2019/2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat yang diberikan. Berkat
petunjuk-Nya makalah ini dapat diselesaikan. Salawat kepada Rasulullah Muhammad SAW
akan selalu tercurah.
Sehingga kami dapat membuat makalah Farmakologi mengenai HIV/AIDS ini, dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Terima kasih untuk anggota
kelompok yang sudah berpartisipasi dan mengerjakan tugasnya dengan baik.
Jika terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini, kami harap ada kritik dan
saran karena karena kami dalam tahap belajar.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah infeksi yang disebabkan oleh
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan suatu penyakit yang
menyerang sel-sel kekebalan tubuh. Diseluruh dunia pada tahun 2013 terdapat 35 juta
orang dengan HIV yang meliputi 16 juta perempuan dan 3.2 juta anak berusia < 15 tahun.
Jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2013 sebesar 2.1 juta yang terdiri dari 1.9 juta dewasa
dan 240.000 anak berusia < 15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1.5 juta
yang terdiri dari 1.3 juta dewasa dan 190.000 anak usia < 15 tahun (Ersha & Ahmad,
2018).
Di Indonesia HIV sudah menyebar di 386 kabupaten/kota di seluruh provinsi di
Indonesia Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen dan
sekret vagina. Human Immunodeficiency Virus tergolong retrovirus yang mempunyai
materi genetik RNA yang mampu menginfeksi limfosit CD4 (Cluster Differential Four),
dengan melakukan perubahan sesuai dengan DNA inangnya. Virus HIV cenderung
menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen CD4 terutama limfosit
T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem
kekebalan tubuh (Ersha & Ahmad, 2018). Virus tersebut ternyata juga dapat menginfeksi
makrofag. CD4 dan makrofag yang terinfeksi akan menimbulkan masalah pada sistem
imun yaitu hipersensitivitas (Sudigdoadi, 2015).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian HIV/AIDS?
2. Bagaimana penyebab dan mekanisme terjadinya reaksi hipersentivitas pada penderita
penyakit HIV/AIDS
3. Bagaimana gejala yang terjadi akibat dari HIV/AIDS.
4. Bagaimana penanganan atau cara pengobatan pada penderita penyakit HIV/AIDS.
1
5. peran seorang ahli gizi dalam menangani permasalahan yang terjadi pada penderita
penyakit tersebut.
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS tersebut
2. Mengetahui penyebab dan mekanisme terjadinya reaksi hipersentivitas pada penderita
penyakit HIV/AIDS.
3. Mengetahui gejala yang terjadi akibat dari HIV/AIDS.
4. Mengetahui penanganan atau cara pengobatan pada penderita penyakit HIV/AIDS.
5. Mengetahui peran seorang ahli gizi dalam menangani permasalahan yang terjadi pada
penderita HIV/AIDS.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi kepada para
pembaca, utamanya bagi sesama pelajar dan generasi muda tentang HIV/AIDS. Sehinga
dengan demikian kita dapat berusaha untuk menghindarkan diri dari segala sesuatu yang
bisa saja menyebabkan penyakit tersebut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian HIV/AIDS
1. HIV
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. (Murni dkk, 2016). Human
Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan AIDS. HIV termasuk
keluarga virus retro yaitu virus yang memasukan materi genetiknya ke dalam sel tuan
rumah ketika melakukan cara infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari
RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah,
membentuk pro virus dan kemudian melakukan replikasi (Widoyono, 2005).
2. AIDS
AIDS singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS muncul
setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga
sepuluh tahun atau lebih (Murni dkk, 2016). Penyakit AIDS disebabkan oleh
melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena
sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV. Ketika kita terkena
Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu
yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Saat ini
3
tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus
HIV penyebab penyakit AIDS (Widoyono, 2005)
B. Penyebab dan Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Pada HIV/AIDS
1. Penyebab HIV/AIDS
Penyebab Virus HIV/AIDS HIV tidak ditularkan atau disebarkan melalui
hubungan sosial yang biasa seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa,
berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang,
penggunaan kamar mandi atau WC/Jamban yang sama atau tinggal serumah bersama
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Melainkan dari (Murni dkk, 2016):
a. Darah
b. Air mani
c. Cairan vagina
d. Air susu ibu (ASI)
Timbulnya penyakit HIV/AIDS dapat disebabkan oleh:
a. berhubungan seks yang memungkinkan darah, air mani, atau cairan vagina dari
orang terinfeksi HIV masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi (yaitu
hubungan seks yang dilakukan tanpa kondom melalui vagina atau dubur; juga
melalui mulut, walau dengan kemungkinan lebih kecil).
b. memakai jarum suntik secara bergantian dengan orang lain yang terinfeksi HIV.
c. menerima transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV.
d. dari ibu terinfeksi HIV ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan jika
menyusui sendiri Biasakan mempunyai sikat gigi dan pisau cukur sendiri, karena
selain untuk kebersihan pribadi, jika terdapat darah akan ada risiko penularan
virus lain yang menular melalui darah (misalnya hepatitis), bukan hanya HIV
(Murni dkk, 2016)
2. Mekanisme hipersensitivitas pada HIV
Infeksi oleh HIV terjadi melalui 3 cara, yaitu infeksi langsung ke dalam
pembuluh darah, melalui permukaan mukosa yang rusak atau dari ibu kepada
anaknya secara in utero, selama pesalinan atau melalui air susu. Molekul CD4
4
diperlukan untuk perlekatan HIV dan masuk ke dalam beberapa sel. Sesaat setelah
infeksi HIV dalam bentuk partikel virus bebas atau di dalam sel-sel T CD4+ yang
terinfeksi akan mencapai limfonodus regional dan merangsang rerspons imun selular
dan humoral yang penting untuk melawan infeksi virus. Namun banyaknya sel-sel
limfosit pada limfonodus akan menyebabkan sel-sel CD4 semakin banyak terinfeksi.
Setelah beberapa hari akan terjadi limfopenia dengan menurunnya secara cepat
jumlah sel-sel T CD4+ dalam sirkulasi. Selama periode awal ini virus-virus bebas dan
protein virus p24 dapat dideteksi dalam kadar yang tinggi di dalam darah dan jumlah
sel-sel CD4 yang terinfeksi HIV meningkat. Pada fase ini virus mengadakan replikasi
secara cepat dengan sedikit kontrol dari respons imun. Kemudian setelah 2 – 4
minggu akan terjadi peningkatan yang sangat mencolok dari jumlah sel-sel limfosit
total karena peningkatan jumlah sel-sel T CD8 sebagai bagian dari respons imun
terhadap virus. CD4 kembali dalam kadar hampir sama dengan sebelum infeksi.
Antibodi akan terbentuk setelah minggu kedua atau ketiga, namun pada beberapa
kasus respons ini berlangsung lebih lambat sampai beberapa bulan.
3. Penyebab hipersensitivitas HIV
a. Defek pada fungsi sel T CD4
Banyak penelitian yang difokuskan unrtuk menentukan penyebab dan awal
terjadinya defek fungsi sel-sel CD4 pada infeksi HIV. Walaupun pada fase awal
infeksi HIV didapatkan jumlah sel CD4 masih tinggi yaitu lebih dari 500/ L,
namun telah ada penurunan di dalam kemampuan sel CD4+ mengadakan
proliferasi pada respons terhadap beberapa antigen yang berbeda dan hilangnya
kemampuan di dalam membentuk sitokin yang penting dalam fungsi penolong.
Hilangnya fungsi sel-sel CD4 dapat dilihat dari kemampuan berproliferasi dalam
respons terhadap aktivasi secara in vitro, yaitu ketidak mampuan dalam respons
terhadap antigen (bakteri, virus, dan toksin) diikuti dengan hilangnya respons
terhadap sel-sel asing (respons alogenik) dan respons terhadap mitogen
nonspesifik seperti fitohemaglutinin (Sudigdoadi, 2015)
Penurunan jumlah sel T CD4+ selama infeksi HIV secara langsung dapat
5
mempengaruhi beberapa reaksi imunologik yang diperankan oleh sel T CD4+
seperti hipersensitivitas tipe lambat, transformasi blast limfosit yang dirangsang
mitogen, dan aktivitas limfosit T sitotoksik (CTL). Defek fungsi sel CD4+ juga
menyebabkan gangguan pada ekspresi reseptor IL-2, defek pada pembentukan IL-
2 yang dirangsang oleh antigen dan mitogen, serta penekanan pada respons sel T
sitotoksik HLA-tertentu (Rosenberg & Fauci, 1992 dalam Sudigdoadi, 2015).
b. Hipersensitivitas tipe IV (reaksi hipersensitivitas lambat)
Reaksi Tipe IV (reaksi hipersensitivitas lambat) dimediasi oleh sel T. Reaksi
tipe IV yang juga disebut reaksi hipersensitivitas lambat, timbul lebih dari 24 jam
setelah tubuh terpajan dengan antigen. Dewasa ini, reaksi Tipe 4 dibagi dalarn
Delayed Type Hyper-sensitivity yang terjadi melalui sel CD4 dan T cell Mediated
Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8 (Surbakt, 2017).
11
1) Riwayat personal meliputi riwayat penyakit, riwayat keluarga, sosial ekonomi,
kebiasaan merokok
2) Pengukuran antropometri mencakup BB, TB/PB, IMT dan LiLA.
3) Pemeriksaan klinis/fisik : tanda dan gejala kurang gizi ( sesuai stadium HIV
dan AIDS ); kehilangan massa lemak, massa otot, kekurangan cairan dan zat
gizi mikro
4) Pemeriksaan laboratorium :
a) CD4+, Viral load, C-reactive Protein, Fibronectin
b) Pemeriksaan kadar Hemoglobin, hematokrit untuk mengetahui apakah
ODHA menderita anemia
c) Pemeriksaan albumin dan prealbumin dianjurkan pada ODHA dengan
penyakit ginjal dan hati, untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan atau
penurunan kadar albumin
d) Pemeriksaan laboratorium lain seperti kolesterol, trigliserida, enzim-enzim
hati, kadar besi, magnesium, dan apabila memungkinkan juga diperiksa
asam folat, vitamin B12 dan vitamin A. Tujuan pemeriksaan hal tersebut,
untuk mengetahui profil lipid, fungsi hati, kekurangan vitamin dan mineral
dalam tubuh. Kadar serum feritin akan meningkat pada fase akut infeksi
HIV
b. Penentuan Masalah Gizi
Merupakan hasil penilaian dari pengkajian gizi, misalnya :
1) Asupan makanan/minuman yang tidak adekuat
2) Kehilangan berat badan
3) Efek samping obat-obatan, misalnya ARV
4) Kurangnya pengetahuan tentang gizi Masalah gizi bisa berkembang sesuai
dengan keadaan klinis ODHA
c. Intervensi Gizi Pada
ODHA yang memperoleh obat Anti Retro Viral - Opportunistic Infection (ARV-OI)
perlu diperhatikan efek ARV-OI terhadap fungsi pencernaan seperti mual, muntah,
12
diare, karena keadaan ini dapat mempengaruhi asupan gizi dan status gizinya
(Kementerian Kesehatan RI, 2017).
1) Stadium I : kebutuhan gizi mengikuti gizi seimbang
2) Stadium II : kebutuhan energi meningkat 10% dari kebutuhan normal; Stadium
III dan IV meningkat 20 – 30 % dari kebutuhan normal
2. Konseling Gizi
Konseling gizi diberikan kepada ODHA, keluarga, pendamping ODHA dan
masyarakat lingkungannya. Konseling mencakup penyuluhan tentang HIV dan AIDS
dan pengaruh infeksi HIV terhadap status gizi. Konseling juga meliputi asuhan gizi,
terapi gizi medis serta penyusunan diet, termasuk pemilihan bahan makanan
setempat, cara memasak dan cara penyajian, keamanan makanan dan minuman, serta
aspek psikologi dan efek samping dari ARV-OI yang mempengaruhi nafsu makan
(Kementerian Kesehatan RI, 2017).
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. (Murni dkk, 2016). Human
Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan AIDS, AIDS
singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS muncul setelah virus
(HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga sepuluh tahun atau
lebih.
2. Penyebab Virus HIV/AIDS HIV disebarkan melalui, darah,mani,cairan vagina dan air
susu ibu (ASI). Infeksi oleh HIV terjadi melalui 3 cara, yaitu infeksi langsung ke
dalam pembuluh darah, melalui permukaan mukosa yang rusak atau dari ibu kepada
anaknya secara in utero, selama pesalinan atau melalui air susu serta hipersensitivitas
tipe IV pada penderita HIV/AIDS disebababkan menurunnya jumlah dan hilangnya
fungsi CD4.
3. Gejalah HIV AIDS pemeriksaan biokimia CD4 < 200 mm3, berat badan turun secara
cepat dan muncul komplikasi neurulogis infeksi oportunistik.
4. Tatalaksana medis infeksi HIV adalah pengobatan antiretroviral (ARV), yang
bertujuan mengurangi laju penularan HIV di masyarakat, menurunkan angka kesakitan
dan kematian, memperbaiki kualitas hidup ODHA, memulihkan/memelihara fungsi
kekebalan tubuh, menekan penggandaan virus secara maksimal dan terus-menerus.
5. Sarah ahli gizi menangani pasien dengan HIV/AIDS adalah pasien ODHA
mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan asuhan gizi yang tepat dan mengikuti
konseling untuk memberikan pemahaman tentang pelaksanaan diet dan efek obat
terhadap makanan.
B. Saran
1. Penulis menyarankan memperbanyak refrensi jurnal dan buku yang berkaitan dengan
masalah hipersensitivitas pada pasien HIV/AIDS.
14