Anda di halaman 1dari 8

KEPERAWATAN ANAK II

KOMPLIKASI DM TIPE 1 DAN DAMPAK QUALITY OF LIFE PADA ANAK


Oleh : Triana Ferdianingsih (1806270192)
Mahasiswa Program S1 Ekstensi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2019

Kasus DM tipe 1

Anak D 17 tahun didiagnosis dengan diabetes tipe I 4 tahun yang lalu di usia 13 tahun. Saat
mendengar diagnosis tersebut, Anak D dan Ibunya merasa terkejut dan kesal. Keduanya
merasa bahwa tanggung jawab yang harus diemban oleh dia dan ibunya terlalu berat.
Terlebih D tinggal bersama ibunya yang merupakan orang tua tunggal. Ibu dari Anak D
sangat terlibat dalam perawatan dan manajemen diabetes Anak D sejak awal. Meskipun
demikian, kontrol diabetes Anak D kian memburuk seiring waktu. Pada Oktober 2018, Nilai
HbA1c 56 mmol/mol (7,3%); Namun, setahun kemudian Nilai HbA1c meningkat hinga 84
mmol/mol (9,8%) pada November 2019. Anak D mengatakan bahwa dirinya merasa
kesulitan untuk menghitung porsi karbohidrat dalam makanan yang dikonsumsinya. Selain
itu, An. D juga merasakan suntikan yang harus diterimanya terasa semakin menyakitkan jika
dibandingkan dengan ketika dia pertama kali didiagnosis. Anak D juga mengungkapkan rasa
takut akan hipoglikemia dan “terlihat bodoh” di depan teman-temannya.

Diabetes Melitus tipe 1 (T1DM) adalah salah satu kondisi autoimun kronis yang paling
umum pada populasi di bawah 18 tahun. T1DM dapat didiagnosis pada usia berapa pun,
tetapi angka kejadian biasanya meningkat dengan usia hingga pertengahan pubertas dan
paling banyak terjadi diusia 5 tahun (Litmanovitch, Geva, & Rachmiel, 2015). Disregulasi
glukosa pada T1DM dapat menyebabkan komplikasi fisiologis dan peningkatan risiko
defisiensi kognitif dan disfungsi psikologis (Giganti et al., 2019)

T1DM di awal kehidupan (lebih muda dari tujuh tahun) memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengembangkan defisit kognitif yang lebih parah, defisit pada ukuran neuropsikologis
memori seperti spasial. memori deklaratif dan perhatian. Hipoglikemia sering berimplikasi
sebagai penyebab gangguan kognitif ini. Memang, paparan jangka panjang untuk
hiperglikemia telah dihipotesiskan memiliki efek buruk pada otak (Aye et al., 2012).
Studi SEARCH menemukan bahwa sekitar 30% anak dengan DM tipe-1 terdiagnosis saat
KAD. Kriteria KAD mencakup hiperglikemia, asidosis, dan ketonemia. Gejala KAD antara
lain adalah dehidrasi, takikardi, takipnea dan sesak, napas berbau aseton, mual, muntah, nyeri
perut, pandangan kabur, dan penurunan kesadaran (Bratina et al., 2018). Seringkali gejala-
gejala ini disalah artikan oleh orangtua maupun tenaga kesehatan sebagai usus buntu, infeksi,
atau penyakit lainnya. Kelalaian ini dapat menyebabkan kematian. Anak yang berkunjung
secara rutin dan menetap pada dokter keluarga atau dokter anak memiliki risiko yang lebih
rendah terdiagnosis DM tipe-1 saat KAD. Sebaliknya, KAD saat diagnosis berhubungan
signifikan dengan penghasilan keluarga yang rendah, ketiadaan asuransi kesehatan, dan
pendidikan orang tua yang rendah (Pulungan, Annisa, & Imada, 2019).

Komplikasi DM tipe 1 dapat digolongkan menjadi akut dan kronis baik reversible maupun
ireversibel. Sebagian besar komplikasi akut atau jangka pendek bersifat reversible dan
sebaliknya. Berdasarkan hasil DCCT (Diabetes Control And Complications Trial), DM tipe 1
dapat dihambat secara bermakna dengan kontrol yang 2etabolic yang baik. Perbedaan HbA1c
sebesar 1% sudah mengurangi risiko komplikasi sebanyak 25-50%.

Komplikasi jangka pendek

1. Hipoglikemia
Umumnya terjadi karena ketidakseimbangan dosis insulin, makanan yang dikonsumsi,
olahraga atau karena terkadang kejadian spontan. Hipoglikemi adalah faktor kegagalan
utama dalam mencapai kadar gula darah mendekati normal. Keadaan hipoglikemi dapat
disertaikeadaan yang tidak menyenangkan, memalukan dan berbahaya sehingga
menimbulkan kecemasan pada pasien dan orang tua. Menurut American Diabetes
Association dan kelompok kerja Endocrine Society definisi hipoglikemi dimana kadar
glokasa darah <60-70 mg/dL (3,3-4 mmol/L).
Hipoglikemi terbagi menjadi berat dan ringan/sedang. Dikatakan berat apabila disertai
gejala neuroglikopenia berat seperti koma, kejang, dan membutuhkan TPN (terapi
parenteral). Sedangkan dikatakan ringan atau sedang dijadikan satu dalam pembagiannya
karena tidak adanya perbedaan penanganan dan hampir semua memerlukan penanganan
dari orangtua atau pengasuh.
Hipoglikemi juga dapat dibedakan menjadi simptomatik dan asimptomatik. Simptomatik
terjadi bila anak/orangtua menyadari, berespons dan menangani hipoglikemi secara oral
setelah kadar glukosa darah ≤70 mg/dL (4mmol/L). sedangkan asimptomatik terjadi bila
anak tidak menunjukkan gejala dan tanda hipoglikemi walau kadar glukosa darah ≤70
mg/dL.

Gejala dan tanda hipoglikemia Klinis


Otonom Gemetar, berkeringat, tremor, palpitasi, pucat
Neuroglikopenia Konsentrasi menurun, pandangan
kabur/dobel, gangguan penglihatan warna,
gangguan pendengaran, pelo, bingung, sulit
berpikir, lupa, pusing, limbung bila berjalan,
penurunan kesadaran, kejang, kematian
Perubahan perilaku Rewel, aneh/berubah-ubah pikiran, agitasi,
mimpi buruk, menangis keras sulit
ditenangkan
Non spesifik Lapar, sakit kepala, mual, lelah

Anak usia muda memiliki risiko tinggi hipoglikemia karena tidak mampu mengomunikasikan
keluhan. Gejala hipoglikemia diakibatkan oleh aktivasi adrenergik (berdebar, gemetar,
keringat dingin) dan neuroglikopenia (nyeri kepala, mengantuk, sulit konsentrasi). Pada anak
usia muda, gejala dapat berupa perubahan perilaku seperti iritabilitas, agitasi, tantrum, atau
kurang aktif. (Pulungan et al., 2019)

Komplikasi jangka panjang

Terjadi akibat perubahan mikro dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler meliputi


retinopati, nefropati yang diawali dengan mikroalbuminuria dan neuropati. Sedangkan
komplikasi makrovaskuler yaitu penyakit arteri coroner, serebrovaskuler dan penyakit
pembuluh darah perifer.

1. Komplikasi mikrovaskuler
Retinopati menyebabkan kebutaan. Nefropati diabetik menyebabkan hipertensi dan gagal
ginjal sedangkan neuropati menyebabkan nyeri, parestesia, kelemahan otot dan disfungsi
otonom.

Komplikasi Penapisan awal Pemantauan


Retinopati Pemeriksaan mata segera (dalam Penapisan retinopati
3 bulan) setelah diagnose sebaiknya dilakukan setiap
mendeteksi katarak/gangguan tahun/lebih sering bila
refraksi yang membutuhkan terdapat risiko tinggi
kacamata. Pemeriksaan retina kebutaan. Terapi laser dapat
dimulai sejak usia 11 tahun dan 2 menurunkan kejadian
tahun setelah terdiagnosis kebutaan karena retinopati
Nefropati Pemeriksaan mikroalbuminuria Mikroalbunemia diperiksa
dimulaisejak usia 11 tahun dan 2 setiap tahun, dapat
tahun seetelah terdiagnosis. Perlu menghilang,
2 atau 3 sampel urine untuk intermitten/menetap.
membuktikan mikroalbuminuria Penyebab lain yaitu ISK,
yang didefinisikan sebagai olahraga dan menstruasi
berikut: kecepatan eksresi
albumin 20-200 mg/menit atau
30-300mg/hari. Risiko albumin
pada pemeriksaan urine pagi laki-
laki 2,5-25mg/mmol perempuan
3.5-25 mg/mmol
Neuropati Pemeriksaan klinis diusia 11 Setiap 2 tahun
tahun dan telah terdiagnosis
selama 2 tahun
ACE: Angiotensin Converting Enzyme; ARB: Angiotensin Receptor Blocker

Sumber: (IDAI, 2017; UKK ENDOKRINOLOGI ANAK DAN REMAJA, 2015)

2. Komplikasi makrovaskuler
Menyebabkan penyakit jantung, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer dengan
kemungkinan amputasi anggota gerak tubuh. Komplikasi yang mengenai pembuluh
darah besar adalah penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit
pembuluh darah perifer (klaudikasio, infeksi/ gangren, amputasi) (Pulungan et al., 2019).
T1DM dan merokok meningkatkan morbiditas dan mprtalitas kardiovaskuler selain
meningkatkan pula risiko mikro atau makroalbuminuria persisten. Aterosklerosis sudah
dapat terjadi sejak masa anak dan remaja yang dibuktikan dengan ditemukannya
penebalan tunika intima-media arteri karotis dan aorta dan silent coronary
atherosclerosis. (UKK ENDOKRINOLOGI ANAK DAN REMAJA, 2015)
Komplikasi Penapisan pemeriksaan Pemantauan
Hipertensi Sejak terdiagnosis Tekanan Setiap tahun ACE inhibitor
darah sebaiknya dijaga di merupakan terapi yang
bawah persentil 95 untuk direkomendasikan. Stop
tinggi badandan jenis merokok
kelamin atau <130/80 mmHg
untuk dewasa muda.
Profil lipid Sejak usia di atas 12 tahun. Bila hasil normal, diulang
Bila terdapat riwayat setiap 5 tahun. Target
keluarga hiperkolesterolemia, kolesterol LDL: < 100 mg/
penyakit kardiovaskular dini, dL (2,6 mmol/L). Bila
atau riwayat keluarga tidak intervensi untuk
diketahui, penapisan dimulai mengoptimalkan kontrol
sejak usia 2 tahun metabolik dan penyesuaian
diet tidak dapat menurunkan
ke target dapat dipikirkan
pemberian statin

Dampak Quality Of Life

Semua faktor komplikasi ini kemungkinan terkait dengan pengajaran yang kurang saat
berkunjung ke fasilitas kesehatan dan kurangnya dukungan psikososial. Bahkan, pengetahuan
ibu tentang T1D telah terbukti berkontribusi terhadap kontrol glikemik pada anak-anak
(Alaqeel, 2019)
1. Masalah psikososial di berbagai kelompok umur
Di Arab Saudi, ada beberapa penelitian tentang kualitas hidup pada pasien T1D. Sebuah
penelitian yang dilakukan di kalangan remaja (berusia 13-18 tahun) dengan T1D
melaporkan bahwa jenis kelamin perempuan, durasi T1D yang lebih lama, injeksi
beberapa kali sehari, KAD, dan kadar HbA1c yang tinggi dikaitkan dengan penurunan
kualitas hasil kehidupan (Al Hayek et al., 2014).
Manajemen T1D pada anak sangat menantang terutama yang lebih muda. Dampak T1D
pada kesehatan psikologis anak-anak muda tidak dilaporkan dengan baik; Namun,
kemungkinan tuntutan rejimen T1D dan stres orang tua berdampak negatif pada kualitas
hidup pada anak-anak ini (Streisand & Monaghan, 2014). Anak-anak usia prasekolah
dari usia 3-5 tahun cenderung takut akan prosedur seperti injeksi insulin dan tes darah.
Nafsu makan anak prasekolah mungkin tidak menentu dan seringkali tidak dapat
dikontrol terkait glukosa. Tanggung jawab merawat anak dengan diabetes dan
kekhawatiran akan hipoglikemia membuat stres bagi keluarga. Oleh karena itu, penyedia
perawatan kesehatan anak, orang tua, dan staf penitipan anak harus bekerja bersama
untuk memastikan bahwa anak-anak dengan diabetes diberikan lingkungan perawatan
anak yang paling aman.
Anak usia sekolah (6-11 tahun) secara fisik terkoordinasi dengan baik. Mereka
memperoleh strategi agar tidak merasa berbeda dari teman sebayanya. Satu studi
melaporkan hubungan yang sering antara depresi ringan dan kecemasan pada kelompok
usia ini. Selain itu, depresi cenderung meningkat ketika mereka menyadari bahwa
penyakit ini bersifat permanen. Konseling individu atau Intervensi harus dimulai sejak
dini dan harus menjadi bagian dari perawatan lanjutan. Pada usia remaja biasanya
mengalami gangguan komunikasi dengan orang tua dan penyedia kesehatan, kesulitan
menerima kritik orangtua, adanya aktivitas fisik dan sosial yang meningkat, peningkatan
kemandirian dalam pengambilan keputusan, lebih banyak menghabiskan waktu dengan
teman sebaya, dan seringnya telat makan atau makan di luar rumah (Alaqeel, 2019).
Mendidik remaja tentang dampak kontrol glikemik yang buruk pada pertumbuhan dapat
memotivasi mereka dalam meningkatkan kontrol metabolik (Young-Hyman et al., 2016)
Selain itu, masalah psikologis harus ditangani dan diobati. Rejimen pengobatan harus
dievaluasi kembali berdasarkan pola makan. Selain itu, teknologi melalui smartphone
telah terbukti menjadi alat komunikasi yang berguna antara remaja dan penyedia layanan
kesehatan (Alaqeel, 2019)
2. Transisi dari pedriatik ke perawatan dewasa
Anak-anak dengan T1D memerlukan perawatan seumur hidup (Alaqeel, 2019).
Tantangan muncul dari perbedaan antara pendekatan pediatrik dan dewasa terhadap
diabetes; perawatan anak adalah manajemen yang berpusat pada keluarga sedangkan
perawatan orang dewasa lebih terfokus pada pasien saja. Selama masa transisi ke
perawatan orang dewasa, pasien cenderung kehilangan tindak lanjut. Selain itu,
komplikasi akut seperti KAD dan hipoglikemia dapat meningkat karena kehilangan
pengawasan orang tua dan jarangnya kunjungan ke klinik diabetes terhadap perawatan
diabetes. Selain itu, masalah psikososial umumnya terkait dengan remaja diabetes dalam
bentuk depresi, kecemasan dan gangguan makan. Tantangan-tantangan ini berkontribusi
pada kontrol glikemik yang buruk, sehingga beberapa model transisi telah ditetapkan di
negara-negara maju seperti AS, Kanada, dan Australia.

3. Peduli dalam pengaturan sekolah


Karena anak usia sekolah menghabiskan sebagian besar waktu mereka di sekolah, maka
Sekolah harus menjadi sumber dukungan untuk anak dengan diabetes (Alaqeel, 2019).
Terapi intensif untuk mempertahankan kontrol glukosa membutuhkan 1-3 pemeriksaan
darah selama disekolah dan penggunaan pemantauan glukosa terus menerus. Selain itu,
kontrol yang baik memerlukan pemeriksaan keton urin jika glukosa darah tinggi atau
selama sakit, pemberian insulin dengan injeksi atau infus, perhatian pada asupan
makanan dan kandungan karbohidrat, dan staf sekolah yang berpengetahuan untuk
mengamati dan mengobati hipoglikemia, termasuk administrasi of glucagon jika
direkomendasikan oleh penyedia layanan kesehatan siswa (Jackson et al., 2015). Ini
membutuhkan komunikasi yang erat antara anak, orang tua, staf sekolah, dan tim layanan
kesehatan. Sebuah studi lokal menunjukkan bahwa hanya 26% dari siswa selalu memiliki
perawatan tambahan di sekolah, tetapi rincian tentang manajemen dan staf di sekolah
belum dilaporkan. Studi lain menunjukkan bahwa 88,6% sekolah memiliki staf yang
tersedia untuk membantu dalam perawatan diabetes; Namun, hanya 5% dari mereka
adalah perawat (Bahkali & Choudhry, 2015) yang dianggap sebagai staf yang paling
tepat untuk memberikan perawatan. Di A.S., sekolah umum harus mengakomodasi
kebutuhan khusus anak-anak dengan diabetes. Juga, setiap tahun sekolah dimulai dengan
konferensi yang melibatkan anak dengan diabetes, orang tua dan staf sekolah untuk
menetapkan rencana perawatan dan untuk mengatasi masalah-masalah penting (Jackson
et al., 2015).
REFERENSI

Al Hayek, A., Alwin Robert, A., Abbas, H., Itani, M. b., Al-Saeed, A., Juhani, A., . . . Al-
Sabaan, F. (2014). Assessment of health-related quality of life among adolescents
with type 1 diabetes mellitus in Saudi Arabia. Saudi medical journal, 35, 712-717.
Alaqeel, A. A. (2019). Pediatric diabetes in Saudi Arabia: Challenges and potential solutions.
A review article. International Journal of Pediatrics and Adolescent Medicine.
doi:https://doi.org/10.1016/j.ijpam.2019.05.008
Aye, T., Barnea-Goraly N Fau - Ambler, C., Ambler C Fau - Hoang, S., Hoang S Fau -
Schleifer, K., Schleifer K Fau - Park, Y., Park Y Fau - Drobny, J., . . . Buckingham,
B. A. (2012). White matter structural differences in young children with type 1
diabetes: a diffusion tensor imaging study. (1935-5548 (Electronic)).
Bahkali, K., & Choudhry, A. (2015). Health-related quality of life among children with type
1 diabetes in Saudi Arabia. International Journal of Diabetes in Developing
Countries, 35. doi:10.1007/s13410-015-0348-6
Bratina, N., Forsander, G., Annan, F., Wysocki, T., Pierce, J., Calliari, L. E., . . . Acerini, C.
(2018). 2018 ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines MANAGEMENT AND
SUPPORT OF CHILDREN AND ADOLESCENTS WITH TYPE 1 DIABETES IN
SCHOOL. Pediatric Diabetes, 19 Suppl 27. doi:10.1111/pedi.12743
Giganti, F., Gavazzi, G., Righi, S., Rossi, A., Caprilli, S., Giovannelli, F., . . . Viggiano, M. P.
(2019). Priming effect in children with Type 1 Diabetes Mellitus. Child
Neuropsychology, 1-13. doi:10.1080/09297049.2019.1617260
IDAI. (2017). Panduan-Praktik-Klinis-Diagnosis-dan-Tata-Laksana-Diabetes-Melitus-tipe-1-
Anak-Remaja.
Jackson, C. C., Albanese-O’Neill, A., Butler, K. L., Chiang, J. L., Deeb, L. C., Hathaway, K.,
. . . Siminerio, L. M. (2015). Diabetes Care in the School Setting: A Position
Statement of the American Diabetes Association. Diabetes Care, 38(10), 1958-1963.
doi:10.2337/dc15-1418
Litmanovitch, E., Geva, R., & Rachmiel, M. (2015). Short and long term neuro-behavioral
alterations in type 1 diabetes mellitus pediatric population. World journal of diabetes,
6, 259-270. doi:10.4239/wjd.v6.i2.259
Pulungan, A., Annisa, D., & Imada, S. (2019). Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak: Situasi di
Indonesia dan Tata Laksana. Sari Pediatri, 20, 392. doi:10.14238/sp20.6.2019.392-
400
Streisand, R., & Monaghan, M. (2014). Young Children with Type 1 Diabetes: Challenges,
Research, and Future Directions. Current diabetes reports, 14, 520.
doi:10.1007/s11892-014-0520-2
UKK ENDOKRINOLOGI ANAK DAN REMAJA, I. D. A. I. W. D. F. (2015). Konsensus-
Nasional-Pengelolaan-Diabetes-Mellitus-Type-I.
Young-Hyman, D., de Groot, M., Hill-Briggs, F., Gonzalez, J., Hood, K., & Peyrot, M.
(2016). Psychosocial Care for People With Diabetes: A Position Statement of the
American Diabetes Association. Diabetes Care, 39, 2126-2140. doi:10.2337/dc16-
2053

Anda mungkin juga menyukai