimiliki.
 Data processing (pengolahan data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan
mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik
baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan, dan
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut
juga dengan pengkodean coding/kategorisasi yang berfungsi sebagai
pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut
peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif
jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis
 Verification (pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi
dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing
(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau
informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan
terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah
terbukti atau tidak.
 Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan
hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka
dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah
menarik kesimpulan peserta didik harus memperhatikan proses
generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas
makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari
pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan
generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

10
3. Pendekatan Problem Based Learning
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), selanjutnya
disingkat PBM, mula-mula dikembangkan pada sekolah kedokteran di Ontario
Kanada pada 1960-an (Barrows, 1996). Strategi ini dikembangkan sebagai respon
atas fakta bahwa para dokter muda yang baru lulus dari sekolah kedokteran itu
memiliki pengetahuan yang sangat kaya, tetapi kurang memiliki keterampilan
memadai untuk memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam praktik sehari-hari.
Perkembangan selanjutnya, PBM secara lebih luas diterapkan di berbagai mata
pelajaran di sekolah maupun perguruan tinggi.
a. Pengertian PBM
PBM adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (autentik)
yang tidak terstruktur (ill-structured) dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi
peserta didik untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan
berpikir kritis serta sekaligus membangun pengetahuan baru. Berbeda dengan
pembelajaran konvensional yang menjadikan masalah nyata sebagai penerapan
konsep, PBM menjadikan masalah nyata sebagai pemicu bagi proses belajar
peserta didik sebelum mereka mengetahui konsep formal. Peserta didik secara
kritis mengidentifikasi informasi dan strategi yang relevan serta melakukan
penyelidikan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan menyelesaikan
masalah tersebut peserta didik memperoleh atau membangun pengetahuan
tertentu dan sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
keterampilan menyelesaikan masalah. Mungkin, pengetahuan yang diperoleh
peserta didik tersebut masih bersifat informal. Namun, melalui proses diskusi,
pengetahuan tersebut dapat dikonsolidasikan sehingga menjadi pengetahuan
formal yang terjalin dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki
peserta didik.
Berbagai penelitian mengenai penerapan PBM menunjukkan hasil positif.
Misalnya, hasil penelitian Gijselaers (1996) menunjukkan bahwa penerapan
PBM menjadikan peserta didik mampu mengidentifikasi informasi yang
diketahui dan diperlukan serta strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah. Jadi, penerapan PBM dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam menyelesaikan masalah.

11
b. Tujuan PBM
Tujuan utama PBM bukanlah penyampaian sejumlah besar pengetahuan
kepada peserta didik, melainkan pada pengembangan kemampuan berpikir
kritis dan kemampuan pemecahan masalah dan sekaligus mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri.
PBM juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian belajar dan
keterampilan sosial peserta didik. Kemandirian belajar dan keterampilan sosial
itu dapat terbentuk ketika peserta didik berkolaborasi untuk mengidentifikasi
informasi, strategi, dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan
masalah.
c. Prinsip-prinsip PBM
Prinsip utama PBM adalah penggunaan masalah nyata sebagai sarana bagi
peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan sekaligus
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan
masalah. Masalah nyata adalah masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-
hari dan bermanfaat langsung apabila diselesaikan.
Pemilihan atau penentuan masalah nyata ini dapat dilakukan oleh guru
maupun peserta didik yang disesuaikan kompetensi dasar tertentu. Masalah itu
bersifat terbuka (open-ended problem), yaitu masalah yang memiliki banyak
jawaban atau strategi penyelesaian yang mendorong keingintahuan peserta
didik untuk mengidentifikasi strategi-strategi dan solusi-solusi tersebut. Masalah
itu juga bersifat tidak terstruktur dengan baik (ill-structured) yang tidak dapat
diselesaikan secara langsung dengan cara menerapkan formula atau strategi
tertentu, melainkan perlu informasi lebih lanjut untuk memahami serta perlu
mengkombinasikan beberapa strategi atau bahkan mengkreasi strategi sendiri
untuk menyelesaikannya.
Kurikulum 2013 menurut Permendikbud nomor 81a tahun 2013 tentang
implementasi kurikulum, menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak
dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah
subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah,
mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Di dalam PBM pusat
pembelajaran adalah peserta didik (student-centered), sementara guru
berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik untuk secara aktif
menyelesaikan masalah dan membangun pengetahuannya secara berpasangan
ataupun berkelompok (kolaborasi antar peserta didik)

12
d. Langkah-langkah PBM
Pada dasarnya, PBM diawali dengan aktivitas peserta didik untuk
menyelesaikan masalah nyata yang ditentukan atau disepakati. Proses
penyelesaian masalah tersebut berimplikasi pada terbentuknya keterampilan
peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus
membentuk pengetahuan baru. Proses tersebut dilakukan dalam tahapan-
tahapan atau sintaks pembelajaran yang disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Sintaks atau Langkah-Langkah PBM
Tahap Aktivitas Guru dan Peserta didik
Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana
Mengorientasikan atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi
peserta didik terhadap peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas
masalah pemecahan masalah nyata yang dipilih atau
ditentukan
Tahap 2 Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan
Mengorganisasi peserta mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan
didik untuk belajar dengan masalah yang sudah diorientasikan pada
tahap sebelumnya.
Tahap 3 Guru mendorong peserta didik untuk
Membimbing mengumpulkan informasi yang sesuai dan
penyelidikan individual melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
maupun kelompok kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah.
Tahap 4 Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas
Mengembangkan dan dan merencanakan atau menyiapkan karya yang
menyajikan hasil karya sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam
bentuk laporan, video, atau model.
Tahap 5 Guru membantu peserta didik untuk melakukan
Menganalisis dan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan
mengevaluasi proses masalah yang dilakukan
pemecahan masalah
(Sumber: Nur, 2011)
Tahapan-tahapan PBM yang dilaksanakan secara sistematis berpotensi
dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan
masalah dan sekaligus dapat menguasai pengetahuan yang sesuai dengan

13
kompetensi dasar tertentu. Tahapan-tahapan PBM tersebut dapat
diintegrasikan dengan aktivitas-aktivitas pendekatan saintifik sesuai dengan
karakteristik pembelajaran dalam Kurikulum 2013 sebagaimana tertera pada
Permendikbud No. 81a Tahun 2013. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperiman, mengasosiasikan
/mengolah informasi, dan mengkomunikasikan.

4. Pendekatan Project Based Learning


Terdapat beberapa definisi tentang pembelajaran berbasis proyek (Project-
based learning), antara lain Intel Corporation (2007) memberikan definisi terhadap
pembelajaran berbasis proyek sebagai “an instructional model that involves
students in investigations of compelling problems that culminate in authentic
products”. Pendapat Barell, Baron, dan Grant yang memberikan pengertian PBP
sebagai “using authentic, real-world project, based on a highly motivating and
engaging question, task, or problem to teach students academic content in the
context of working cooperatively to solve the problem” (Dalam Bender, 2012).
Mengacu pada beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa pembelajaran
berbasis proyek (PBP) merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan
proyek/kegiatan sebagai sarana pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas
peserta didik untuk memecahkan masalah dengan menerapkan keterampilan
meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk
pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Strategi ini memperkenankan
pesera didik untuk bekerja secara mandiri maupun berkelompok dalam
mengkostruksikan produk otentik yang bersumber dari masalah nyata dalam
kehidupan sehari-hari..
Oleh karena itu, pembelajaran berbasis proyek (PBP) merupakan strategi
pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman nyata. PBP
dilakukan secara sistematik yang mengikutsertakan peserta didik dalam
pembelajaran sikap, pengetahuan dan keterampilan melalui investigasi dalam
perancangan produk. PBP merupakan strategi pembelajaran yang inovatif, yang
menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek memberi kesempatan peserta didik

14
berpikir kritis dan mampu mengembangkan kreativitasnya melalui pengembangan
inisiatif untuk menghasilkan produk nyata berupa barang atau jasa.
Pada PBP, peserta didik terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah
yang ditugaskan oleh guru dalam bentuk suatu proyek. Peserta didik aktif
mengelola pembelajarannya dengan bekerja secara nyata yang menghasilkan
produk riil. PBP dapat mereduksi kompetisi di dalam kelas dan mengarahkan
peserta didik lebih kolaboratif daripada bekerja sendiri-sendiri. Di samping itu PBP
dapat juga dilakukan secara mandiri melalui bekerja mengkonstruk
pembelajarannya melalui pengetahuan serta keterampilan baru, dan
mewujudkannya dalam produk nyata.

a. Prinisp-prinsip pembelajaran berbasis proyek (PBP)


Sebagaimana telah diurakan di atas bahwa sarana pembelajaran untuk
mencapai kompetensi dalam PBP menggunakan tugas proyek sebagai strategi
pembelajaran. Para peserta didik bekerja secara nyata, memecahkan persoalan
di dunia nyata yang dapat menghasilkan solusi berupa produk atau hasil karya
secara nyata atau realistis. Prinsip yang mendasari pembelajaran berbasis
proyek adalah:
1) Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas-tugas
pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran.
2) Tugas proyek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu
tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
3) Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan
produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan
tema/topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan atau hasil karya).
Produk, laporan atau hasil karya tersebut selanjutnya dikomunikasikan
untuk mendapat tanggapan dan umpan balik untuk perbaikan proyek
berikutnya.
b. Manfaat pembelajaran berbasis Proyek (PBP)
Pembelajaran berbasis proyek merupakan strategi pembelajaran yang
berfokus pada peserta didik dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-
tugas bermakna lainya. Pelaksanaan PBP dapat memberi peluang pada peserta
didik untuk bekerja mengkonstruk tugas yang diberikan guru yang puncaknya
dapat menghasilkan produk karya peserta didik. Manfaat Pembelajaran
berbasis proyek (PBP) diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran
15
2) Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah.
3) Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah yang
kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa.
4) Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam
mengelola sumber/bahan/alat untuk menyelesaikan tugas.
5) Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PBP yang bersifat
kelompok.

c. Langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek


Dalam PBP, peserta didik diberikan tugas dengan mengembangkan
tema/topik dalam pembelajaran dengan melakukan kegiatan proyek yang
realistik. Di samping itu, penerapan pembelajaran berbasis proyek ini
mendorong tumbuhnya kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan
diri, serta berpikir kritis dan analitis pada peserta didik.
Secara umum, langkah-langkah Pembelajaran berbasis proyek (PBP) dapat
dijelaskan sebagai berikut.

1. Penentuan 2. Perancangan langkah- 3. Penyusunan Jadwal


Proyek langkah penyelesaian Pelaksanaan Proyek
Proyek

5. Penyusunan laporan 4. Penyelesaian Proyek


6. Evaluasi
dan presentasi/publikasi dengan fasilitasi dan
proses dan hasil
hasil Proyek monitoring guru
Proyek

Gambar 1: Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Proyek

Berdasarkan bagan di atas, kegiatan yang harus dilakukan pada setiap


langkah PBP adalah sebagai berikut:
1) Penentuan proyek
Pada langkah ini, peserta didik menentukan tema/topik proyek
berdasarkan tugas proyek yang diberikan oleh guru. Peserta didik diberi
kesempatan untuk memilih/menentukan proyek yang akan dikerjakannya
baik secara kelompok ataupun mandiri dengan catatan tidak menyimpang
dari tugas yang diberikan guru.
16
2) Perancangan langkah-langkah penyelesaian proyek
Peserta didik merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian proyek
dari awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Kegiatan perancangan
proyek ini berisi aturan main dalam pelaksanaan tugas proyek, pemilihan
aktivitas yang dapat mendukung tugas proyek, pengintegrasian berbagai
kemungkinan penyelesaian tugas proyek, perencanaan sumber/bahan/alat
yang dapat mendukung penyelesaian tugas proyek, dan kerja sama antar
anggota kelompok.
3) Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek
Peserta didik di bawah pendampingan guru melakukan penjadwalan
semua kegiatan yang telah dirancangnya. Berapa lama proyek itu harus
diselesaikan tahap demi tahap.
4) Penyelesaian proyek dengan fasilitasi dan monitoring guru
Langkah ini merupakan langkah pengimplementasian rancangan proyek
yang telah dibuat. Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan proyek di
antaranya adalah dengan a) membaca, b) meneliti, c) observasi, d) interviu,
e) merekam, f) berkarya seni, g) mengunjungi objek proyek, atau h) akses
internet. Guru bertanggung jawab memonitor aktivitas peserta didik dalam
melakukan tugas proyek mulai proses hingga penyelesaian proyek. Pada
kegiatan monitoring, guru membuat rubrik yang akan dapat merekam
aktivitas peserta didik dalam menyelesaikan tugas proyek.
5) Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil proyek
Hasil proyek dalam bentuk produk, baik itu berupa produk karya tulis,
karya seni, atau karya teknologi/prakarya dipresentasikan dan/atau
dipublikasikan kepada peserta didik yang lain dan guru atau masyarakat
dalam bentuk pameran produk pembelajaran.
6) Evaluasi proses dan hasil proyek
Guru dan peserta didik pada akhir proses pembelajaran melakukan
refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas proyek. Proses refleksi pada tugas
proyek dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pada tahap
evaluasi, peserta didik diberi kesempatan mengemukakan pengalamannya
selama menyelesaikan tugas proyek yang berkembang dengan diskusi untuk
memperbaiki kinerja selama menyelesaikan tugas proyek. Pada tahap ini juga
dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dihasilkan.

17
B. STRATEGI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PRAKTIK
Dalam pelaksanaan pembelajaran praktek dengan kelas besar perlu dilakukan
pengaturan pembelajaran secermat mungkin sesuai dengan jumlah alat (unit untuk
praktek), jenis pekerjaan dan waktu yang tersedia untuk pelaksanaan pembelajaran.
Dengan memperhatikan ketiga unsur tersebut baru dilakukan perancangan
pelaksanaan pembelajaran praktik. Untuk melaksanakan perancangan ini terlebih
dahulu harus dilakukan analisis kompetensi dan kebutuhan peralatan dari tiap
kompetensi. Hal ini berguna untuk mempermudah pengaturan pembagian tugas.
Berikut ini contoh analisis peralatan sesuai kompetensi yang dipilih.

Kompetensi
Materi Peralatan dan bahan yang dibutuhkan Keterangan
dasar
Memperbaiki Perbaikan o Alat tangan Pekerjaan A
Kelistrikan Sistem Starter o AVO Meter
o Amper meter
Engine o Growler Tester + daun gergaji besi
o Vernier calliper
o V-Block
o Dial Indicator
o Spring Scale
o Ragum
o Baterai
o Kabel
o Motor Starter Pada Unit
Perbaikan o Alat tangan Pekerjaan B
Sistem o Kunci Busi
Pengapian o Avo meter
o Feeler gauge
o Timing Light
o Dwell Tester
o Tachometer
o Condensor Tester
o Komponen Sistem Pengapian Pada Unit
Perbaikan o Alat tangan Pekerjaan C
Sistem o AVO Meter
Pengisian o Ampermeter
o Vernier calliper
o Solder dan timah
o Baterai
o Kabel dan terminal kabel
o Test Bench (Meja Uji Alternator)
o Komponen Sistem Pengisian Pada Unit

18
Dari hasil analisis kompetensi, selanjutnya dirancang program pelaksanaan praktik
sesuai jumlah group dan jenis pekerjaan. Dalam pembelajaran praktik biasanya
dilakukan pengaturan praktik secara seri, parallel, dan seri paralel. Pemilihan strategi
ini disesuaikan dengan tiga unsur yang sudah dijelaskan di atas. Sebagai contoh, dalam
pelaksanaan pembelajaran Engine Electrical yang terdiri dari 3 sub kompetensi, bisa
dilakukan strategi pembelajaran sebagai berikut.

Pekerjaan Sistem Sistem Sistem


Keterangan
Group Starter Pengapian pengisian
A
B
C
D
E
F

Seperti diperlihatkan pada tabel di atas, pengaturan pekerjaan dibuat secara seri-
parallel, dalam hal ini terdapat group belajar yang tugasnya sama tetapi berbeda dari
group lainnya.

C. LEMBAR TUGAS
1. Lakukan analisis kompetensi untuk pelaksanaan pembelajaran satu semester,
kemudian tentukan jenis pekerjaan dan analisis peralatan/alat yang dibutuhkan
untuk pekerjaan tersebut!
2. Rancanglah pengaturan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan hasil analisis pada
point 1 dengan memperhatikan jumlah siswa, peralatan, dan waktu yang tersedia!

19

Anda mungkin juga menyukai