Anda di halaman 1dari 4

PERANAN SOSIOLOGI POLITIK

Sosiologi politik merupakan sebuah sub-bidang yang muncul dan berkembang dalam sosiologi
kontemporer dan ilmu politik. Dari definisi yang sederhana tersebut sebenarnya dapat dianalisa
bahwa sosiologi politik merupakan penggabungan dua disiplin ilmu yaitu ilmu politik dan ilmu
sosial yang kemudian sosiologi politik ini dapat dikategorikan sebagai sub-bidang dari sosiologi
kontemporer atau dari ilmu politik, sehingga menjadi suatu kewajaran apabila sosiologi politik
menjadi bagian bidang ilmu politik maupun bidang sosiologi kontemporer. Karena pada
dasarnya materi yang terdapat di dalamnya merupakan campuran dari berbagai bahan yang
dipinjam dari ilmu politik dan sosial.

Dari segi bahasa sosiologi politik terdiri dari dua kata yaitu sosiologi dan politik. Istilah sosiologi
ditemukan oleh Auguste Comte untuk menunjukkan ilmu tentang masyarakat. Sebelum itu
Comte pernah mempergunakan istilah „fisika sosial‟ dalam arti yang sama, akan tetapi kemudian
menggantikannya dengan „sosiologi‟ karena ahli matematika asal Belgia Quetelet telah
mempergunakan istilah „fisika sosial‟ bagi studi statistika tentang gejala moral (1836), yang
dikatakan Comte sebagai sebuah percobaan pemberian istilah yang jelek. Istilah yang lain adalah
istilah politik. Istilah politik (Politics) di dunia barat banyak dipengaruhi oleh filsuf Yunani kuno
abad ke-5 S.M filsuf seperti Plato dan Aristoteles menganggap politics sebagai suatu usaha untuk
mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik. Di dalam polity semacam itu manusia akan
hidup bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengan rasa
kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi. Pandangan normatif
ini berlangsung sampai abad ke-19.

 ruang lingkup

hubungan antara sosiologi politik dan ilmu politik sangat erat kaitannya dan nyaris sama artinya
bahkan di beberapa negara tertentu pembedaan yang terjadi pada keduanya ini hanya semata-
mata bersifat administratif dan pedagogis. Di Amerika Serikat misalnya, di mana sosiologi dan
ilmu politik biasanya menjadi dua “departemen” yang berbeda namun tetap saja di kedua
departemen tersebut sosiologi politik tetap diajarkan sebagai telaah terhadap fenomena
kekuasaan. Selain itu ada pembahasan yang menarik mengenai hubungan yang terjadi dalam
sosiologi politik yaitu mengenai masalah pembedaan antara ilmu politik dalam sosiologi dengan
sosiologi politik. Ilmu politik dalam sosiologi jelas-jelas merupakan sub bidang dan sub divisi
dari bidang sosiologi. Pada ilmu politik dalam sosiologi, fenomena politik diperlakukan sebagai
variabel dependen dan fenomena sosial diterima sebagai dasar variabel penjelas. Padahal dalam
sosiologi politik, upaya untuk memahami fenomena politik selalu dihubungkan dengan faktor-
faktor sosial, seperti pengujian hubungan antara politik dan masyarakat, struktur sosial dan
struktur politik, dan perilaku sosial dan perilaku politik. Dengan demikian, sosiologi politik
merupakan titik persimpangan yang lahir ketika pendekatan sosiologi dan politik
digabungkan.2[8] Jadi dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup dari sosiologi politik lebih luas
dibandingkan dengan ilmu politik dalam sosiologi yang ruang lingkupnya lebih sempit karena
hanya melihat dan memahami satu fenomena saja.

 Tujuan

Konsep-Konsep Gagasan dalam Definisi Sosiologi Politik Banyaknya ketidaksepakatan para ahli
terhadap makna yang tepat pada sosiologi politik kemungkinan disebabkan oleh sosiologi politik
itu sendiri yang begitu kaya akan gagasan yang saling bertentangan.
• Gagasan pertama yang saling bertentangan adalah mengenai anggapan bahwa sosiologi
politik sebagai ilmu mengenai negara. Cara untuk menentukan sosiologi politik sebagai ilmu
mengenai negara adalah dengan menempatkannya dalam klasifikasi-klasifikasi ilmu sosial
berdasarkan pada sifat masyarakat yang dipelajari. Konsep politik di sini mungkin mengenai
negara bisa diinterpretasikan sebagai negara bangsa atau negara pemerintah. Sebuah negara
bangsa adalah yang merujuk kepada masyarakat nasional. Sedangkan negara pemerintah adalah
yang merujuk kepada para penguasa dan pemimpin dari masyarakat nasional. Oleh sebab itu, arti
sosiologi politik sangat sempit dan terbatas.
• Gagasan kedua dalam sosiologi politik adalah mengenai proses interaksi antara masyarakat
dan politik. Pandangan dari Bendix dan Lipset di sini lebih cocok dan tepat untuk digunakan.
Keduanya mengatakan bahwa “ilmu politik dimulai dengan negara dan meneliti bagaimana hal
itu mempengaruhi masyarakat, sementara sosiologi politik dimulai dengan masyarakat dan dan
mulai meneliti bagaimana hal itu mempengaruhi negara.”
• Gagasan ketiga adalah mengenai konsep dalam sosiologi politik yang lebih modern yang
menekankan otoritas umum terhadap seluruh masyarakat (termasuk masyarakat nasional).
Konsep ini terinspirasi dari Leon Duguit. Ia membuat perbedaan antara pemerintah dan yang
diperintah. Ia percaya bahwa dalam setiap kelompok manusia dari terkecil hingga terbesar
didapati orang-orang yang memerintah dan patuh, orang-orang yang membuat aturan dan
menyepakatinya, dan orang-orang yang membuat keputusan dan menaatinya. Beberapa sosiolog
menerima dan memodifikasi definisi ini seperti Weber, Aron, Vedel, Bourdeu, dan Duverger.
• Gagasan ke empat adalah mengenai sosiologi politik sebagai integrasi antara sosiologi dan
ilmu politik yang kemudian diduga menjurus pada spesialisasi. Dengan demikian sosiologi
politik dapat disetting sebagai keturunan dari orangtua yang lebih mapan yaitu sosiologi dan
ilmu politik yang kemudian mengkhususkan diri pada hubungan interaksi yang dihasilkan dari
kedua disiplin ilmu tersebut. Gagasan ini bermanfaaat karena menghancurkan hambatan antara
sosiologi dan ilmu politik tanpa menghapuskan batasan-batasan identitas dan ciri khas keduanya.
Hal ini secara sistematis lebih dimaksudkan untuk membangun jembatan penghubung yang
melintasi berbagai batas. Meskipun „sosiologi politik‟ masih belum menghasilkan makna yang
jelas. Jadi secara garis besar, keempat pengertian di atas menunjukkan bahwa sosiologi politik
memiliki arti yang luas.
 PERANAN SOSIOLOGI POLITIK

Sebagai ilmu (meskipun bukan disiplin ilmu) seperti juga ilmu-ilmu lain, sosiologi politik
mempunyai peranan atau manfaat. Peranan atau manfaat itu bukan hanya bagi perkembangan
ilmu itu sendiri, melainkan juga bagi kehidupan manusia atau masyarakat pada umumnya.
Apalagi bagi masyarakat yang sedang melaksanakan pembangunan, seperti bangsa Indonesia,
sosiologi politik mempunyai peranan yang cukup penting, khususnya dalam melaksanakan
pembangunan politik. Dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah atau badan atau
organisasi tertentu biasanya pada tahap awal melakukan perencanaan yang matang agar dapat
memperoleh hasil yang baik. Untuk itu diperlukan datadata pendukung yang lengkap, khususnya
mengenai masyarakat yang akan dikenai pembangunan. Dalam pembangunan politik masyarakat
atau bangsa, paling tidak diperlukan data-data mengenai hal-hal, sebagai berikut :

1. Pola interaksi sosial dan pola interaksi politik. Dengan mengetahui pola interaksi sosial dan
politik yang ada dalam masyarakat maka dapat digariskan kebijakan-kebijakan tertentu untuk
memperkuat pola interaksi yang mendukung pembangunan atau menetralisir pola interaksi yang
menghalangi pembangunan. Pola interaksi yang didasarkan efisiensi, misalnya perlu terus
diperkuat dan dikembangkan secara meluas untuk lebih memberhasilkan pembangunan.
Sebaliknya, pola interaksi yang didasarkan persaingan tidak sehat harus dinetralisir dan
mengubahnya menjadi pola interaksi yang didasarkan persaingan sehat.

2. Kelompok-kelompok sosial dan politik yang menjadi bagian masyarakat. Ada kelompok-
kelompok sosial dan politik yang mendukung pembangunan dan mungkin juga ada yang kurang
mendukung. Hal ini perlu diketahui untuk pengambilan garis kebijakan pembinaan.

3. Kebudayaan yang berintikan nilai-nilai. Di dalam masyarakat ada nilainilai yang mendukung
pembangunan, ada yang tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap pembangunan dan ada pula
yang menghalangi pembangunan. Terhadap nilai-nilai kebudayaan yang menghalangi
pembangunan perlu proses transformasi dan ini diperlukan kebijakan pendidikan politik yang
relevan.

4. Lembaga-lembaga atau pranata-pranata sosial dan politik yang merupakan kesatuan kaidah-
kaidah yang berkisar pada kebutuhan dasar manusia dan kelompok sosial atau politik.

5. Stratifikasi sosial yang merupakan pembedaan penduduk dalam kelaskelas atau strata sosial
tertentu secara vertikal. Hal ini penting untuk melihat dan menentukan pihak mana yang dapat
dijadikan pelopor pembangunan atau agen pembangunan. Pada tahap pelaksanaan, perlu
diadakan identifikasi terhadap kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengadakan penelitian tentang pola-pola kekuasaan dan wewenang di
dalam masyarakat baik yang resmi maupun yang tidak. Dengan mengetahui kekuatan sosial
tersebut dapat diketahui unsur-unsur mana yang dapat melancarkan pembangunan atau
sebaliknya unsur-unsur mana pula yang menghambat. Dalam tahap pelaksanaan, penelitian
terhadap perubahan sosial juga sangat penting. Dengan penelitian ini maka akan dapat diketahui
kadar keberhasilan pembangunan apakah berimplikasi positif atau negatif. Perubahan yang
akibatnya positif perlu dilembagakan sehingga kemudian menjadi membudaya. Sedangkan
perubahan yang negatif perlu segera dinetralisir, agar tidak menjadi kebudayaan tandingan
(counter culture) dalam masyarakat yang bersifat destruktif (merusak). Hasil studi yang telah
dilakukan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan ini dapat digunakan sebagai bahan yang akan
dinilai pada tahap evaluasi. Pada tahap evaluasi ini penilaian dapat menggunakan berbagai ilmu
pengetahuan, bukan hanya sosiologi politik, sosiologi ataupun ilmu politik.

Sumber :

Rush, Michael dan Philip Althoff. 1990. “Pengantar Sosiologi Politik”. Jakarta : Rajawali

Sahid, Komarudin.(2011). Memahami Sosiologi Politik. Bogor: Ghalia Indonesia

Suharno. (2007). Diktat Kuliah Sosiologi Politik. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai