Anda di halaman 1dari 11

Patogenesis, dan Patofisiologi

Hiperglikemia dalam jangka waktu lama merupakan faktor utama


terjadinya retinopati diabetika.1,2 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pasien
yang mendapat terapi insulin dengan kadar HbA1c dibawah 7% lebih jarang
terjadi retinopati yang progresif dibandingkan dengan yang tidak mendapat
terapi insulin.10 Beberapa proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia dan
menimbulkan terjadinya retinopati diabetika antara lain3, 4:
1) Aktivasi jalur poliol
Pada hiperglikemik terjadi peningkatan enzim aldose reduktase yang
meningkatan produksi sorbitol.1,2 Sorbitol adalah senyawa gula dan alkohol yang
tidak dapat melewati membran basalis sehingga tertimbun di sel dan menumpuk
di jaringan lensa, pembuluh darah dan optik.15 Penumpukan ini menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik yang menimbulkan gangguan morfologi dan
fungsional sel.2 Konsumsi NADPH selama peningkatan produksi sorbitol
menyebabkan penigkatan stress oksidatif yang akan mengubah aktivitas Na/K-
ATPase, gangguan metabolisme phopathydilinositol, peningkatan produksi
prostaglandin dan perubahan aktivitas protein kinase C isoform.1
2) Glikasi Nonenzimatik
Kadar glukosa yang berlebihan dalam darah akan berikatan dengan asam
amino bebas, serum atau protein menghasilkan Advanced gycosilation end
product (AGE). Interaksi antara AGE dan reseptornya menimbulkan inflamasi
vaskular dan reactive oxygen species (ROS) yang berhubungan dengan kejadian
retinopati diabetika proliferatif.1
3) Dialsilgliserol dan aktivasi protein C
Protein kinase C diaktifkan oleh diasilglierol dan mengaktifkan VEGF
yang berfungsi dalam proliferasi pembuluh darah baru. Pada hiperglikemik terjadi
peningkatan sintesis diasilgliserol yang merupakan regulator protein kinase C dari
glukosa.2

Kelainan dari retinopati diabetika terletak pada kapiler retina. 2 Dinding


kapiler terdiri dari 3 lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit (untuk
mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktibilitas, mempertahankan
fungsi barier, transportasi kapiler dan proliferasi sel endotel), membrana basalis
(untuk mempertahankan permeabilitas) dan sel endotel (bersama dengan matriks
ekstra sel dari membrana basalis membentuk pertahanan yang bersifat elektif
terhadap beberapa jenis protein dan molekul termasuk fluoroscein yang digunakan
untuk diagnosis kapiler retina), perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel
kapiler retina adalah 1:1.2 Perubahan histopatologi pada retinopati diabetika
dimulai dari penebalan membrana basalis, dilanjutkan dengan hilangnya sel perisit
dan meningkatnya proliferasi sel endotel, sehimgga perbandingan sel endotel dan
sel perisit menjadi 10:1,7.2
Patofisiologi retinopati diabetika melibatkan 5 proses yang terjadi di
tingkat kapiler yaitu5 :
1) Pembentukan mikroaneurisma
2) Peningkatan permeabilitas
3) Penyumbatan
4) Proliferasi pembuluh darah baru (neovaskular) dan pembentukan jaringan
fibrosis
5) Kotraksi jaringan fibrosis kapiler dan vitreus

2.1.1 Gambaran Klinis

Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa:6


 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:6


 Mikroaneurisma: merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior.
 Perdarahan: dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurisma dipolus posterior.
 Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok.
 Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus
yaitu iregular, kekuning-kuningan Pada permulaan eksudat pungtata membesar
dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
 Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Pembuluh darah baru (Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan.
Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan
ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke
daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid
(preretinal maupun perdarahan badan kaca.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.

Menurut Early Treatment Retinopati Research Study Group (ETDRS)


retinopati dibagi atas dua stadium yaitu :
1. Retinopati Diabetika Nonproliferatif (RDNP)
Retinopati diabetika adalah bentuk retinopati yang paling ringan dan
sering tidak memperlihatkan gejala. Cara pemeriksaannya dengan menggunakan
foto warna fundus atau fundal fluoroscein angiography (FFA). Mikroaneurisma
merupakan tanda awal terjadinya RDNP, yang terlihat dalam foto warna fundus
berupa bintik merah yang sering di bagian posterior. Kelainan morfologi lain
antara lain penebalan membran basalis, perdarahan ringan, hard exudate yang
tampak sebagai bercak warna kuning dan soft exudate yang tampak sebagai
bercak halus (Cotton Wool Spot). Eksudat terjadi akibat deposisi dan kebocoran
lipoprotein plasma. Edema terjadi akibat kebocoran plasma. Cotton wool spot
terjadi akibat kapiler yang mengalami sumbatan.14 RDNP selanjutnya dapat dibagi
menjadi tiga stadium
a) Retinopati nonproliferatif minimal
Terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras
b) Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang
Terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena derajat ringan, perdarahan,
eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA
c) Retinopati nonproliferatif berat
Terdapat satu atau lebih tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4
kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, IRMA ekstensif minimal pada 1
kuadran
d) Retinopati nonproliferatif sangat berat
Ditemukan dua atau lebih tanda pada retinopati nonproliferatif berat.

Gambar 2.4 Standar fotografi dari ETDRS yang digunakan sebagai standar
dalam mennetukan derajat retinopati yang menunjukan abnormalitas
mikrovaskular (dilatasi kapiler).7
Gambar 2.5 Standar fotografi ETDRS menunjukkan perdarahan retina dan
mikroaneurisma7

Gambar 2.6 Fotografi fundus berwarna dari RDNP menunjukkan perdarahan,


eksudat lemak kuning, dan cotton wool spot7

2. Retinopati Diabetika Proliferatif (RDP)


Retinopati diabetika proliferatif ditandai dengan terbentuknya pembuluh
darah baru (Neovaskularisasi).17 Dinding pembuluh darah baru tersebut hanya
terdiri dari satu lapis sel endotel tanpa sel perisit dan membrana basalis sehingga
sangat rapuh dan mudah mengalami perdarahan.14 Pembentukan pembuluh darah
baru tersebut sangat berbahaya karena dapat tumbuh menyebar keluar retina
sampai ke vitreus sehingga menyebabkan perdarahan di vitreus yang
mengakibatkan kebutaan. Apabila perdarahan terus berulang akan terbentuk
jaringan sikatrik dan fibrosis di retina yang akan menarik retina sampai lepas
sehingga terjadi ablasio retina.2 RPD dapat dibagi lagi menjadi
a) Retinopati proliferatif tanpa resiko tinggi
Bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup
lebih dari satu per empat daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau
vitreus; atau neovaskular di mana saja di retina (NVE) tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus
b) Retinopati proliferatif resiko tinggi
Apabila ditemukan 3 atau 4 faktor risiko berikut :
 Ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina
 Ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus
 Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup lebih
dari satu per empat daerah diskus
 Perdarahan vitreus

Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap
adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan dua gambaran
yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.

Gambar 2.7 Fotografi fundus berwarna RDP yang menunjukkan


neovaskularisasi, perdarahan neovaskularisasi, pelepasan retina dari makula7
Diagnosis

Pemeriksaan awal yang dilakukan pada pasien diabetes melitus


meliputi pemeriksaan mata yang komprehensif dengan perhatian
khusus terhadap aspek yang terkait dengan retinopati diabetik.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
8
pemeriksaan penunjang.
c) Anamnesis
 Riwayat pengobatan
 Riwayat penyakit sekarang dan dahulu (obesitas, penyakit
ginjal, penyakit hipertensi sistemik, kadar lipid serum, riwayat
kehamilan, neuropati)
 Riwayat penyakit mata (trauma, penyakit mata lain,
pembedahan, termasuk terapi laser retina dan pembedahan
refraksi)
d) Pemeriksaan Fisik
 Tajam penglihatan/visus
 Slit-lamp biomicroscopy
 Tekanan intraokular
 Gonioskopi
 Pemeriksaan pupil
 Funduskopi, termasuk stereoscopy fundus photography

 Pemeriksaan retina perifer dan vitreous, paling baik diperiksa


dengan indirect ophtalmoscopy atau Slit-lamp biomicroscopy
8,9
c. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara
lain:
 Fundus photography
Deteksi dini retinopati diabetik di pelayanan kesehatan
primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi direk dan
indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan
dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang
disetujui oleh American Academy of Ophtalmology (AAO)
adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut
adalah mudah dilakukan, interpretasi dapat dilakukan oleh
dokter umum terlatih sehingga mampu dilakukan di pelayanan
kesehatan primer. Selanjutnya, retinopati diabetik
dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment of
Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) seperti terlihat pada
9
tabel.
9
Tabel 2.3 Klasifikasi retinopati diabetik ETDRS

Di pelayanan kesehatan primer, pemeriksaan fundus


photography berperan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada
pemeriksaan ditemukan adanya edema makula, retinopati diabetik
nonproliferatif derajat berat dan retinopati diabetik proliferatif maka
harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter
9
spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri
dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit lamp biomicroscopy,
gonioskop, funduskopi dan stereoscopy fundus photography dengan
pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan Optical Coherence Tomography (OCT) dan ocular
9
ultrasonography bila perlu.
 Optical Coherence Tomography (OCT)
Pemeriksaan OCT memberikan gambaran penampang aksial
untuk menentukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain
dan menilai edema makula serta responnya terhadap terapi. Umumnya
8,9
pengobatan diperlukan pada penebalan retina lebih dari 300 mikron.

Gambar 2.7 Hasil OCT normal (A); edema makula pada retinopati
9
diabetik (B)
 Fluorescein angiography (FA)
Fluorescein angiography berguna untuk menentukan kelainan
mikrovaskular pada retinopati diabetik. Defek kelainan yang besar
pada jalinan kapiler-non perfusi kapiler menunjukkan luas iskemia
retina dan biasanya lebih jelas pada daerah midperifer. Kebocoran
fluoresein yang disertai dengan edema retina, mungkin membentuk
gambaran petaloid edema makula kistoid atau mungkin gambaran
difus. Hal ini dapat menentukan prognosis serta luas dan penempatan
terapi laser. Mata dengan edema makula dan iskemia retina yang
bermakna mempunyai prognosis penglihatan yang lebih buruk, dengan
atau tanpa terapi laser, dibandingkan dengan mata edema dengan
8
perfusi yang relatif baik.

8
Gambar 2.8 Neovaskularisasi retina pada tiap kuadran

 Ocular ultrasonography
Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina
apabila
visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media
8
refraksi.

Diagnosis Banding

Diagnosis retinopati diabetik biasanya dapat dengan mudah


ditegakkan. Namun kadang-kadang beberapa kondisi berikut dapat
menimbulkan masalah diagnostik, diantaranya:
a. Macular drusen, biasanya terjadi bilateral. Adanya focal
yellow spot dapat disalahartikan sebagai hard exudate. Namun,
focal yellow spot tidak tersusun dalam bentuk gumpalan atau
cincin dan tidak berhubungan dengan perubahan mikrovaskular
retina.
b. Retinopati hipertensi, ditandai dengan edema retina bilateral,
hard exudate, flame shape haemorhages dan dapat terjadi
bersamaan dengan retinopati diabetik. Namun, pada retinopati
hipertensi hard exudate memberi gambaran macular star dan
tidak tersusun dalam bentuk gumpalan atau cincin.
c. Oklusi cabang vena retina sebelumnya, ditandai dengan hard
exudate, edema retina, dan perubahan mikrovaskular. Kondisi
ini biasanya terjadi unilateral, terbatas pada satu kuadran dan
berhubungan dengan kolateral-kolateral.
d. Mikroaneurisma arteri retina, ditandai dengan edema retina,
hard exudate dan perdarahan. Kondisi ini biasanya terjadi
unilateral dan perubahan yang terjadi pada retina lebih
terlokalisir.
e. Idiopatic juxtafoveolar retinal telangiectasis group I, ditandai
dengan hard exudate dan kelainan mikrovaskular lain yang
menyerupai mikroaneurisma. Kondisi ini terjadi unilateral dan
perubahan terbatas pada fovea.
1. Riordan-Eva P, Cunningham ET. Vaughan & Asbury’s general
ophthalmology. 18th ed. New York: Mc Graw Hill; 2011.
2. Suyono S, Pandelaki K. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Setiati S, Alwi
I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setyohadi B, Syam AR, editor. Jakarta:
InternaPublishing; 2014.
3. Fong DS, Aiello L, Gardner TW. Retinopathy in diabetes. Diabetes
care. 2004; 27(1): 84-87.
4. Manaviat MR, Rashidi M, Afkhami-Ardekani M, Reza Shoja M.
Prevalence of dry eye syndrome and diabetic retinopathy in type 2
diabetic patients. BMC Opthamol. 2008; 8(10):1-4
5. Chew E. Diabetes mellitus a fundamental and clinical text.
Philadelphia: Lippincolt William and Willkins; 2000.
6. Lubis DR. Diabetikum retinopati. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Medan; USU repository. 2008
7. Fraser CE, D’Amico DJ. Diabetic retinopaty : classification and clinical
features. Netherlands: Wolters Kluwer; 2015.
8. Augsburger J, Asbury T. Retina dalam: Vaughan &Asbury Oftalmologi
Umum Ed 17. Jakarta: EGC. 2010: hal 185.
9. American Academy of Opthalmology. Retina and Vitreous. Section 12.
San Fransisco: 2016-2017,hal 29

Anda mungkin juga menyukai