PENDAHULUAN
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus
dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Letak
lintang merupakan salah satu malpresentasi janin yang dapat menyebabkan kelambatan
atau kesulitan dalam persalinan. Letak lintang merupakan keadaan yang berbahaya
karena besarnya kemungkinan risiko kegawatdaruratan pada proses persalinan baik
pada ibu maupun janin.
Letak lintang terjadi rata-rata pada 1 dari 322 kelahiran tunggal (0,3%) baik di
Mayo Clinic maupun di University of Iowa Hospital (Cruikshank dan White, 1973;
Johnson, 1964). Di Parkland Hospital, dijumpai letak lintang pada 1 dari 335 janin
tunggal yang lahir selama lebih dari 4 tahun. Janin letak lintang seringkali ditemukan
dengan pemeriksaan USG pada awal gestasi. Angka kejadian meningkat jika janinnya
prematur.
1
Beberapa Rumah sakit di Indonesia melaporkan angka kejadian letak lintang,
antara lain: RSUP Dr.Pirngadi, Medan 0,6 %; RS Hasan Sadikin Bandung 1,9 %;
RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo selama 5 tahun 0,1 % dari 12.827 persalinan;
sedangkan Greenhill menyebut angka 0,3 % dan Holland 0,5-0,6 %.
Sehingga dengan adanya insidensi letak lintang yang cukup tinggi sebagai tanaga
kesehatan khususnya bidan haruslah mengetahui seluk beluk dari letak lintang tersebut
sehingga dapat mendeteksi lebih dini jika terjadi kelainan letak lintang.
2
1.4. Manfaat Penulisan
1. Bagi masyarakat khususnya ibu hamilDapat digunakan sebagai landasan akan
pentingnya Antenatal Care selama kehamilan terutama berkaitan dengan letak
dan posisi janin sehingga dapat diketahui lebih dini adanya kelainan dan
tindakan antisipasi.
2. Bagi tenaga kesehatan / rumah sakit
Dapat menambah wawasan bagi tenaga kesehatan, sehingga dapat mengenali
secara dini tanda-tanda bahaya kehamilan.
3. Bagi institusi pendidikan
Menambah ilmu pengetahuan tentang Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil
Dengan letak lintang disertai placenta letak rendah dan memperkaya referensi
sebagai bahan referensi.
4. Bagi instansi kesehatan
Dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terutama dalam penanganan
klien, terutama ibu hamil dengan letak lintang disertai placenta letak rendah.
5. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai asuhan kebidanan pada ibu
hamil dengan letak lintang disertai placenta letak rendah.
3
BAB II
TINJAUN TEORI
2.2 ETIOLOGI
a Relaksasi berlebihan dari dinding abdomen akibat multiparitas yang tinggi. Pada
multi paritas 4 atau lebih, insiden letak lintang 10 kali lipat dibanding nullipara.
b Kehamilan prematur, hidramnion dan kehamilan kembar
c Keadaan yang menghalangi turunya kepala bayi ke rongga panggul seperti pangul
sempit, tumor daerah panggul dan plasenta previa.
d Kelainan bentuk rahim seperti uterus arkuatus atau uterus subseptus (Hanifa,1992
& Cuningham 1995)
4
2.3 PATOFISIOLOGI
a Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan uterus
beralih ke depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi
menjauhi sumbu jalan lahir, menyebabkan terjadinya posisi obliq atau melintang.
b Dalam persalinan terjadi dari posisi logitudinal semula dengan berpindahnya
kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka.
2.5 KOMPLIKASI
A. Pada Maternal
1) Ruptur uteri dan traumatik uteri
2) Infeksi
3) Terdapatnya letak lintang kasep (Neglected Transverse Lie),yang berpotensi
meningkatkan kematian pernatal, diketahui dengan :
a. Adanya ruptur uteri mengancam
b. Tangan yang di masukan kedalam kavum uteri terjepit antara janin dan
panggul
c. Dengan narkosa dalam sulit merubah letak janin (Mochtar,1995)
d. Meningkatnya kematian maternal karena :
1) Letak lintang selalu disertai plasenta previa
2) Kemungkinan terjadi cedera tali pusat meningkat
5
3) Keharusan tindakan Operasi SC tidak bisa dihindari
4) Sepsis setelah ketuban pecah atau lengan menumbung melalui vagina
B. Pada Janin
Kematian janin akibat :
1) Prolaps funikuli
2) Aspiksia karena gangguan sirkulasi uteroplasental
3) Tekukan leher yang kuat (DS Bratakoesoema,2005 & Cuningham,199)
6
4) Kelahiran stadiun pertengahan, skapula dan kavikula pada sisi thoraks yang
lain akan dapat dibedakan. Posisi aksila menunjukan sisi tubuh ibu tempat
bahu bayi menghadap. Punggung dapat ditentukan dengan terabanya
skapula dan ruas tulang belakang, sedangkan dada dengan teraba klavikula.
5) Kehahiran stadium lanjut, bahu masuk serta terjepit dalam rongga panggul
dan salah satu tangan atau lengan sering menumbung ke dalam vagina dan
lewat vulva.
6) Pada beberapa kasus lengan dapat prolaps dan pemeriksa dapat
membedakannya dengan kaki :
a. Sikut lebih tajam daripada lutut
b. Jari tangan lebih panjang daripada jari kaki
c. Jari tangan tidak memiliki panjang yang sama
d. Tangan tidak memiliki batas sudut terhadap lengan
e. Ibu jari dapat disembunyikan ke dalam
f. Kepalan tangan dapat tertutup
g. Lutut mempunyai patela
h. Pada pemeriksaan USG didapatkan letak lintang ( Hanifa,1992 &
Cuningham,1995 & Mochrar,1995)
2.7 PENATALAKSANAAN
Pada Kehamilan
1. Deteksi dini oleh bidan
a) Konfirmasi umur kehamilan
b) Pemeriksaan luar
c) Mengenali faktor resiko
d) Diagnosis
e) Konseling
f) Rujukan (MNH,2002 )
2. Penanganan pada kehamilan dilakukan oleh ginekolog
a) ·Versi luar
7
b) Menurut Phelan (1986) versi luar efektif dilakukan pada usia kehamilan setelah
39 minggu karena tingginya perubahan spontan ke letak logitudinal . untuk
menghindari perubahan ke posisi awal dilakukan pemasangan korset untuk
fiksasi (Hanifa,1992)
c) Pemanatauan letak dan keadaan janin melalui ANC
d) Memasuki persalinan dianjurkan untuk masuk rumah sakit lebih dini agar dapat
ditentukan diagnosa dan panatalaksanaan
Pada Persalinan
1. Deteksi dini oleh bidan
a) Komfirmasi umur kehamilan
b) Pemeriksaan luar
c) Mengenali faktor resiko
d) Melakukan pemeriksaan dalam
e) Diagnosis
f) Konseling
g) Rujukan (MNH,2002 )
2. Persiapan persalinan
a) Pemantau persalinan dengan partograf
b) Pemantauan kondisi kelainan janin
c) Pemberian cairan infus dan pemeriksaan laboratorium
d) Pemantau DJJ dan his secara elektronis
e) Dukungan mental pada ibu
f) Persiapan tenaga dan alat untuk mengantisifasi terjadi kegawatdaruratan
3. Persalinan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi dan kegawat daruratan
neonatal, dilakukan oleh ginekolog kolaborasi dengan pediatrik
4. Versi luar masih mungkin dilakukan pada pasien inpartu , dengan syarat :
a. Pembukaan < 4 cm
b. Ketuban masih utuh
8
5. Pada primigravida apabila versi luar tidak berhasil pertimbangkan untuk segera
dilakukan SC :
a. Bahu tidak dapat melakuan dilatasi pada servik dengan baik, sehingga pada
primigravida kala 1 menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi
lengkap
b. Tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra uterin sewaktu his
maka lebih sering terjadi ketuban pecah sebelum pembukaan sempurna dan
dapat mengekibatkan prolaps funikuli
c. Pada primi versi ekstraksi sukar dilakukan
6. Pada janin kecil dan sudah mati adan menjadi lembek persalinan dapat terjadi
spontan, dengan cara :
a. Cara Denman
Bahu tertahan pada simpisis dan dengan fleksi kuat dibagian bawah tulang
belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun diringga panggul dan
lahir kemudian disusul dengan bagian badan atas dan kepala
b. Cara Douglas
Bahu masuk ke dalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh bokong dan
kaki sehingga bahu,bokong dan kaki lahir, selanjutnya disusul oleh lahirnya
kepala
7. Pada multiparitas, pertolongan persalinan letak lintang tergantung dari beberapa
faktor. Apabila riwayat obstetrik baik dapat ditunggu hingga pembukaan lengkap,
kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan SC.
8. Persalinan dengan SC pada letak lintang di indikasikan , untuk menghindari resiko
perinatal (Cuningham,1995 & Hanifa 1992, Mochtar,1995)