Anda di halaman 1dari 16

Pemicu IV

“IDENTIFIKASI POLUTAN DENGAN METODE GCMS YANG DISEBABKAN OLEH


KEBAKARAN HUTAN”

Oleh:
Kelompok 6
- Andiko Belia (1806199474)
- Cindy Anggraeni (18061996530)
- Farhan Muzanni (1806182435)
- Muhammad Rasyid Setyawan (1806199410)
- Naufal Agung Wicaksono (1906435624)
- Nisrina Dwi Putrianti Kawigraha (1806182366)

Program Studi Teknik Kimia


Departemen Teknik Kimia FTUI
Depok 2019
DAFTAR ISI

Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
BAB 2 Pembahasan
BAB 3 Penutup
Daftar Pustaka
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus air


Gambar 2. Grafik polutan di Riau
Gambar 3. Prinsip kerja alat impinger
Gambar 4. Kurva kalibrasi larutan standar
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sifat dan karakteristik macam-macam kolom GC


Tabel 2. Jenis-jenis fase diam pada GC
Tabel 3. Perbandingan sifat fisika anthracene, pyrene, dan retene
Tabel 4. Data larutan standar hasil analisis GC
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asasasasasasasasa

1.2 Tujuan Pembahasan


asasasasasasasas
BAB II
PEMBAHASAN

1. Bagaimana polutan senyawa kimia bisa terdapat di udara?


Jawab:

Sumber : https://prodiipa.files.wordpress.com
Gambar 1. Siklus air

Pada Gambar 1 terdapat siklus perputaran air yang mengandung polutan akibat
pencemaran udara. Zat kimia yang terdapat pada udara berupa NO2 dan SO2. Kedua zat
tersebut berasal dari pembuangan sisa pabrik yang tidak terpakai oleh pabrik. Zat tersebut
merupakan senyawa kimia yang dapat bereaksi dengan air membentuk senyawa kimia lain.
Senyawa kimia yang terbentuk akan turun ke bumi sebagai hujan sehingga mengakibatkan
kerusakan. Selain dari gas pembuangan pabrik, terdapat sumber polutan udara lain. Penyebab
pencemaran udara dibagi menjadi 3, yaitu :
- Gesekan permukaan, seperti menggergaji, menggali, gesekan (gosokan) dari beberapa
bahan (aspal, tanah, besi, dan kayu) yang membuang partikel padat ke udara dengan
berbagai ukuran.
- Penguapan yang berasal dari cairan yang mudah menguap, seperti bensin, minyak cat,
dan uap yang dihasilkan oleh industri logam, kimia dan lainnya.
- Pembakaran, seperti pembakaran bahan bakar fosil (minyak, solar, bensin, batubara,
pembakaran hutan, dsb.). Pembakaran tsb. merupakan proses oksidasi sehingga
menghasilkan gas-gas CO2, CO, SOx, NOx, atau senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar
dengan sempurna. (Tarumingkeng dkk. 2004)

2. Untuk daerah seperti Riau, polutan apa saja yang mendominasi udaranya?
Jawab:
Sumber :iku.menlhk.go.id
Gambar 2. Grafik polutan di Riau

Dari data yang didapat dari Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan, polutan yang
paling mendomisasi udara pada kota Pekan Baru yang merupakan ibukota Provinsi Riau
adalah Gas O3 yang dapat dilihat pada Gambar 2. Polutan yang mencemari udara Riau selain
O3 adalah CO, SO2, dan PM 10. PM 10 merupakan partikel halus yang tersebar ke udara.

3. Apa yang anda ketahui polutan udara dari pembakaran hutan dan pertanian?
Jawab:
Polutan yang berasal dari pembakaran hutan dominan mengandung zat SOx, NOx, dan
CO. Hutan yang mengandung banyak zat organik yang bereaksi dengan oksigen sehingga
tercipta kebakaran hutan. Oksigen tidak bereaksi secara sempurna dengan senyawa organic
yang terdapat pada hutan sehingga oksigen akan bereaksi dengan senyawa atau unsur lain
membentuk polutan-polutan yang berbahaya.
Menurut Tarumingkeng dkk. (2004), sumber pencemar campuran antara keduanya adalah
pemakaian pupuk di bidang pertanian yang melalui proses biologis akan melepaskan SOx dan
NOx ke udara. Petani yang memakai pupuk akan banyak mengandung nitrogen dan sulfur.
Sulfur dan nitrogen yang berada di dalam pupuk akan bereaksi atau teroksidasi membentuk
SOx dan NOx yang merupakan polutan udara.

4. Parameter apa saja yang harus anda ketahui dalam metode GC?
Jawab:
Menurut Skoog et al. (2004), beberapa bagian dalam instrumen GC memiliki parameter
tersendiri yang dapat dijelaskan di bawah ini.
a. Sampel:
- Dalam fase gas
- Bersifat volatil
- Massa molekul relatif kecil
- Tidak mudah rusak karena panas
b. Gas Pembawa:
- Gas bersifat inert
- Gas yang umum dipakai yaitu nitrogen, helium, atau hidrogen
- Pemilihan gas tergantung jenis detektor
- Kecepatan gas selama operasi harus tetap dan tergantung jenis kolom
c. Tempat Injeksi:
- Suhu tempat injeksi minimal 50oC di atas titik didih sampel
- Banyaknya sampel tergantung jenis kolom dan fase sampel pada suhu kamar. 10-50
μL untuk sampel cair dan 5-10 mL untuk sampel gas pada kolom packing, sedangkan
1-5 μL untuk sampel cair dan 0,5-1 mL untuk sampel gas pada kolom kapiler
d. Kolom:
Pemilihan jenis kolom kapiler dan packing bergantung pada jenis sampel.
Perbedaan karakteristik jenis kolom GC dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat dan karakteristik macam-macam kolom GC


Jenis Kolom
Parameter
FSOT WCOT SCOT Packing
Panjang, m 10-100 10-100 10-100 1-6
Diameter dalam, mm 0,1-0,3 0,25-0,75 0,5 2-4
Efisiensi, pelat/m 2000-4000 1000-4000 600-1200 500-1000
Ukuran sampel, ng 10-75 10-1000 10-1000 10-106
Tekanan relatif Rendah Rendah Rendah Tinggi
Kecepatan relatif Cepat Cepat Cepat Lambat
Fleksibel? Ya Tidak Tidak Tidak
Sifat inert Terbaik Normal Normal Terburuk
Sumber: Skoog et al., 2004

e. Fase Diam Cair:


- Volatilitas rendah (titik didih cairan 100oC lebih tinggi dari suhu operasi maksimum
kolom)
- Stabil terhadap pemanasan
- Tergantung polaritas sampel
- Inert
- Bergantung aplikasinya yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis-jenis fase diam pada GC


Nama Suhu Maksimum,
Fase Diam o Aplikasi
Dagang C
Polydimethyl siloxane OV-1, SE-30 Fase nonpolar,
hidrokarbon,
350
aromatik polinuklir,
steroid, PCB
5% Phenil-polydimethyl OV-3, SE-52 FAME, alkaloid,
350
siloxane obat-obatan
50% Phenyl-polydimethyl OV-17 Obat-obatan,
250
siloxane steroid, pestisida
50% Trifluoropropyl- OV-210 Aromatik klorin,
200
polydimethyl siloxane nitroaromatik
Polyethylene glycol Carbowax Asam bebas,
250
20M alkohol, ester, glikol
50% Cyanopropyl- OV-275 Asam rosin, asam
240
polydimethyl siloxane bebas, alkohol
Sumber: Skoog et al., 2004

f.Detektor:
- Sensitivitas antara 10-8 sampai 10-15 g solut/s
- Stabil dan dapat diproduksi ulang
- Berada pada suhu ruang sampai sekecilnya 400oC
- Mempunyai waktu respon yang cepat dan tidak tergantung kecepatan alir
- Mempunyai respon yang sama untuk semua analit. Paling tidak mempunyai respon
yang sama untuk analit pada golongan yang sama
- Tidak merusak sampel

5. Mengapa metode GC dapat digunakan untuk menganalisis polutan udara?


Jawab:
Metode analisis kromatografi gas (GC) secara luas sudah banyak digunakan untuk
analisis kualitatif dan kuantitatif. GC merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk
memisahkan dan mengukur senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan stabil pada
temperatur pengujian, yaitu antara 50 C-300 C. Metode GC dapat digunakan untuk
o o

menganalisis sampel multikomponen seperti udara, dimana pada udara terdapat berbagai
macam senyawa yang memiliki gugus fungsi dan karakteristik yang berbeda. Selain itu GC
memiliki daya sensitivitas yang cukup baik atau tinggi sehingga cocok digunakan untuk
menganalisa partikel yang ukurannya sangat kecil.
Polutan udara di Riau bersumber dari asap kebakaran hutan yang terjadi di sekitar Riau.
Senyawa polutan yang mendominasi udara Riau adalah Polisiklik Aromatik Hidrokarbon
(PAH). PAH adalah senyawa organik yang tersebar luas di alam, bentuknya terdiri dari
beberapa rantai siklik aromatik dan bersifat hidrofobik. Senyawa PAH mengandung dua atau
lebih cincin benzene, berasal dari pirolisis, pembakaran yang tidak sempurna (pembakaran
hutan, buangan motor, gunung api), proses pembakaran yang menggunakan suhu tinggi pada
pengolahan minyak bumi, proses industri dan aktivitas manusia lainnya (Anonim, 2009,
2010).
Untuk dapat menganalisis kandungan senyawa PAH dalam udara Riau, perlu dilakukan
sampling dengan menggunakan alat impinger. Teknik pengambilan sampel udara
menggunakan impinger adalah dengan menarik udara yang terkontaminasi ke dalam larutan
penangkap di dalam tabung-tabung impinger. Prinsip kerja alat dapat dilihat pada Gambar 3
di mana gas kontaminan dalam gelembung-gelembung udara akan bereaksi dengan reagen
dalam larutan penangkap. Larutan hasil reaksi udara dengan larutan penangkap kemudian
diukur di laboratorium menggunakan metode instrumental seperti kromatografi gas (GC).

Sumber: oonggaboong.wordpress.com
Gambar 3. Prinsip kerja alat impinger

Namun sebelum dimasukkan ke dalam instrumen GC perlu dilakukan preparasi sampel.


Seperti yang kita ketahui terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh sampel GC.
Yang pertama adalah sampel yang dimasukkan ke dalam alat GC harus mudah menguap atau
volatile dan stabil pada temperatur pengujian. Senyawa yang sukar menguap atau tidak stabil
juga dapat diukur tetapi harus melalui proses derivatisasi terlebih dahulu. Senyawa-senyawa
yang memiliki gugus fungsi atom hidrogen aktif, seperti –COOH, -OH, -NH, dan –SH dapat
mengalami ikatan hidrogen sehingga senyawanya sukar menguap. Derivatisasi dapat
dilakukan melalui reaksi sililasi, alkilasi atau asilasi. Senyawa hasil derivatisasi akan lebih
volatil dibandingkan senyawa sebelumnya sehingga dapat dipisahkan menggunakan teknik
kromatografi gas. Selain itu syarat suatu sampel GC adalah sampel analit harus berada pada
konsentrasi yang tepat untuk dapat dideteksi oleh instrumen GC. Sehingga dapat diperoleh
hasil analisis yang tepat dan akurat.

6. Bagaimana cara menganalisis adanya retena dalam sampel udara menggunakan GC dan MS?
Informasi apa saja yang anda peroleh dari kedua teknik ini yang digabung dalam instrumen
GC/MS?
Jawab:
Sampel udara diinjeksi ke dalam GC untuk dianalisis. Kromatografi gas akan
memisahkan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen penyusunnya.
Setelah itu, spektrometri massa (MS) berperan sebagai detektor kualitatif. Lebih dari 275.000
spektra massa dari senyawa yang tidak diketahui dapat teridentifikasi dengan referensi
komputerisasi.
Spektroskopi massa mampu mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang
muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit yang melingkarinya dalam medan
magnetik seragam

7. Apakah penjelasan anda mengapa retention time retene lebih besar dibandingkan pyrene dan
anthracene?
Jawab:
Waktu retensi adalah waktu yang digunakan oleh senyawa tertentu untuk bergerak
melalui kolom menuju ke detektor. Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat sampel
diinjeksikan pada titik dimana tampilan menunjukkan tinggi puncak maksimum untuk
senyawa itu.
Faktor dari sampel meliputi:
- Titik didih dan kepolaran sampel
Semakin polar suatu sampel, semakin tinggi titik didihnya. Senyawa yang
mendidih pada temperatur yang lebih tinggi daripada temperatur kolom, akan
menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berkondensasi sebagai cairan pada
awal kolom. Dengan demikian, titik didih yang tinggi akan memiliki waktu retensi
yang lama
- Kelarutan sampel dalam fase cair
Semakin banyak senyawa yang larut fase cair, semakin sedikit waktu yang
dihabiskan untuk dibawa oleh gas. Kelarutan tinggi dalam fase cair berarti waktu
retensi yang tinggi.
- Perbedaan massa molekul relatif dan perbedaan ukuran komponen
Semakin kecil ukuran sebuah komponen dan semakin kecil nilai massa molekul
relatifnya (Mr) maka sebuah komponen akan lebih dapat bergerak bebas/lebih cepat
keluar dari kolom. Jadi semakin kecil ukuran komponen dan semakin kecil Mr
komponen maka waktu retensinya akan semakin kecil pula.
Faktor dari kolom meliputi:

- Temperatur kolom
Temperatur kolom yang sangat tinggi menghasilkan waktu retensi yang sangat
pendek dan pemisahan yang buruk karena fakta bahwa semua komponen terutama
tetap dalam fase gas dan sedikit berinteraksi dengan fase diam agar pemisahan yang
baik dapat terjadi, komponen harus dapat berinteraksi dengan fase diam. Jika
senyawa tidak berinteraksi dengan fase diam, waktu retensi mereka akan berkurang
dan berfluktuasi di sekitar nilai yang sama.
- Laju reaksi gas carrier
Laju aliran tinggi mengurangi waktu retensi, serta menyebabkan pemisahan
yang buruk. Sekali lagi, ini karena molekul komponen memiliki sedikit waktu untuk
berinteraksi dengan fase diam karena mereka dengan cepat didorong melalui kolom.
- Panjang kolom
Kolom yang lebih panjang umumnya meningkatkan waktu retensi tetapi
meningkatkan pemisahan.
- Polaritas senyawa komponen relative terhadap polaritas fase diam di kolom
Ketika polaritas fase diam dan senyawa hampir sama, waktu retensi meningkat.
Ini terjadi karena senyawa memiliki ketertarikan besar dengan fase diam. Pemilihan
fase diam akan mempengaruhi waktu retensi senyawa komponen. Senyawa polar
memiliki waktu retensi lebih lama pada fase stasioner polar daripada molekul yang
lebih sedikit polar dan waktu retensi lebih pendek pada kolom non-polar pada suhu
yang sama.

Tabel 3. Perbandingan sifat fisika anthracene, pyrene, dan retene


Parameter Anthracene Pyrene Retene

Rumus molekul C14H10 C16H10 C18H18

Berat molekul 178.234 202.256 234.33552

Titik didih 644 °F pada 760 759 °F pada 760 734-741 °F pada 760
mmHg, 439.7° F mmHg mmHg ; 406° F pada 10
pada 53 mmHg mmHg ; 316-329° F pada
0.2 mmHg

Kelarutan dalam air Kurang dari 1 Kurang dari 1 mg/mL Kurang dari 1 mg/mL
mg/mL pada 68° F pada 72° F pada 64° F

Terlihat dari tabel diatas, walaupun titik didih retene yang tidak lebih tinggi dibandingkan
pyrene, retene memiliki berat molekul paling besar diantara ketiganya, dan membutuhkan
suhu yang lebih rendah dibanding ketiganya untuk larut dalam air, sehingga bisa dikatakan
retene paling mudah larut diantara ketiganya. Oleh karena itu waktu retensi retene paling
besar.

8. Berikan contoh perhitungan dengan metode GC yang melibatkan parameter penting: Resolusi
kolom, jumlah piringan rata-rata, tinggi piringan, penentuan konsentrasi sampel, perubahan
panjang kolom dan waktu elusi pada resolusi (Rs) = 1,5
Jawab:
Senyawa X dan Y memiliki waktu retensi berturut-turut adalah 16 dan 17 menit, di dalam
kolom sepanjang 30,0 cm. Suatu spesi yang tak tertahan menelusuri kolom selama 1 menit.
Lebar peak untuk A dan B berturut-turut adalah 1,11 dan 1,21 menit. Hitunglah :
a. Resolusi kolom
b. Jumlah piringan rata-rata di dalam kolom
c. Tinggi piringan
d. Panjang kolom yang dibutuhkan untuk mencapai resolusi 1,5
e. Waktu yang dibutuhkan untuk mengelusi senyawa B dalam kolom pada 𝑅𝑆 = 1,5

Jawab:
a. Resolusi kolom diperoleh dengan Persamaan 1
2 [(tR )B −(tR )A ]
R= ................................................... 1
WB +WA
2 [17 menit−16 menit]
R= = 0,86
1,11 menit+1,21 menit
b. Jumlah piringan rata-rata di dalam kolom dapat dicari dengan Persamaan 2
t
N = 16(WR )2 .............................................................. 2
16 menit
N(X) = 16(1,11 menit)2 = 3324.40
17 menit
N(Y) = 16(1,21 menit)2 = 3158,25
3324,40+3158,25
Navg = = 3241,33
2
c. Tinggi piringan dapat dicari dengan Persamaan 3
L
H = N .................................................................... 3
L 30cm
H = N = 3241,33 = 9,25 × 10−3 cm
d. Panjang kolom yang dibutuhkan untuk mencapai resolusi 1,5 dapat dicari dengan
Persamaan 4
(RS )1 √N1
= ............................................................ 4
(RS )2 √N2
0,86 3241,33
=√
1,5 √N2
Diperoleh N2 = 9,86 × 103
L2 = N2 ∗ H = 9,86 × 103 × 9,25 × 10−3 = 91,20 cm
e. Waktu yang dibutuhkan untuk mengelusi senyawa Y dalam kolom pada R S = 1,5 dapat
dicari dengan Persamaan 5
(tR )1 (RS )1 2
= .......................................................... 5
(tR )2 (RS )2 2
17 0,86
=
(tR )2 1,5
Didapat nilai (t R )2 = 29,65 menit

Contoh Penentuan Konsentrasi Sampel Toluena


Pertama, Membuat kurva standar zat yang ingin dicari konsentrasinya
Tabel 4. Data larutan standar hasil analisis GC
Konsentrasi Waktu Retensi (menit) Luas Area Luas Rata-rata
Standar
5% Toluena 2.428 2988564.2 3026285.15
2.43 3064006.1
10% Toluena 2.435 5911722.5 7784456.7
2.452 9657190.9
20% Toluena 2.461 13187076.5 16067278.4
2.476 18947480.3
40% Toluena 2.49 34792445.8 35172202.25
2.493 35551958.7
60% Toluena 2.512 51437014.1 52206401.95
2.512 52975789.8

Kedua, didapat grafik larutan standar dengan regresi linear

60000000

50000000

40000000
Luas Rata-rata

30000000 y = 9E+07x - 1E+06


R² = 0.9995
20000000

10000000

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Konsentrasi
Gambar 4. Kurva kalibrasi larutan standar

Ketiga, menguji sampel dan memplot titik pada luas rata – rata sehingga didapat %
konsentrasi sampel.
y = 89839659,02x − 1405383,046
y = mx + b
y = Luas rata-rata
x = Konsentrasi
BAB III
PENUTUP

ASASASASASAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Daftar Pustaka

Afandi, A. 2006. Pengujian Kandungan SOx Di Udara Tempat Kerja Dengan Spektrofotometer.
Depok : Universitas Indonesia.
Ahmad, F. 2012. Kandungan Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) di Teluk Jakarta.
Semarang: UNDIP.
Harvey, D. 2019. Gas Chromatography. The LibreTexts Libraries. Available at: Diakses pada
tanggal 9 Desember 2019 pukul 23.45 WIB. www.chem.libretexts.org
Skoog D. A., West D. M., Holler F.J., & Crouch S. R. (2004). Fundamentals of Analytical
Chemistry (8th ed.). Brooks/Cole – Thomson Learning: USA

Anda mungkin juga menyukai