Evaluasi IDS
Evaluasi IDS
MENGGUNAKAN KUESIONER 1
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB I
PENDAHULUAN
dimiliki sebagai sumber informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan pada
berbagai disiplin ilmu (Rajabifard, 2010).
Berdasarkan hierarki pembangunan IDS, pemerintah daerah berperan sebagai
pengguna dan penghasil data geospasial.Pemerintah daerah bertindak sebagai pihak
yang menjalankan rencana strategis dan menjalin hubungan kerjasama dengan
swasta, komunitas daerah, instansi di provinsi, dan instansi di daerah (Jacoby, Smith,
dkk., 2002). IDS dapat diumpamakan sebagai suatu piramida, dimana IDS di tingkat
daerah yang memiliki kedetailan data yang berguna untuk membangun susunan dasar
piramida (Rajabifard, Williamson, dkk., 2000). Pemerintah daerah memiliki peran
untuk memproduksi data geospasial dalam skala besar dan memberikan motivasi
pada para pemangku kepentingan untuk berbagi data geospasial (Cetl, Sisko, dkk.,
2012; F. Harvey& Tulloch, 2006; McDougall, Rajabifard, dkk., 2005a). Adapun
spesifikasi Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang diproduksi oleh pemerintah
daerah adalah skala 1 : 10.000, skala 1:50.000, skala 1 : 25.000,dan skala 1 :
100.000(Sutanta, Bishop, dkk., 2010b).
Pembangunan IDS perlu didukung oleh praktek komponen IDS, yaitu aspek
kelembagaan, peraturan perundang-undangan dan kebijakan, data geospasial,
teknologi, dan Sumber Daya Manusia (SDM) (BIG, 2003; Onah, 2009).Dalam
proses pembangunannya perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui perkembangan
pembangunan IDS.
I.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah perkembangan pembangunan
IDS di daerah belum diketahui, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kesiapan
IDS di daerah. Kesiapan IDS dapat dilihat dari evaluasi komponen IDS. Dalam
mengevaluasi memerlukan data evaluasi diri dari instansi yang bertanggungjawab
dalam pembangunan IDS di daerah, yaitu Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA). Dalam penelitian ini, data evaluasi diri diperoleh dari
kuesioner Indonesian Spatial Data Infrastructure Readiness Index (i-SRI).
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan Technology Acceptance Model
(TAM). TAM digunakan untuk memprediksi adopsi IDS di daerah dari sisi praktek
komponen data. Untuk mempermudah mengetahui pola kesiapan IDS di daerah,
hasilrekapitulasi kuesioner divisualisasikan dalam PCP. Hasil rekapitulasi kuesioner
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 3
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
masing pertanyaan terdiri atas dua pilihan jawaban, yaitu pilihan jawaban sudah dan
belum. Pilihan jawaban sudah diberikan bobot 1 dan pilihan jawaban belum
diberikan bobot 0.
Berdasarkan penelitian tentang evaluasi kesiapan IDS yang telah ada, belum
ada penelitian evaluasi kesiapan menggunakan TAM. Evaluasi kesiapan IDS
menggunakan TAM untuk memprediksi adopsi IDS di daerah melalui praktek
komponen data. Berdasarkan hasil kuesioner, pemerintah daerah memiliki kesiapan
komponen data yang cukup untuk mendukung ketersediaan data. Pada beberapa
makalah, TAM banyak digunakan untuk menjelaskan dan memprediksikan
penerimaan pengguna terhadap suatu teknologi, misalnya penggunaan TAM untuk
memahami kebiasaan murid terhadap kegunaan e-Learning (Park, 2009). TAM dapat
menyajikan prediksi adopsi penerimaan suatu teknologi sebesar 60% (Venkatesh &
Davis, 2000). Dalam melakukan prediksi, perlu dibuat model konstruk. Model
konstruk merupakan bagian dari teori penerimaan dan kegunaan teknologi. Model
konstruk dibuat untuk menyajikan hubungan antar komponen utama, yang mana
hubungan antar komponen dipengaruhi oleh variabel indikator (Venkatesh, 2010).
Analisis datanya menggunakan metode Partial Least Square Structural Equation
Model (PLS-SEM). PLS digunakan untuk melakukan prediksi dan SEM digunakan
untuk menguji hubungan antar laten (Monecke dan Leisch, 2012).
Hasil pengolahan data kuesioner divisualisasikan menggunakan PCP untuk
mengetahui kesiapan IDS dilihat dari pola dan kecenderungan penerapan
komponennya. Selain itu, pada beberapa penelitian tentang kesiapan IDS menyajikan
hasil kesiapan IDS menggunakan diagram indeks, misalnya indeks penilaian
kesiapan di Negara Kosovo (Nushi, 2010) dan indeks penilaian kesiapan di Negara
Kuba (Fernandez, 2005). Penyajian kesiapan IDS melalui indeks kesiapan IDS dapat
mempermudah dalam memahami praktek IDS.
I.8. Dasar Teori
I.6.1. Infrastruktur Data Spasial
Perkembangan teknologi informasi saat ini membawa dampak meningkatnya
kebutuhan data geospasial. Berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah
pusat dan daerah, swasta, akademis, dan perorangan memerlukan data geospasial
untuk berbagai keperluan yang berkaitan dengan posisi. Pada tingkat pemerintahan,
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 6
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Dynamic
Access network
Hubungan antar komponen IDS pada Gambar I.1. dijelaskan sebagai berikut:
1. Data geospasial
Data geospasial merupakan data yang berhubungan dengan lokasi untuk
menunjukkan posisi obyek di permukaan bumi yang berkaitan dengan fenomena,
budaya, dan sumber daya manusia (Rajabifard, dkk., 2003), terdiri atas peta, citra
satelit, dan foto udara (Toomanian, 2012). Terdapat dua alasan utama pemangku
kepentingan memerlukan data geospasial, yaitu untuk membantu pengambilan
keputusan dan meningkatkan efisiensi melalui analisis spasial (Gore, 1998) dan
mengelola jumlah data geospasial dalam jumlah besar melalui teknologi dan
informasi (Openshaw, 1993). Melalui IDS, data geospasial dapat dikelola dengan
baik dan dimanfaatkan secara maksimal. Hal tersebut berkaitan dengan kegunaan
data geospasial sebagai data yang memerankan peranan penting dalam “kemajuan
dan pembangunan ekonomi dan pendapatan serta melindungi sumber daya alam”
(Executive Order, 1994).
Kumpulan data geospasial mengacu pada data dasar, data inti, data
fundamental atau data referensi (Onah, 2009). Data geospasial merupakan informasi
tentang lokasi geografis dan karakteristik fitur alam dan buatan serta batas di
permukaan bumi (Executive Order, 1994). Kumpulan data geospasial diperlukan
oleh para pemangku kepentingan untuk berbagai tujuan. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial pasal 69 ayart 2, data
geospasial dasar diproduksi oleh instansi yang berwenang memproduksi data dasar,
yaitu Badan Informasi Geospasial (BIG). Pemerintah daerah, swasta, dan perorangan
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 9
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
merupakan pengguna data dasar yang diolah menjadi informasi geospasial tematik,
misalnya peta jalan, peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), peta Rencana Detil
Tata Ruang (RDTR),dan lain sebagainya,.
Data geospasial yang telah diproduksi perlu disertai metadata untuk
mengetahui riwayat data geospasial. Metadata memberikan informasi wilayah
geografis, waktu produksi data, ketersediaan data (informasi keberadaan data),
informasi kegunaan data dan informasi yang berguna lainnya.
2. Jaringan akses
Jaringan akses merupakan salah satu komponen kunci dalam IDS (Crompvoets,
2006) karena digunakan untuk mendukung berbagi data. Terdapat beberapa
komponen penting dalam jaringan akses, yaitu: 1) editor metadata dan layanan
katalog, 2) penyimpanan isi data geospasial (basisdata spasial), 3) aplikasi pencarian
untuk pengguna dan akses data geospasial, 4) layanan (middleware atau
intermediate) yang digunakan untuk membantu pengguna menemukan dan
melakukan transformasi data geospasial agar dapat digunakan pada aplikasi sisi klien
(Onah, 2009).
3. Kebijakan
Kebijakan merupakan salah satu komponen yang mendukung penerapan IDS.
Setiap lembaga atau institusi memiliki kebijakan untuk mencapai tujuan IDS.
Kebijakan disusun guna mengatur dan mempengaruhi hubungan pemangku
kepentingan. Kebijakan dapat berupa ketentuan kebebasan mengakses dan berbagi
data, sumber keuangan, privasi data dan keamanan. Salah satu peran kebijakan dalam
berbagi data adalah suatu instansi mengabaikan berbagai data jika tidak ada
kebijakan yang mendukung karena menganggap tidak ada kepentingan terhadap
instansi lain (Craig, 1995).
4. Standar
Dalam penerapan IDS, standar memiliki peran agar data dapat digunakan dan
diakses secara luas tanpa terbatas pada perangkat lunak dan keras yang dimiliki oleh
institusi (Onah, 2009). Standar dibuat untuk mewujudkan interoperabilitas. Dalam
konteks spasial, interoperabilitas spasial merupakan “kemampuan sistem spasial atau
komponen sistem spasial untuk membawa informasi geospasial dan dapat
bekerjasama dalam mengawasi proses kegiatan dalam aplikasi” (Bishr, 1998).
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 10
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Dengan demikian, data geospasial harus diproduksi dan disimpan sesuai dengan
standar yang berlaku, seperti referensi geografis, isi data, resolusi, dan metadata.
Definisi lain dari interoperabilitas spasial adalah “kemampuan untuk
menghubungkan dapat geospasial, informasi, dan perangkat pemrosesan data antara
aplikasi yang berbeda secara bersama, tanpa memandang perangkat lunak dan keras
yang digunakan (ANZLIC, 2005). Interoperabilitas dibangun dengan tujuan
(Rajabifard, 2010):
a) Mengurangi biaya pengeluaran yang diperlukan untuk akuisi, pemeliharaan,
dan pengolahan data,
b) Menyediakan fasilitas akses data,
c) Mendorong kesadaran untuk berbagi pakai dan tukar guna data,
d) Menghemat waktu, uang, dan sumber daya yang dikeluarkan untuk
memperoleh data, dan meningkatkan pengambilan keputusan.
5. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia sebagai merupakan faktor kunci dalam pemrosesan data
dan pengambilan keputusan. Setiap keputusan yang diambil memerlukan data, tetapi
keterbatasan memperoleh data mempengaruhi hubungan antara sumber daya manusia
dengan data (Onah, 2009). Oleh karena itu, IDS menjadi sarana sumber daya
manusia dapat memperoleh data dengan mudah.
I.6.1.3.Hierarki Infrastruktur Data Spasial. Konsep hierarki digunakan untuk
mengembangkan IDS agar konsep IDS dapat dijalankan pada setiap tingkatan.
Inisiatif hierarki IDS muncul karena beberapa negara yang berpartisipasi aktif
mengembangkan IDS ingin membangun manajemen yang baik dan memanfaatkan
data geospasial (Rajabifard, Williamson, 1999). Tujuannya adalah untuk merangsang
pertumbuhan pemerintahan yang lebih baik, mempromosikan pembangunan
ekonomi, dan membantu perkembangan negara berkelanjutan (Masser, 1998).
Istilah hierarki dapat diartikan sebagai struktur sebuah sistem yang terdiri atas
beberapa sub-sistem dan dibagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil (Car, 1997;
Koestler, 1968). Alasan dikembangkan hierarki IDS adalah untuk mengurangi waktu
pemrosesan, dimana suatu tindakan yang dilakukan dengan cara tertentu untuk
mencapai sebuah hasil dan waktu pemrosesan diperlukan untuk mengembangkan
sebuah evolusi sistem (Rajabifard, dkk., 2000). Tujuan menggunakan dan
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 11
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Hierarki IDS pada Gambar I.2. mencakup unit yang berbeda-beda untuk
menjalankan IDS. IDS tingkat kabupaten/kota merupakan tingkatan IDS yang paling
bawah. Contoh IDS di tingkat kabupaten/kota adalah IDS yang dibangun dalam
suatu instansi di tingkat kabupaten/kota. Tingkat provinsi adalah IDS yang dibangun
pada instansi di tingkat propinsi. IDS tingkat nasional dibangun pada tingkat negara.
(Masser, 1998) dan Onsrud (1998) mengidentifikasi beberapa negara yang telah
membangun IDS Nasional, yaitu Kanada, Cina, Kolombia, Denmark, Finlandia,
Perancis, Jerman, Hungaria, Italia, Indonesia, Jepang, Malaysia, Belanda, Portugal,
Spanyol, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat.
Berdasarkan pelaksanaan IDS di Indonesia, IDS yang ada di daerah
dihubungkan oleh simpul jaringan. Pembangunan simpul jaringan merupakan
kerangka program IDSN yang digunakan untuk mendorong terwujudnya mekanisme
akses data dan berbagi pakai data antar insitusi yang ada di tingkat pusat, daerah, dan
swasta (BIG, 2013). Pada pembangunan simpul jaringan diperlukan penghubung
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 12
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I.6.1.4. Berbagi pakai data. Berdasarkan sisi teknis, berbagi data mengacu pada
pergerakan data dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain (Harvey &
Tulloch, 2006). Berbagi pakai dan tukar data dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis,
yaitu (PC-IDEA, 2013):
1. Berbagi data dari satu penyedia data ke banyak pengguna – badan pemetaan
pemerintah menyediakan data yang dapat diakses oleh pengguna data,
biasanya terdapat ketentuan pengguna dapat memperoleh data secara gratis
atau membayar dengan biaya minimum atau membatasi penggunaan data.
2. Berbagi data dari satu penyedia data dengan satu pengguna – biasanya
dilakukan dilingkungan pekerjaan proyek. Meliputi data khusus yang
berhubungan dengan proyek dan pengguna mengeluarkan biaya untuk
memperoleh data.
3. Pertukaran data antara dua penyedia data – mempertimbangkan keuntungan
antara kedua penyedia data.
4. Pertukaran data antara beberapa penyedia data – beberapa penyedia data
menjalin hubungan kerjasama dan menyediakan fasilitas agar data dapat
diakses oleh penyedia data yang lain dengan tujuan untuk mengelola data
bersama-sama.
Manfaat berbagi data dapat meningkatkan kegunaan dan kualitas data
geospasial (Rajabifard, dkk, 2003; Toomanian, 2012). Adapun prinsip berbagi pakai
data adalah sebagai berikut (GeoConnection, 2013):
1) Simplicity – susunan ketentuan berbagi data mudah dipahami dan didesain
untuk memenuhi biaya minimum.
2) Non-exclusivity – digunakan untuk kepentingan bersama, sehingga perlu
memperhatikan kedetailan data (metadata), interoperabilitas data, dan
ketentuan biaya.
3) Fairness – berbagi data mampu memberikan keuntungan kedua pihak, yaitu
penyedia dan pengguna data.
4) Non-discrimination– semua pengguna data memiliki keuntungan yang sama
terhadap data yang diakses.
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 14
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
geospasial, dimana pada generasi ini melibatkan peran pemerintah daerah dan swasta
dalam pembangunan IDS. Secara ringkas, peran pemerintah daerah dalam
pembangunan daerah disajikan dalam rangkaian sebagai berikut (Rajabifard, dkk.,
2006):
1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 Masa depan
Gambar I. 3. Rangkaian kesatuan pembangunan IDS berdasarkan IDS generasi pertama dan
kedua(Rajabifard, dkk., 2006)
Berdasarkan Gambar I.3., selama lebih dari satu dekade peran pemerintah
daerah kurang berperan dalam pembangunan IDS. Terdapat tiga pemain utama yang
berperan dalam pembangunan IDS, yaitu pemerintah di tingkat nasional, daerah, dan
sektor swasta (Grant dan Williamson, 2003). Ketiga pemain tersebut memiliki peran
yang berbeda-beda. Pemerintah di tingkat nasional menjalankan peran operasional
untuk membuat peta, mengumpulkan data geospasial dalam skala kecil, dan
membangun infrastruktur, sedangkan pemerintah di tingkat daerah dan swasta
kurang memiliki peran dalam pembangunan IDS karena setiap kegiatan yang
dilakukan dipengaruhi oleh pemerintah di tingkat nasional (Rajabifard, dkk, 2006).
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 16
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Pengaruh pada
pembangunan IDS
lebih dari 10 tahun
Pemerintah tingkat
daerah Sektor swasta Tidak dikoordinir
Gambar I. 4. Peran pemerintah di tingkat nasional, daerah, dan sektor swasta dalam
pembangunan IDS selama lebih dari satu dekade lalu (diadaptasi dari
(Rajabifard, dkk., 2006)
Gambar I. 5. Peran pemerintah di tingkat nasional, daerah, dan sektor swasta dalam
pembangunan IDS saat ini yang terjadi di negara maju (diadaptasi dari
(Rajabifard, dkk., 2006)
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 17
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Berdasarkan hubungan antar tingkat IDS pada Tabel I.2., data, standar teknis,
jaringan akses, dan kemampuan sumber daya manusia yang ada di daerah
berpengaruh langsung terhadap IDS ditingkat propinsi. Kebijakan yang ada di daerah
tidak berpengaruh secara langsung terhadap IDS ditingkat propinsi dan tidak
memiliki pengaruh terhadap IDS ditingkat nasional. Ketersediaan data tidak
berpengaruh secara langsung terhadap IDS ditingkat nasional. Standar teknis,
jaringan akses, dan kemampuan sumber daya manusia tidak berpengaruh terhadap
IDS ditingkat nasional. Dengan demikian, dari hubungan antar IDS pada Tabel I.2.
dapat disimpulkan bahwa IDS di daerah secara langsung mempengaruhi
perkembangan IDS di tingkat propinsi karena kedetailan data yang diproduksi oleh
pemerintah daerah digunakan sebagai acuan oleh pemerintah propinsi untuk berbagai
pekerjaan dibidang geospasial.
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 18
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I.6.3.1. Indeks kesiapan IDS. Dalam penilaian kesiapan IDS, variabel indikator
berperan dalam penyajian indeks kesiapan IDS. Variabel indikator merupakan acuan
dalam pembuatan kuesioner. Setiap pertanyaan kuesioner memiliki pilihan jawaban.
Pilihan jawaban memiliki bobot yang berbeda. Misalnya, jumlah data geospasial
yang tersedia di daerah meningkat, maka skor komponen data meningkat. Jumlah
skor dari masing-masing komponen berbeda karena banyaknya pertanyaan tidak
sama. Jika bobot lima komponen IDS adalah sama dan setiap pertanyaan terdiri atas
dua pilihan jawaban, bobot 1 untuk jawaban sudah dan bobot 0 untuk jawaban
belum, rumus untuk menghitung indeks kesiapan IDS disajikan sebagai berikut:
Indeks kesiapan IDS = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑛 + 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎𝑎𝑛 + 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑑𝑎𝑡𝑎 +
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑘𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖+𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟𝑑𝑎𝑦𝑎𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎.........(I. 1)
Pada persamaan I.1., semua komponen dianggap penting dalam pembangunan
IDS, sehingga memiliki bobot yang sama.
1.6.5. Metode Pengumpulan Data
Metode kualitatif merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan
menggunakan analisis, yang mana datanya diperolehd dari pertemuan peneliti
dengan pihak informan (Somantri, 2005). Dalam penelitian kualitatif terdapat banyak
cara untuk mengumpulkan data, misalnya kuesioner, wawancara, dan lain
sebagainya. Cakupan area untuk memperoleh data meliputi area yang luas atau
disebut dengan populasi. Oleh karena itu, diperlukan sampling dari populasi.
Sampling merupakan cara pengumpulan data, yang mana obyek sampel adalah
bagian dari populasi (Sabatella & Franquesa, 2004).Adapun beberapa kelebihan dari
pengumpulan data secara sampling adalah sebagai berikut (Sabatella & Franquesa,
2004):
a. Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit.
b. Waktu pengumpulan data lebih cepat.
c. Tidak memerlukan banyak tenaga.
d. Dapat menghasilkan cakupan cata yang lebih luas dan terperinci.
Terdapat beberapa jenis metode sampling, antara lain sampling acak sederhana,
stratifikasi sampling, sampling randomberkelompok, sampling banyak tingkat, dan
sampling acak sistematis. Berikut ini penjelasan dari kelima jenis sampling
(Anonimous, 2014):
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 21
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Persepsi
kegunaan
Persepsi
kemudahan
δ1 δ2 δ3
X1 X2 X3
ξ1
Y1 Y2
γ1 γ3
λy3 λy4
β1
ς1 η1 η2
γ2 λy1 λy2 γ4
δ4 ξ2 Y1 Y2
λx4 ε1 ε2
λx5 λx6
X1 X2 X3
ξ ξ ς
X1 X2 X1 X2
δ1 δ2
X1 = λ1ξ + δ1 ξ = γ1X1 + Γ2X2 + ς
X2 = λ2ξ + δ2
η = βη + γξ + ς ...........................................................................................(1.2)
Pada persamaan 1.2, vektor variabel endogen diperoleh dari hubungan antara
koefisien pengaruh variabel endogen terhadap variabel endogen, koefisien
pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen, variabel laten eksogen,
dan galat model. Di dalam PLS, hubungan antar variabel laten berlaku bahwa
setiap variabel laten dependen. Dengan demikian, persamaan variabel laten
disajikan pada persamaan 1.3 berikut (Wold, 1982):
ηj = Σi βji ηi + Σiγjb ξi+ ςj...........................................................................(1.3)
Keterangan persamaan 1.3:
γjb (dalam matriks dilambangkan γ) = koefisien jalur yang menghubungkan
antara variabel laten endogen dengan eksogen, untuk range j dan b.
βji(dalam matriks dilambangkan β) = koefisien jalur yang menghubungkan
variabel laten endogen dengan endogen, untuk range i dan b.
ςj = inner residual
Dengan demikian, inner model PLS Gambar 1.7. dinyatakan pada persamaan
1.4 dan 1.5 berikut:
η1 = γ1ξ1 + γ1ξ1+ ς1.................................................................................(1.4)
η2 = β1 η1 + γ3ξ1 + γ4ξ2 + ς2 .....................................................................(1.5)
b. Model outer, digunakan untuk menjelaskan hubungan antara LVs dengan
indikatornya.Model outer menggunakan model indikator refleksif. Adapun
persamaannya disajikan dalam persamaan 1.6 dan 1.7 berikut:
x = λxξ + δ ................................................................................................(1.6)
y = λyη + ε ................................................................................................(1.7)
Keterangan persamaan 1.6 dan 1.7:
x = indikator variabel laten eksogen
y = indikator variabel laten endogen
λx dan λy = matriks loading yang menggambarkan koefisien regresi
sederhana yang menghubungkan laten dan indikatornya.
δ dan ε = Residual regresi yang diinterpretasikan sebagai kesalahan
pengukuran/noise.
Sedangkan, persamaan model indikator informatifnya disajikan pada
persamaan 1.8 dan 1.9 berikut:
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 27
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
ξ = γξXi + δ ................................................................................................(1.8)
η = γηYi + ε ................................................................................................(1.9)
Keterangan persamaan 1.8 dan 1.9:
γξdan γη = koefisien regresi berganda dari variabel laten terhadap
indikator.
Adapun persamaan model outer dari Gambar 1.7. adalah sebagai berikut:
- Variabel laten eksogen 1 (reflektif) disajikan pada persamaan 1.10:
x1 = λx1ξ1 + δ1
x2 = λx2ξ1 + δ2 ................................................................................(1.10)
x3 = λx3ξ1 + δ3
- Variabel laten eksogen 2 (formatif) disajikan pada persamaan 1.11:
ξ2 = λx4X4 + λx5X5 + λx6X6 + δ4 ...........................................................(1.11)
- Variabel laten endogen 1 (reflektif) disajikan pada persamaan 1.12:
y1 = λy1η1 + ε1
...............................................................................(1.12)
y2 = λy2η1+ ε2
- Variabel laten endogen 2 (reflektif) disajikan pada persamaan 1.13:
y3 = λy3η2+ ε3
...............................................................................(1.13)
y4 = λy4η1+ ε4
c. Weight relation, memperkirakan nilai LVs. Berikut ini adalah model outer
dan inner yang diikuti dengan estimasi weight relation dalam algoritma PLS
disajikan pada persamaan 1.14:
ξb = Σkbwkb xkb
...............................................................................(1.14)
ηi = Σkiwki yki
Keterangan persamaan 1.14:
wkb dan wki = bobot yang digunakan untuk membentuk estimasi variabel
laten ξb dan ηi.
5. Pendugaan parameter dalam PLS dengan menggunakan metode kuadrat terkecil
(least square methods). Beberapa pendugaan parameter dalam PLS adalah
estimasi bobot untuk menciptakan skor variabel laten, jalur estimasi untuk
menghubungkan antar variabel laten dan estimasi loading untuk
menghubungkan antara variabel laten dengan indikatornya, serta means dan
lokasi parameter untuk variabel laten dan indikator.
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 28
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6. Goodness of fit model inner danmodel outer. Goodness of fit dilakukan untuk
menentukan nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan nilai yang
diharapkan. Berikut ini adalah goodness of fit dari model inner dan model outer:
a. Model outer
Goodness of fit model outer ditentukan dengan menggunakan convergent
validity. Convergent validity merupakan korelasi antara skor variabel laten
dengan skor indikator refleksif. Nilai skor yang diterima adalah >0,5.
b. Model inner
Goodness of fit model inner ditentukan dengan menggunakan Q-square
predictive relevance, yang mana dalam proses perhitungannya melibatkan R-
square. Adapun persamaan Q-square disajikan dalam persamaan 1.15
berikut:
Q2 = 1 – (1-R12)(1-R22)....(1-Rn2) .........................................................(1.15)
Keterangan persamaan 1.15:
R12, R22,...Rn2 = R-square variabel endogen.
Q2 memiliki rentang nilai 0 < Q2<1. Nilai Q2 mendekati 1, maka model
konstruk semakin baik.
7. Uji kelompok pertanyaan (β, γ, λ) dengan menggunakan metode bootstrapping.
Hasil pengolahan data dilakukan uji statistik untuk menentukan nilainya diterima
atau tidak. Penentuan nilai dilakukan berdasarkan uji t statistik dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Ketentuan model outer:
H0 : λi = 0
H1 : λi ≠ 0
b. Ketentuan model inner untuk pengaruh variabel laten eksogen terhadap
endogen
H0 : γi = 0
H1 : γ i ≠ 0
Ketentuan model inner untuk pengaruh variabel laten endogen terhadap
endogen
H0 : βi = 0
H1 : β i ≠ 0
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 29
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
PCP pertama kali muncul tahun 1980, digunakan untuk memahami masalah
multidimensi (Fua, dkk., 1999). Pada visualisasi PCP, data atribut divisualisasikan
sebagai titik, dimana setiap titik saling terhubung dengan garis yang mengisi tiap
baris (Heer, Bostock, dkk., 2010). Garis vertikal tersebut merupakan representasi
komponen utama berperan sebagai penghubung antara nilai data dari tiap komponen.
Terdapat beberapa cara yang digunakan untuk memvisualisasikan data dalam PCP
antara lain menggunakan bahasa pemrograman javascript atau perangkat lunak
visualisasi data seperti spotfire, xlstat, dan lain sebagainya. Spotfire merupakan
perangkat lunak yang digunakan untuk visualisasi data agar memudahkan analisis
data (Tibco, 2013). XLSTAT merupakan plugin pada Microsoft Excel untuk analisis
data (Anonimous, 2014).
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 32
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/