Anda di halaman 1dari 8

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Varicella merupakan penyaakit akut primer yang disebabkan oleh virus varicella-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, manifestasi klinis didahului gejala konstitusi,
kelainan kulit yang polimorfiks, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh, Varicella biasa
dikenal dengan chickenpox (Menaldi , Bramono, & Indriatmi, 2015).

3.2. Epidemiologi
Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga
menyerang orang dewasa. Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularannya
lebih kurang 7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit (Menaldi , Bramono, & Indriatmi,
2015). Varisela dapat mengenai semua kelompok umur termasuk neonatus, tetapi hampir
sembilan puluh persen kasus mengenai anak dibawah umur 10 tahun dan terbanyak pada
umur 5-9 tahun.2 Di Amerika Serikat, sebelum diperkenalkan vaksin varisela terjadi
epidemi varisela tahunan setiap musim dingin dan musim semi, tercatat sekitar 4 juta
kasus. Pada tahun 2000, angka kejadian varisela menurun 71%-84% sejak
diperkenalkannya vaksin varisela. Angka kesakitan dan kematian menurun terutama pada
kelompok umur 1-4 tahun (Theresia & Hadinegoro, 2016).

3.3. Etiologi
Virus Varicella zoster. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi
primer virus ini menyebabkan penyakit varicella, sedangkan reaktivasi menyebabkan
herpes zoster (Menaldi , Bramono, & Indriatmi, 2015).

3.4. Patogenesis
Varizella Zoster Virus masuk kedalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari
sekresi pernapasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet
infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi di kulit. VZV masuk
ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas, orofaring ataupun
konjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2-4 yang berlokasi pada
lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui
darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan viremia primer (biasanya terjadi pada hari
ke 4-6 setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi
virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang
sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan
limpa, yang mengakibatkan viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar
ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16 yang mengakibatkan
timbulnya lesi di kulit yang khas (Menaldi , Bramono, & Indriatmi, 2015).

3.5. Gejala Klinis


Masa inkubasi ini berlangsung 14-21 hari. Gejala klinis mulai gejala prodromal
yakni, demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, dan nyeri kepala, kemudian disusul
dengan timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam
berubah menjadi vesikel, bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drop).
Vesikel ini akan berubah menjadi pustule dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses
ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkana gambaran
polimorf (Menaldi , Bramono, & Indriatmi, 2015).
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut,
dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder, maka terdapat pembesaran
kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal (Menaldi ,
Bramono, & Indriatmi, 2015).
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih sering pada orang
dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis, hepatitis, keratitis,
konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah. Infeksi yang timbul pada trimester
pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Sedangkan infeksi yang
terjadi beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varicella pada neonatus
(Menaldi , Bramono, & Indriatmi, 2015).
3.6. Diagnosis
1) Anamnesis
Keluhan yang dirasakan pasien yaitu demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, nyeri
kepala yang kemudian disusul timbulnya ruam kulit. Ruam kulit muncul mulai dari
wajah, scalp, dan menyebar ke seluruh tubuh. Pasien juga mengeluhkan gatal pada
lesi tersebut (Menaldi , Bramono, & Indriatmi, 2015).
2) Pemeriksaan Fisik
Terdapat papul eritematosa yang dalam beberapa jam kemudian menjadi vesikel
(tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh menyerupai pustul kemudian
menjadi krusta. Sementara proses ini berlanhsung, timbul lagi vesikel baru sehingga
menimbulkan gambaran polimorfik. Lesi menyebar sentrifugal (dari sentral ke
perifer) sehingga dapat ditemukan lesi baru di ekstremitas, sedangkan di badan lesi
sudah berkrusta (Menaldi , Bramono, & Indriatmi, 2015).

Gambar 3.1 A. Lesi pada Varicella, berupa Papula Eritematous, Vesikel, dan
Krusta. (B) Lesi pada Varicella berupa Pustula
Sumber : Fitzpatrick’s (2012)

3) Pemeriksaan Penunjang
a. Tzank Smear
Dapat dilakukan percobaan Tzank dengan cara membuat sediaan hapus yang
diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan
didapati sel datia berinti banyak. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%
(Menaldi , Bramono, & Indriatmi, 2015).
b. Direct Fluorescent Assay (DFA)
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk
krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif. Test ini dapat menemukan
antigen virus varicella zoster (Menaldi , Bramono, & Indriatmi, 2015).
c. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sensitive. Dengan metode
ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan
apabila sudah berbentuk krusta juga dapat digunakan sebagai preparat. Test
ini dapat menemukan asam nukleat dari virus varicella zoster (Menaldi ,
Bramono, & Indriatmi, 2015).

3.7. Diagnosis Banding


1. Variola
Merupakan infeksi virus yang disertai dengan keadaan umum yang buruk, dapat
menyebabkan kematian, efloresensinya bersifat monomorf terutama terdapat di perifer
tubuh. Penyebab variola ialah Virus Poks (Pox Virus Variolae). Keluhan yang timbul dapat
berupa nyeri kepala, nyeri tulang dan sendi disertai demam tinggi, lemas, dan muntah-
muntah yang berlangsung 3-4 hari. Pada stadium makulo-papular, timbul macula-makula
eritematosa yang cepat menjadi papul, terutama di muka dan ekstremitas, termasuk telapak
tangan dan telapak kaki. Dalam waktu 5-10 hari timbul vesikel-vesikel yang kemudian
menjadi pustul-pustul (Menaldi , Bramono, & Indriatmi, 2015).

Gambar 3.2 Lesi Variola pada Telapak Kaki


Sumber : Fitzpatrick’s (2012)
Gambar 3.3 Lesi Pustular Smallpox dengan karakteristik densitas yang lebih tinggi pada
wajah dan ekstremitas
Sumber : Fitzpatrick’s (2012)

2. Hand, Foot and Mouth Disease


HFMD disebabkan oleh virus dari genus Enterovirus. Spesies enterovirus yang
paling sering menyebabkan HFMD adalah Coxsackievirus dan Human Enterovirus
71 (HEV 71).Pola penyebarannya lebih akral, mukosa lebih banyak terkena, sel datia
berinti banyak tidak ditemukan pada pemeriksaan Tzank Test. HFMD umumnya
diawali dengan demam, nyeri tenggorokan/menelan, nafsu makan yang menurun,
dan nyeri/tidak enak badan. Setelah demam satu sampai dua hari, timbul bintik-bintik
merah di rongga mulut (umumnya berawal di bagian belakang langit-langit mulut)
yang kemudian pecah menjadi sariawan. Kemudian, 1-2 hari timbul juga ruam-ruam
kulit dan bintik-bintik merah di telapak tangan dan kaki. Meskipun kelainan selaput
lendir dan kulit pada HFMD terutama melibatkan rongga mulut, telapak tangan dan
kaki, namun ruam dapat juga timbul di tungkai, lengan, bokong dan kulit sekitar
kemaluan (IDAI, 2016).
Penderita HFMD dapat menyebarkan virus HFMD melalui sekret/cairan hidung
(ingus), tenggorokan (ludah, dahak), lesi kulit yang pecah, dan dari kotorannya.
Penyebaran ini mudah terjadi bila terdapat kontak erat dengan penderita (berbicara,
memeluk, mencium), melalui udara (bersin, batuk), kontak dengan kotoran pasien,
dan kontak dengan objek atau permukaan yang tercemar oleh virus HFMD
(memegang gagang pintu, permukaan meja, perabotan yang tercemar virus tersebut,
dll). Penderita HFMD umumnya sangat menularkan virus pada minggu pertama
sakit. Beberapa pasien bahkan masih menularkan virus beberapa hari atau minggu
setelah gejala dan tanda infeksi hilang (IDAI, 2016).

Gambar 3.4 Lesi HFMD di sekitar mulut


Sumber : IDAI (2016)

3.8. Penatalaksanaan
a) Topikal
- Bedak yang ditambah dengan zat anti gatal (menthol/camphora) untuk mencegah
pecahnya vesikel secara dini dan menghilangkan rasa gatal.
- Vesikel yang sudah pecah/krusta : salep antibiotic
b) Sistemik
- Antipiretik : diberikan jika demam. Hindari salisilat karena dapat menimbulkan
sindrom Reye
- Antipruritus : Antihistamin yang memiliki efek sedatif
- Antivirus
Pada anak sehat, AAP tidak merekomendasikan pemberian asiklovir secara rutin.
AAP merekomendasi pemberian asiklovir per oral pada kelompok dengan risiko
tinggi terkena varisela berat atau penyulitnya seperti pasien sehat dan tidak hamil
(usia di atas 13 tahun), anak-anak di atas 12 bulan dengan penyakit kulit kronis
atau kelainan paru atau menerima terapi salisilat jangka panjang, pengobatan
jangka pendek, intermiten atau inhalasi kortikosteroid. Sedangkan asiklovir
intravena direkomendasikan pada anak-anak imunokompromais (termasuk yang
menerima terapi kortikosteroid dosis tinggi) dan kasus varisela dengan penyulit.
Pada pasien imunokompromais, asiklovir terbukti menurunkan morbiditas dan
mortalitas bila diberikan dalam 24 jam pertama setelah onset ruam. Dosis
Asiklovir per oral adalah 20 mg/kgBB per kali (dosis maksimal 800 mg) empat
kali sehari selama lima hari dan dimulai dalam 24 jam setelah onset ruam,
sedangkan asiklovir intravena pada umumnya diberikan dengan dosis 500 mg/m2
setiap 8 jam selama 7-10 hari (Theresia & Hadinegoro, 2016).

Tabel 3.1. Terapi Antivirus untuk Varicella pada Pasien Normal dan Pasien
Imunosupresi
Kelompok Pasien Regimen
Pasien Normal
Neonatus Asiklovir 10 mg/kgBB atau 500
mg/m2 setiap 8 jam selama 10 hari
Anak (umur 2 hingga < 18 tahun) Berikan terapi simtomatik saja, atau
Valacyclovir 20 mg/kgBB setiap 8
jam selama 5 hari (dosis tidak
melebihi 3 gr/hari), atau Asiklovir 20
mg/kgBB peroral 4 kali sehari selama
5 hari (dosis tidak melebihi 3.200
mg/hari)
Remaja (≥ 40 kg) atau dewasa, Valacyclovir 1 gr per oral tiap 8 jam
khususnya dengan imunosupresi selama 7 hari, atau
ringan (mis : penggunaan Famciclovir 500 mg peroral tiap 8 jam
glukokortikoid inhalasi) selama 7 hari, atau
Asiklovir 800 mg peroral 5 kali sehari
selama 7 hari
Pneumonia Asiklovir 10 mg/kgBB intravena
setiap 8 jam selama 7-10 hari
Kehamilan Penggunaan rutin asiklovir tidak
dianjurkan. Bila terdapat komplikasi
(mis :pneumonia) obati pneumonia
sesuai rekomendasi diatas.
Pasien Imunosupresi
Varicella ringan atau imunosupresi Valacyclovir 1 gr peroral setiap 8 jam,
ringan selama 7-10 hari, atau
Famciclovir 500 mg peroral setiap 8
jam selama 7-10 hari, atau
Asiklovir 800 mg peroral 5 kali sehari
selama 7-10 hari
Varicella berat atau imunosupresi Asiklovir 10 mg/kgBB intravena
berat setiap 8 jam selama 7-10 hari
Resisten terhadap asiklovir (AIDS Foscamet 40 mg/kgBB intravena
Lanjut) setiapa 8 jam hingga sembuh
Sumber : Fitzpatrick’s (2017)

3.9. Komplikasi
Pada anak yang normal, jarang terjadi komplikasi. Komplikasi yang sering adalah
infeksi sekunder pada lesi kulit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus atau
Streptococcus (Menaldi , Bramono, & Indriatmi, 2015).

3.10. Prognosis
Perawatan yang baik dan memperhatikan hygiene memberi prognosis yang baik
dan dapat mencegah timbulnya jaringan parut (Menaldi , Bramono, & Indriatmi, 2015).

Anda mungkin juga menyukai