Anda di halaman 1dari 27

Laryngeal Mask Airway (LMA)

I. Pendahuluan
Penemuan dan pengembangan “laryngeal mask airway” (LMA) oleh seorang ahli anastesi berkebangsaan inggris dr.
Archie Brain telah memberikan dampak yang luas dan bermakna dalam praktek anastesi, penanganan airway yang
sulit, dan resusitasi kardiopulmonar. LMA telah mengisi kekosongan antara penggunaan “face mask” dengan intubasi
endotracheal. LMA memberikan ahli anastesi alat baru penanganan airway yaitu jalan nafas supraglotik, sehingga
saat ini dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : (1) jalan nafas pharyngeal, (2) jalan nafas supraglotik, dan
(3) jalan nafas intratracheal. Ahli anastesi mempunyai variasi yang lebih besar untuk penanganan jalan nafas
sehingga lebih dapat disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap pasien, jenis anastesi, dan prosedur pembedahan. 1,2
LMA dibuat dari karet lunak silicone khusus untuk kepentingan medis, terdiri dari masker yang berbentuk sendok
yang elips yang juga berfungsi sebagai balon yang dapat dikembangkan, dibuat bengkok dengan sudut sekitar 30°.
LMA dapat dipakai berulang kali dan dapat disterilkan dengan autoclave, namun demikian juga tersedia LMA yang
disposible. 1
Pasien pediatric lebih mungkin untuk terjadi komplikasi jalan nafas intraoperatif ataupun postoperative. Yang
menjadi pertanyaan adalah dapatkah LMA digunakan lebih sering pada pasien pediatrik dari pada pasien dewasa?
Apakah keuntungan dan kerugian yang mungkin terjadi pada pasien pediatrik sama dengan pasien dewasa?

II. Anatomi dan Fisiologi Jalan Nafas Pediatrik


Neonatus memiliki laju metabolisme yang tinggi dan konsumsi oksigen pada neonatus per unit berat badan dua kali
lipat lebih besar dibandingkan orang dewasa: 7 ml/kg/menit pada neonatus sedangkan pada orang dewasa 3
ml/KgBB/menit. Otot-otot pernafasan lemah dan cenderung lumpuh. Tidal volume terbatas sehingga peningkatan
kebutuhan oksigen harus dikompensasi dengan peningkatan laju pernafasan. Rasio ventilasi alveolar permenit
dengan kapasitas residual fungsional (FRC) tinggi sehingga mengurangi cadangan oksigen dalam paru-paru ketika
ventilasi terganggu. 3
Ukuran lidah yang relatif lebih besar dan jaringan lunak pada leher dan pharynx lebih besar meningkatkan resiko
untuk terjadi sumbatan jalan nafas setelah pemberian obat-obat sedatif (intravena ataupun inhalasi). Refleks jalan
nafas bayi dan anak sangat reaktif terhadap rangsang benda asing dan infeksi. 3
Proses kematangan/maturasi jalan nafas bayi terjadi secara bertahap dan saat bahwa telah menjadi matang seperti
jalan nafas orang dewasa sulit diidentifikasi. Penanganan parioperatif jalan nafas pediatrik harus dilakukan dan
dimonitor secara cermat dan hati-hati. Komplikasi intubasi endotrakheal yang dapat terjadi pada orang dewasa maka
pada pasien pediatrik seperti cidera mukosa, suara serak, udema, dan batuk. Sehingga penggunaan LMA mungkin
dapat mengurangi insiden komplikasi postoperatif tersebut. 3,4
Dibandingkan dengan anak besar dan orang dewasa, neonatus dan bayi mempunyai ventilasi yang kurang efisien
oleh karena otot-otot diaphragma dan intercostal yang lemah, yang dikarenakan hanya sedikit serat otot tipe 1,
horisontal, tulang rusuk yang lentur, dan perut yang menonjol. Laju pernafasan tinggi pada neonatus dan secara
bertahap berkurang seiring bertambahnya usia. Tidal volume dan dead space perkilogram berat badan relatif
konstan selama perkembangan. Ukuran jalan nafas yang relatif kecil dapat meningkatkan tahanan jalan
nafas. Kematangan alveolar tidak sempurna sampai kira-kira usia 8 tahun. 3,4
Kerja pernafasan meningkat sehingga mudah terjadi kelelahan pada otot-otot pernafasan. Alveoli yang masih
berjumlah relatif sedikit menyebabkan compliance paru menurun, sebaliknya oleh karena tulang rusuknya masih
banyak mengandung tulang rawan maka compliance dari rongga dada relatif tinggi. Kombinasi dari keduanya
menyebabkan dinding dada cenderung kolaps selama inspirasi dan volume residual paru relatif rendah saat
ekspirasi. Menyebabkan menurunnya kapasitas residual fungsional (FRC), hal ini penting karena cadangan oksigen
selama fase apneu (intubasi) sangat tebatas dan cenderung menyebabkan terjadinya atelektasis dan hipoksemia
pada neonatus dan bayi. Dan hal ini diperberat dengan kebutuhan konsumsi oksigen yang relatif lebih
tinggi. Ditambah lagi kendali pernafasan oleh hipoksia dan hiperkapnea belum berkembang baik pada neonatus dan
bayi. Nyatanya tidak seperti orang dewasa, hipoksia dan hiperkapnea pada neonatus dan bayi malah menekan
pernafasan. 3
Pada neonatus dan bayi memiliki ukuran kepala dan lidah yang lebih besar, jalan kehidung yang lebih sempit, dan
larynx yang lebih ke anterior dan cephalad (setinggi vertebra C4 dibanding vertebra C6 pada dewasa), epiglotis yang
panjang, dan leher serta trachea yang pendek. Karakteristik anantomis tersebut menyebabkan neonatus dan bayi
harus bernafas melalui hidung mereka sampai kira-kira umur 5 bulan. Kartilago cricoid merupakan titik tersempit
pada jalan nafas anak dibawah 5 tahun, sedangkan pada orang dewasa titik tersempit adalah glottis. Udema
sebesar 1 mm dapat membahayakan bagi bayi dikarenakan diameter tracheanya yang masih sempit. 3

III. Jenis-jenis LMA


Sampai saat ini berbagai jenis telah diproduksi dengan keunggulan dan tujuan tertentu dari masin-masing jenis LMA.
Jenis-jenis LMA yang telah tersedia sebagai berikut:
1. LMA klasik
2. LMA flexible
3. LMA proseal
4. LMA fast track

LMA Klasik
Tidak seperti jalan nafas supraglotik, tersedia dalam berbagai ukuran, yang cocok untuk semua penderita mulai dari
bayi sampai dengan dewasa. Memilih ukuran untuk pasien pediatrik tidak dapat selalu tepat sehingga harus
disediakan cadangan dalam berbagai ukuran. Kesalahan posisi LMA pada pasien pediatrik sering dikarenakan oleh
kesalahan dalam menetukan ukuran LMA yang dipakai. Keberhasilan LMA yang klasik mendorong munculnya
berbagai jenis LMA lainnya dengan beberapa tujuan tertentu seperti untuk intubasi buta disertai dengan akses ke
lambung (Proseal LMA). Jenis LMA proseal memberikan dua keuntungan: (1) adanya akses ke lambung
memungkinkan untuk memasukkan selang lambung dan kemudian dekompresi lambung; (2) desain ulang terhadap
balon LMA memungkinkan untuk mengembangkan balon LMA lebih besar dan posisi balon LMA yang lebih tepat
terhadap jalan nafas. 1,2,7,8

Gambar 1. LMA Klasik


Gambar 2. LMA Flexible

LMA Proseal
Pertanyaan apakah penderita pediatrik lebih cenderung terjadi aspirasi isi lambung
daripada pasien dewasa telah menjadi bahan perdebatan dalam beberapa tahun
terakhir. Penelitian yang terbaru dan paling komprehensif telah membuktikan bahwa
pasien pediatrik hanya sedikit lebih banyak terjadi penumonitis aspratif
perioperatif. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan pada ventilasi face mask dapat
menyebabkan dilatasi lambung, dan dengan meningkatnya tekanan dalam lambung,
dapat meningkatkan resiko regurgitasi isi lambung. Kebanyakan anak-anak memiliki
compliance paru yang lebih besar daripada orang dewasa dan apabila level ventilasi
tekanan positif yang nyaman bagi orang dewasa diberikan pada pasien anak-anak akan
menyebabkan penutupan spingter esofagus atas dan bawah dan akan menyebabkan
distensi lambung. Distensi lambung yang berlebihan dapat mengurangi pergerakan
diapraghma sehingga mengganggu ventilasi efektif. LMA proseal dengan akses
lambung dapat medekomprasi lambung seketika LMA dipasang. LMA proseal lebih
sesuai secara anatomis untuk jalan nafas dan lebih cocok untuk ventilasi tekanan
positif. 1,2,3

Gambar 3. LMA Proseal

LMA Fast Track


Gambar 4. LMA Fastrack

Berbagai macam ukuran LMA1,2


Ukuran Masker Berat Badan Volume Balon (mL)
(Kg)
1 <5 4
1,5 5 - 10 7
2 10 – 20 10
2½ 20 – 30 14
3 30 - 50 20
4 50 - 70 30
5 > 70 40

IV. Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan LMA


Prinsipnya LMA dapat digunakan pada semua pasien yang bila dilakukan anastesi dengan face mask dapat
dilakukan dengan aman (kecuali penderita-penderita yang memiliki kelainan oropharynx). LMA telah digunakan
secara rutin pada prosedur-prosedur minor ginekologi, orthopedi, bronkoskopi dan endoskopi. Prosedur yang lain
yang dapat menggunakan LMA antara lain ekstraksi gigi, adenotonsilektomy, repair celah langitan, myringotomi,
prosedur memasukkan pipa timpanostomy, dan operasi mata. Akhir-akhir ini penggunaan LMA untuk penanganan
jalan nafas sulit juga meningkat. 1,2

Indikasi Penggunaan LMA 2,3,4


1. Alternatif face mask dan intubasi endotrakheal untuk penanganan jalan nafas
2. penanganan airway selama anastesi umum pada :
a. rutin ataupun emergency
b. radioterapi
c. CT-Scan / MRI
d. Resusitasi lua bakar
e. ESWL
f. Adenotonsilektomy
g. Bronkhoskopi dengan fiberoptik fleksibel
h. Resusitasi neonatal
3. Situasi jalan nafas sulit :
a. Terencana
b. Penyelamatan jalan nafas
c. Membantu intubasi endotrakheal
Kontraindikasi Penggunaan LMA 1,2
Kondisi-kondisi berikut ini merupakan kontraindikasi penggunaan LMA :
1. Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (tidak puasa)
2. Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau ekstensi leher (misalnya artitis rematoid yang berat
atau ankilosing spondilitis), menyebabkan memasukkan LMA lebih jauh ke hipopharynx sulit.
3. Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan nafas yang besar
4. Obstruksi jalan nafas setinggi level larynx atau dibawahnya
5. Kelainan pada oropharynx (misalnya hematoma, dan kerusakan jaringan)
6. Ventilasi paru tunggal.

V. Teknik Insersi LMA


Macam-macam teknik insersi LMA :
1. Teknik Klasik/standard (Brain’s original technique)
2. Inverted/reserve/rotation approach
3. Lateral apporoach  inflated atau deflated cuff
Teknik insersi LMA yang dikembangkan oleh dr. Brain telah menunjukkan posisi terbaik yang dapat dicapai ini pada
berbagai variasi pasien dan prosedur pembedahan. Walaupun sampai sekarang telah banyak teknik insersi yang
dianjurkan namun demikian teknik dari dr.Brian ini membuktikan secara konsisten lebih baik. Banyak teknik insersi
lainnya yang menyebabkan penempatan LMA yang teralalu tinggi dari jalan nafas atas dan pengembangan balon
terlalu besar untuk mencegah kebocoran gas anastesi disekeliling LMA. Tekanan balon LMA yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan pembengkakan struktur pharyngeal dan menyebabkan pengurangan toleransi terhadap LMA
pada kasus-kasus emergensi.
Konsep insersi LMA mirip dengan mekanisme menelan. Setelah makanan dikunyah, maka lidah menekan bolus
makanan terhadap langit-langit rongga mulut berasamaan dengan otot-otot pharyngeal mendorong makanan
kedalam hipopharyng. Insersi LMA, dengan cara yang mirip balon LMA yang belum terkembang dilekatkan
menyusuri langit-langit dengan jari telunjuk menekan LMA menyusuri sepanjang langit-langit keras dan langit-langit
lunak terus sampai ke hipopharyngx. Teknik ini sesuai untuk penderita dewasa ataupun anak-anak dan sesuai untuk
semua model LMA. 1,2,5,6
Gambar Teknik Insersi LMA : A. LMA dalam keadaan siap untuk diinsersi. Balon harus dalam keadaan
kempes dan rim membelakangi lubang LMA. Tidak boleh ada lipatan pada ujung LMA. B. isersi awal
LMA dengan melihat langsung, ujung masker ditekan terhadap palatum durum. Jari tengah dapat
digunakan untuk menekan dagu kebawah. Masker ditekan kearah depan terus meju ke dalam pharynx
untuk memastikan bahwa ujungnya tetap datar dan menolak lidah. Dagu tidak perlu dijaga agar tetap
terbuka bila masker telah masuk kedalam mulut. Tangan operator yang tidak terlibat proses intubasi
dapat menstabilisasi occiput. C. Dengan menarik jari sebelahnya dan dengan sedikit pronasi dari lengan
bawah, biasanya dengan mudah akan dapat mendorong masker. Posisi leher tetap flexi dan kepala tetap
extensi. D. LMA ditahan dengan tangan sebelah dan jari telunjuk kemudian diangkat. Tangan menekan
LMA ke bawah dengan lembut sampai terasa tahanan. 1

Keberhasilan insersi LMA tergantung dari hal-hal detail sebagai berikut : 1


1. Pilih ukuran yang sesuai dengan pasien dan teliti apakah ada kebocoran pada balon LMA
2. pinggir depan dari balon LMA harus bebas dari kerutan dan menghadap keluar berlawanan arah
dengan lubang LMA
3. lubrikasi hanya pada sisi belakang dari balon LMA
4. pastikan anastesi telah adekuat (baik general ataupun blok saraf regional) sebelum mencoba untuk
insersi. Propofol dan opiat lebih memberikan kondisi yang lebih baik daripada thiopental.
5. posisikan kepala pasien dengan posisi sniffing
6. gunakan jari telunjuk untuk menuntun balon LMA sepanjang palatum durum terus turun sampai ke
hipofarynx sampai terasa tahanan yang meningkat. Garis hitam longitudinal seharusnya selalu menghadap
ke cephalad (menghadap ke bibir atas pasien)
7. kembangkan balon dengan jumlah udara yang sesuai
8. pastikan pasien dalam anastesi yang dalam selama memposisikan pasien
9. obstruksi jalan nafas setelah insersi biasanya disebabkan oleh piglotis yang terlipat kebawah atau
laryngospame sementara
10. hindari suction pharyngeal, mengempeskan balon, atau mencabut LMA sampai penderita betul-
betul bangun (misalnya membuka mulut sesuai perintah).
Malposisi LMA

Gambar 7. Malposisi LMA yang umum terjadi

Teknik-teknik Lain Yang Dapat Dilakukan Bila Kesulitan Insersi LMA


Ditangan yang terampil, teknik standard insersi LMA dapat berhasil pada sebagian besar pasien (>98%) pada usaha
yang pertama atau yang kedua. Penyebab yang lazim akan kegagalan insersi LMA adalah karena penguasaan
teknik yang rendah, anastesi yang dangkal (yang menyebabkan terjadi batuk, mual, dan laryngospasme), pengguna
belum berpengalaman, sulit mengatasi lengkungan 90° dibelakang pharynx ke hipopharynx, lidah dan tosil yang
besar, dan penggunaan ukuran LMA yang tidak tepat. Beberapa teknik manuver telah dilakukan untuk mengatasi
kesulitan tersebut diantaranya: menarik lidah kedepan, menggangkat dagu, dan menggunakan laryngoscope,
menggunakan bilah lidah atau forcep Magill untuk menggangkat lidah. Masukkan LMA dengan balon menghadap ke
bawah dan kemudian diputar 180° setelah sampai dinding posterior parynx. 2,6
Balon dapat dikembangkan sebagian atau penuh bila memasukkan LMA tanpa kesulitan. Walaupun trik ini dapat
memudahkan operator yang belum berpengalaman namun dapat terjadi komplikasi berupa obstruksi parsial jalan
nafas jika ujung LMA arytenoid didepan larynx. lebih jauh hal tersebut dapat menyebabkan batuk atau laryngospame
karena rangsangan pada refleks pelindung jalan nafas yang disebabkan oleh posisi LMA yang tinggi di dalam
pharynx. Pada pasien dengan lengkung palatum yang tinggi, mendekati palatum durum secara agak diagonal dari
samping dengan posisi LMA bersudut 15° atau 20° dari lateral ke midline dapat juga membantu. 2,6

VI. Keuntungan dan kerugian LMA


Keuntungan LMA dibandingkan Face Mask
Bila dibandingkan dengan pemakaian dengan face mask maka LMA dapat memberikan ahli anastesi lebih banyak
kebebasan untuk melaksanakan tugas yang lain (misalnya mencatat perjalanan anastesi, memasukkan obat-obatan
dll) dan mengurangi angka kejadian kelelahan pada tangan operator. Dengan LMA dapat memberikan data
capnography yang lebih akurat dan dapat mempertahankan saturasu oksigen yang lebih tinggi. Kontaminasi
ruangan oleh obat-obat anastesi inhalasi dapat dikurangi tetapi dengan manipulasi yang lebih kecil terhadap jalan
nafas. Cedera pada mata dan saraf wajah dapat dihindari dibandingkan bila memakai face mask. 1,2,4

Keuntungan LMA dibandingkan dengan ETT


Walaupun LMA tidak dapat menggantikan posisi ETT (khususnya pada prosedur operasi yang lama dan yang
memerlukan proteksi terhadap aspirasi) namun LMA mempunyai berbagai kelebihan. LMA lebih mudah dimasukkan
dan mengurangi rangsangan pada jalan nafas dibandingkan ETT (sehingga dapat mengurangi batuk, rangsang
muntah, rangsang menelan, tahan nafas, bronchospame, dan respon kardiovaskuler) adalah dua keuntungan yang
dimiliki LMA dibandingkan ETT. Level anastesi yang lebih dangkal dapat ditolenransi dengan menggunakan LMA
dibandingkan ETT. Ditangan yang terampil, penempatan LMA dapat lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan
menempatkan ETT, sehingga lebih memudahkan untuk resusitasi. Trauma pada pita suara dapat dihindari karena
LMA tidak masuk sampai ke lokasi pita suara. Insidens kejadian suara serak setelah penggunaan LMA dapat
dikurangi bila dibandingkan dengan pemakaian ETT. 1,2,4,7

Keuntungan dan Kerugian LMA dibandingkan dengan Face Mask atau ETT 1
Keuntungan Kerugian
Dibandingkan - Tangan operator bebas - Lebih invasif
dengan Face - Fiksasi yang lebih baik pada - Resiko trauma pada jalan
Mask penderita yang berjenggot nafas lebih besar
- Lebih leluasa pada operasi THT - Membutuhkan keterampilan
- Lebih mudah untuk baru
mempertahankan jalan nafas - Membutuhkan tingkat
- Terlindung dari sekresi jalan anastesi lebih dalam
nafas - Lebih membutuhkan
- Trauma pada mata dan saraf kelenturan TMJ (temporo-
wajah lebih sedikit mandibular joint)
- Polusi ruangan lebih sedikit - Difusi N2O pada balon
- Ada beberapa
kontraindikasi
Dibandingkan dg - Kurang invasif - Meningkatkan resiko
ETT - Kedalam anastesi yang aspirasi gastrointestinal
dibutuhkan lebih dangkal - Harus dalam posisi prone
- Berguna pada intubasi sulit atau jackknife
- Trauma pada gigi dan laryngx - Tidak aman pada pasien
rendah obisitas berat
- Mengurangi kejadian - Maksimum PPV (positive
bronkhospasme dan pressure ventilation)
laryngospasme terbatas
- Tidak membutuhkan relaksasi - Keamanan jalan nafas
otot kurang terjaga
- Tidak membutuhkan mobilitas - Resiko kebocoran gas dan
leher polusi ruangan lebih tinggi
- Mengurangi efek pada tekanan - Dapat menyebabkan
introkular distensi lambung
- Mengurangi resiko intubasi ke
esofagus atau endobronchial

Komplikasi Penggunaan LMA 2,3,4


1. Komplikasi Mekanikal (kinerja LMA sebagai alat) :
a. Gagal insersi (0,3 – 4%)
b. Ineffective seal (<5%)
c. Malposisi (20 – 35%)
2. Komplikasi Traumatik (kerusakan jaringan sekitar) :
a. Tenggorokan lecet (0 – 70%)
b. Disfagia (4 – 24%)
c. Disartria (4 – 47%)
3. Komplikasi Patofisiologi (efek penggunaan LMA pada tubuh) :
a. Batuk (<2%)
b. Muntah (0,02 – 5%)
c. Regurgitasi yang terdeteksi (0-80%)
d. Regurgitasi klinik (0,1%)

VII. LMA dan Anastesi Pediatrik


Pada pasien pediatrik LMA dapat memberikan jalan nafas yang lebih aman daripada yang dapat diberikan oleh alat
jalan nafas pharyngeal dan sungkup muka. LMA melewati lidah dan struktur pharyngeal atas yang dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas atas pada anak-anak. Prosedur bedah yang singkat seperti myringotomy
mungkin tidak membutuhkan LMA, tetapi pada beberapa penderita tertentu (seperti penderita madibular hipoplasia),
LMA dapat merupakan pilihan terbaik walaupun pada prosedur singkat. Pada situasi dimana ahli anastesi bekerja
sendirian (walaupun telah direncanakan intubasi endotracheal) dan induksi inhalasi tengah dilakukan, insersi LMA
setelah induksi anastesi dapat memberikan jalan nafas yang aman sementara ahli anastesi melakukan akses vena
sebelum intubasi trachea. 2,3,4
LMA khususnya paling tepat pada keadaan yang membutuhkan anastesi umum untuk prosedur non-invasif seperti
MRI, CT-Scan, kateterisasi jantung, nuclear scan, dan radioterapi. Komplikasi dan efek samping dari intubasi
endotracheal dapat dihindari untuk jenis-jenis prosedur tersebut. LMA juga dapat digunakan untuk beberapa jenis
prosedur pembedahan lainnya seperti prosedur bedah umum yang tidak membuka rongga tubuh, prosedur bedah
plastik, prosedur ortopedik, dan prosedur bedah urologi. LMA bukanlah pengganti intubasi endotracheal, namun
demikian ahli anastesi harus lebih cermat mereview indikasi intubasi endotracheal pada pasien-pasien pediatrik
untuk menentukan apakah LMA dapat memberikan jalan nafas yang aman sehingga dapat mengurangi resiko dan
efek samping. 2,3,4

Perbandingan Penanganan Jalan Nafas dengan Menggunakan LMA Vs ETT pada Anastesi Pediatrik
Telah dilakukan banyak penelitian tentang penggunaan LMA untuk penanganan jalan nafas pada anastesi
pediatrik. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh M.Afzal dkk di Rumah sakit swasta Al-Khuwai Muscat Oman,
yang dimuat dalam The Internet Journal of Anastesiologi volume 13 Number 1 2007. Afzal melakukan penelitian
terhadap 202 pasien pediatrik yang akan menjalani operasi abdomen bagian bawah dengan general
anastesi. Kelompok pasien dibagi dua yaitu menggunakan ETT 100 anak dan menggunakan LMA 102 anak. Semua
penderita termasuk dalam ASA I atau II antara umur 1 sampai 12 tahun, akan menjalani operasi orchidopeksi, hernia
inguinalis dan sirkumsisi. Perbandingan dari kedua kelompok pasien dilakukan dengan metode student t-test
meliputi perbandingan umur, berat badan, durasi operasi dan durasi anastesi. 4
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan LMA dan ETT dalam
hal komplikasi perioperatif seperti batuk, laryngospame, gagging atau tahan nafas (P>0,05). 4

Anastesi General pada penderita pediatrik dengan menggunakan LMA tanpa akses intravena
Telah dilakukan penelitian oleh Z. Messieha dkk di Universitas Illionis Chicago Amerika Serikat terhadap 1954
penderita pediatrik yang menjalani operasi dengan anastesi umum menggunakan LMA tanpa akses intravena
sebelum pemasangan LMA dibandingkan dengan akses intravena sebelumnya. Dari penelitian ini diperoleh hasil
bahwa keberhasilan memasukkan LMA antara 100%-98,9%, interval incisi 17,2 menit pada kelompok dengan akses
intravena dan 11,4 menit pada kelompok tanpa akses intravena, komplikasi yang terjadi pada kelompok tanpa akses
intravena 2,22%. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa anastesi umum pada pasien pediatrik tanpa akses intravena
menunjukkan angka keberhasilan insersi LMA yang tinggi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan prosedur
lebih singkat, dan angka komplikasi yang rendah. 6

VIII. LMA dan Jalan Nafas Sulit


Walaupun diciptakan bukan untuk mengatasi jalan nafas yang sulit tetapi LMA telah membuktikan dirinya bahwa
dapat digunakan untuk menangani jalan nafas yang sulit tiga puluh tahun terakhir ini. Literatur-literatur kedokteran
telah memuat banyak laporan kasus tentang penggunaan LMA untuk penanganan jalan nafas yang sulit pada kondisi
elektif ataupun emergenci. Hal tersebut juga telah dibuktikan pada penderita anak-anak ataupun orang
dewasa. Ventilasi pada pasien pediatrik dengan sindrome kelainan kongenital seperti Pierre-Robin, Treacher-
Collins, Goldenhar, Klippel-Feil, Beckwith-Weidemann lebih mudah menggunakan LMA daripada alat yang
lain. Intubasi endotracheal dengan bantuan fiberoptic dapat dfasilitasi dengan adanya LMA dan telah merevolusi
penanganan jalan nafas untuk penderita-penderita dengan jalan nafas yang abnormal. Pada kebanyakan kasus
LMA dapat di insersi setelah penderita tidak sadar dengan obat anastesi inhalasi seperti sevoflurane. Untuk
penderita-penderita yang fungsi ventilasinya tidak dapat diperkirakan setelah induksi anastesi, maka LMA dapat di
insersi dengan menggunakan anastesi topikal. 1,2, 7
Kegunaan LMA pada kasus jalan nafas yang sulit: 2
a. Sebagai jalur untuk memasukkan intubasi endotracheal fiberoptik pada pasien sadar. Ketika pada
perioperatif ditentukan bahwa penderita harus diintubasi endotrakheal secara sadar, LMA dapat dipasang
terlebih dahulu untuk kemudian dijadikan jalur untuk lewatnya intubasi endotracheal fiberoptik. Insersi LMA
relatif menimbulkan rangsangann yang lebih ringan yang lebih dapat ditoleransi pada penderita yang sadar
dibandingkan rangsangan yang timbul karena metode konvensional dari laryngoskopi atau
bronkoskopi. Visualisasi dari pintu masuk laryngeal dengan fiberoptik bronkoskopi biasanya mudah melalui
batang dari LMA yang dalam posisi baik. Pada penderita yang jalan nafasnya sulit tetapi tidak
membutuhkan intubasi endotrakheal, LMA dapat di insersi ketika penderita tersebut masih sadar dan dapat
digunakan untuk kontrol jalan nafas secara primer.
b. Sebagai jalan nafas pada pasien dalam anastesi yang tidak dapat diintubasi endotrakheal. LMA
dapat sebagai alternatif dari face mask pada pasien dengan general anastesi yang tidak dapat diintubasi
endotrakheal tetapi paru-paru dapat diberikan ventilasi secara face mask. Tekecuali pada penderita dengan
resiko tinggi terjadi regurgitasi lambung. Pada situasi ini penggunaan LMA tidak melindungi jalan nafas dari
regurgitasi sehingga hanya memiliki sedikit keunggulan dibandingkan face mask.namun LMA dapat
dijadikan jalur untuk intubasi endotrakheal fiberoptik.
c. Sebagai jalur untuk intubasi endotrakheal fiberoptik pada pasien dalam anastesi yang tidak dapat
diintubasi tetapi paru-paru dapat diventilasi.
d. Sebagai jalan nafas darurat pada pasien dengan gawat darurat yang tidak dapat diintubasi atau
diventilasi. LMA memberikan jalan nafas life saving pada kasus emergency dan merupakan tindakan yang
dapat dibenarkan sebelum tindakan combitube trakheal esofagus atau ventilasi jet transtrakheal.
e. Sebagai jalur untuk intubasi endotrakheal pada pasien yang tidak dapat diventilasi ataupun
diintubasi. Jika jalan nafas dapat diamankan dengan LMA pada situasi ini maka dapat memperpanjang
waktu persiapan intubasi endotracheal. Bila LMA dapat memberikan ventilasi yang adekuat maka berarti
pembukaan glottik berada didalam mangkuk LMA dan intubasi dengan penuntun fiberoptik melalui LMA
akan berhasil dengan baik. Jika ventilasi tidak adekuat setelah insersi LMA, mungkin posisi LMA tidak tepat
sejajar dengan laryngeal inlet atau mungkin ada patologi pada periglottik. Pada situasi tersebut maka
intubasi dengan penuntun fiberoptik juga akan sulit dilakukan dan memerlukan trakheo-esofageal
combitube, segera mulai jet ventilasi transtracheal atau dilakukan jalan nafas secara pembedahan.
Gambar. Intubasi trakea dengan menggunakan LMA

IX. Kesimpulan
Penanganan jalan nafas adalah tugas paling penting dari seorang ahli anastesi dan fungsi tersebut tidak dapat
ditawar lagi. Ahli anastesi tidak boleh menerima keterbatasan metode penanganan jalan nafas dan harus
menyiapkan berbagai teknik penanganan jalan nafas untuk tiap-tiap kasus yang mungkin memerlukan pendekatan
yang berbeda. Tidak ada satupun teknik penanganan jalan nafas yang dapat cocok untuk semua pasien dan kasus
sehingga ahli anastesi harus menguasai berbagai teknik untuk memastikan penanganan jalan nafas yang paling
optimal dengan resiko yang paling minimal.
LMA telah dibuktikan dapat digunakan secara luas sebagai alternatif menejemen jalan nafas yang handal dan
terpercaya termasuk dalam bidang anastesi pediatrik, menejemen jalan nafas sulit, resusitasi jalan nafas dll.

Referensi
1. Morgan GE, Mikhail MS: Airway Management. Clinical Anesthesiology 3 nd ed, Lange Medical
Books, New York, 2002.
2. Gomillion MC, Jung Hee Han : Magnetic Resonance Imaging a case of 2 years old
boy.Anesthesiology Problem-Oriented Patient Management Yao & Artusio’s, 6th ed, Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia, USA, 2008.
3. Morgan GE, Mikhail MS : Pediatric Anesthesia, Clinical Anesthesiology 3nd ed, Lange Medical
Books, New York, 2002.
4. Afzal M : Airway Management In Pediatric Anesthesia: Laryngeal Mask Airway Vs Endotracheal
Tube. The Internet Journal of Anesthesiology 2007. Volume 13 Number 11.
5. O’neill B, Templeton JJ: The Laryngeal Mask Airway in Pediatric Patient; factors affecting ease of
use during insertion and emergence. Journal of Anesthesia & Analgesia, Anesthesia Analg 1994; 78:659-
662.
6. Messeeha Z, Ellyn G : 1954 Pediatric General Anastesi by Laryngeal Mask Airway Without
Intravenous Access. The Internet Journal of Anesthesiology 2007. Volume 13 Number 1.
7. Byhahn C, Meininger D, Zwissler B : Current Concepts of Airway Management in The ICU and The
Emergency Departement; Yearbok of Intensive Care and Emergency Medecine, Vincent JL (ed), Springer,
New York, 2006. P 377-399.
8. Allman KG, Wilson IH. Oxford Handbook of Anasthesia. Oxford University Pres Inc, New York,
2001. P 368-369.
9. Fernandez JG, Tusman G: Pediatric Anesthesiology; Programming Pressure Support Ventilation in
Pediatric Patient in Ambulatory Surgery with a Laryngeal Mask Airway. Journal of Anesthesia & Analgesia
Anesth Analg 2007; 105:1585-1591
10. Polaner DM, Ahuja D: Pediatric Anesthesia: Video Assessment of Supraglottic Airway Orientation
Through the Prelaryngeal Airway in Pediatric Patient. Journal of Anesthesia & Analgesia, Anesth Analg
2006; 102:1685-1688.
ndikasi penggunaan LMA
 Yang menjadi indikasi untuk menggunakan LMA antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk menghasilkan jalan nafas yang lancar tanpa penggunaan sungkup muka.
2. Untuk menghindari penggunaan ET/melakukan intubasi endotrakeal selama
ventilasi spontan.
3. Pada kasus-kasus kesulitan intubasi.
4. Untuk memasukkan ET ke dalam trakea melalui alat intubating LMA.
Kontraindikasi penggunaan LMA
 Ada beberapa hal yang harus diperhatikan yang merupakan kontraindikasi untuk menggunakan
LMA, yaitu :
1. Ketidakmampuan menggerakkan kepala atau membuka mulut lebih dari 1,5 cm,
misalnya pada ankylosing spondylitis, severe rheumatoid arthritis, servical spine
instability, yang akan mengakibatkan kesulitan memasukkan LMA.
2. Kelainan didaerah faring (abses, hematom).
3. Obstruksi jalan nafas pada atau dibawah laring.
4. Pasien dengan lambung penuh atau kondisi yang menyebabkan lambatnya
pengosongan lambung.
5. Meningkatnya resiko regurgitasi (hernia hiatus, ileus intestinal).
6. Ventilasi satu paru.
7. Keadaan dimana daerah pembedahan akan terhalang oleh kaf dari LMA.
Ukuran LMA (Laringeal Mask Airway)

 Ada berbagai variasi ukuran pada LMA yang tersedia, mulai dari nomer 1 yang digunakan pada
pasien neonatus sampai ukuran paling besar yaitu 5 yang digunakan pada dewasa besar.
 Pada penggunaan sungkup laring, ada yang menggunakan jenis kelamin sebagai patokan
ukuran pada penderita dewasa yaitu nomer 3 untuk wanita dan nomer 4 untuk pria. Yang perlu menjadi
perhatian adalah setelah melakukan pemasangan LMA, pengembangan kaf tidak boleh melebihi volume
maksimal yang telah ditentukan dari setiap ukuran (Tabel 2).
Tabel 2. Karakteristik dari laryngeal mask airway
SIZE OF LMA LENGTH SIZE OF PATIENT VOLUME OF CUFF LARGE SIZE OF
OF LMA (ml) ET THAT FITS
INTO LMA
1 8 Neonatus and infant up to 6,5 kg Up to 4 3,5
1,5 10 Infant 5-10 kg Up to 7 4,0
2 11 Infant and children 10-20 kg Up to 10 4,5
2,5 12,5 Children 20-30 kg Up to 14 5,0
3 16 Children and small adult 30-50kg Up to 20 6,0
4 16 Normal adult 50-70 kg Up to 30 6,0
5 18 Large adult lebih dari 70 kg Up to 40 7,0

Cara pemasangan LMA


 Pemasangan LMA dapat dilakukan dengan induksi menggunakan sevofluran atau propofol. Dari
bebarapa penelitian menyatakan bahwa propofol merupakan obat pilihan untuk pemasangan sungkup
laring dengan kemampuannya menekan reflek jalan nafas (batuk, cegukan, spasme laring) dan
kemudahan dalam pemasangannya. Sevofluran merupakan agen anestesi inhalasi yang ideal untuk
induksi, oleh karena mempunyai koefisien kelarutan yang rendah, bau tidak menyengat, tidak iritatif serta
waktu pulih yang cepat.
 Sampai dengan saat ini, teknik yang banyak digunakan untuk pemasangan LMA adalah teknik
Brain yang merupakan teknik standar pemasangan LMA.
 Adapun langkah-langkah pemasangan LMA dengan teknik Brain adalah sebagai berikut :
1. Kaf harus dikempeskan maksimal dan benar sebelum dipasang. Pengempisan
harus bebas dari lipatan dan sisi kaf sejajar dengan sisi lingkar kaf.
2. Oleskan jeli pada sisi belakang LMA sebelum dipasang. Hal ini untuk menjaga
agar ujung kaf tidak menekuk pada saat kontak dengan palatum. Pemberian jeli pada sisi
depan akan dapat mengakibatkan sumbatan atau aspirasi, karena itu tidak dianjurkan.
3. Sebelum pemasangan, posisi pasien dalam keadaan “air sniffing” dengan cara
menekan kepala dari belakang dengan menggunakan tangan yang tidak dominan. Buka
mulut dengan cara menekan mandibula kebawah atau dengan jari ketiga tangan yang
dominan.
4. LMA dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk pada perbatasan antara pipa dan
kaf.
5. Ujung LMA dimasukkan pada sisi dalam gigi atas, menyusur palatum dan
dengan bantuan jari telunjuk LMA dimasukkan lebih dalam dengan menyusuri palatum.
6. LMA dimasukkan sedalam-dalamnya sampai rongga hipofaring. Tahanan akan
terasa bila sudah sampai hipofaring.
7. Pipa LMA dipegang dengan tangan yang tidak dominan untuk mempertahankan
posisi, dan jari telunjuk kita keluarkan dari mulut penderita. Bila sudah berpengalaman,
hanya dengan jari telunjuk, LMA dapat langsung menempati posisinya.
8. Kaf dikembangkan sesuai posisinya.
9. LMA dihubungkan dengan alat pernafasan dan dilakukan pernafasan bantu. Bila
ventilasi tidak adekuat, LMA dilepas dan dilakukan pemasangan kembali.
10. Pasang bite – block untuk melindungi pipa LMA dari gigitan, setelah itu lakukan
fiksasi.

Gambar Cara pemasangan LMA dengan teknik Brain


 LMA dibuat sedemikian rupa sehingga dalam pemasangan tidak diperlukan laringoskop seperti
pada pemasangan pipa endotrakea. Pemasangan sangat mudah, meski tanpa melihat langsung ke
daerah hipofaring tetapi dapat menyekat daerah sekitar faring dengan baik, sehingga memudahkan
ventilasi spontan atau dengan tekanan positip.
 Pemasangan LMA yang tepat yaitu ujung LMA akan berada pada dasar hipofaring da
berhadapan dengan sfingter esofagus atas, dan sisi samping akan berada pada fossa pyriformis dan
bagian atas LMA akan berada pada pangkal lidah.

Gambar Posisi LMA in situ.


 Meskipun relatif mudah, dalam melakukan pemasangan LMA kita tetap harus memperhatikan
beberapa hal penting agar hasil yang didapatkan sesuai dengan yang kita inginkan (Tabel 3).

Table3 hal yang harus diperhatikan pada pemasangan LMA


1. Choose the appropriate size and check for leak before insertion
2. The leading edge of the deflated cuff should be wrinkle free and facing away from the aperture
3. Lubricate only the back side of the cuff
4. Ensure adequate anesthesia (regional nerve blok or general) before attemting insersion. Propofol with
opioid provide superior condition compare with thiopental
5. Place patient’s head in sniffing position
6. Use your index finger to guide the cuff along the hard palate and down into hyphoparinx until an
increased resistance is felt. The longitudinal black line should always be pointing directly chepalad (ie,
facing the patient’s upper lip)
7. Inflate with the correct amount of air
8. Ensure adequate anesthetic depth during patient’s positioning
9. Obstruction after insertion is usually due to a down folded epiglottis or transient laryngospasm
10. Avoid pharyngeal suction, cuff deflation, or laryngeal mask removal until the patient’s is awake (eg,
opening mouth on command.

Keuntungan dan kerugian LMA


 Laryngeal Mask Airway (LMA) atau sungkup laring merupakan konsep alternatif dalam
penanganan pemeliharaan jalan nafas antara intubasi endotrakeal dan penggunaan sungkup muka.
 Beberapa keuntungan dari LMA dalam penggunaannya antara lain adalah pemasangan tidak
memerlukan laringoskop, tidak memerlukan pelumpuh otot, tidak merusak pita suara, respon
kardiovaskuler sangat rendah jika dibandingkan intubasi endotrakea.
 Namun selain keuntungan diatas, ada beberapa kerugian dalam penggunaannya. Kerugian itu
antara lain adalah meningkatkan resiko aspirasi, tidak aman jika digunakan pada pasien morbid obese,
lebih besar resiko kebocoran gas dan polusi. Lebih lengkap tentang keuntungan dan kerugian
penggunaan LMA dibandingkan intubasi ET dan penggunaan sungkup muka dapat dilihat pada Tabel 4
berikut ini.

Tabel
4. Keuntungan dan kerugian LMA dibandingkan intubasi ET dan sungkup muka.

INTUBATING LARYNGEAL MASK AIRWAY (ILMA)


 Intubating Laryngeal Mask Airway (ILMA) adalah bentuk yang lebih modern dari LMA standar.
ILMA mempunyai tube yang lebih pendek dan gagang metal. Gagang metal ini memungkinkan insersi
hanya dengan satu tangan tanpa menempatkan jari pada mulut pasien, melewati sela antara gigi-gigi
atas dan bawah selebar 20 mm. Dengan menggunakan ILMA kita dapat memasang pipa endotrakeal
melewati gagang metal tersebut masuk ke dalam trakea.
 Ukuran ILMA yang tersedia adalah nomer 3, 4 dan 5. Volume kaf sama dengan yang ada pada
LMA standar sesuai ukurannya. Pipa pada ILMA cukup lebar untuk dimasuki pipa ET ukuran 8 dengan
kaf. ILMA adalah alat yang re-usable, dan dapat dibersihkan dan disterilkan sampai 40 kali

Gambar ILMA dengan ET silikon dan introducer

DAFTAR PUSTAKA

1. Brimacombe JR. Difficult airway management with the intubating laryngeal mask. Anesth
Analg 1997; 85 : 1173 – 5.
2. Keller C., Sparr HJ., Luger TJ., Brimacombe J. Patients outcomes with positive pressure
versus spontaneous ventilation in non – paralysed adults with the laryngeal mask. Can J Anaesth
1998; 45 : 564 – 567.
3. Kapila A, Addy EV., Verghese C., Brain AIJ. The intubating laryngeal mask airway : an
initial assessment of performance. Br. J. Anaesth 1997; 79 : 710 – 713.
STANDAR KEBIJAKAN DAN PROSEDUR

PERSIAPAN ANESTESI

NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN

SPO

TANGGAL TERBIT DITETAPKAN

dr. Tahim Solin, MMR

PENGERTIAN

Setiap pasien yang akan dianestesi, baik pada operasi elektif

(berencana) maupun emergency/cyto hendaknya dipersiapkan

sebelumnya secara sempurna. Suksesnya suatu pemberian anestesi

sangat tergantung dari persiapan pra anestesi. Pada operasi elektif

persiapan anestesi mempunyai waktu yang cukup dengan

mengadakan kunjungan dan pemeriksaan pada pasien (pre operatif

visite).

TUJUAN

Sebagai salah satu protap standar dalam pelaksanaan pemberian

anestesi pada pasien yang akan dilakukan pembedahan.

KEBIJAKAN

PROSEDUR Pre operatif visite :

1. Kegiatan pre operatif visite meliputi : anamnesa, tanya jawab

antara dokter dan pasien tentang riwayat medis, kondisi

kesehatan, penyakit yang diderita (misalnya hipertensi, DM,

Asma), riwayat obat-obatan tertentu yang diminum, riwayat

penyakit keluarga dan riwayat alergi.

2. Pemeriksaan fisik meliputi : jalan nafas-mulut, gigi geligi,


sistem pernafasan, perfusi akral, nadi, tekanan darah, riwayat

kesadaran, kelainan di bidang bedah.

3. Pemeriksaan penunjang dan administrasi ; laboratorium :

darah lengkap, urine lengkap, gula darah, fungsi hati, fungsi

ginjal, faal koagulasi (cloating time dan bleeding time),

pemeriksaan laboratorium berdasarkan indikasi : dilakukan

pada pasien umur di atas 40 tahun atau ada indikasi tertentu

sebelum usia 40 tahun; foto rontgen atas indikasi; pasien

menandatangani surat persetujuan untuk operasi, setelah

pasien mengerti dan memahami apa yang telah dijelaskan

oleh dokter mengenai tindakan apa yang akan dikerjakan baik

pembedahan maupun pembiusan serta resiko penyulit yang

ditimbulkan pasien dipuasakan/untuk mengosongkan lambung

minimal 6 jam sebelum dilakukan tindakan anestesi.

4. Pasien kemudian diberikan premedikasi dengan tujuan

mengurangi rasa cemas sebelum operasi, mencegah efek

samping yang tidak diinginkan, membantu proses anestesi,

mencegah reflek-reflek otonom. Tindakan obat-obatan untuk

premedikasi pada prinsipnya sebagai sedasi ringan tanpa

adanya depresi (nafas dan sirkulasi).

5. Status Fisik

a. ASA 1 : Pasien sehat dan normal.

b. ASA 2 : Pasien dengan penyakit sistemik yang ringan.

c. ASA 3 : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang

masih berkemampuan dengan membatasi


keaktifannya.

d. ASA 4 : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang

mengancam jiwa, tidak selalu dapat dikoreksi

dengan pembedahan.

e. ASA 5 : Moribund.

6. Persiapan alat-alat

a. Alat untuk membebaskan jalan nafas (orofaring

tube/guedel, nasofaring tube, intubasi set/Laringoscope,

mesin penghisap lendir/cairan.

b. Alat bantu nafas (oksigen, ambu bag, Jackson Ress, selang

oksigen, dll).

c. Alat bantu sirkulasi (abocath, infus/transfusi set, cairan

kristaloid, koloid).

d. Meja operasi yang dapat disetting untuk head up, head

down, tilt ke kanan-ke kiri.

e. Mesin anestesi, N

O, O

f. Mesin suction.

g. EKG, tensimeter, saturasi oksigen, monitoring dan

stethoscope.

h. Face mask berbagai ukuran dan endotrachealtube berbagai

ukuran.
i. Magil forceps.

7. Persiapan obat-obatan

a. Persiapan obat-obatan dan larutan yang diperlukan untuk

pembiusan/anestesi sesuai kebutuhan.

b. Persiapan obat-obatan dan larutan yang diperlukan untuk

resusitasi gawat darurat (epedrin, epineprin, sulfas atropin,

lidocain, aminophilin, dexamethasone)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

ANESTESI UMUM DENGAN TEKNIK ANESTESI PIPA

ENDOTRAKEA DAN NAFAS KENDALI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

SPO

Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh,

dr. Tahim Solin, MMR

PENGERTIAN

Anestesi umum adalah tindakan pembiusan dimana pasien

mengalami hilangnya kesadaran, dan rasa sakit, melepaskan otot-otot

pada lapangan operasi secara sentral bersifat pulih kembali

(reversible) setelah obat-obat anestesi dihentikan, obat-obat general

anestesi yang ideal terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.

TUJUAN

Sebagai salah satu protap standar dalam pelaksanaan pemberian

anestesi pada pasien yang akan dilakukan pembedahan.

PROSEDUR 1. Persiapan

Persiapan pasien mengacu kepada SOP persiapan anestesi.


2. Persiapan obat

a. Obat-obat untuk induksi

- Obat ketamin : larutan dibuat 10 mg/cc

- Pentothal : larutan dibuat 25 mg/cc

- Midazolam : 5 mg/cc

- Propofol : 10 mg/cc

b. Obat analgetik

- Golongan narkotik : morfin, petidin, fentanil

- Golongan non narkotik : ketorolac, novalgin, tramadol, dll

c. Selain obat induksi seperti ketamin, pentothal, propofol, dll

harus disediakan obat pelemas otot jangka pendek : sucsinil

cholin 2% (larutan 20 mg/cc).

d. Obat pelemas otot jangka panjang : pavulon 4 mg/ampul atau

atracurium 10 mg/cc dll, sediakan pipa endotrakea yang

sesuai dengan pasien.

3. Persiapan alat-alat

a. Alat untuk membebaskan jalan nafas (orofaring tube/guedel,

nasofaring tube, intubasi set/Laringoscope, mesin penghisap

lendir/cairan.

b. Alat bantu nafas (oksigen, ambu bag, Jackson Ress, selang

oksigen, dll).

c. Alat bantu sirkulasi (abocath, infus/transfusi set, cairan

kristaloid, koloid).

d. Meja operasi yang dapat disetting untuk head up, head down,

tilt ke kanan-ke kiri


Mesin anestesi, N

O, O

f. Mesin suction.

g. EKG, tensimeter, saturasi oksigen, monitoring dan

stethoscope.

h. Face mask berbagai ukuran dan endotrachealtube berbagai

ukuran.

i. Magil forceps.

4. Urutan tindakan

a. Periksa peralatan yang akan digunakan (seperti pada masa pra

operasi).

b. Pasang infus, sebaiknya pada semua pasien yang akan

dianestesi dan tindakan operasi harus dipasang jarum/kanul

intravena, selain untuk memasukkan obat anestesia juga

untuk obat-obat resusitasi darurat.

5. Pelaksanaan

a. Induksi : dengan pentothal dosis 4-6 mg/kg BB pasien

orangtua/lemah dikurangi dosisnya dan diberikan perlahan

sambil memperhatikan nadi, tensi darah, dan nafas.]

b. Sungkup muka ditempatkan pada muka dan oksigen 4-6

lt/menit, kalau perlu nafas dibantu dengan menekan balon

nafas secara periodik, sesudah reflek bulu mata menghilang


diberi sucsinil kolin mengakibatkan fasikulasi (getaran otot)

dan apnea karena nafas harus dikendalikan dengan menekan

balon nafas yang diisi dengan memberi aliran O

6-8 lt. Katup

ekspirasi harus sedikit ditutup (untuk membocorkan sedikit

tekanan lebih pada setiap kali melakukan penekanan balon)

6. Intubasi

a. Sesudah vasikulasi menghilang pasien diintubasi, balon pipa

endotrakea dikembangkan sampai tidak ada kebocoran pada

waktu melakukan nafas buatan dengan balon nafas.

b. Harus yakin bahwa pipa endotrakea ada di dalam trakea dan

tidak masuk terlalu dalam yaitu di bronkus kanan atau

esofagus. Ambil stethoscope dan dengarkan bising nafas yang

harus sama di paru kiri dan kanan. Dinding dada juga harus

bergerak sama (simetris) pada setiap inspirasi buatan.

c. Pipa guedel dimasukkan ke dalam mulut supaya pipa

endotrakeal tidak tergigit kemudian kedua-duanya difiksir

dengan plester supaya pipa endotrakeal tidak keluar dari

trakea.

d. Mata ditutup dendgan plester dan diberi salep mata supaya

tidak terbuka dan kornea tidak menjadi kering. Pipa

endotrakea dihubungkan dengan konektor pipa sirkuit mesin

anestesi. Bila masih ada gerakan melawan (tangan atau kepala

bergerak) dapat diberi tambahan pentothal 50-100 mg dan


N

O dibuka 2-3 lpm dan O

2 lt/menit kemudian halotan

dibuka 1 vol% dan dinaikkan dengan menekan 1,5 vol%.

Nafas pasien dikendalikan dengan menekan balon nafas (12-

16 kali/menit) setelah ada tanda-tanda nafas menjadi spontan

kembali dicoba untuk membantu jalan nafas saja sampai

pernafasan normal kuat kembali.

e. Halotan atau fluothan dikurangi sampai 0,5-1 % untuk tahap

pemeliharaan anestesi.

f. Untuk operasi yang memerlukan otot daerah operasi lemas

atau relaksasi sebaiknya digunakan teknik nafas kendali

dengan memberikan obat pelemas jangka panjang. Dengan

cara ini dicapai relaksasi otot yang baik tanpa menggunakan

obat anestesi yang terlalu dalam.

7. Ekstubasi

a. Mengangkat keluar pipa endotrakea harus mulus dan tidak

disertai batuk dan kejang otot yang dapat menyebabkan

spasme saluran pernafasan.

b. Ekstubasi dapat dilakukan dengan menunggu pasien sampai

sadar betul atau menunggu sewaktu pasien masih dalam

keadaan anestesi yang cukup dalam, dengan cara terakhir

dihindarkan reaksi spasme otot jalan nafas.


PERHATIAN

Indikasi : Operasi lama, kesulitan mempertahankan jalan nafas tetap

bebas pada anestesi dengan sungkup muka

Anda mungkin juga menyukai