Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sanitasi, kebersihan diri dan lingkungan buruk dapat menyebabkan
penularan penyakit infeksi. Berdasarkan survei Levels & Trends in Child
Mortality (2014) menyebutkan bahwa lebih dari 370 balita meninggal di
Indonesia setiap harinya. Penyebab kematian terbesar adalah diare dan
pneumonia. Menurut Suryaningtias (2016) penyakit tersebut merupakan
penyakit yang dapat dihindari.
Selain dapat menyebabkan kematian, penyakit tersebut memiliki
dampak seperti kerugian finansial dan ekonomi baik perawatan kesehatan,
produktivitas. Kerugian ekonomi di Indonesia mencapai 56 triliun/tahun dan
53% merupakan kerugian dampak kesehatan, adapun kerugian akibat kerja
mencapai 10,7 triliun/tahun atau kehilangan waktu kerja selama 2-10 hari.
Kerugian akibat kematian diperkirakan mencapai 25 triliun/tahun dan 95%
kematian terjadi pada anak berusia 0 – 4 tahun (WSP, 2008 & Sijbesma, 2008).
Buang Air Besar Sembarangan (BABS) adalah perbuatan membuang
kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak – semak, sungai, pantai, atau area
terbuka lainnya dan didiamkan sehingga menyebabkan kontaminasi terhadap
lingkungan, tanah, udara dan air (Mukherjee, 2008). Namun, perilaku ini tidak
sesuai dengan deklarasi yang telah ditetapkan baik di dunia maupun di
Indonesia. Berdasarkan Deklarasi Johannesburg dalam Millenium
Development Goals (MDGs) tahun 2015 sepakat menurunkan separuh
proporsi penduduk dunia yang belum memiliki akses sanitasi dasar yaitu
jamban sehat dan wajib mendapatkan akses sanitasi tersebut pada tahun 2025.
Hal ini telah ditetapkan negara – negara di dunia termasuk Indonesia (Sari,
2011).
Data WHO pada tahun 2010 memperkirakan sebanyak 1,1 milyar orang
atau 17% penduduk dunia masih buang air besar di area terbuka, dari data tersebut
diatas sebesar 81% penduduk yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
terdapat di 10 negara dan Indonesia sebagai negara kedua terbanyak ditemukan
masyarakat buang air besar di area terbuka dengan angka 12,9%. Propinsi Jawa
Tengah masih ditemukan penduduk yang buang air besar di area terbuka sebesar
33,4%, data sanitasi dasar kepemilikan jamban sebesar 71% (2008), 72% (2009)
dan 65% (2010) (Widowati, 2015).
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga sendiri memiliki jumlah
penduduk sebanyak 42.958 jiwa yang terbagi ke dalam 13 desa. Salah satu desanya
adalah Desa Karanganyar dengan jumlah penduduk 4.627 jiwa dimana sebanyak
4.121 (86,6%) jiwa belum mendapatkan akses jamban sehat sehingga mendorong
warga untuk melakukan perilaku buang air besar sembarangan (BABS).
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk
merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat
dengan metode pemicuan. Berdasarkan permasalahan di atas bahwa penyakit
infeksius disebabkan sanitasi dasar yang masih buruk dan memiliki dampak
kerugian negara terbesar serta urgensi demi tercapai target MDGs penelitian ini
dilakukan. Selain itu perlu suatu intervensi terhadap masyarakat di desa tersebut
agar tujuan program SToPS (Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi) yaitu ODF
(open defecation free) di tercapai.

B. Rumusan Masalah
Hasil uraian di atas mengenai kondisi yang terjadi di Desa Karanganyar
dapat disimpulkan permasalahan utama yang perlu digali yaitu apakah faktor –
faktor yang mempengaruhi ODF (Open Devecation Free) terutama di
lingkungan Dusun Lumpang, Desa Karanganyar, Purbalingga.

C. Tujuan Masalah
1. Umum
Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi ODF terutama
di lingkungan Dusun Lumpang, Desa Karanganyar, Purbalingga.
2. Khusus
Mendapatkan sebuah terobosan intervensi mengenai ODF
terutama di lingkungan Desa Lumpang, Kecamatan Karanganyar,
Purbalingga.

D. Manfaat
1. Bagi Peneliti
Penerapan aplikasi keilmuan Unit Kesehatan Masyarakat
(UKM) mengenai Open Defecation Free (ODF) yang telah didapatkan
selama Program Internship Dokter Indonesia (PIDI) di Puskesmas
Karanganyar.
2. Bagi Instansi Kesehatan
Gambaran desa di Kecamatan Karanganyar khususnya Desa
Lumpang mengenai faktor – faktor yang menyebabkan ketidaksiapan
ODF.
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan menurun faktor – faktor yang
menyebakan ketidaksiapan masyarakat untuk mencapai ODF di
wilayah kerja Puskesmas Karanganyar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat


Indonesia masih menghadapi higiene dan sanitasi. Riskesdas 2010
menunjukkan 25% masyarakat menggunakan jamban tidak sehat dan 17,7%
masih Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Diare adalah penyebab
kematian nomor satu di Indonesia yaitu 42% dari total kematian bayi usia 0 –
11 bulan. Sebanyak 162.000 bayi meninggal setiap tahun atau 460 bayi per hari
(Riskesdas 2010). Secara umum bayi usia di bawah 2 tahun yang menderita
diare sedang hingga diare berat setiap tahun mengalami gangguan pertumbuhan
dibandingkan dengan bayi usia dua tahun yang lain. Dari sudut pandang
ekonomi studi yang dilakukan oleh Water and Sanitation Program (WSP)
menyebutkan bahwa Indonesia kehilangan sekitar 6,3 milyar USD atau 56,7
triliun setiap tahun sebagai akibat kondisi sanitasi dan higiene jelek (setara
dengan 2,3% Gross Domestic Product/GDP) (MCA Indonesia & Kemenkes RI,
2015).
Laporan kemajuan Millennium Development Goals (MDGs) yang
disusun Bappenas tahun 2010 menunjukkan bahwa perbaikan akses masyarakat
pedesaan kepada jamban sehat (MDGs target 7.C) termasuk ke dalam
kelompok target yang perlu memperoleh perhatian karena kecepatan perbaikan
belum mencapai yang diharapkan. Target akses sebesar 55,6% pada tahun 2015
untuk pedesaan pada tahun 2009 masyarakat yang mempunyai akses ke jamban
sehat hanya 34%. Terdapat kesenjangan 21% yang harus dicapai selama tiga
tahun kedepan (MCA Indonesia & Kemenkes RI, 2015).
Pemerintah telah memberikan perhatian pada bidang higiene dan
sanitasi dengan menetapkan sasaran Indonesia STOP BABS (Stop Buang Air
Besar Sembarangan) di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam
mencapai target MDGs tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan
sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk
yang belum mendapatkan akses (MCA Indonesia & Kemenkes RI, 2015).
Salah satu upaya mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah
mengembangkan dokumen Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008, yang
kemudian disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah no 3 tahun 2013.
Prinsip pendekatan STBM adalah keterpaduan antara komponen peningkatan
kebutuhan (demand), perbaikan penyediaan (supply) sanitasi dan penciptaan
lingkungan yang mendukung (enabling environment), dalam pelaksanaannya
perlu dipertimbangkan komponen pendukung lainnya seperti strategi
pembiayaan, metode pemantauan dan pengelolaan pengetahuan/informasi
sebagai media pembelajaran (MCA Indonesia & Kemenkes RI, 2015).

B. Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)


STOPS adalah pendekatan penggerakan pembangunan sanitasi melalui
penggerakan pemimpin masyarakat setempat. Proses fasilitasi STOPS di
masyarakat pada dasar prinsipnya adalah “pemicuan” terhadap rasa jijik, rasa
malu, rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggung jawab yang berkaitan
dengan kebiasaan buang air besar di sembarang tempat. Demi membantu proses
pemicuan tersebut digunakan beberapa komponen pra antara lain; (1)
Perkenalan dan Penyampaian Tujuan, (2) Bina Suasana, (3) Kesepakatan Istilah
Tinja, BAB dan Jamban, (4) Pemetaan, (5) Transek Walk, (6) Simulasi Air
Terkontaminasi, (7) Memicu Perubahan, (8) Kesepakatan Bersama, (9)
Rencana Tindak Lanjut. Pelaksanaan pemicuan perubahan menggunakan; (a)
Elemen Malu, (2) Elemen Harga Diri, (3) Elemen Jijik dan Takut Sakit, (4)
Elemen yang Berkaitan dengan Keagamaan, dan (e) Elemen yang Berkaitan
dengan Kemiskinan (Direktorat Kesling Kemenkes RI & MCA-Indonesia,
2016).
1. Perkenalan dan Penyampaian
Pada saat pemicuan terlabih dahulu melakukan perkenalan diri
dan menyampaikan tujuannya antara lain bersilaturahmi dengan
masyarakat, berkenalan, belajar keberhasilan
2. Bina Suasana
Demi menghilangkan “jarak” antara fasilitator dengan
masyarakat sehingga berjalan lancar alangkah baiknya dilakukan
pencairan suasana.
3. Kesepakatan Istilah Tinja, BAB, dan Jamban
Bahasa yang dipergunakan sebaiknya dipahami dan biasa
digunakan oleh masyarakat sekitar seperti “tinja” dengan tai atau BAB
dengan ngising dll.
4. Pemetaan
Pemetaan dilakukan secara sederhana yang berisi informasi
tentang batas dusun, rumah yang memiliki atau tanpa jamban, sumber
air minum, mandi dan mencuci, masalah sanitasi yang ada
5. Transect Walk
Kegiatan berupa mengunjungi dan mengetahui lokasi yang
sering digunakan lokasi BAB. Selama dilokasi, kita melakukan diskusi
mengenai lingkungan dan berlama-lama sehingga diharapkan
masyarakat merasa jijik.
6. Simulasi Air Terkontaminasi
Hal ini dapat dilakukan selama pemetaan hingga transect walk
sehingga masyarakat merasa jijik dan tidak nyaman dengan air yang
telah terkontaminasi. Kegiatan ini seperti berkumur-kumur atau cuci
muka dengan air bersih dibandingkan air yang telah terkontaminasi.
7. Hitung Volume Tinja
Tujuan kegiatan ini adalah menghitung volume/jumlah tinja masyarakat
BAB sembarang tempat selama 1 hari, 1 bulan, dalam 1 tahun dan
seterusnya.
8. Elemen Pemicuan
a. Rasa Malu
Kita dapat menanyakan beberapa pertanyaan yang
sensitif seperti, berapa banyak wanita yang BABS, bagaimana
perasaan suami ketika istri BABS dilihat orang, dan lain-lain.
b. Harga Diri
Kita dapat meningkatkan nilai harga diri orang yang
telah melaksanakan program STBM dengan pernyataan,
bagaimana ada orang yang dihormati menumpang BAB,
perilaku kalah jauh dengan orang yang lebih miskin dari dirinya,
mereka tidak lebih baik kucing, dan lain-lain.
c. Rasa Jijik dan Takut Sakit
Masyarakat diajak melihat berapa banyak lalat yang
menghinggap di tinja, apakah makanan aman dari kebersihan,
adakah anak yang meninggal karena diare, dan lain-lain.
d. Berkaitan Keagamaan
Pengutipan dari hadits atau ayat mengenai larangan,
pedoman, dampak dari BABS.
e. Berkaitan Kemiskinan
Masyarakat diarahkan apakah benar membutuhkan dana
besar (berikan alternatif). Apabila masih mengelak, bandingkan
dengan orang yang lebih miskin darinya atau pertanyaan
mengenai apakah perlu pemerintah mengatur cara BAB.

Apabila serangkaian acara telah dilakukan maka perlu membuat


komitmen antara masyarkat dengan fasilitator antara lain :
1. Membangun komitmen masyarakat yang mau berubah untuk
merealisasikan keinginannya berubah
2. Membuat kesapakata membentuk komite yang mempelopori di
komunitasnya.
3. Meminta masyarakat untuk menuliskan komitmen untuk mulai
membangun jamban
4. Membuat janji kapan tenggang waktu untuk dapat dilihat
pembangungan jamban yang telah dijanjikan
5. Menyepakati bersama seorang di komunitas sebagai natural leader
sebagai menggalang dan mempengaruhi masyarakat sekitar lainnya.
6. Pemimpin informal bersama dengan masyarakat membuat rancangan
kerja yang difasilitasi tim pemicu desa dan puskesmas untuk
meningkatkan sanitasi lingkungan.

Pasca pemicuan hendaknya dilakukan tindak lanjut kegiatan untuk


memastikan rancangan kerja masyarakat yang antara lain :
1. Membangun ulang komitmen masyarakat dengan melakukan perubahan
peta dimana saja rumah yang telah memiliki jamban, air bersih. Hal ini
wajib terintegrasi dengan pemerintah desa dan desa setempat agar
berkelanjutan.
2. Pendampingan dan monitoring dari kader, tim pemicu desa dan
puskesmas dalam menghadapi permasalahan selama program berjalan
3. Pilihan teknologi sanitasi yang bertahap sehingga diharapkan
masayarakat dapat berubah menuju tingkat perilaku sanitasi teratas.
4. Membangun jejaring dan layanan penyediaan sanitasi dengan mencari
wirausaha setempat. Hal ini akan mempermudah dalam pengembangan
sanitasi dan memperoleh kerja sama di komunitas masyarakat sendiri.
5. Usaha kesehatan sekolah sebagai landasan dasar dalam merubah
perilaku sanitasi yang lebih baik. Siswa dan guru diharapkan dapat
memotivasi sesama hingga merubah seorang dengan perilaku yang
jelek.
6. Media promosi untuk perubahan perilaku yang berkelanjutan berupa
iklan, media komunikasi, ataupun kegiatan formal dan informal. Semua
ini bertujuan untuk membiasakan dan membudayakan perilaku hidup
bersih dan sehat.
7. Peran berbagai pelaku selama pasca pemicuan seperti kader desa,
sanitarian, petugas gizi, bidan desa, tim pemicu, kepala desa, wirausaha
sanitasi, keluarga dan siswa sekolah SBS, bahkan lembaga kredit mikro
bila diperlukan.
BAB III
METODOLOGI

A. KERANGKA ACUAN
INPUT
1. Man
1) Narasumber
Dokter Internsip Puskesmas Karanganyar
2) Sasaran :
Remaja dan orang tua Desa Lumpang, Kecamatan Karanganyar,
Purbalingga
3) Pelaksana :
Dokter Internsip Puskesmas Karanganyar, Purbalingga Periode November
2018–Maret 2019
2. Money : Dana Program Usaha Kesehatan Masyarakat Puskesmas
Karanganyar, Purbalingga
3. Material
 Surat tugas Kepala Puskesmas Karanganyar untuk mengadakan kegiatan
penyuluhan mengenai ODF kepada remaja dan orang tua di Desa
Lumpang, Kecamatan Karanganyar, Purbalingga
 Pengisian kuisioner ODF untuk masing-masing kepala keluarga
 Materi Penyuluhan tentang Open Defecation Free (ODF)
4. Method

5. Machine : Alat tulis (pulpen, kertas)


Lembar kuisioner
Alat presentasi (laptop, LCD)
Alat dokumentasi (kamera digital / kamera handphone)
Alat tranportasi
Alat peraga simulasi air terkontaminasi
PROSES
1. P1 (Perencanaan)
1) Membuat rencana pelaksanaan kegiatan
2) Menemui Koordinator Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas
Karanganyar untuk mendiskusikan lokasi dan metode pelaksanaan
penyuluhan ODF
3) Mempersiapkan tempat dan sarana
4) Mencari referensi tentang materi ODF
5) Mempersiapkan materi dan peralatan untuk pelaksanaan dan penyuluhan
ODF
2. P2
Penggerakan
1) Mengajukan izin kepada Kepala Puskesmas Karanganyar, Purbalingga
sehubungan dengan kegiatan penyuluhan ODF
2) Menemui kader kesehatan di wilayah Desa Lumpang untuk menentukan
tempat dan waktu penyuluhan
3) Berkoordinasi dengan pejabat Desa Lumpang (Kepala Desa) selama
pelaksanaan penyuluhan
Pelaksanaan
1) Menyiapkan perlengkapan pelaksanaan kegiatan.
 Leaflet materi ODF
 Kuisioner ODF
 Kertas pertanyaan pre – post test
 Alat tulis (pulpen, kertas)
 Alat presentasi (laptop, LCD)
 Materi presentasi
 Alat dokumentasi (kamera digital/kamera handphone)
 Alat peraga simulasi air terkontaminasi
2) Melakukan pembagian leaflet dan kuisioner materi ODF
3) Membagikan dan pengisian pertanyaan pre test
4) Memberikan penyuluhan materi tentang ODF menggunakan media slide
presentasi
5) Memberikan penyuluhan materi ODF menggunakan alat peraga simulasi air
terkontaminasi
6) Membagikan dan pengisian pertanyaa post test
7) Diskusi tentang materi yang telah disampaikan
8) Mendokumentasikan acara pelaksanaan

3. P3
Pengawasan
Mengawasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan ODF sesuai dengan rencana yang
telah disusun, baik sasaran, waktu, maupun hasil yang dicapai
Pengendalian
Mengendalikan pelaksanaan kegiatan apabila didapatkan hal-hal yang tidak
sesuai dengan perencanaan
Penilaian
Menilai pelaksanaan dan efektivitas kegiatan penyuluhan ODF melalui alat
peraga simulasi air terkontaminasi kepada sasaran penyuluhan

OUTPUT
1. Mengetahui faktor – faktor penyebab ketidaksiapan ODF
2. Data jumlah peserta yang menghadiri kegiatan penyuluhan ODF
menggunakan presentasi dan alat peraga
3. Peningkatan pengetahuan remaja dan orang tua mengenai ODF
4. Peningkatan nilai post test dibandingkan pre test
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan & Millenium Challenge


account Indonesia. 2016. Pedoman Pelaksanaan Pemicu Desa :“Program
Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) untuk Menurunkan
Stanting.” Kemenkes RI : Jakarta.
MCA-Indonesia dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Pedoman
Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat : “Proyek Kesehatan dan Gizi
Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Stanting (PKGBM)”. Kemenkes RI :
Jakarta
Mukherjee N. Factors Associated with Achieving and Sustaining Open Defecation
Free Communities: Learning from East Java. Water and Sanitation
Program.2011:1 - 8.
Puskesmas Karanganyar. 2016. Profil Kesehatan Puskesmas Karanganyar tahun 2016.
Purbalingga
Sari, VM, (2011). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepemilikan Jamban
Keluarga Di Pemukiman Nelayan Kenagarian Air Bangis Kecamatan Sungai
Beremas Kabupataen Pasaman Barat Tahun 2011. Skripsi, Universitas Andalas.
Sijbesma C, Verhagen, J. Making Urban sanitation strategies of six Indonesia cities
more pro - poor and gender - equitable : the case of ISSDP. IRC
international Water and Sanitation Centre. 2008:4-10.
Suryaningtias. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat
Tentang Penggunaan Jamban Di Desa Madelamo Kecamatan Tilong Kabila
Kabupaten Bone Bolango. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo.
WHO/UNICEF. Progress on Sanitation and Drinking-water: 2010 Update. Geneva:
WHO 2010. p. 22 – 52
WHO/UNICEF. Progress on Sanitation and Drinking-water: 2010 Update.
Geneva: WHO 2010. p. 22 – 52
Widowati, Nilansari N. 2015. Hubungan Karakteristik Pemilik Rumah dengan Perilaku
BAB Sembarangan (BABS) di Wilayah Kerja Puskesmas Sambungan
Kabupaten Sragen. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
WSP-EAP. Economic Impacts of Sanitation in Indonesia. Research Report.
2008:21 - 30.

Anda mungkin juga menyukai