Dermatitis kontak adalah peradangan pada kulit, ditandai dengan ruam gatal kemerahan, yang
muncul akibat kontak dengan zat tertentu. Ruam yang muncul akibat peradangan ini tidak
menular atau berbahaya, tapi bisa menyebabkan rasa tidak nyaman bagi penderita.
Dermatitis kontak merupakan bagian dari eksim atau eksema, di mana kulit bisa menjadi
memerah, kering dan pecah-pecah. Dermatitis kontak bisa terjadi pada kulit di bagian tubuh
mana pun, tapi umumnya dermatitis kontak menyerang kulit tangan dan wajah. Agar
pengobatan bisa berjalan sukses, penderita harus mengidentifikasi dan menghindari penyebab
munculnya dermatitis kontak pada kulit mereka.
Gejala adalah sesuatu yang dirasakan dan diceritakan oleh penderita. Pada dermatitis kontak,
gejala umum pada kulit penderita adalah:
Ruam kemerahan.
Peradangan.
Gatal yang kadang-kadang terasa parah.
Kering.
Pembengkakan.
Kulit kering.
Bersisik.
Lecet melepuh.
Menebal.
Pecah-pecah.
Terasa sakit saat disentuh atau muncul rasa nyeri.
Untuk tingkat yang parah, dermatitis kontak bisa menyebabkan pecahnya luka
melepuh dan terbentuknya lapisan keras kecoklatan yang menutup lubang pecahnya
lepuhan kulit.
Tingkat keparahan ruam yang muncul bergantung pada beberapa hal, yaitu:
Gejala dermatitis kontak iritan biasanya akan muncul kurang lebih 48 jam. Sedangkan gejala
dermatitis kontak alergi biasanya butuh beberapa hari untuk berkembang.
Kadang, bagian kulit yang terkena dermatitis kontak bisa terinfeksi. Tanda-tanda kulit
menjadi terinfeksi antara lain:
Penyebab dermatitis kontak adalah sentuhan kulit dengan zat tertentu yang menyebabkan
iritasi atau memicu reaksi alergi. Ada dua jenis dermatitis kontak yang dibedakan
berdasarkan reaksi kulit terhadap zat penyebab dermatitis, yaitu:
Dermatitis kontak iritan, terjadi ketika kulit bersentuhan dengan zat tertentu yang
merusak lapisan luar kulit, sehingga menyebabkan kulit kemerahan, gatal dan muncul
sensasi nyeri atau tersengat.
Dermatitis kontak alergi, muncul saat kulit bersentuhan dengan zat yang
menyebabkan sistem kekebalan tubuh bereaksi tidak normal dan menyerang sel serta
jaringan tubuh sehat yang menyebabkan kulit meradang dan nyeri.
Risiko terkena dermatitis kontak iritan akan meningkat apabila bidang pekerjaan Anda
bersinggungan langsung dengan bahan-bahan yang disebutkan di atas. Beberapa pekerjaan
yang lebih berisiko menyebabkan kondisi ini adalah petani, juru masak, operator mesin,
pekerja di pabrik kimia, ahli kecantikan dan tata rias, petugas kebersihan, dan lain-lain.
Sedangkan beberapa zat yang umumnya bisa menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah:
Bahan kosmetik seperti pengawet, parfum, pengeras cat kuku, pewarna rambut.
Logam, seperti nikel atau kobalt pada perhiasan.
Beberapa obat-obatan oles.
Karet, termasuk lateks.
Tekstil, khususnya pewarna dan resin yang terkandung di dalamnya.
Lem kuat.
Beberapa jenis tumbuhan tertentu.
Hena hitam dan tato kulit.
Zat yang terbawa udara, seperti aromaterapi dan obat nyamuk semprot.
Produk-produk kulit yang bereaksi ketika terkena sinar matahari, misalnya beberapa
jenis tabir surya.
Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau kondisi yang
menjelaskan gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh pasien. Dokter biasanya akan mencari
sumber penyebab dermatitis kontak dengan bertanya riwayat kesehatan pribadi dan keluarga,
riwayat alergi, dan pekerjaan Anda. Selain itu, beberapa pemeriksaan yang akan dilakukan
dokter untuk mendiagnosis dermatitis kontak adalah:
Pemeriksaan fisik. Dokter akan melihat tampilan kulit yang diduga terkena
dermatitis kontak dan mempelajari gejala-gejala yang dirasakan pasien.
Uji tempel. Pada uji ini dokter akan menempelkan kertas yang mengandung beberapa
zat penyebab alergi pada kulit, untuk mengidentifikasi zat penyebab munculnya
dermatitis kontak alergi.
ROAT test. Pada pemeriksaan ini pasien akan diminta untuk menempelkan zat
tertentu beberapa kali pada bagian kulit yang sama dua kali sehari selama 5 sampai 10
hari untuk melihat bagaimana reaksi kulitnya.
Pengobatan bisa membantu penderita untuk mengatasi dermatitis kontak dan meredakan
gejala-gejalanya. Ada beberapa cara untuk menangani dermatitis kontak:
Menghindari paparan zat penyebab iritasi dan alergi di kulit. Penderita
dianjurkan untuk mencari tahu zat apa yang menyebabkan dermatitis kontak.
Menggunakan pelembap kulit. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kulit
kering dan melindungi kulit.
Mengoleskan obat krim kortikosteroid. Obat jenis ini mampu mengatasi kulit
merah, nyeri dan meradang yang diakibatkan oleh dermatitis kontak.
Mengonsumsi tablet kortikosteroid. Obat ini akan diberikan jika pasien menderita
dermatitis kontak parah, di mana area kulit yang terserang cukup luas.
Terapi imunosupresan. Pemberian obat-obatan untuk mengurangi inflamasi dengan
menekan sistem imun tubuh.
Fototerapi. Area kulit yang terpengaruh diberikan pajanan terhadap sinar UV untuk
membantu mengembalikan penampilannya. Biasanya, teknik ini disarankan oleh
dokter kulit untuk memperbaiki wujud kulit yang terpengaruh.
Pemakaian obat jenis apa pun untuk mengobati dermatitis kontak, dianjurkan mengikuti
petunjuk pada kemasan dan dari dokter mengenai dosis dan aturannya.
Agar tidak memperparah gejala dermatitis kontak yang muncul, disarankan untuk
menghindari menggaruk ruam atau inflamasi yang terjadi pada kulit Anda. Gunakan pakaian
yang longgar dan memiliki tekstur lembut untuk menghindari iritasi berlebih. Anda bisa
merendam kulit yang terpengaruh dengan air dingin yang ditaburi baking soda.
Jika tidak ditangani dengan benar, dermatitis kontak bisa menimbulkan beberapa komplikasi
sebagai berikut:
Kulit gatal-gatal dan bersisik kronis. Kondisi ini biasa dinamakan neurodermatitis.
Jika digaruk, maka kulit akan terasa semakin gatal.
Infeksi. Jika penderita kondisi ini terus-menerus menggaruk, maka ruam pada kulit
akan menjadi basah. Hal ini merupakan kondisi ideal bagi berkembangnya bakteri dan
jamur, dan bisa menyebabkan infeksi.
Cara terbaik untuk mencegah dermatitis kontak adalah dengan menghindari bersentuhan atau
kontak langsung dengan zat penyebab alergi dan iritasi. Jika tidak bisa menghindarinya, ada
beberapa cara untuk mengurangi risiko terkena dermatitis kontak, yaitu:
Quote
Halo, Dermatitis merupakan suatu peradangan pada kulit yang gejala utamanya adalah gatal-
gatal. Sedangkan dermatitis kontak adalah peradangan pada kulit yang terjadi akibat adanya
pajanan zat asing dari luar yang menyebabkan gejala seperti gatal-gatal, kemerahan, bersisik,
kulit melepuh, luka, dll. Dermatitis kontak dibagi menjadi 2, yaitu dermatitis kontak alergi
n(DKA) dan dermatitis kontak iritan (DKI). Dermatitis kontak alergi (DKA) merupakan
peradangan pada kulit yang disebabkan kulit bersinggungan dengan suatu zat yang
menimbulkan reaksi alergi. DKA biasanya muncul 1 atau 2 hari setelah paparan. Zat yang
dapat menimbulkan DKA adalah sabun cuci, shampoo, pewarna rambut, perhiasan imitasi,
dll. Sedangkan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) merupakan peradangan pada kulit yang
disebabkan terpaparnya kulit dengan zat asing yang merusak lapisan kulit. DKI muncul
segera setelah terkena paparan. DKI biasanya sering disebabkan oleh bahan-bahan kimia
seperti air accu, pemutih, alkohol, dll. Obat yang diberikan pada penderita dermatitis kontak
biasanya berupa kortikosteroid dan antihistamin untuk mengurangi gatal. Obat yang Anda
gunakan merupakan obat kortikosteroid. Obat ini memang dapat digunakan untuk
mengurangi keluhan yang Anda rasakan, hanya saja penggunaannya harus secara rutin. Bila
keluhan yang Anda rasakan tidak kunjung membaik, semakin bertambah gatal atau nyeri, ada
baiknya untuk menemui dokter. Dokter akan menanyakan riwayat paparan, lama paparan,
melakukan pemeriksaan fisik, cek darah, dan cek alergi untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabnya adalah alergi. Dokter mungkin akan mengganti obat Anda dan mengganti
dengan yang baru seperti obat minum, obat oles yang baru, mungkin juga dapat diberikan
obat secara injeksi tergantung tingkat keparahannya. Hal-hal yang dapat Anda lakukan :
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah peradangan kulit yang terjadi setelah kulit terpajan
dengan bahan alergen melalui proses hipersensitivitas tipe lambat. Terjadinya DKA sangat
tergantung dari kemampuan suatu bahan untuk mensensitisasi, tingkat paparan dan
kemampuan masuknya bahan tersebut dalam kulit, oleh karena itu seseorang dapat terkena
DKA apabila terjadi sensitisasi terlebih dahulu oleh bahan alergenik.
Dengan perkembangan industri yang sangat pesat di negara kita, maka adanya alergen kontak
dalam lingkungan sulit untuk dihindari. Bahan-bahan seperti logam, karet dan plastik hampir
selalu ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula kosmetik, obat-obatan,
terutama obat gosok yang populer di masyarakat, sehingga diduga insidensi DKA akibat
alergen-alergen tersebut cukup tinggi. Diantara dermatosis akibat kerja, dermatitis kontak
merupakan penyakit yang paling sering terjadi (sampai 90%). Sebagian besar berupa
dermatitis kontak iritan (sampai 80%) diikuti DKA yang tergantung pada derajat dan bentuk
industrialisasi suatu negara. DKA lebih kurang merupakan 20% dari seluruh dermatitis
kontak.
Prevalensi DKA di Denmark menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun dan sekitar 10-
15% individu yang sehat ternyata mempunyai hasil positif terhadap satu atau lebih bahan uji
tempel. Menemukan alergen kontak sebagai penyebab DKA merupakan hal yang perlu
dilakukan, sehingga dalam hal ini diperlukan anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis
yang teliti. Kadang-kadang dapat timbul kesulitan apabila penderita DKA sebelumnya pernah
kontak dengan bermacam-macam bahan, sehingga dalam kondisi seperti ini uji temple sangat
diperlukan.
DEFINISI
Dermatitis Kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel di
kulit.
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah dermatitis kontak yang terjadi setelah kulit terpapar
dengan bahan alergen melalui proses hipersensitivitas tipe lambat, yang terjadi melalui dua
fase yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.
ETIOLOGI
Penyebab dermatitis kontak alergik (DKA) adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
sederhana dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut hapten, bersifat
lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus stratum korneum. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit,
lama pajanan, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH.
Faktor individu juga ikut berperan, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (utuh, terluka,
kering, tebal epidermis bergantung pada lokasinya) dan status imunologik (sedang sakit, atau
terpajan matahari).
PATOGENESIS
Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologik yang dikemukakan oleh Coomb dan Gell,
antara lain :
Mekanisme ini paling banyak ditemukan. Yang berperan ialah Ig E yang mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama dari obat tidak menimbulkan
reaksi. Tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama, maka obat tersebut akan
dianggap sebagai antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam mediator
seperti histamin, serotonin, bradikinin, heparin dan SRSA. Mediator yang dilepaskan ini akan
menimbulkan bermacam-macam efek, misalnya urtikaria dan yang lebih berat ialah
angiooedema. Reaksi yang paling ditakutkan adalah timbulnya syok anafilaktik.
Adanya ikatan antara Ig G dan Ig M dengan antigen yang melekat pada sel. Aktivasi sistem
komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan sitolitik atau sitotoksik
oleh sel efektor.
Antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen antibodi.
Kompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh
mengakibatkan reaksi radang yang mengaktifkan kompelemen. Aktivasi sistem komplemen
merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Kompleks imun akan beredar dalam
sirkulasi dan dideposit pada sel sasaran, sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan.
Reaksi ini melibatkan limfosit, APC (Antigen Presenting Cell), dan sel Langerhans yang
mempresentasikan antigen kepada limfosit T. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan reaksi
dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat karena baru timbul 12-48 jam setelah
pajanan terhadap antigen yang menyebabkan pelepasan serangkaian limfokin.
Mekanisme terjadiriya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons imun yarng
diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV, suatu
hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat menderita DKA. Sentisisasi
terjadi dalam beberapa minggu setelah kontak dengan allergen (referensi lain mengatakan
terjadi dalam 5 hari atau lebih), tetapi belum terjadi perubahan pada kulit. Perubahan pada
kulit terjadi setelah adanya kontak yang berikutnya terhadap allergen, walaupun dalam
jumlah yang sangat sedikit. Sensitifitas tersebut akan bertahan selama berbulan-bulan,
bertahun-tahun, bahkan seumur hidup.
Fase Sensitisasi
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu
mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena
adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang akan terikat dengan
protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan
sel Langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke sel T. Setelah kontak dengan yang telah
diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan
berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori.
Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid,
sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat
kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase
sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Pada umumnya reaksi
sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer),
jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek,
sebaliknya sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari
pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut,
bisa bulanan atau tahunan.
Fase Elisitasi
Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa
sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi, umumnya berlangsung antara 24-48 jam.
GEJALA KLINIS
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi
dan eksudasi (basah). DKA pada daerah tertentu, seperti kelopak mata dan alat genital,
oedema dan eriteme akan lebih dominan. Pada keadaan subakut terlihat eritema yang lebih
pucat, oedema yang minimal, dengan vesikel dan krusta. Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak tegas. Kelainan
ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga
campuran.
DKA dapat meluas ke tempat lain dengan cara autosensitisasi/ lateralisasi. Skalp, telapak
tangan dan kaki relative resisten terhadap DKA.
Regional Predileksi
Pengetahuan mengenai penyebab dermatitis kontak alergi pada area tubuh yang berbeda-beda
berguna dalam penegakan diagnosis. Beberapa bagian tubuh lebih mudah tersensitisasi
daripada yang lainnya, yaitu kelopak mata, leher, dan alat genital.
Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik. spons (karet),
obat topikal, alergen di udara (aero-alergen). nikel (tangkai kaca mata), jenggot, obat cukur,
semua alergen yang kontak dengan tangan dapat mengenai muka, kelopak mata, dan leher
pada waktu menyeka keringat. Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstick
(zat pewarna), pasta gigi (chloride), permen karet, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak
mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, maskara, eye shadow, obat tetes mata. salap
mata, hair spray.
Leher. Penyebab kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di
udara. zat warna pakaian, kosmetik, syal (zat warna), obat topikal.
Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita
(resin). alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Bila mengenai daerah
anal, mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid, obat supositoria, feces.
Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna pakaian, kancing
logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian.
Tangan. Kejadian derrnatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan,
mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan untuk
melakukan pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atau lebih mengenai
tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada penderita. Pada pekerjaan yang basah
(“Wet work”), misalnya memasak makanan, mencuci pakaian, pengatur rambut di salon,
angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi.
Etiologi dermatitis tangan sangat kompleks karena banyak sekali faktor yang berperan di
samping atopi. Contoh bahan yang dapat menimbulkan dermatitis tangan. misalnya deterjen,
antiseptic, getah sayuran, semen, dan pestisida.
Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel),
sarung tangan karet, debu, semen, dan tanaman. Di ketiak dapat disebabkan oleh deodoran,
antiperspiran, formaldehid yang ada di pakaian.
Telinga. Anting atau jepit telinga dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada telinga.
Penyebab lain misalnya obat topical, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing-aids, gagang
telepon.
Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet,
kunci (nikel), kaos kaki nilon, uang logam, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada kaki
dapat disebabkan oleh deterjen. bahan pembersih lantai, alas kaki, obat topikal.
Dermatitis kontak sistemik. Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara topikal oleh
suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian timbul reaksi terbatas pada
tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat meluas bahkan sampai eritroderma.
Penyebabnya, misalnya nikel, forrnaldehid. balsam Peru (pewangi kosmetika).
DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti,
serta pembuktian dengan uji temple.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang didasarkan kelainan kulit yang ditemukan, ada kelainan
kulit berukuran numular sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul
dan erosi, maka perlu ditanya apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat
pinggang yang terbuat dari nikel. Data yang berasal dari anamnesis meliputi riwayat
pekerjaan, hobi, obat yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang
diketahui menimbulkan penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi baik dari yang
bersangkutan maupun keluarganya.
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan sering kali
dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodorant, pergelangan
tangan oleh jam tangan, di kaki oleh sepatu/sandal, Pemeriksaan hendaknya dilakukan di
tempat yang cukup terang, seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain
karena sebab-sebab endogen.
DIAGNOSIS BANDING
Kelainan kulit DKA sering tidak memberikan gambaran morfologik yang khas, menyerupai
dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau neurodermatitis
sirkumskripta. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan dermatitis kontak iritan. Dalam
keadaan ini pemeriksan uji tempel perlu timbangkan untuk menentukan apakah
dermatitis tersebut karena kontak alergi.
Dermatitis Numularis. Lesi eksematous khas berbentuk koin, berbatas tegas, ujud kelainan
kulit terdiri dari papul dan vesikel.
Dermatitis Atopik. Erupsi cenderung bilateral dan simetris. Lesi kering terdiri dari papul atau
likenifikasi, dan hiperpigmentasi. Tempat predileksi pada muka dan ekstensor untuk bayi dan
anak-anak, bagian fleksor, di lipat siku, lipat lutut, samping leher pada dewasa. Adanya
riwayat atopi pada pasien atau keluarganya.
Dermatitis Seboroik. Adanya erupsi kronik pada daerah scalp, belakang telinga, sternal,
axilla, dan lipat paha, disertai dengan skuama basah berwarna kuning hingga kering.
Neurodermatitis Sirkumskripta. Erupsi berupa likenifikasi yang merupakan akibat dari siklus
garuk-garuk. Berhubungan dengan status psikologik penderita. Tersering di daerah tengkuk,
pertengahan lengan bawah bagian ekstensor, tungkai bawah lateral, dan pergelangan kaki.
Perlahan, perpajanan
Tiba-tiba, 1-2 hari pada Tiba-tiba, beberapa jam
yang berulang selama
ONSET individu yang hingga 5 hari setalah
mingguan hingga
tersensitisasi terpajan
tahunan
Predominan tanda
Predominan tanda akut Predominan tanda akut. kronik. Awalnya
dan subakut. Berbatas Batas tegas, eritema, kering dan fisura.
TANDA
tegas, eritema, edema, edema, vesikel, bula, Kelamaan menjadi
vesikel, basah trauma kimia eritema, likenifikasi,
dan ekskoriasi.
Sabun, deterjen,
Nikel, chrom, tanaman, bahan pelarut, bahan
Asam kuat, basa kuat,
KAUSA UMUM plastic, kosmetika, karet, pembersih, air
bahan kimia lainnya
obat-obatan (pajanan yang
berlebihan)
UJI TEMPEL
Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila mungkin
setelah 3 minggu, atau sekurag-kurangnya 1 minggu bebas obat.
Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas.
Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas yang non-alergik, ditempelkan pada kulit
yang utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Pasien
dilarang mandi minimal 48 jam, dan menjaga punggung selalu kering hingga pembacaan
terakhir. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (15-30 menit setelah dibuka),
72 jam dan atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu
minggu.
Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtika sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan,
apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi (reaksi positif palsu), sehubungan
dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi, reaksi akan menurun
setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat
(reaksi tipe cresendo).
Reaksi excited skin atau ‘angry back’, merupakan reaksi positif palsu, suatu fenomena
regional disebabkan oleh beberapa reaksi positif kuat, pinggir uji tempel yang lain menjadi
reaktif. Fenomena ini pertama dikemukakan oleh Bruno Bloch pada abad ke-20, kemudian
diteliti oleh Mitchell pada tahun 1975. Biasanya terjadi pada pasien dengan kulit hipersensitif
yang sedang menderita dermatitis yang aktif atau yang memang bereaksi kuat terhadap uji
temple tersebut. Dilakukan pengujian ulang pada pasien tersebut dengan alergen yang lebih
sedikit, untuk menyingkirkan reaksi positif palsu nonspesifik.
Reaksi negatif palsu dapat terjadi apabila konsentrasi terlalu rendah, vehikulum tidak tepat,
bahan uji tempael tidak merekat dengan baik atau longgar, kurang cukup waktu penghentian
pemakaian obat kortikosteroid baik topikal maupun sistemik.
Uji temple jangan dilakukan pada pasien dengan riwayat urtikaria dadakan, karena dapat
menimbulkan urtikari generalisata bahkan reaksi anafilaksis.
PENGOBATAN
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan
terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang
timbul.
Terapi Topikal
Untuk dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau
vesikel, serta eksudatif (madidans), kelainan kulit dikompres beberapa kali sehari selama 15-
20 menit. Dapat menggunakan larutan garam faal atau larutan salisil 1:1000, larutan
potassium permanganate 1:10.000, larutan Burowi (aluminium asetat) 1:20-1:40. Kompres
dihentikan apabila edema telah hilang. Pada beberapa kasus yang lebih berat, diperlukan
kortikosteroid topical dari potensi sedang hingga potensi tinggi. Dapat juga menggunakan
formulasi triamsinolone acetonide 0,1% dalam lotio Sarna (kampor 0,5 %, mentol 0,5%,
fenol 0,5%).
Pada keadaan subakut, penggunaan krim kortikosteroid potensi sedang hingga potensi
tinggi merupakan pilihan utama. Sedang kompres terbuka tidak diindikasikan.
Sedangkan untuk lesi kronik, diberikan salap kortikosteroid potensi tinggi atau sangat
tinggi sebagai terapi initialnya. Untuk terapi rumatan dapat digunakan kortikosteroid potensi
rendah. Diberikan juga emolien, seperti gliserin, urea 10%, atau preparat ter untuk lesi yang
likenifikasi dan kering. Pada kondisi likenifikasi yang berat, pemberian kortikosteroid
intralesi dapat memberikan manfaat.
Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda (setelah
mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal atau
makrolaktam (pimecrolimus atau tacrolimus).Golongan makrolaktam yang tidak
mengakibatkan atrofi kulit sehingga aman untuk digunakan di wajah dan mata.
Terapi sistemik
Untuk mengurangi rasa gatal dan peradangan yang moderate dapat diberikan antihistamin.
Sedangkan kortikosteoroid oral diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan
pada keadaan akut yang berat, misalnya prednison 30 mg/hari (dibagi 3dosis). Umumnya
kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari.
Pada kondisi yang lebih parah, dimana pekerjaan sehari-hari pasien terganggu dan tidak bisa
tidur, dapat diberikan prednison oral 70mg sebagai dosis initial, yang diturunkan 5-10
mg/hari selama 1-2 minggu.
Apabila terdapat infeksi sekunder, terdapat fisura, erosi, dan secret purulen dapat
ditambahkan antibiotic misalnya eritromisin 4×250-500 mg selama 7-10 hari.
PROGNOSIS
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis
oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan
dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari
PENYAKIT KUSTA ATAU LEPRA
Dr. Suparyanto, M.Kes
1. Epidemiologi
Cara penularan kuman kusta sampai saat ini masih bersifat misterius, yang diketahui
hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh penderita, yakni selaput lendir hidung.
a. Usia
b. Jenis kelamin
Laki-laki lebih banyak di jangkiti oleh penyakit kusta dibanding wanita (karena kontak lebih
c. Ras
Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti oleh penyakit kusta dibanding
dengan Eropa
ekonominya rendah
e. Lingkungan
Masa tunasnya (inkubasi) penyakit kusta sangat lama. Umumnya berkisar antara 2 sampai 5
2. Etiologi
HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai bekarang belum juga dapat
dibiakkan dalam media artifisial. M. leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5
Um, tahan asam dan alkohol serta Gram positif (Djuanda A, 2007:74).
A. Menurut (Dep Kes RI. Dirjen PP& PL, 2007). Tanda-tanda utama atau Cardinal Sign
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf
ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi
3. Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (BTA positif)
Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta apabila di temukan satu atau lebih dari
tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita dapat didiagnosis
dengan pemeriksaan klinis. Namun demikian pada penderita yang meragukan dapat
dilakukan pemeriksaan kerokan kulit. Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua perlu
dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut dianggap sebagai
a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka
c. Adanya cacat (deformitas) dan luka (ulkus) yang tidak mau sembuh.
Menurut Djuanda, A, 2007 membagi cacat kusta menjadi 2 tingkat kecacatan, yaitu:
1. Tingkat 0 : tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan atau deformitas yang
terlihat.
2.  + Tingkat 1 : ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau deformitas yang
terlihat.
1. Tingkat 0 : tidak ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada gangguan
penglihatan.
2. Tingkat 1 : ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada gangguan yang berat
pada penglihatan. Visus 6/60 atau lebih baik (dapat menghitung jari pada jarak 6 meter).
3. Tingkat 2 : gangguan penglihatan berat (visus kurang dari 6/60; tidak dapat menghitung
Menurut Djuanda A, 1997, jenis dari cacat kusta dikelompokkan menjadi dua kelompok
yaitu:
a. Cacat primer
Adalah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit, terutama
b) Fungsi saraf motorik misalnya : daw hand, wist drop, fot drop, clow tes, lagoptalmus
c) Fungsi saraf otonom dapat menyebabkan kulit menjadi kering dan elastisitas kulit
lipat
3. Cacat pada jaringan lain akibat infiltrasi kuman kusta dapat terjadi pada tendon, ligamen,
b. Cacat sekunder
1. Cacat ini terjadi akibat cacat primer, terutama adanya kerusakan saraf sensorik, motorik,
dan otonom
4. Kelumpuhan saraf otonom menjadikan kulit kering dan berkurangnya elastisitas akibat kulit
1. Klasifikasi Kusta
1Tujuan klasifikasi
- Indeterminate (I)
- Tuberkuloid (T)
- Boderline-Dimorphous (B)
- Lepromatosa (L)
- Tuberkoloid (TT)
- Mid-Borderline (BB)
- Lepromatosa (LL)
C. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta: klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO
(1988):
a. Pausibasilar (PB)
Hanya kusta tipe I. TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut kriteria Ridley
b. Multibasilar (MB)
Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jnpling atau B
dan L menurut kriteria Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.
2. Reaksi kusta
Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis
penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon selular) atau reaksi antigen-
Reaksi ini dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama
pengobatan dan sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun
1. Reaksi tipe I
cepat. Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta kearah PB. Faktor pencetusnya tidak
diketahui secara pasti tapi diperkirakan ada hubungan dengan reaksi hipersensivitas tapi
lambat.
Gejala klinis tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada saraf),
2. Reaksi tipe
Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB dan merupakan reaksi humoral, dimana basil
kusta yang utuh maupun tak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk antibodi dan
komplemen sebagai respons adanya antigen. Reaksi kompleks imun terjadi antara antigen,
antibodi, dan komplemen. Kompleks imun ini dapat mengendap antara lain dikulit berbentuk
nodul yang dikenal sebagai Eritema Nodusum Leprosum (ENL), mata (iridosiklitis), sendi
(atritis), dan saraf (neurutis) dengan disertai gejala konsitusi seperti demam dan malaise,
Hal-hal yang mempermudahterjadinya reaksi kusta adalah stress fisik (kondisi lemah,
3. $3B Penatalaksanaan
a. Perawatan luka
Prinsip dari perawatan luka adalah imobilisasi dengan mengistirahatkan kaki yang
luka ( misalnya : tongkat, bidai ), merawat luka setiap hari dengan membersihkannya,
membuang jaringan mati, dan menipiskan penebalan kulit yang selanjutnya di kompres.
1. Gunakan cermin setiap hari untuk melihat apakah ada mata merah, bila ada segera laporan
ke petugas puskesmas.
2. Tariklah kulit di sudut mata ke arah luar dengan jari tangan sebanyak 10 kali setiap latihan,
1. Lindungilah tangan yang mati rasa dari panas, benda kasar dan tajam untuk mencegah
luka.
2. Rendamlah tangan setiap hari dengan air bersih dalam baskom selama 30 menit untuk
3. Setelah di rendam gosok kulit menebal dengan batu apung untuk menjadikan kulit
melembut.
1. Latih jari tangan yang bengkok 3 kali sehari, supaya jari-jari tangan tidak menjadi kaku.
2. Rendamlah tangan 3 kali sehari dengan air bersih selama 30 menit dan olesi tangan yang
3. Luruskan jari-jari tangan yang bengkok dengan tangan yang lain sebanyak 20 kali setiap
4. Taruh tangan di atas paha, dan luruskan jari-jari tangan sebanyak 20 kali setiap kali latihan,
d. Pencegah luka
5. Memeriksa keadaan kaki dan kulit, apakah ada tanda-tanda kemerahan atau melepuh.
2. Luka harus selalu bersih, bila luka panas, bau dan bengkak segera ke puskesmas.
Untuk kepentingan pengobatan pada tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang
dimaksud dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negatif pada pemeriksaan kerokan
kulit, yaitu tipe-tipe I, TT dan BT menurut klasifikais Ridely dan Jopling. Bila pada tipes-tipe
tersebut disertai BTA positif, maka akan dimasukkan ke dalam kusta MB. Sedangkan
kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB, BL, dan LL atau apapun klasifikasi
klinisnya dangan BTA positif, harus diobati dengan rejimen MDT-MB. Hal ini tercantum
5. Pengobatan
Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS (diaminodifenil
sulfon) kemudian klofazimin, dan rifampisin. DDS mulai dipakai sejak 1948 dan di
Indonesia digunakan pada tahun 1952. Klofazimin dipakai sejak 1962 oleh Brown dan
Hogerzeil, dan rifampisin sejak tahun 1970. Pada tahun 1998 WHO menambahkan 3 obat
antibiotik lain untuk pengobatan altematif, yaitu ofloksasin, minosiklin dan klaritromisin.
Sejak tahun 1951 pengobatan tuberkulosis dengan obat kombinasi ditujukan untuk
mencegah kemungkinan resistensi obat, sedangkan multi drug treatment (MDT) untuk
Pada saat ini ada berbagai macam dan cara MDT dan yang , dilaksanakan di
Indonesia sesuai rekomendasi WHO, dengan obat alternatif sejalan dengan kebutuhan
dan kemampuan. Yang paling dirisaukan ialah resistensi terhadap DDS; karena DDS
adalah obat antikusta yang paling banyak dipakai dan paling murah. Obat ini sesuai
dengan para penderita yang ada di negara berkernbang dengan sosial ekonomi rendah