Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “Gangguan Disintegratif Masa
Kanak-Kanak”. Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Ahmad Wisnu, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Diane M Supit, Sp. A(K) selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di Laboratorium Ilmu
Kesehatan Anak.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini. Akhir
kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.

Samarinda, Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3

2.1 Definisi .................................................................................................................. 3

2.2 Epidemiologi ......................................................................................................... 3

2.3 Tahap Perkembangan Normal pada Anak ........................................................ 4

2.3.1 Ciri-Ciri dan Prinsip-Prinsip Tumbuh Kembang Anak ............................. 4

2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak .... 5

2.3.3 Aspek-Aspek Perkembangan yang Dipantau ............................................... 5

2.3.4 Periode Tumbuh Kembang ............................................................................ 6

2.4 Etiopatogenesis ..................................................................................................... 8

2.5 Diagnosis dan Gambaran Klinis ....................................................................... 10

2.6 Diagnosis Banding .............................................................................................. 12

2.7 Perjalanan Penyakit dan Prognosis ................................................................. 14

2.8 Terapi .................................................................................................................. 14

BAB 3 PENUTUP...................................................................................................... 16

BAB 4 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 17

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan disintegeratif masa kanak-kanak (Childhood Disintegerative
Disorder) merupakan gangguan perkembangan yang ditandai dengan regresi yang
nyata pada beberapa area fungsi setelah sedikitnya perkembangan yang tampak
normal selama 2 tahun. Gangguan disintegeratif masa kanak-kanak juga dikenal
dengan nama Heller’s Syndrome dan psikosis disintegratif. Pada tahun 1908
Thomas Heller, menjelaskan gangguan disintegrative masa kanak-kanak
merupakan suatu deteriorasi pada fungsi intelektual, sosial dan bahasa, yang terjadi
pada usia 3 dan 4 tahun yang sebelumnya memiliki perkembangan yang normal
(Charan, 2012).
Prevalensi dari gangguan disintegrative masa kanak-kanak diperkirakan kira-
kira satu kasus pada 100.000 anak laki-laki. Rasio anak laki-laki berbanding anak
perempuan tampaknya antara 4 dan 8 anak laki-laki berbanding 1 anak perempuan.
Insiden gangguan disintegratif masa kanak-kanak sangat jarang, dan prevalensinya
kurang dari 60 % dari gangguan autistik. Jika prevalensi gangguan perkembangan
pervasif sebesar 30 per 10.000 kelahiran, maka hanya 1 dari 175 anak dengan
gangguan perkembangan pervasif yang memenuhi kriteria sebagai gangguan
disintegratif masa kanak-kanak (Fombonne, 2019).
Karena kemiripan klinis dengan gangguan autistik, terapi gangguan
dinsintegratif masa anak-anak adalah sama dengan gangguan autistik. Tujuan terapi
adalah menurunkan gejala perilaku dan membantu perkembangan fungsi yang
terlambat, rudimenter, atau tidak ada, seperti keterampilan bahasa dan merawat diri
sendiri. Disamping itu, orang tua yang sering kecewa memerlukan bantuan dan
konseling (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).

1
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya tutorial klinik ini adalah untuk menambah wawasan bagi
dokter muda mengenai gangguan disintegrative masa kanak-kanak, serta sebagai
salah satu syarat mengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan disintegeratif masa kanak-kanak (Childhood Disintegerative
Disorder) merupakan satu dari bentuk gangguan perkembangan pervasif
(Pervasive Developmental Disorder). Gangguan disintegeratif masa kanak-kanak
ditandai dengan regresi yang nyata pada beberapa area fungsi setelah sedikitnya
perkembangan yang tampak normal selama 2 tahun. Gangguan disintegeratif masa
kanak-kanak juga dikenal dengan nama Heller’s Syndrome dan psikosis
disintegratif. Pada tahun 1908 Thomas Heller, menjelaskan gangguan
disintegrative masa kanak-kanak merupakan suatu deteriorasi pada fungsi
intelektual, sosial dan bahasa, yang terjadi pada usia 3 dan 4 tahun yang
sebelumnya memiliki perkembangan yang normal (Charan, 2012; Manjunatha,
2017).

2.2 Epidemiologi
Data epidemiologi telah dipersulit oleh bermacam-macamnya kriteria
diagnostik yang digunakan, tetapi gangguan disintegratif masa kanak-kanak
diperkirakan sekurangnya sepersepuluh dari gangguan autistik, dan prevalensi
diperkirakan kira-kira satu kasus pada 100.000 anak laki-laki. Rasio anak laki-laki
berbanding anak perempuan tampaknya antara 4 dan 8 anak laki-laki berbanding 1
anak perempuan. Insiden gangguan disintegratif masa kanak-kanak sangat jarang,
dan prevalensinya kurang dari 60 % dari gangguan autistik. Jika prevalensi
gangguan perkembangan pervasif sebesar 30 per 10.000 kelahiran, maka hanya 1
dari 175 anak dengan gangguan perkembangan pervasif yang memenuhi kriteria
sebagai gangguan disintegratif masa kanak-kanak (Fombonne, 2019).

3
2.3 Tahap Perkembangan Normal pada Anak
2.3.1 Ciri-Ciri dan Prinsip-Prinsip Tumbuh Kembang Anak
Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang
sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan
anak dengan dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan
perkembangan yang sesuai dengan usianya. Pertumbuhan adalah bertambahnya
ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran
fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur
dengan satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak
halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Pertumbuhan dan
perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara simultan. Berbeda
dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan
susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya
perkembangan sistem neuromuskular, kemampuan bicara, emosi, dan
sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan
manusia yang utuh (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-
ciri yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara lain
perkembangan menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan pada
tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan
perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi
dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta
perkembangan memiliki tahap yang berurutan. Selain memiliki ciri-ciri yang
khusus, proses tumbuh kembang anak juga memiliki prinsip-prinsip yang saling
berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan sebagai kaidah atau pegangan dalam
memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Terdapat dua prinsip proses
tumbuh kembang, yaitu perkembangan merupakan hasil proses kematangan

4
dan belajar, serta pola perkembangan dapat diramalkan (Soetjiningsih &
Ranuh, 2016).

2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak


Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan
normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya.
Faktor faktor tersebut antara lain :
a) faktor internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis
kelamin, genetik, dan kelainan kromosom;
b) faktor eksternal, diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat
kimia, endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan
psikologi ibu), faktor persalinan, faktor pasca persalinan (gizi, penyakit
kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis dan kimia, psikologis,
endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi, dan obat-
obatan) (Walters, 2010).

2.3.3 Aspek-Aspek Perkembangan yang Dipantau


Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi (Departemen Kesehatan
RI, 2005):
1) Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar
seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
2) Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
untuk melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu
dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang
cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
3) Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara,
berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya.

5
4) Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.

2.3.4 Periode Tumbuh Kembang


Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan
berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh
kembang anak terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak
adalah sebagai berikut (Walters, 2010) :
1. Masa prenatal atau masa intra uterin
Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
a) Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2
minggu.
b) Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu.
Ovum yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu
organism, terjadi diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk
sistem organ dalam tubuh.
c) Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir
kehamilan. Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini,
sejak umur kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2 kehidupan
intra uterin. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan,
pembentukan jasad manusia sempurna. Alat tubuh telah terbentuk
serta mulai berfungsi.
d) Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini
pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-
fungsi. Terjadi transfer immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu
melalui plasenta. Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3
(Docosa Hexanoic Acid) dan Omega 6 (Arachidonic Acid) pada
otak dan retina.

6
2. Masa bayi (umur 0 – 11 bulan)
Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
a) Masa neonatal (umur 0 – 28 hari)
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi
b) Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari – 11 bulan)
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses
pematangan berlangsung secara terus menerus terutama
meningkatnya fungsi sistem saraf. Pada masa ini, kebutuhan akan
pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI eksklusif selama 6
bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping ASI
sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola
asuh yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara
ibu dan anak terjalin, sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam
mendidik anak sangat besar.
3. Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 – 59 bulan)
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat
kemajuan dalam perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik
halus) serta fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang
anak adalah pada masa balita. Setelah lahir, terutama pada 3 tahun
pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih
berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabang-
cabangnya. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel saraf
ini akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak mulai dari
kemampuan belajar, berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi.
Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk
pada masa ini, sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil apapun
apabila tidak dideteksi dan ditangani dengan baik, akan mengurangi
kualitas sumber daya manusia dikemudian hari.

7
4. Masa anak prasekolah (umur 60 – 72 bulan)
Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi
perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan
meningkatnya keterampilan dan proses berpikir. Pada masa ini, selain
lingkungan di dalam rumah maka lingkungan di luar rumah mulai
diperkenalkan. Pada masa ini juga anak dipersiapkan untuk sekolah,
untuk itu panca indra dan sistem reseptor penerima rangsangan serta
proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan
baik. Perlu diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini adalah
dengan cara bermain.

2.4 Etiopatogenesis
Penyebabnya adalah tidak diketahui, tetapi gangguan telah berhubungan
dengan kondisi neurologi lain, termasuk gangguan kejang, sclerosis tuberosus, dan
berbagai gangguan metabolik. Gangguan autistik dan gejala autistik berhubungan
dengan kondisi yang memiliki lesi neurologis, terutama rubella kongenital,
fenilketonuria (PKU), sclerosis tuberosus, dan gangguan Rett. Anak autistik
menunjukan lebih banyak tanda komplikasi perinatal dibandingkan kelompok
pembanding dari anak-anak dengan gangguan lain. Temuan bahwa anak autistik
secara bermakna memiliki lebih banyak anomali fisik kongenital yang ringan
dibandingkan saudaranya dan kontrol normal menyatakan bahwa komplikasi
kehamilan dalam trimester pertama adalah bermakna. 4-32% orang autistik
memiliki kejang grand mal pada suatu saat dalam kehidupannya, dan kira-kira 20-
25% orang autistik menunjukkan pembesaran ventrikel. (Kaplan, Sadock, & Grebb,
2010).
Gangguan spektrum autis merupakan gangguan perkembangan yang
disebabkan oleh kelainan struktur dan kimiawi otak. Akibatnya, anak dengan
gangguan tersebut mengalami masalah dalam mengolah informasi dan kesulitan
dalam memberikan respon yang tepat. Sistem yang bertanggung jawab untuk
menerima dan mengolah rangsangan (stimulus) dari luar, disebut sebagai sistem

8
sensorik, tidak bekerja dengan baik. Kondisi sensorik ini memegang peranan
penting dalam munculnya beragam masalah dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Hambatan terbesar biasanya mereka alami saat usia kanak-kanak, ketika sistem
sensorik masih buruk dan mereka belum mengembangkan cara-cara yang tepat
untuk beradaptasi dengan lingkungan (Daulay, 2017; Kaplan, Sadock, & Grebb,
2010)
Bentuk kelainan otak yang behubungan dengan perilaku anak dengan
gangguan spektrum autis dapat dijelaskan sebagai berikut, Pertama, sistem
kognitif, pada anak autis mengalami penurunan volume, kelainan ukuran saraf dan
kepadatan pada lobus temporalis, kemudian akan mengalami kelainan volume
cerebellum sehingga sangat sulit untuk membagi perhatian dan memusatkan
perhatian. Kedua, sistem emosi, pada anak autis mengalami penurunan ukuran sel
neuron dalam sistem limbik sehingga berdampak pada ketidakberfungsian dalam
stimulus sosial, gerakan meniru, stimulus emosi, dan perhatian. Pada anak autis
juga mengalami neuroaktivasi yang tidak normal pada amigdala dan hipokampus,
sehingga berdampak pada perilaku sosial. Ketiga, sistem eksekutif, pada anak autis
mengalami kelainan pada prefrontal cortex sehingga tidak mampu mengikuti
konteks yang ada, dan tampil dalam perilaku yang tidak tepat dan impulsif. Pada
anak autis juga mengalami kelainan pada dorsolateral prefrontal cortex, sehingga
berdampak pada rendahnya kemampuan dalam memahami perasaan, pikiran, dan
perhatian terhadap orang lain, dan minimnya akan pertimbangan sosial (Daulay,
2017).
Tingginya insidensi berbagia komplikasi perinatal tampaknya terjadi pada
anak-anak dengan gangguan autistik, walaupun tidak ada komplikasi yang secara
langsung dinyatakan sebagai penyebabnya. Selama gestasi, perdarahan maternal
setelah trimester pertama dan meconium dalam cairan amnion telah dilaporkan
lebih sering ditemukan pada anak autistik dibandingkan populasi umum. Dalam
periode neonatus, anak autistik memiliki insidensi tinggi sindroma gawat
pernafasan dan anemia neonatus. Beberapa bukti menyatakan tingginya insidensi

9
pemakaian medikasi selama kehamilan oleh ibu dari anak autistik (Kaplan, Sadock,
& Grebb, 2010).

2.5 Diagnosis dan Gambaran Klinis


Diagnosis dibuat berdasarkan ciri-ciri yang memenuhi karakteristik usia
onset, gambaran klinis, dan perjalanan penyakit. Kasus yang dilaporkan
menunjukkan onset tergantung antara usia 1 dan 9 tahun, tetapi sebagian besar
onset adalah antara 3 dan 4 tahun; menurut DSM-IV, usia onset minimal adalah 2
tahun. Onset mungkin samar-samar selama beberapa bulan, atau mungkin relatif
tiba-tiba, dengan menghilangnya kemampuan dalam beberapa hari atau minggu.
Pada beberapa kasus, anak menunjukkan kagelisahan, peningkatan tingkat
aktivitas, dan kecemasan sebelum kehilangan fungsinya (Kaplan, Sadock, &
Grebb, 2010).
Ciri inti dari gangguan adalah hilangnya keterampilan komunikasi, regresi yang
jelas pada interaksi timbal balik, dan onset gerakan stereotipik dan perilaku
kompulsif. Gejala afektif adalah sering ditemukan, terutama kecemasan dan juga
regresi dalam kecakapan menolong diri sendiri, seperti pengendalian BAB dan
BAK. Untuk mendapatkan diagnosis, anak harus menunjukkan kehilangan
keterampilan dalam dua bidang berikut ini : bahasa, perilaku sosial atau adaptif,
pengendalian BAB dan BAK, bermain dan keterampilan motorik. Kelainan harus
ditemukan sekurangnya pada dua kategori berikut : interaksi sosial timbal balik,
keterampilan komunikasi, dan perilaku stereotipik atau terbatas. Ciri neurologis
utama yang berhubungan adalah gangguan kejang (Kaplan, Sadock, & Grebb,
2010).

10
Tabel 2.1. Kriteria Diagnostik Menurut DSM-IV
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Disintegratif Masa Anak-Anak
(DSM-IV)
A. Perumbuhan yang tampaknya normal selama sekurangnya dua tahun
pertama setelah lahir seperti yang ditunjukkan oleh adanya komunikasi
verbal dan nonverbal yang sesuai dengan usia, hubungan sosial, permainan,
dan perilaku adaptif.
B. Kehilangan bermakna secara klinis keterampilan yang telah dicapai
sebelumnya (sebelum usia 10 tahun) dalam sekurangnya dua bidang berikut:
1) Bahasa ekspresif atau reseptif
2) Keterampilan sosial atau perilaku adaptif
3) Pengendalian usus atau kandung kemih
4) Bermain
5) Keterampilan motoric
C. Kelainan fungsi dalam sekurangnya dua bidang berikut :
1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial (misalnya, gangguan dalam
komunikasi nonverbal, gagal untuk mengembangkan hubungan
dengan teman sebaya, tidak ada timbal balik sosial atau emosional)
2) Gangguan kualitatif dalam komunikasi (misalnya, keterlambatan atau
tidak adanya bahasa ucapan, ketidakmampuan untuk memulai atau
mempertahankan suatu percakapan, pemakaian bahasa yang
stereotipik dan berulang, tidak adanya berbagai permainan khayalan)
3) Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang dan
stereotipik, termasuk stereotipik dan manerisme motorik
D. Gangguan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan perkembangan
pervasive spesifik lain atau oleh skizofrenia

11
Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Menurut DSM-V
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Spektrum Autisme (DSM-V)
A. Hendaya persisten pada komunikasi dan interaksi sosial dalam semua
konteks, tidak berdasarkan keterlambatan perkembangan umum, yang
bermanifestasi dari 3 hal berikut
1) Hendaya pada hubungan timbal balik secara emosional dan sosial
2) Hendaya pada perilaku komunikasi non-verbal yang digunakan untuk
interaksi sosial
3) Hendaya dalam mengembangkan dan mempertahankan hubungan
sebaya sesuai tingkat perkembangan
B. Pola perilaku, minat, dan aktivitas stereotipik berulang dan terbatas yang
bermanifestasi setidaknya 2 dari hal berikut
1) Stereotip atau pengulangan dalam bahasa, gerakan motorik, ataupun
penggunaan suatu objek.
2) Kepatuhan terhadap rutinitas, pola ritual, kebiasaan verbal ataupun non-
verbal atau sangat kesulitan terhadap perubahan.
3) Sangat kaku, memiliki ketertarikan tetap terhadap sesuatu sehingga
terlihat abnormal dalam segi intensitas ataupun tingkat konsentrasi.
4) Reaksi yang kurang atau berlebihan terhadap rangsang sensoris ataupun
ketertarikan tidak biasa dari rangsangan sensoris lingkungan.
C. Gejala harus muncul pada usia dini (semuanya tidak akan muncul, sampai
saat tuntutan sosial melebihi kapasitas yang terbatas).
D. Keseluruhan gejala membatasi dan mengganggu secara fungsional setiap
hari.

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding gangguan disintegrative masa anak-anak adalah gangguan
autistik dan gangguan Rett. Pada banyak kasus gambaran klinis bertumpang tindih
dengan gangguan autistik, tetapi gangguan disintegrative masa anak-anak

12
dibedakan dari gangguan autistik dengan hilangnya perkembangan yang
sebelumnya telah tercapai. Sebelum onset gangguan disintegrative masa anak-anak
(terjadi pada usia 2 tahun atau lebih), bahasa biasanya telah berkembang sampai
pembentukan kalimat. Keterampilan tersebut jelas berbeda dari riwayat premorbid
pasien gangguan autistic sekalipun yang berfungsi baik, di mana bahasa biasanya
tidak melebihi satu kata atau frasa sebelum diagnosis gangguan. Tetapi, jika terjadi
gangguan, anak-anak dengan gangguan disintegrative masa anak-anak lebih
mungkin tidak memiliki kemampuan berbahasa dibandingkan pasien gangguan
autistik yang berfungsi baik (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).
Pada gangguan Rett, perburukan terjadi lebih awal dibandingkan gangguan
disintegrative masa anak-anak dan gerakan tangan stereotipik yang karakteristik
untuk gangguan Rett tidak terjadi pada gangguan disintegratif masa anak-anak
(Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).

Tabel 2.3. Kriteria Diagnostik Gangguan Rett Menurut DSM-IV


Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Rett (DSM-IV)
A. Semua berikut :
1) Perkembangan prenatal dan perinatal yang tampaknya normal
2) Perkembangan psikomotor yang tampaknya normal selama lima bulan
pertama setelah lahir
3) Lingkaran kepala yang normal saat lahir
B. Onset semia ini setelah periode perkembangan normal :
1) Perlambatan pertumbuhan kepala antara usia 5-48 bulan
2) Hilangnya keterampilan tangan bertujuan yang sebelumnya telah
dicapai antara usia 5 dan 30 bulan dengan diikuti perkembangan gerakan
tangan stereotipik (misalnya, memuntirkan tangan atau mencuci tangan)
3) Hilangnya keterlibatan sosial dalam awal perjalanan (walaupun
seringkali interaksi sosial tumbuh kemudian)
4) Terlihatnya gaya berjalan yang terkoordinasi secara buruk

13
5) Gangguan parah pada perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif
dengan retardasi psikomotor yang parah

2.7 Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Perjalanan penyakit gangguan disintegrative masa anak-anak adalah
bervariasi, dengan pendataran yang dicapai pada sebagian besar kasus, suatu
pemburukan progresif perjalanan penyakit pada kasus yang jarang, dan kadang-
kadang terjadi suatu perbaikan sampai titik mencapai kemampuan berbicara dalam
kalimt. Sebagian besar pasien tetap dalam retardasi mental yang sekurangnya
sedang (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).

2.8 Terapi
Karena kemiripan klinis dengan gangguan autistik, terapi gangguan
dinsintegratif masa anak-anak adalah sama dengan gangguan autistik. Tujuan terapi
adalah menurunkan gejala perilaku dan membantu perkembangan fungsi yang
terlambat, rudimenter, atau tidak ada, seperti keterampilan bahasa dan merawat diri
sendiri. Disamping itu, orang tua yang sering kecewa memerlukan bantuan dan
konseling (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).
Latihan di ruang kelas yang terstruktur dalam kombinasi dengan metoda
perilaku adalah metoda terapi paling efektif untuk banyak anak autistik dan lebih
unggul dibandingkan tipe pendekatan perilaku lainnya. Penelitian yang terkendali
baik menunjukkan bahwa peningkatan dalam bidang bahasa dan kognisi dan
penurunan perilaku maladaptif dicapai dengan program perilaku konsisten. Melatih
dengan cermat orang tua dalam konsep dan keterampilan modifikasi perilaku dan
menghilangkan keprihatinan orang tua dapat memberikan keuntungan yang cukup
besar dalam bidang bahasa, kognitif dan sosial dari perilaku. Tetapi, program
latihan adalah melelahkan dan memerlukan sebanyak mungkin struktur, dan
program harian selama mungkin adalah diharapkan (Kaplan, Sadock, & Grebb,
2010).

14
Walaupun tidak ada obat yang ditemukan spesifik untuk gangguan autistik,
psikofarmakoterapi adalah tambahan yang berguna bagi program terapi
menyeluruh. Pemberian haloperidol menurunak gejala perilaku dan mempercepat
belajar. Obat menurunkan hiperaktivitas, stereotipik, menarik diri, kegelisahan,
hubungan objek abnormal, iritabilitas, dan afek yang labil. Bukti-bukti pendukung
menyatakan bahwa, jika digunakan dengan bijaksana, haloperidol tetap merupakan
obat efektif jangka panjang. Walaupun tardive dyskinesia dan dyskinesia putus
dapat terjadi pada terapi haloperidol pada anak autistik, bukti-bukti menyatakan
bahwa dyskinesia tersebut dapat menghilang jika haloperidol dihentikan (Kaplan,
Sadock, & Grebb, 2010).

15
BAB 3
PENUTUP

Gangguan disintegeratif masa kanak-kanak (Childhood Disintegerative


Disorder) merupakan gangguan perkembangan yang ditandai dengan regresi yang
nyata pada beberapa area fungsi setelah sedikitnya perkembangan yang tampak normal
selama 2 tahun. Untuk insidensi dari gangguan ini jarang, dan prevalensinya dikatakan
sebesar satu per 100.000 anak laki-laki. Pada DSM-IV gangguan autistik dan gangguan
disintegratif masa kanak-kanak dibedakan untuk kriteria diagnostiknya, namun pada
DSM-V kriteria diagnostik untuk gangguan disintegratif masa kanak-kanak
dihapuskan dan masuk ke dalam kriteria diagnostic gangguan spektrum autisme. Gejala
klinis yang ada pada gangguan disintegratif masa kanak-kanak serupa dengana
gangguan autistik, sehingga terapi yang diberikan juga sama. Perjalanan penyakit
gangguan disintegrative masa anak-anak adalah bervariasi, dengan pendataran yang
dicapai pada sebagian besar kasus, suatu pemburukan progresif perjalanan penyakit
pada kasus yang jarang, dan kadang-kadang terjadi suatu perbaikan sampai titik
mencapai kemampuan berbicara dalam kalimt. Sebagian besar pasien tetap dalam
retardasi mental yang sekurangnya sedang

16
BAB 4
DAFTAR PUSTAKA

Charan, S. H. (2012). Childhood Disintegrative Disorder. Journal of Pediatric


Neurosciences , 55-57.
Daulay, N. (2017). Struktur Otak dan Keberfungsiannya pada Anak dengan Gangguan
Spektrum Autis: Kajian Neuropsikologi. Jurnal UGM : Buletin Psikologi.
Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan
Dasar. Tumbuh Kembang Anak, 25-30.
Fombonne, E. (2019). Prevalence of Childhood Disintegrative Disorder. The
International Journal of Research and Practice.
Kaplan, H., Sadock, B., & Grebb, J. (2010). Sinopsis Psikiatri. (I. Wiguna, Ed., & W.
Kusuma, Trans.) Jakarta: Binarupa Aksara.
Manjunatha. (2017). Childhood Disintegrative Disorder: A Century of Hellers’s
Syndrome. Journal of Communication Disorders.
Soetjiningsih, & Ranuh, I. (2016). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Walters, A. (2010). Development Delay: Causes and Identification. ACNR, 32-4.

17

Anda mungkin juga menyukai