Anda di halaman 1dari 32

EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

MENGGUNAKAN KUESIONER 1
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Data geospasial merupakan data yang dibutuhkan oleh setiap tingkatan
pemerintahan, baik tingkat pusat maupun tingkat daerah. Data geospasial diolah
untuk menghasilkan informasi geospasial yang berguna untuk mendukung berbagai
pekerjaan. Informasi geospasial berperan penting dalam pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan yang melibatkan informasi geospasial tidak hanya bidang
keteknikan, tetapi aspek ekonomi, lingkungan, politik, dan sosial juga memerlukan
(McDougall, Rajabifard, dkk., 2005b). Sekitar 80% kegiatan yang dilakukan
pemerintah daerah melibatkan komponen spasial (O'Looney, 2000) misalnya,
dibidang kebencanaan, pemerintah daerah dapat mengurangi resiko bencana dengan
menggunakan data geospasial untuk menyusun mitigasi bencana (Sutanta, Bishop,
dkk., 2010a; The Incheon Declaration, 2009). Untuk memenuhi kebutuhan data dan
informasi geospasial, masing-masing instansi memproduksi data dan informasi
geospasial. Oleh karena itu, terjadi duplikasi data dan informasi geospasial. Dengan
demikian, data geospasial yang ada sebaiknya dapat dimanfaatkan secara maksimal
dengan cara memproduksinya sekali dan menggunakannya berkali-kali. Data
geospasial dapat digunakan secara maksimal dengan cara tukar guna dan berbagi
pakai antara instansi dengan pemangku kepentingan untuk menghemat tenaga,
waktu, dan menghindari duplikasi biaya pengeluaran dan pemeliharaan data
(Rajabifard, Feeney, dkk., 2003).
Indonesia adalah salah satu negara pengadopsi awal IDS (Masser, 1998).Secara
resmi membangun Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) pada tahun 1993. 11
instansi Pemerintah pada tingkat nasional yang terkait sebagai penyedia dan
pengguna data geospasial bertemu untuk berdiskusi dan melakukan pertukaran
informasi yang berhubungan dengan pengembangan Sistem Informasi Geografis
(SIG) (Matindas, Puntodewo, dkk., 2004). IDS dibangun untuk memfasilitasi
pengelolaan dan berbagi data geospasial serta memanfaatkan data geospasial yang
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 2
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dimiliki sebagai sumber informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan pada
berbagai disiplin ilmu (Rajabifard, 2010).
Berdasarkan hierarki pembangunan IDS, pemerintah daerah berperan sebagai
pengguna dan penghasil data geospasial.Pemerintah daerah bertindak sebagai pihak
yang menjalankan rencana strategis dan menjalin hubungan kerjasama dengan
swasta, komunitas daerah, instansi di provinsi, dan instansi di daerah (Jacoby, Smith,
dkk., 2002). IDS dapat diumpamakan sebagai suatu piramida, dimana IDS di tingkat
daerah yang memiliki kedetailan data yang berguna untuk membangun susunan dasar
piramida (Rajabifard, Williamson, dkk., 2000). Pemerintah daerah memiliki peran
untuk memproduksi data geospasial dalam skala besar dan memberikan motivasi
pada para pemangku kepentingan untuk berbagi data geospasial (Cetl, Sisko, dkk.,
2012; F. Harvey& Tulloch, 2006; McDougall, Rajabifard, dkk., 2005a). Adapun
spesifikasi Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang diproduksi oleh pemerintah
daerah adalah skala 1 : 10.000, skala 1:50.000, skala 1 : 25.000,dan skala 1 :
100.000(Sutanta, Bishop, dkk., 2010b).
Pembangunan IDS perlu didukung oleh praktek komponen IDS, yaitu aspek
kelembagaan, peraturan perundang-undangan dan kebijakan, data geospasial,
teknologi, dan Sumber Daya Manusia (SDM) (BIG, 2003; Onah, 2009).Dalam
proses pembangunannya perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui perkembangan
pembangunan IDS.
I.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah perkembangan pembangunan
IDS di daerah belum diketahui, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kesiapan
IDS di daerah. Kesiapan IDS dapat dilihat dari evaluasi komponen IDS. Dalam
mengevaluasi memerlukan data evaluasi diri dari instansi yang bertanggungjawab
dalam pembangunan IDS di daerah, yaitu Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA). Dalam penelitian ini, data evaluasi diri diperoleh dari
kuesioner Indonesian Spatial Data Infrastructure Readiness Index (i-SRI).
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan Technology Acceptance Model
(TAM). TAM digunakan untuk memprediksi adopsi IDS di daerah dari sisi praktek
komponen data. Untuk mempermudah mengetahui pola kesiapan IDS di daerah,
hasilrekapitulasi kuesioner divisualisasikan dalam PCP. Hasil rekapitulasi kuesioner
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 3
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

i-SRI yang dikelompokkan berdasarkan komponen IDS dijumlahkan, kemudian


disajikan dalam diagram indeks untuk mengetahui persentase adopsi masing-masing
komponen IDS di setiap kabupaten dan kota.
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi adopsi IDS di
daerahmenggunakan kuesioner evaluasi diri dan TAM.
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi komponen IDS yang telah dijalankan di daerah.
2. Memvisualisasikan pola kesiapan IDS dan persentase adopsi komponen IDS
tiap komponen IDS dalam diagram indeks di tingkat kabupaten/kota.
I.4. PertanyaanPenelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka disusun pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana kesiapan IDS di daerah yang dievaluasi menggunakan TAM?
2. Bagaimana menyajikan tampilan visual untuk pola kesiapan IDS dan indeks
tiap komponen IDS di tingkat kabupaten/kota?
I.5. Cakupan Penelitian
Penelitian memerlukan cakupan masalah untuk mempermudah pelaksanaan
kegiatan penelitian dan tidak keluar dari tema penelitian. Cakupan penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Mengevaluasi adopsi IDS dengan menggunakan hasil rekapitulasi kuesioner
komponen data, kemudian diolah menggunakan TAM.
2. Memvisualisasikan pola kesiapan IDS yang ada di daerah menggunakan PCP
dan diagram indeks untuk menyajikan persentase adopsi komponen IDS per
komponen disetiap kabupaten/kota.
1.6. Manfaat penelitian
Manfaat yang ingin diraih dari penelitian ini adalah:
1. Dapat digunakan untuk memprediksi adopsi IDS di tingkat daerah.
2. Hasil penilaian pola kesiapan IDS di tingkat kabupaten/kota dapat digunakan
untuk mengevaluasi praktek dan penerapan aturan IDS di kabupaten/kota.
3. Penyajian kesiapan IDS menggunakan PCP dapat mempermudah dalam
memahami pola kesiapan IDS di kabupaten/kota dan diagram indeks dapat
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 4
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

digunakan untuk mengetahui persentase masing-masing komponen IDS yang


ada di daerah.
I.7. Tinjauan Pustaka
Perkembangan IDS di tingkat daerah dapat diketahui melalui evaluasi adopsi
komponen IDS. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemajuan kegiatan yang telah
dicapai (Wrightstone, dkk., 1956). Evaluasi dapat diperoleh dari data kualitatif,
misalnya kuesioner dan wawancara semi terstruktur. Dalam melakukan evaluasi,
terdapat beberapa tahap, yaitu menentukan hal yang dievaluasi, merancang kegiatan
evaluasi, melakukan pengumpulan data, mengolah dan menganalisis data, dan
melaporkan hasil evaluasi.
Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan penelitian indeks kesiapan IDS di
Indonesia dengan menggunakan metode i-SRI, sebagai alat untuk menilai kesiapan
IDS di tingkat daerah di Indonesia (Sutanta, dkk., 2014). Penelitian tersebut
menggunakan kuesioner sebagai data penelitian. Pada penelitian ini, kuesioner diolah
dengan menggunakan metode PLS-SEM untuk mengevaluasi kesiapan IDS melalui
prediksi adopsi IDS di daerah. Dalam menyusun kuesioner, diperlukan beberapa
variabel indikator untuk acuan pembuatan kuesioner dan evaluasi kesiapan IDS
(UNDP, 2006).Variabel indikator digunakan untuk menilai kesiapan IDS. Adapun
variabel indikator yang digunakan adalah peraturan pemerintah, ketersediaan data
dijital, kualifikasi sumber daya manusia, mekanisme akses, sumber dana,
kelembagaan, standar, interoperabilitas, tersedia metadata, dan inisiatif menjalin
hubungan dengan instansi lain di daerah.
Variabel indikator dikelompokkan berdasarkan lima komponen IDS, yaitu
peraturan/kebijakan, kelembagaan, teknologi, sumber daya manusia, dan data
(Rajabifard & Williamson, 1999). Peraturan/kebijakan mencakup mengenai
peraturan pemerintah daerah, pendanaan, dan kebijakan mekanisme akses data.
Kelembagaan mencakup mengenai koordinasi dengan instansi lain dan rencana
pengembangan IDS. Teknologi mencakup mengenai penggunaan perangkat keras
dan lunak. Sumber daya manusia mencakup mengenai kualifikasi, peningkatan, dan
kemampuan dalam mengolah dan mengelola data geospasial. Data mencakup
mengenai ketersediaan dan dataset penting di pemerintah daerah. Variabel indikator
tersebut digunakan sebagai acuan dalam membuat pertanyaan kuesioner. Masing-
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 5
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

masing pertanyaan terdiri atas dua pilihan jawaban, yaitu pilihan jawaban sudah dan
belum. Pilihan jawaban sudah diberikan bobot 1 dan pilihan jawaban belum
diberikan bobot 0.
Berdasarkan penelitian tentang evaluasi kesiapan IDS yang telah ada, belum
ada penelitian evaluasi kesiapan menggunakan TAM. Evaluasi kesiapan IDS
menggunakan TAM untuk memprediksi adopsi IDS di daerah melalui praktek
komponen data. Berdasarkan hasil kuesioner, pemerintah daerah memiliki kesiapan
komponen data yang cukup untuk mendukung ketersediaan data. Pada beberapa
makalah, TAM banyak digunakan untuk menjelaskan dan memprediksikan
penerimaan pengguna terhadap suatu teknologi, misalnya penggunaan TAM untuk
memahami kebiasaan murid terhadap kegunaan e-Learning (Park, 2009). TAM dapat
menyajikan prediksi adopsi penerimaan suatu teknologi sebesar 60% (Venkatesh &
Davis, 2000). Dalam melakukan prediksi, perlu dibuat model konstruk. Model
konstruk merupakan bagian dari teori penerimaan dan kegunaan teknologi. Model
konstruk dibuat untuk menyajikan hubungan antar komponen utama, yang mana
hubungan antar komponen dipengaruhi oleh variabel indikator (Venkatesh, 2010).
Analisis datanya menggunakan metode Partial Least Square Structural Equation
Model (PLS-SEM). PLS digunakan untuk melakukan prediksi dan SEM digunakan
untuk menguji hubungan antar laten (Monecke dan Leisch, 2012).
Hasil pengolahan data kuesioner divisualisasikan menggunakan PCP untuk
mengetahui kesiapan IDS dilihat dari pola dan kecenderungan penerapan
komponennya. Selain itu, pada beberapa penelitian tentang kesiapan IDS menyajikan
hasil kesiapan IDS menggunakan diagram indeks, misalnya indeks penilaian
kesiapan di Negara Kosovo (Nushi, 2010) dan indeks penilaian kesiapan di Negara
Kuba (Fernandez, 2005). Penyajian kesiapan IDS melalui indeks kesiapan IDS dapat
mempermudah dalam memahami praktek IDS.
I.8. Dasar Teori
I.6.1. Infrastruktur Data Spasial
Perkembangan teknologi informasi saat ini membawa dampak meningkatnya
kebutuhan data geospasial. Berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah
pusat dan daerah, swasta, akademis, dan perorangan memerlukan data geospasial
untuk berbagai keperluan yang berkaitan dengan posisi. Pada tingkat pemerintahan,
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 6
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

data geospasial berguna untuk membantu pengambilan keputusan dalam


pembangunan baik nasional maupun daerah. Hampir setiap instansi baik di tingkat
pemerintahan pusat maupun daerah memproduksi data geospasial untuk kepentingan
masing-masing. Hal tersebut menyebabkan duplikasi data geospasial dan biaya
anggaran yang dikeluarkan untuk produksi data geospasial. Untuk menghindari hal
tersebut, maka muncul inisiatif Infrastruktur Data Spasial (IDS).
IDS merupakan suatu inisiatif untuk menciptakan lingkungan dimana para
pemangku kepentingan dapat bekerjasama, saling berinteraksi melalui teknologi,
terdapat kebijakan dan aturan kelembagaan yang memfasilitas ketersediaan dan akses
data geospasial untuk mencapai tujuan masing-masing pada tingkat
politik/administrasi yang berbeda (GSDI, 2004; Rajabifard& Williamson, 1999). IDS
dibangun untuk menghindari duplikasi produksi dan biaya untuk produksi data
geospasial, memfasilitasi integrasi dan mengembangkan inovasi baru, serta
menghasilkan sumber daya manusia yang handal dan mengelola sumber pendapatan
(Rajabifard, dkk., 2003).
I.6.1.1. Pengertian Infrastruktur Data Spasial. Istilah IDS sering digunakan
untuk menunjukkan kumpulan data geospasial dasar yang berhubungan dengan
teknologi, penemuan data geospasial, kebijakan, kelembagaan, dan aplikasi akses
data untuk pengguna dan penyedia pada setiap tingkatan pemerintahan, swasta,
akademis, dan masyarakat (GSDI, 2004). IDS dibangun untuk memfasilitasi akses
dan berbagi data geospasial dalam lingkungan SIG guna mengurangi duplikasi usaha
pengadaan data tiap instansi, meningkatkan kualitas dan memanfaatkan data
geospasial secara maksimal, membuat data geospasial mudah diakses oleh publik,
dan membangun kemitraan dengan instansi baik di daerah maupun pusat, swasta,
akademis, sampai negara (FGDC, 2008; Rajabifard, dkk, 2003).
IDS pada beberapa negara telah mengalami perkembangan. Diantara 11 negara
pengadopsi awal IDS, yaitu Australia, Kanada, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia,
Belanda, Portugal, Qatar, Inggris, dan Amerika(Masser, 1998), terdapat negara yang
telah menjalankan IDS dengan baik, seperti Australia, Amerika, Kanada, dan
Belanda. Terdapat beberapa definisi IDS, diantaranya:
a. ANZLIC (The Australian and New Zealand Land Information Council)
mendefinisikan IDS Nasional terdiri dari empat komponen inti, meliputi
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 7
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kerangka kerja kelembagaan, standar teknis, data, dan jaringan clearinghouse


(ANZLIC, 1996).
b. FGDC (Federal Geographic Data Committee) mendefinisikan IDS Nasional
sebagai payung kebijakan, standar, dan prosedur dibawah organisasi dan
teknologi untuk mempengaruhi perkembangan manajemen, produksi, dan
kegunaan data geospasial (FGDC, 1997).
c. Dutch Council for Real Estate Information (Ravi) mendefinisikan IDS
Nasional sebagai kebijakan, kumpulan data, standar, teknologi (perangkat
lunak, perangkat keras, dan komunikasi elektronik), dan pengetahuan untuk
menghasilkan informasi geografis (Masser, 1998).
d. BIG (Badan Informasi Geospasial) mendefinisikan IDS sebagai sebuah usaha
terkoordinasi untuk memfasilitasi pencarian, tukarguna, berbagi, dan
pemanfaatan data (dan informasi geospasial) oleh para pengguna data spasial
(BIG, 2013).
IDS dapat didefinisikan sebagai teknologi, kebijakan, dan aturan kelembagaan
yang digunakan untuk mendukung ketersediaan dan berbagi pakai data geospasial
(GSDI, 2009). Dengan demikian, dalam mewujudkan IDS diperlukan beberapa
faktor kunci, yaitu kesadaran kegunaan Informasi Geografis (IG) dan IDS, kesadaran
menjalin kerjasama antar pemangku kepentingan, melibatkan politikus, terdapat
metadata (jenis, lokasi, kualitas, dan pemilik data), fasilitas akses, dan melakukan
berbagi pakai dan tukar guna data (Rajabifard & Williamson, 1999).
I.6.1.2. Komponen Infrastruktur Data Spasial. IDS terdiri atas beberapa
komponen. Komponen-komponen tersebut bersifat dinamis, yaitu sumber daya
manusia, kebijakan, jaringan akses, standar teknis, dan data (Rajabifard &
Williamson, 1999).
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 8
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Dynamic

Access network

People Policy Data


Standards

Gambar I. 1. Menunjukkan hubungan antar komponen IDS


(Rajabifard, Williamson, 1999)

Hubungan antar komponen IDS pada Gambar I.1. dijelaskan sebagai berikut:
1. Data geospasial
Data geospasial merupakan data yang berhubungan dengan lokasi untuk
menunjukkan posisi obyek di permukaan bumi yang berkaitan dengan fenomena,
budaya, dan sumber daya manusia (Rajabifard, dkk., 2003), terdiri atas peta, citra
satelit, dan foto udara (Toomanian, 2012). Terdapat dua alasan utama pemangku
kepentingan memerlukan data geospasial, yaitu untuk membantu pengambilan
keputusan dan meningkatkan efisiensi melalui analisis spasial (Gore, 1998) dan
mengelola jumlah data geospasial dalam jumlah besar melalui teknologi dan
informasi (Openshaw, 1993). Melalui IDS, data geospasial dapat dikelola dengan
baik dan dimanfaatkan secara maksimal. Hal tersebut berkaitan dengan kegunaan
data geospasial sebagai data yang memerankan peranan penting dalam “kemajuan
dan pembangunan ekonomi dan pendapatan serta melindungi sumber daya alam”
(Executive Order, 1994).
Kumpulan data geospasial mengacu pada data dasar, data inti, data
fundamental atau data referensi (Onah, 2009). Data geospasial merupakan informasi
tentang lokasi geografis dan karakteristik fitur alam dan buatan serta batas di
permukaan bumi (Executive Order, 1994). Kumpulan data geospasial diperlukan
oleh para pemangku kepentingan untuk berbagai tujuan. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial pasal 69 ayart 2, data
geospasial dasar diproduksi oleh instansi yang berwenang memproduksi data dasar,
yaitu Badan Informasi Geospasial (BIG). Pemerintah daerah, swasta, dan perorangan
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 9
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

merupakan pengguna data dasar yang diolah menjadi informasi geospasial tematik,
misalnya peta jalan, peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), peta Rencana Detil
Tata Ruang (RDTR),dan lain sebagainya,.
Data geospasial yang telah diproduksi perlu disertai metadata untuk
mengetahui riwayat data geospasial. Metadata memberikan informasi wilayah
geografis, waktu produksi data, ketersediaan data (informasi keberadaan data),
informasi kegunaan data dan informasi yang berguna lainnya.
2. Jaringan akses
Jaringan akses merupakan salah satu komponen kunci dalam IDS (Crompvoets,
2006) karena digunakan untuk mendukung berbagi data. Terdapat beberapa
komponen penting dalam jaringan akses, yaitu: 1) editor metadata dan layanan
katalog, 2) penyimpanan isi data geospasial (basisdata spasial), 3) aplikasi pencarian
untuk pengguna dan akses data geospasial, 4) layanan (middleware atau
intermediate) yang digunakan untuk membantu pengguna menemukan dan
melakukan transformasi data geospasial agar dapat digunakan pada aplikasi sisi klien
(Onah, 2009).
3. Kebijakan
Kebijakan merupakan salah satu komponen yang mendukung penerapan IDS.
Setiap lembaga atau institusi memiliki kebijakan untuk mencapai tujuan IDS.
Kebijakan disusun guna mengatur dan mempengaruhi hubungan pemangku
kepentingan. Kebijakan dapat berupa ketentuan kebebasan mengakses dan berbagi
data, sumber keuangan, privasi data dan keamanan. Salah satu peran kebijakan dalam
berbagi data adalah suatu instansi mengabaikan berbagai data jika tidak ada
kebijakan yang mendukung karena menganggap tidak ada kepentingan terhadap
instansi lain (Craig, 1995).
4. Standar
Dalam penerapan IDS, standar memiliki peran agar data dapat digunakan dan
diakses secara luas tanpa terbatas pada perangkat lunak dan keras yang dimiliki oleh
institusi (Onah, 2009). Standar dibuat untuk mewujudkan interoperabilitas. Dalam
konteks spasial, interoperabilitas spasial merupakan “kemampuan sistem spasial atau
komponen sistem spasial untuk membawa informasi geospasial dan dapat
bekerjasama dalam mengawasi proses kegiatan dalam aplikasi” (Bishr, 1998).
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 10
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Dengan demikian, data geospasial harus diproduksi dan disimpan sesuai dengan
standar yang berlaku, seperti referensi geografis, isi data, resolusi, dan metadata.
Definisi lain dari interoperabilitas spasial adalah “kemampuan untuk
menghubungkan dapat geospasial, informasi, dan perangkat pemrosesan data antara
aplikasi yang berbeda secara bersama, tanpa memandang perangkat lunak dan keras
yang digunakan (ANZLIC, 2005). Interoperabilitas dibangun dengan tujuan
(Rajabifard, 2010):
a) Mengurangi biaya pengeluaran yang diperlukan untuk akuisi, pemeliharaan,
dan pengolahan data,
b) Menyediakan fasilitas akses data,
c) Mendorong kesadaran untuk berbagi pakai dan tukar guna data,
d) Menghemat waktu, uang, dan sumber daya yang dikeluarkan untuk
memperoleh data, dan meningkatkan pengambilan keputusan.
5. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia sebagai merupakan faktor kunci dalam pemrosesan data
dan pengambilan keputusan. Setiap keputusan yang diambil memerlukan data, tetapi
keterbatasan memperoleh data mempengaruhi hubungan antara sumber daya manusia
dengan data (Onah, 2009). Oleh karena itu, IDS menjadi sarana sumber daya
manusia dapat memperoleh data dengan mudah.
I.6.1.3.Hierarki Infrastruktur Data Spasial. Konsep hierarki digunakan untuk
mengembangkan IDS agar konsep IDS dapat dijalankan pada setiap tingkatan.
Inisiatif hierarki IDS muncul karena beberapa negara yang berpartisipasi aktif
mengembangkan IDS ingin membangun manajemen yang baik dan memanfaatkan
data geospasial (Rajabifard, Williamson, 1999). Tujuannya adalah untuk merangsang
pertumbuhan pemerintahan yang lebih baik, mempromosikan pembangunan
ekonomi, dan membantu perkembangan negara berkelanjutan (Masser, 1998).
Istilah hierarki dapat diartikan sebagai struktur sebuah sistem yang terdiri atas
beberapa sub-sistem dan dibagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil (Car, 1997;
Koestler, 1968). Alasan dikembangkan hierarki IDS adalah untuk mengurangi waktu
pemrosesan, dimana suatu tindakan yang dilakukan dengan cara tertentu untuk
mencapai sebuah hasil dan waktu pemrosesan diperlukan untuk mengembangkan
sebuah evolusi sistem (Rajabifard, dkk., 2000). Tujuan menggunakan dan
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 11
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

mengembangkan hierarki adalah untuk memperkecil lingkungan pekerjaan, sehingga


menjadi lebih fokus dan memudahkan dalam mengelola pekerjaan (Car, 1997;
Pattee, 1973).
Model hierarki IDS menggambarkan setiap pemangku kepentingan dapat
memperoleh data dari tingkatan IDS lain tergantung ketersediaan data, seperti tema,
skala, dan cakupan data yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan (Onah,
2009). Semakin rendah tingkatan, maka kedetailan data semakin tinggi. Berdasarkan
kondisi di Indonesia, terdiri atas tiga hierarki, yaitu tingkat kabupaten/kota, provinsi,
dan nasional. Hierarki IDS tersebut disajikan sebagai berikut (Rajabifard,
Williamson, 1999):

IDS tingkat nasional

IDS tingkat provinsi

IDS tingkat kabupaten/kota

Gambar I. 2. Hierarki IDS (diadaptasi dari (Rajabifard, Williamson, 1999))

Hierarki IDS pada Gambar I.2. mencakup unit yang berbeda-beda untuk
menjalankan IDS. IDS tingkat kabupaten/kota merupakan tingkatan IDS yang paling
bawah. Contoh IDS di tingkat kabupaten/kota adalah IDS yang dibangun dalam
suatu instansi di tingkat kabupaten/kota. Tingkat provinsi adalah IDS yang dibangun
pada instansi di tingkat propinsi. IDS tingkat nasional dibangun pada tingkat negara.
(Masser, 1998) dan Onsrud (1998) mengidentifikasi beberapa negara yang telah
membangun IDS Nasional, yaitu Kanada, Cina, Kolombia, Denmark, Finlandia,
Perancis, Jerman, Hungaria, Italia, Indonesia, Jepang, Malaysia, Belanda, Portugal,
Spanyol, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat.
Berdasarkan pelaksanaan IDS di Indonesia, IDS yang ada di daerah
dihubungkan oleh simpul jaringan. Pembangunan simpul jaringan merupakan
kerangka program IDSN yang digunakan untuk mendorong terwujudnya mekanisme
akses data dan berbagi pakai data antar insitusi yang ada di tingkat pusat, daerah, dan
swasta (BIG, 2013). Pada pembangunan simpul jaringan diperlukan penghubung
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 12
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

simpul jaringan yang berperan untuk membantu pembangunan simpul-simpul


jaringan di propinsi dan daerah (Peraturan Presiden, 2014). Perpres Nomor 27 tahun
2014 pasal 9 menyatakan bahwa penghubung simpul jaringan adalah Badan
Informasi Geospasial (BIG).
Setiap simpul jaringan memiliki tanggung jawab untuk membangun IDS. Hal
tersebut dilakukan untuk membangun IDSN yang kuat. Namun, pada pelaksanaan
pembangunan IDS oleh setiap simpul jaringan terdapat beberapa kelemahan, antara
lain sebagai berikut (Karsidi, 2012):
1) Koordinasi antar lembaga atau institusi untuk berbagi pakai data belum
terbangun karena kepercayaan pada instansi lain masih kurang. Beberapa
lembaga bersedia menghabiskan banyak uang dan sumber daya untuk
memproduksi data dan informasi geospasial. Kurangnya komunikasi dan
koordinasi antar lembaga menyebabkan redundansi dan duplikasi data dan
informasi geospasial. Sementara lembaga yang kekurangan dana dan sumber
daya melakukan kegiatan geospasial dengan menggunakan data yang kurang
memadai.
2) Penggunaan peta dasar dengan sumber dan skala yang berbeda sebagai acuan
pembuatan peta tematik. Hal tersebut berkaitan dengan integrasi data. Tujuan
pembangunan simpul jaringan adalah meningkatkan kualitas data dan
meningkatkan manfaat data yang tersedia.
3) Dukungan kemudahan dan kecepatan memperoleh data. Fasilitas bandwidth
internet masih belum memadai dan geoportal untuk setiap instansi di propinsi
dan daerah masih belum tersedia.
4) Kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas. Akademisi, bisnis,
pemerintah, LSM, dan masyarakat memiliki peran dalam keberhasilan
pembangunan IDS. Akademisi berperan dalam mempersiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas, bidang bisnis berperan dalam menyediakan
teknologi dan personel yang terampil, pemerintah mengatur rencana strategis
dan regulasi, LSM dan masyarakat bertindak sebagai pengguna informasi
geospasial.
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 13
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

I.6.1.4. Berbagi pakai data. Berdasarkan sisi teknis, berbagi data mengacu pada
pergerakan data dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain (Harvey &
Tulloch, 2006). Berbagi pakai dan tukar data dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis,
yaitu (PC-IDEA, 2013):
1. Berbagi data dari satu penyedia data ke banyak pengguna – badan pemetaan
pemerintah menyediakan data yang dapat diakses oleh pengguna data,
biasanya terdapat ketentuan pengguna dapat memperoleh data secara gratis
atau membayar dengan biaya minimum atau membatasi penggunaan data.
2. Berbagi data dari satu penyedia data dengan satu pengguna – biasanya
dilakukan dilingkungan pekerjaan proyek. Meliputi data khusus yang
berhubungan dengan proyek dan pengguna mengeluarkan biaya untuk
memperoleh data.
3. Pertukaran data antara dua penyedia data – mempertimbangkan keuntungan
antara kedua penyedia data.
4. Pertukaran data antara beberapa penyedia data – beberapa penyedia data
menjalin hubungan kerjasama dan menyediakan fasilitas agar data dapat
diakses oleh penyedia data yang lain dengan tujuan untuk mengelola data
bersama-sama.
Manfaat berbagi data dapat meningkatkan kegunaan dan kualitas data
geospasial (Rajabifard, dkk, 2003; Toomanian, 2012). Adapun prinsip berbagi pakai
data adalah sebagai berikut (GeoConnection, 2013):
1) Simplicity – susunan ketentuan berbagi data mudah dipahami dan didesain
untuk memenuhi biaya minimum.
2) Non-exclusivity – digunakan untuk kepentingan bersama, sehingga perlu
memperhatikan kedetailan data (metadata), interoperabilitas data, dan
ketentuan biaya.
3) Fairness – berbagi data mampu memberikan keuntungan kedua pihak, yaitu
penyedia dan pengguna data.
4) Non-discrimination– semua pengguna data memiliki keuntungan yang sama
terhadap data yang diakses.
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 14
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

5) Acknowledgment and attribution – setiap peserta berbagi data harus


memperhatikan sumber data yang berkaitan dengan data yang diproduksi
masing-masing peserta.
6) Transparency – kebijakan mengatur kegiatan berbagi data dan data yang
dapat diakses secara bebas oleh pengguna data.
7) Promptness – pengguna diberikan batas waktu untuk mengakses data untuk
melakukan kontrol kualitas data dengan memperhatikan standar.
I.6.2. IDS di Tingkat Daerah
Pemerintah daerah meliputi wilayah geografis yang kecil, seperti kota dan
kabupaten. Pemerintah daerah memiliki wewenang terbatas pada wilayah tertentu.
Dibangun dengan dua tujuan, yaitu menyediakan layanan barang dan jasa yang baik
dan memenuhi kebutuhan masyarakat (Havenga, 2002). Berhubungan dengan data
geospasial, pemerintah daerah diharapkan mampu menyediakan layanan agar
pengguna data geospasial di daerah dapat memperoleh dan mengakses data
geospasial dengan mudah. IDS merupakan platform yang dibangun untuk berbagi
data (Rajabifard, Binns, dkk., 2006).
Pada tingkat daerah, IDS dibangun untuk menghasilkan, mengumpulkan, dan
mengelola data skala besar yang berkontribusi terhadap tingkatan yang lebih tinggi
dalam hierarki IDS (Rajabifard, dkk., 2006). Untuk membangun IDS, diperlukan
kerjasama antar instansi, swasta, dan akademis agar IDS di daerah dapat dengan
baik. Kerjasama antar instansi dapat diwujudkan dengan berbagi data geospasial.
Dalam mencapai hal tersebut, diperlukan kepercayaan antara pihak penyedia dan
pengguna data. Dalam IDS, kepercayaan berperan sebagai indikator kesediaan untuk
mempercayai lembaga atau instasi lain (Harvey, 2003).
I.6.2.1. Peran IDS tingkat daerah. IDS telah dibangun selama lebih dari satu
dekade. Pembangunan IDS melalui dua generasi, yaitu generasi pertama dimulai dari
tahun 1990 sampai 1998 dan generasi kedua dilaksanakan dari tahun 2000 sampai
2006. Pembangunan IDS dimulai oleh negara-negara maju, seperti Australia dan
Amerika, kemudian diikuti oleh negara-negara lain, seperti Malaysia, Korea,
Indonesia. Pada pembangunan IDS generasi pertama, pembangunan IDS fokus pada
produksi data geospasial yang dipengaruhi oleh pemerintah di tingkat nasional.
Selanjutnya pada generasi kedua, pembangunan IDS fokus pada pemrosesan data
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 15
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

geospasial, dimana pada generasi ini melibatkan peran pemerintah daerah dan swasta
dalam pembangunan IDS. Secara ringkas, peran pemerintah daerah dalam
pembangunan daerah disajikan dalam rangkaian sebagai berikut (Rajabifard, dkk.,
2006):

Generasi pertama Generasi kedua Menuju generasi


selanjutnya
Negara Menggabungkan Negara Negara maju, menggabungkan Lingkungan sebenarnya
maju ekonomi berkembang ekonomi, dan negara berkembang

1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 Masa depan

Model pembangunan Model pembangunan


IDS berbasis produk IDS berbasis proses

Pemerintah di tingkat nasional Pemerintah di tingkat nasional, Pemerintah di tingkat daerah,


memiliki pengaruh pada daerah, dan swasta memiliki dan swasta memiliki pengaruh
pembangunan IDS – fokus pengaruh pada pembangunan IDS – pada pembangunan IDS –
terhadap data fokus pada pemrosesan data fokus pada strategi nasional

Gambar I. 3. Rangkaian kesatuan pembangunan IDS berdasarkan IDS generasi pertama dan
kedua(Rajabifard, dkk., 2006)

Berdasarkan Gambar I.3., selama lebih dari satu dekade peran pemerintah
daerah kurang berperan dalam pembangunan IDS. Terdapat tiga pemain utama yang
berperan dalam pembangunan IDS, yaitu pemerintah di tingkat nasional, daerah, dan
sektor swasta (Grant dan Williamson, 2003). Ketiga pemain tersebut memiliki peran
yang berbeda-beda. Pemerintah di tingkat nasional menjalankan peran operasional
untuk membuat peta, mengumpulkan data geospasial dalam skala kecil, dan
membangun infrastruktur, sedangkan pemerintah di tingkat daerah dan swasta
kurang memiliki peran dalam pembangunan IDS karena setiap kegiatan yang
dilakukan dipengaruhi oleh pemerintah di tingkat nasional (Rajabifard, dkk, 2006).
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 16
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Strategi dan operasional


Pemerintah tingkat nasional

Pengaruh pada
pembangunan IDS
lebih dari 10 tahun
Pemerintah tingkat
daerah Sektor swasta Tidak dikoordinir

Gambar I. 4. Peran pemerintah di tingkat nasional, daerah, dan sektor swasta dalam
pembangunan IDS selama lebih dari satu dekade lalu (diadaptasi dari
(Rajabifard, dkk., 2006)

Berdasarkan perkembangan kemampuan pemerintah di tingkat daerah dan


swasta, maka perlu dipertimbangkan untuk mulai merubah pola pada Gambar I.4.
Peran pemerintah daerah dan swasta perlu diikutsertakan dalam pembangunan IDS
untuk memajukan pembangunan IDS, memenuhi kebutuhan informasi geospasial
dalam skala besar dan mencapai pengambilan keputusan yang efektif. Dengan
demikian, pola pembangunan IDS saat ini telah berubah. Pemerintah daerah
menjalankan kegiatan pada tingkat operasional, dimana kegiatan tersebut
sebelumnya dijalankan oleh pemerintah di tingkat nasional. Pemerintah daerah
berperan untuk menghasilkan informasi geospasial dalam skala besar. Peran
pengaruh pemerintah daerah dalam pembangunan IDS disajikan dalam Gambar
I.5.(Rajabifard, dkk., 2006):

Pemerintah tingkat Sektor swasta Operasional


daerah Pengaruh saat ini
pada pembangunan IDS

Pemerintah tingkat nasional Strategi

Gambar I. 5. Peran pemerintah di tingkat nasional, daerah, dan sektor swasta dalam
pembangunan IDS saat ini yang terjadi di negara maju (diadaptasi dari
(Rajabifard, dkk., 2006)
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 17
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Pemerintah daerah merupakan pengguna utama Informasi Geospasial Dasar


(IGD) yang dihasilkan oleh instansi yang berwenang menghasilkan IGD.
Berdasarkan tingkat kedetailan data, pemerintah daerah memproduksi Informasi
Geospasial Tematik (IGT) pada skala besar. Secara umum, pengaruh IDS di tingkat
daerah terhadap tingkatan diatasnya pada hierarki IDS adalah sebagai
berikut(Rajabifard, dkk., 2000):
Tabel I. 1. Hubungan antar tingkatan IDS yang berbeda
IDS daerah (local) IDS Provinsi (state) IDS Nasional (national)
L S S L N L
Kebijakan
L N S N N S
Fundamental L S S L N L
dataset L N S N N S
L S S L N L
Standar teknis
L N S N N S
L S S L N L
Jaringan akses
L N S N N S
Sumber daya L S S L N L
manusia L N S N N S

Pengaruh langsung Pengaruh tidak langsung Tidak ada pengaruh


L = Local SDI S = State SDI N = National SDI

Sumber: (Rajabifard, dkk., 2000)

Berdasarkan hubungan antar tingkat IDS pada Tabel I.2., data, standar teknis,
jaringan akses, dan kemampuan sumber daya manusia yang ada di daerah
berpengaruh langsung terhadap IDS ditingkat propinsi. Kebijakan yang ada di daerah
tidak berpengaruh secara langsung terhadap IDS ditingkat propinsi dan tidak
memiliki pengaruh terhadap IDS ditingkat nasional. Ketersediaan data tidak
berpengaruh secara langsung terhadap IDS ditingkat nasional. Standar teknis,
jaringan akses, dan kemampuan sumber daya manusia tidak berpengaruh terhadap
IDS ditingkat nasional. Dengan demikian, dari hubungan antar IDS pada Tabel I.2.
dapat disimpulkan bahwa IDS di daerah secara langsung mempengaruhi
perkembangan IDS di tingkat propinsi karena kedetailan data yang diproduksi oleh
pemerintah daerah digunakan sebagai acuan oleh pemerintah propinsi untuk berbagai
pekerjaan dibidang geospasial.
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 18
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

I.6.3. Model Penilaian Kesiapan IDS


Penilaian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengevaluasi suatu kegiatan (Giff& Crompvoets, 2008). Penilaian terhadap IDS
pada beberapa negara telah banyak dilakukan. IDS sulit untuk dinilai karena terdiri
atas lingkungan yang kompleks yaitu melibatkan banyak komponen dan pemangku
kepentingan (Rajabifard, 2002). Pengaruh politik, ekonomi, dan budaya
mempengaruhi penerapan IDS. Setiap negara menjalankan IDS berdasarkan
peraturan yang berlaku di negara tersebut, sehingga IDS yang dihasilkan berbeda
(Nushi, 2010).
Pada beberapa penelitian tentang penilaian kesiapan IDS, penilaian kesiapan
IDS dapat diperoleh dengan menggunakan kuesioner evaluasi diri. Dalam menyusun
kuesioner evaluasi diri diperlukan variabel indikator. Beberapa variabel indikator
diperlukan untuk mengevaluasi kesiapan IDS. Fernandez, dkk. (2008), membuat
variabel indikator berdasarkan komponen IDS, antara lain: kelembagaan (visi,
komitmen, motivasi, kepemimpinan, payung hukum); informasi (data dijital,
pengetahuan tentang standar); jaringan akses (koneksi website, infrastruktur
teknologi, perangkat lunak geospasial); sumber daya manusia (tingkat pendidikan,
budaya IDS, kepemimpinan terhadap diri sendiri), dan sumber keuangan
(pemerintah, swasta, dan inisiatif sendiri). Selain itu, Eelderink & Crompvoets, dkk.,
(2008) membuat 14 variabel kunci indikator untuk menilai kesiapan IDS dengan
mengacu pada komponen IDS, yaitu sebagai berikut: (1) ketersediaan data dijital, (2)
kapasitas membangun, (3) kesadaran berbagi, (4) jumlah sumber daya manusia, (5)
kesadaran IDS, (6) mekanisme akses, (7) sumber dana, (8) kepemimpinan, (9) visi,
(10) kelembagaan, (11) keseimbangan sosial-politik, (12) interoperabilitas, (13)
tersedia metadata, (14) inisiatif menjalin hubungan IDS antar Negara.
Berdasarkan beberapa variabel indikator tersebut digunakan untuk menyusun
kuesioner evaluasi diri i-SRI. Indikator-indikator dikelompokkan berdasarkan
komponen IDS. Adapun indikator yang digunakan adalah sebagai berikut (Sutanta,
dkk., 2014):
1. Komponen data terdiri atas indikator sebagai berikut:
a. Ketersediaan data geospasial
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 19
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b. Pengelolaan data geospasial meliputi penyimpanan data geospasial dalam


basisdata dijital, metadata disimpan bersama dengan peta dalam basisdata
dijital, metadata digunakan untuk menyusun katalog data, sistem katalog
data dibuat dalam hardcopy dan softcopy, dan sistem katalog data tersedia
secara online.
c. Data geospasial dapat diperoleh pengguna secara mudah melalui website.
Pengelolaan data
2. Komponen peraturan/kebijakan terdiri atas indikator sebagai berikut:
a. Peraturan terkait pemanfaatan dan pengelolaan data geospasial yang
diterbitkan oleh Kepala Daerah.
b. Mekanisme akses data.
c. Mekanisme pengaturan perijinan penggunaan dan hak cipta.
d. Pengadaan dana untuk penyelenggaraan IDS terkait ketersediaan data
geospasial.
3. Komponen kelembagaan terdiri atas indikator sebagai berikut:
a. Rencana pengembangan IDS
b. Koordinasi antar instansi/komite
4. Komponen sumber daya manusia terdiri atas indikator sebagai berikut:
a. Program untuk meningkatkan kualitan sumber daya manusia dalam
mengelola data geospasial dan SIG berbasis web.
b. Kualifikasi pendidikan sumber daya manusia yang menangani data
geospasial dan SIG.
c. Ketersediaan personil yang mampu mengoperasikan server geospasial.
d. Ketersediaan personil yang mampu mengelola SIG dan data geospasial.
e. Tersedia unit/seksi pengelolaan data geospasial.
5. Komponen teknologi terdiri atas indikator sebagai berikut:
a. Geoportal.
b. Langganan internet.
c. Perangkat lunak yang digunakan.
d. Ketersediaan perangkat keras untuk mengelola dan publikasi data
geospasial.
e. Implementasi SNI/spesifikasi teknis dari kementerian/lembaga.
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 20
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

I.6.3.1. Indeks kesiapan IDS. Dalam penilaian kesiapan IDS, variabel indikator
berperan dalam penyajian indeks kesiapan IDS. Variabel indikator merupakan acuan
dalam pembuatan kuesioner. Setiap pertanyaan kuesioner memiliki pilihan jawaban.
Pilihan jawaban memiliki bobot yang berbeda. Misalnya, jumlah data geospasial
yang tersedia di daerah meningkat, maka skor komponen data meningkat. Jumlah
skor dari masing-masing komponen berbeda karena banyaknya pertanyaan tidak
sama. Jika bobot lima komponen IDS adalah sama dan setiap pertanyaan terdiri atas
dua pilihan jawaban, bobot 1 untuk jawaban sudah dan bobot 0 untuk jawaban
belum, rumus untuk menghitung indeks kesiapan IDS disajikan sebagai berikut:
Indeks kesiapan IDS = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑛 + 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎𝑎𝑛 + 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑑𝑎𝑡𝑎 +
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑘𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖+𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟𝑑𝑎𝑦𝑎𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎.........(I. 1)
Pada persamaan I.1., semua komponen dianggap penting dalam pembangunan
IDS, sehingga memiliki bobot yang sama.
1.6.5. Metode Pengumpulan Data
Metode kualitatif merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan
menggunakan analisis, yang mana datanya diperolehd dari pertemuan peneliti
dengan pihak informan (Somantri, 2005). Dalam penelitian kualitatif terdapat banyak
cara untuk mengumpulkan data, misalnya kuesioner, wawancara, dan lain
sebagainya. Cakupan area untuk memperoleh data meliputi area yang luas atau
disebut dengan populasi. Oleh karena itu, diperlukan sampling dari populasi.
Sampling merupakan cara pengumpulan data, yang mana obyek sampel adalah
bagian dari populasi (Sabatella & Franquesa, 2004).Adapun beberapa kelebihan dari
pengumpulan data secara sampling adalah sebagai berikut (Sabatella & Franquesa,
2004):
a. Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit.
b. Waktu pengumpulan data lebih cepat.
c. Tidak memerlukan banyak tenaga.
d. Dapat menghasilkan cakupan cata yang lebih luas dan terperinci.
Terdapat beberapa jenis metode sampling, antara lain sampling acak sederhana,
stratifikasi sampling, sampling randomberkelompok, sampling banyak tingkat, dan
sampling acak sistematis. Berikut ini penjelasan dari kelima jenis sampling
(Anonimous, 2014):
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 21
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

a) Sampling acak sederhana adalah pemilihan sejumlah anggota sampel dari


populasi, yang mana setiap elemen populasi mendapat kesempatan yang
sama untuk menjadi anggota sampel. Salah satu cara untuk mendapatkan
sampel acak adalah dengan menggunakan lotre.
b) Stratifikasi sampling dilakukan dengan cara populasi dikelompok-
kelompokkan berdasarkan karakteristiknya. Dari setiap kelompok dipilih
sampling secara acak sederhana.
c) Sampling random berkelompok yaitu membagi populasi dalam kelompok-
kelompok kecil. Pengamatan dilakukan pada sampel cluster yag dipilih
secara random.
d) Sampling banyak tingkat adalah memilih sampel dengan menggunakan
kombinasi metode sampling yang berbeda.
e) Sampling acak sistematik adalah pengambian sampel berdasarkan interval
yang telah ditentukan.
I.6.4. Technology Acceptance Model (TAM)
TAM pertama kali dikembangkan oleh Fred Davis pada tahun 1985 (Chuttur,
2009). TAM diadopsi dari Theory of Reasoned Action (TRA), yaitu model yang
dikembangkan berdasarkan sikap dan perilaku pengguna untuk menunjukkan reaksi
dan persepsi terhadap teknologi informasi berdasarkan manfaat dan kemudahannya
(Yuadi, 2009). TAM merupakan suatu model yang digunakan untuk menganalisis
dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan suatu teknologi
dengan mempertimbangkan hubungan antara kegunaan dan kemudahannya
(Muhammad, 2010). TAM banyak digunakan untuk analisis karena sederhana dan
mudah digunakan serta mampu menjelaskan penerimaan teknologi dengan baik
(Hubona & Cheney, 1994).
I.6.4.1. Model konstruk. Model konstruk merupakan bagian dari teori
penerimaan dan kegunaan teknologi. Model konstruk dibuat untuk menyajikan
hubungan antar komponen utama atau variabel laten, yang mana hubungan antar
komponen dipengaruhi oleh variabel indikator (Venkatesh, 2010).
Dalam model konstruk, terdapat dua faktor utama untuk memprediksi
penerimaan suatu teknologi, yaitu persepsi kegunaan (percieved usefulness) dan
persepsi kemudahan (percieved ease of use) (Davis, 1989). Selain itu, terdapat faktor
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 22
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

tambahan yang dapat mempengaruhi penerimaan terhadap suatu teknologi yaitu


minat perilaku (behavioral intentions), sikap penggunaan (attitude towards),
penggunaan nyata (actual usage), dan variabel eksternal (external variabel) (Park,
2009). Hubungan antar komponen utama yang digunakan dalam TAM disajikan
dalam Gambar I.9. sebagai berikut (Davis, 1989):

Variabel laten Variabel laten


eksogen endogen

Persepsi
kegunaan

Variabel Sikap Minat Penggunaan


eksternal penggunaan perilaku nyata

Persepsi
kemudahan

Gambar I. 6. Konstruk asli TAM (Davis, 1989)

Berdasarkan Gambar I.6., variabel eksternal dapat mempengaruhi persepsi


kegunaan dan persepsi kemudahan suatu teknologi, misalnya pengalaman pengguna,
kemampuan pengguna, desain teknologi, dan lain sebagainya. Persepsi kegunaan
adalah persepsi bahwa hadirnya suatu teknologi tertentu dapatmeningkatkan kinerja
seseorang (Willis, 2008). Persepsi kemudahan merupakan kepercayaan pengguna
bahwa suatu teknologi dapat mengurangi upaya dalam mencapai tujuan pekerjaaan
(Davis, 1989). Dengan demikian, adanya teknologi akan mengurangi waktu dan
tenaga dalam melakukan pekerjaan. Persepsi kegunaan dipengaruhi oleh persepsi
kemudahan karena rasa mudah dalam menggunakan suatu teknologi dapat
meningkatkan pengguna menggunakan teknologi (Venkatesh & Davis, 2000).
Sikap penggunaan merupakan sikap suka/tidak suka pengguna dalam
menggunakan suatu teknologi atau produk (Davis, dkk., 1989). Kepercayaan
pengguna terhadap kegunaan dan kemudahan suatu teknologi akan mempengaruhi
sikap pengguna untuk menggunakan teknologi. Sikap pengguna terhadap
penggunaan teknologi dapat mempengaruhi kecenderungan pengguna tetap
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 23
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

menggunakan teknologi. Selanjutnya sikap pengguna mempengaruhi penggunaan


teknologi secara nyata.
Kaitan TAM dengan IDS adalah untuk memprediksi adopasi IDS.Persepsi
kegunaan berkaitan dengan kegunaan IDS dibangun untuk memfasilitasi berbagi
pakai data dan informasi geospasial, sehingga dapat mengurangi duplikasi data dan
informasi geospasial. Kemudian, persepsi kemudahan berbagi pakai data dan
informasi geospasial didukung oleh geoportal. Variabel eksternal yang mendukung
adopsi IDS adalah kualifikasi sumber daya manusia, koordinasi antar instansi atau
lembaga, teknologi untuk berbagi data dan informasi geospasial, seperti server dan
komputer, payung hukum yang menaungi dan mendorong pembangungan IDS, dan
pengguna data dan informasi geospasial. Kemudahan pengguna untuk mengakses
dan memperoleh data dan infomasi geospasial melalui geoportal akan mendukung
adopsi IDS, sehingga IDS untuk memfasilitasi berbagi data dapat dirasakan
manfaatnya secara nyata.
I.6.4.1. Partial Least Square Structural Equation Model.PLS merupakan
model pendekatan yang dikembangkan untuk memperkirakan path model dengan
menggunakan Laten Variables (LVs) (Wold, 1982). Metode tersebut digunakan
untuk membangun model dengan tujuan melakukan prediksi (Monecke dan Leisch,
2012). Dalam melakukan prediksi, PLS melibatkan SEM atau disebut dengan PLS
Path Modeling (PLS-PM). SEM metode statistik yang dibuat untuk menghubungkan
dua atau lebih laten, yang mana masing-masing laten diukur dengan menggunakan
indikator (Bollen, 1989; Kaplan, 2000).
PLS merupakan metode analisis yang kuat. PLS memiliki kelebihan dapat
melakukan pemodelan persamaan struktural dengan menggunakan sampel data
ukuran kecil dan tidak memerlukan banyak asumsi (Vinzi, dkk., 2010).
I.6.4.1.1. Algoritma PLS. Dalam melakukan prediksi, PLS memerlukan LVs
dan indikator masing-masing LVs. Adapun hubungan antara LVs dan indikator
disajikan pada Gambar I.7. berikut:
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 24
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

δ1 δ2 δ3

X1 X2 X3

λx1 λx2 λx3 ε1 ε2

ξ1
Y1 Y2
γ1 γ3
λy3 λy4
β1
ς1 η1 η2

γ2 λy1 λy2 γ4

δ4 ξ2 Y1 Y2

λx4 ε1 ε2
λx5 λx6
X1 X2 X3

Gambar I. 7. Hubungan antar variabel dan indikator dalam model PLS

Keterangan Gambar I.7. :


ξ = variabel laten eksogen
η = variabel laten endogen
λx = faktor loading variabel laten eksogen
λy = faktor loading laten endogen
X = matriks faktor loading variabel eksogen
Y = matriks faktor loading variabel endogen
β = koefisien pengaruh variabel endogen terhadap variabel endogen
γ = koefisien pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen
ς = galat model
δ = galat pengukuran pada variabel manifest untuk variabel laten eksogen
ε = galat pengukuran pada variabel manifest untuk variabel laten endogen
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 25
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Berdasarkan Gambar I.7., diperoleh langkah-langkah pemodelan persamaan


struktural PLS (Jaya & Sumertajaya, 2008):
1. Merancang inner model struktural (inner model) untuk merancang model
struktural hubungan antar variabel laten dengan mengacu pada rumusan
masalah.
2. Merancang model pengkuran untuk (outer model) utnuk merancang model
pengukuran guna menentukan indikator bersifat refleksif atau formatif. Adapun
penjelasan mengenai model indikator refleksif dan formatif adalah sebagai
berikut (Coltman, dkk., 2008):
a. Model indikator refleksif mengasumsikan variasi skor pengukuran
konstruk diperoleh dari hasil penjumlahan antara true score dan error.
b. Model indikator formatif merupakan hubungan antara indikator terhadap
variabel laten.

ξ ξ ς

X1 X2 X1 X2

δ1 δ2
X1 = λ1ξ + δ1 ξ = γ1X1 + Γ2X2 + ς

X2 = λ2ξ + δ2

Gambar I. 8. Model indikator refleksif dan indikator formatif

3. Membuat model konstruk untuk memudahkan memahami hasil perancangan


model inner dan model outer.
4. Mengkonversi model konstruk ke dalam sistem persamaan. Di dalam PLS
terdapat tiga hubungan, yaitu:
a. Model inner, digunakan untuk menjelaskan hubungan antar Laten Variabels
(LVs). Adapun persamaan model inner disajikan pada persamaan 1.2 berikut
(Wold, 1982):
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 26
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

η = βη + γξ + ς ...........................................................................................(1.2)
Pada persamaan 1.2, vektor variabel endogen diperoleh dari hubungan antara
koefisien pengaruh variabel endogen terhadap variabel endogen, koefisien
pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen, variabel laten eksogen,
dan galat model. Di dalam PLS, hubungan antar variabel laten berlaku bahwa
setiap variabel laten dependen. Dengan demikian, persamaan variabel laten
disajikan pada persamaan 1.3 berikut (Wold, 1982):
ηj = Σi βji ηi + Σiγjb ξi+ ςj...........................................................................(1.3)
Keterangan persamaan 1.3:
γjb (dalam matriks dilambangkan γ) = koefisien jalur yang menghubungkan
antara variabel laten endogen dengan eksogen, untuk range j dan b.
βji(dalam matriks dilambangkan β) = koefisien jalur yang menghubungkan
variabel laten endogen dengan endogen, untuk range i dan b.
ςj = inner residual
Dengan demikian, inner model PLS Gambar 1.7. dinyatakan pada persamaan
1.4 dan 1.5 berikut:
η1 = γ1ξ1 + γ1ξ1+ ς1.................................................................................(1.4)
η2 = β1 η1 + γ3ξ1 + γ4ξ2 + ς2 .....................................................................(1.5)
b. Model outer, digunakan untuk menjelaskan hubungan antara LVs dengan
indikatornya.Model outer menggunakan model indikator refleksif. Adapun
persamaannya disajikan dalam persamaan 1.6 dan 1.7 berikut:
x = λxξ + δ ................................................................................................(1.6)
y = λyη + ε ................................................................................................(1.7)
Keterangan persamaan 1.6 dan 1.7:
x = indikator variabel laten eksogen
y = indikator variabel laten endogen
λx dan λy = matriks loading yang menggambarkan koefisien regresi
sederhana yang menghubungkan laten dan indikatornya.
δ dan ε = Residual regresi yang diinterpretasikan sebagai kesalahan
pengukuran/noise.
Sedangkan, persamaan model indikator informatifnya disajikan pada
persamaan 1.8 dan 1.9 berikut:
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 27
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

ξ = γξXi + δ ................................................................................................(1.8)
η = γηYi + ε ................................................................................................(1.9)
Keterangan persamaan 1.8 dan 1.9:
γξdan γη = koefisien regresi berganda dari variabel laten terhadap
indikator.
Adapun persamaan model outer dari Gambar 1.7. adalah sebagai berikut:
- Variabel laten eksogen 1 (reflektif) disajikan pada persamaan 1.10:
x1 = λx1ξ1 + δ1
x2 = λx2ξ1 + δ2 ................................................................................(1.10)
x3 = λx3ξ1 + δ3
- Variabel laten eksogen 2 (formatif) disajikan pada persamaan 1.11:
ξ2 = λx4X4 + λx5X5 + λx6X6 + δ4 ...........................................................(1.11)
- Variabel laten endogen 1 (reflektif) disajikan pada persamaan 1.12:
y1 = λy1η1 + ε1
...............................................................................(1.12)
y2 = λy2η1+ ε2
- Variabel laten endogen 2 (reflektif) disajikan pada persamaan 1.13:
y3 = λy3η2+ ε3
...............................................................................(1.13)
y4 = λy4η1+ ε4
c. Weight relation, memperkirakan nilai LVs. Berikut ini adalah model outer
dan inner yang diikuti dengan estimasi weight relation dalam algoritma PLS
disajikan pada persamaan 1.14:
ξb = Σkbwkb xkb
...............................................................................(1.14)
ηi = Σkiwki yki
Keterangan persamaan 1.14:
wkb dan wki = bobot yang digunakan untuk membentuk estimasi variabel
laten ξb dan ηi.
5. Pendugaan parameter dalam PLS dengan menggunakan metode kuadrat terkecil
(least square methods). Beberapa pendugaan parameter dalam PLS adalah
estimasi bobot untuk menciptakan skor variabel laten, jalur estimasi untuk
menghubungkan antar variabel laten dan estimasi loading untuk
menghubungkan antara variabel laten dengan indikatornya, serta means dan
lokasi parameter untuk variabel laten dan indikator.
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 28
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

6. Goodness of fit model inner danmodel outer. Goodness of fit dilakukan untuk
menentukan nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan nilai yang
diharapkan. Berikut ini adalah goodness of fit dari model inner dan model outer:
a. Model outer
Goodness of fit model outer ditentukan dengan menggunakan convergent
validity. Convergent validity merupakan korelasi antara skor variabel laten
dengan skor indikator refleksif. Nilai skor yang diterima adalah >0,5.
b. Model inner
Goodness of fit model inner ditentukan dengan menggunakan Q-square
predictive relevance, yang mana dalam proses perhitungannya melibatkan R-
square. Adapun persamaan Q-square disajikan dalam persamaan 1.15
berikut:
Q2 = 1 – (1-R12)(1-R22)....(1-Rn2) .........................................................(1.15)
Keterangan persamaan 1.15:
R12, R22,...Rn2 = R-square variabel endogen.
Q2 memiliki rentang nilai 0 < Q2<1. Nilai Q2 mendekati 1, maka model
konstruk semakin baik.
7. Uji kelompok pertanyaan (β, γ, λ) dengan menggunakan metode bootstrapping.
Hasil pengolahan data dilakukan uji statistik untuk menentukan nilainya diterima
atau tidak. Penentuan nilai dilakukan berdasarkan uji t statistik dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Ketentuan model outer:
H0 : λi = 0
H1 : λi ≠ 0
b. Ketentuan model inner untuk pengaruh variabel laten eksogen terhadap
endogen
H0 : γi = 0
H1 : γ i ≠ 0
Ketentuan model inner untuk pengaruh variabel laten endogen terhadap
endogen
H0 : βi = 0
H1 : β i ≠ 0
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 29
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Bootstrapping merupakan metode resampling, sehingga data terdistribusi


bebas, tidak memerlukan asumsi distribusi normal, dan tidak memerlukan
jumlah sampel yang besar (sampel minimum 30). Kepercayaan yang
digunakan pada uji t statitik adalah 95% (α = 0,05). Model outer yang
signifikan berarti indikator dapat digunakan sebagai instrumen pengukur dan
model inner yang signifikan berarti variabel laten satu dengan yang lainnya
saling mempengaruhi.
I.6.5. Geovisualisasi
Seiring perkembangan teknologi dan kebutuhan manusia terhadap informasi
geospasial semakin meningkat, maka teknik untuk menghasilkan sistem informasi
geospasial semakin berkembang. Sebelum tahun 1990-an dan masa perkembangan
SIG, peta analog dan statik banyak digunakan untuk menyajikan informasi
geospasial (Kraak, 2003). Penggunaan SIG memudahkan pengguna mengelola
basisdata dan penggunaan tools untuk menampilkan informasi geospasial.
Pada tahun 1990-an, perkembangan sistem informasi geospasial mendapat
pengaruh dari disiplin ilmu lain. Bidang kartografi, SIG, dan visualisasi
digabungkan, sehingga menjadi bidang ilmu yang baru, yaitu geovisualisasi
(Hearnshaw & Unwin, 1994). Geovisualization (geovisualisasi) atau disebut
geographic visualization merupakan penggabungan dari beberapa keilmuan, seperti
kartografi, keilmuan visualisasi, analisis gambar, analisis data, grafik komputer,
animasi, simulasi, multimedia, dan dunia nyata untuk menghasilkan teori, metode,
dan alat untuk menampilkan, menganalisis, memadukan, dan menyajikan data
geospasial(Buckley, dkk., 2000; Dodge &Mary McDerby, 2008; MacEachren &
Kraak, 2001). Geovisualisasi dapat didefinisikan sebagai eksplorasi, analisis, sintesis,
dan penyajian data geospasial yang melibatkan kartografi dan bidang keilmuan lain
dibidang representasi dan analisis, meliputi keilmuan visualisasi, analisis gambar,
informasi visualisasi, analisis data, dan SIG (Dykes, Maceachren, dkk., 2005). Dalam
lingkungan geovisualisasi, peta digunakan untuk mendorong daya visualisasi
manusia tentang pola, hubungan, dan kecenderungan geospasial (Kraak, 2002).
Geovisualisasi memiliki kemampuan untuk mengatasi fenomena yang kompleks
menjadi informasi yang mudah dipahami melalui gagasan dan dengan melihat dunia
nyata (MacEachren & Kraak, 2001). Dalam memenuhi kebutuhan saat ini,
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 30
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

geovisualisasi tidak hanya mencakup pengembangan teori, perangkat, dan metode,


tetapi juga melibatkan perangkat dan metode untuk mempermudah memahami tren
data geospasial guna pengambilan keputusan (Buckley, dkk., 2000).
I.6.5.1. Teknik visualisasi. Teknik visualisasi digunakan untuk
memvisualisasikan data. Terdapat banyak teknik yang digunakan untuk visualisasi
data, misalnya diagram batang, grafik garis, dan lain sebagainya. Berdasarkan
prinsipnya, visualisasi dibagi menjadi empat, yaitu (Keim, dkk., 2005):
1. Tampilan yang disajikan secara geometri. Teknik visualisasi ini digunakan
untuk menyajikan pola menarik dari kumpulan data (Keim, dkk., 2005),
seperti misalnya scatter plot dan parallel coordinate plot.
2. Tampilan ikonik. Teknik ini menyajikan data titik dalam bentuk ikon.
Misalnya, atribut dari data titik dalam suatu peta disajikan dalam bentuk
bintang, bentuk batang, bentuk jarum dan lain sebagainya.
3. Tampilan densitas. Teknik visualisasi ini menyajikan kumpulan data
dalam tampilan densitas atau kepadatan. Misalnya, peta kepadatan dengan
visualisasi simbol lingkaran dan gradasi warna. Dalam membedakan
tingkat kepadatan tiap daerah dengan menggunakan ukuran dan tingkat
warna yang berbeda. Semakin tinggi nilai atributnya, maka warnanya
semakin tua, misalnya warna putih menunjukkan nilai paling rendah,
warna pink menunjukkan nilai sedang, dan warna merah menunjukkan
nilai paling tinggi. Selain itu, untuk menunjukkan tingkat kepadatan dapat
menggunakan pengaturan piksel, bentuk subwindows, dan mengurutkan
dimensi (Keim, dkk., 2005).
4. Tampilan bertumpuk. Teknik visualisasi ini untuk menyajikan data yang
disekat-sekat dan disusun secara hierarki. Contoh dari teknik tampilan
bertumpuk adalah treemap, cone trees dan lain sebagainya.
I.6.5.1.1. Visualisasi simbol diagram batang. Data atau informasi terdiri atas
kumpulan angka. Dalam menyampaikan isi dari data atau informasi, maka
diperlukan visualisasi. Sebagai media komunikasi, sebelum menentukan tampilan
yang digunakan perlu mengetahui arti dan tujuan data.
Diagram merupakan salah satu bentuk visualisasi dasar. Penggunaan diagram
batang biasanya digunakan untuk analisis data (Kraak & Ormeling, 2002).
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 31
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Penggunaan visualisasi yang sederhana memudahkan pengguna memahami data.


Misalnya, untuk melihat kecenderungan temporal dari suatu data, seperti suhu
tahunan, rata-rata curah hujan, dan lain sebagainya.
I.6.5.1.2. Parallel Coordinate Plot. Data geospasial yang diambil secara
temporal atau terdiri atas banyak data dapat divisualisasikan dalam beberapa jenis
visualisasi, seperti scatter plots, stacked graphs, Parallel Coordinate Plot (PCP), dan
lain sebagainya. PCP merupakan salah satu jenis visualisasi data yang dikenal secara
luas dan banyak digunakan untuk menyajikan pola dari suatu kumpulan data.

Gambar I. 9.Contoh Parallel Coordinate Plot (Ge, Li, dkk., 2009)

PCP pertama kali muncul tahun 1980, digunakan untuk memahami masalah
multidimensi (Fua, dkk., 1999). Pada visualisasi PCP, data atribut divisualisasikan
sebagai titik, dimana setiap titik saling terhubung dengan garis yang mengisi tiap
baris (Heer, Bostock, dkk., 2010). Garis vertikal tersebut merupakan representasi
komponen utama berperan sebagai penghubung antara nilai data dari tiap komponen.
Terdapat beberapa cara yang digunakan untuk memvisualisasikan data dalam PCP
antara lain menggunakan bahasa pemrograman javascript atau perangkat lunak
visualisasi data seperti spotfire, xlstat, dan lain sebagainya. Spotfire merupakan
perangkat lunak yang digunakan untuk visualisasi data agar memudahkan analisis
data (Tibco, 2013). XLSTAT merupakan plugin pada Microsoft Excel untuk analisis
data (Anonimous, 2014).
EVALUASI KESIAPAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
MENGGUNAKAN KUESIONER 32
EVALUASI DIRI DAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL
ANNISA FARIDA H.
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai