Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PERKEMBANGAN ASWAJA DINUSANTARA

Tugas Mata Kuliah Aswaja


Dosen: H.M. Ja’far Shodiq, SE, SSi, MSi

Disusun oleh :
1. Rifka Sofia Devi ( 121710011)
2. Zakiatul Fikriyah S ( 121710017)

JURUSAN DIII KEBIDANAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
“Perkembangan Aswaja di Nusantara”

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Perkembangan Aswaja di
Nusantara ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

20 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah ............................................................................................................................ 3
2.2 Tokoh ............................................................................................................................ 12
2.3 Ajaran Pokok ................................................................................................................ 15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 20
3.2 Saran ............................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Islam masuk ke Indonesia sejak zaman Khulafaur Rasyidin tepatnya pada masa
Khalifah Utsman bin Affan. Penyebaran Islam di Indonesia masuk melalui dua jalur
utama yaitu Jalur Selatan yang bermadzhab Syafi’i (Arab, Yaman, India, Pakistan,
Bangladesh, Malaka, Indonesia) dan Jalur Utara (Jalur Sutara) yang bermadzhab Hanafi
(Turki, persia, Kazakhstan, Uzbekistan, Afganistan, Cina, Malaka, Indonesia).
Penyebaran Islam semakin berhasil, khususnya di Pulau Jawa sejak abad ke-13 oleh Wali
Sanga. Dari murid – murid Wali Sanga inilah kemudian secara turun – temurun
menghasilkan Ulama – ulama besar di wilayah Nusantara seperti Syaikhuna Khoil
Bangkalan (Madura), Syaikh Arsyad Al Banjari (Banjar, Kalimantan, Syaikh Yusuf
Sulawesi, dan lain – lain.
Telaah terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah ( Aswaja ) sebagai bagaian dari kajian
keislaman –merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proporsional, bukannya
semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin
secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran teologis yang
diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi oleh suatu problem teologis pada
masanya dan mempunyai sifat dan aktualisasinya tertentu.
Pemaksaan suatu aliran tertentu yang pernah berkembang di era tertentu untuk kita
yakini, sama halnya dengan aliran teologi sebagai dogma dan sekaligus mensucikan
pemikiran keagamaan tertentu. Padahal aliran teologi merupakan fenomena sejarah yang
senantiasa membutuhkan interpretasi sesuai dengan konteks zaman yang melingkupinya.
Jika hal ini mampu kita antisipasi berarti kita telah memelihara kemerdekaan (hurriyah);
yakni kebebasan berfikir (hurriyah al-ra’yi), kebebasan berusaha dan berinisiatif
(hurriyah al-irodah) serta kebebasan berkiprah dan beraktivitas (hurriyah al-harokah).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Melihat dari pemaparan yang telah dikemukakan sebelumnya, rumusan masalah yang
penulis kemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sejarah Perkembangan Aswaja di Nusantara?
2. Tokoh ?
3. Ajaran Pokok ?

1
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Aswaja di Nusantara
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan aswaja di
nusantara
3. Untuk mengetahui ajaran-ajaran pokok yang diajarkan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN ASWAJA DI NUSANTARA


1. Masa Abu Mansur Al Maturidy
Nama lengkap beliau Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al
samarqandi Al Maturidi Al Hanafi.Beliau lahir di Maturid sebuah kota kecil di
Samarkand.Nama Almaturidi nisbatkan dari dari tempat kelahirannya Maturid.
Maturid adalah sebuah kota kecil di wilayah Asia Tengah, daerah yang sekarang
disebut Usbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya
diperkirakan sekitar pertengahan abadke-3 Hijriyah. Gurunya dalam bidang Fiqih
dan teologi adalah Nasyr bin Yahya Al Balakhi. Al Maturidi hidup pada masa
khalifah Al Mutawakil yang memerintah tahun 232 – 274/847 – 861 M. Al
Maturidi Wafat tahun 333 H, 9 tahun setelah Wafatnya Imam Asy’ari.
Karir pendidikan Al Maturidi lebih dikosentrasikan untuk menekuni bidang
teologi daripada Fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pemahaman terhadap
teologi yang banyak berkembang di masyarakat pasa saat itu. Teologi-teologi
yang berkembang pada saat itu lebih banyak yang tidak sesuai dengan kaidah
yang benar sesuai dengan akal dan syara’.
Al Maturidy mendasarkan fikiran-fikirannya dalam soal-soal kepercayaan
kepada fikiran-fikiran imam abu hanifah yang tercantum dalam kitabnya “al fiqh
al akbar” dan “al fiqh al absat”. Pengikut Maturidi juga adalah orang-orang
hanafiah. Sebagai pengikut Abu hanifah yang banyak memakai rasio dalam
pandangan keagamaannya, Al Maturidi banyak pula memakai akal dalam system
teologinya.
Pemikiran-pemikiran Al Maturidi banyak dituangkan dalam bentuk tulisan,
diantaranya ialah Kitab Tauhid, Ta’wil Al Quran, Makhaz Asy-Syara’I, Al Jadl,
Al Ushul fi Ushul ad Din, Maqalat fi Al Ahkam Radd Awa’il Al Abdillah li Al
Ka’bi, Radd Al Ushul Al Khamisah li Abu Muhammad Al Bahili, Radd Al
Imamah li Al Ba’ad Ar Rawafid, dan Kitab Radd ‘ala Al qaramatah. Selain itu
ada pula karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Al Maturidi, yaituRisalah fi
Al ‘Aqaid dan Syarh Fiqh Al Akbar.

3
2. Zaman Al-Asy’ari
Nama lengkapnya ialah Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin
Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi
Musa Al-Asy’ari,seorang sahabat Rasulullah saw. Kelompok Asy’ariyah
menisbahkan pada namanya sehingga dengan demikian ia menjadi pendiri
madzhab Asy’ariyah.
Abul Hasan Al-Asya’ari dilahirkan pada tahun 260 H/874 M di Bashrah dan
meninggal dunia di Baghdad pada tahun 324 H/935 M, ketika berusia lebih dari
40 tahun. Ia berguru kepada Abu Ishaq Al-Marwazi, seorang fakih madzhab
Syafi’i di Masjid Al-Manshur, Baghdad. Ia belajar ilmu kalam dari Al-Jubba’i,
seorang ketua Muktazilah di Bashrah.
Al-Asy’ari yang semula berpaham Mu’tazilah akhirnya berpindah menjadi
Ahli Sunnah. Sebab yang ditunjukkan oleh sebagian sumber lama bahwa Abul
Hasan telah mengalami kemelut jiwa dan akal yang berakhir dengan keputusan
untuk keluar dari Muktazilah. Sumber lain menyebutkan bahwa sebabnya ialah
perdebatan antara dirinya dengan Al-Jubba’i seputar masalah ash-shalah dan
ashlah (kemaslahatan).
Sumber lain mengatakan bahwa sebabnya ialah pada bulan Ramadhan ia
bermimpi melihat Nabi dan beliau berkata kepadanya, “Wahai Ali, tolonglah
madzhab-madzhab yang mengambil riwayat dariku, karena itulah yang benar.”
Kejadian ini terjadi beberapa kali, yang pertama pada sepuluh hari pertama bulan
Ramadhan, yang kedua pada sepuluh hari yang kedua, dan yang ketika pada
sepuluh hari yang ketiga pada bulan Ramadhan. Dalam mengambil keputusan
keluar dari Muktazilah, Al-Asy’ari menyendiri selama 15 hari. Lalu, ia keluar
menemui manusia mengumumkan taubatnya. Hal itu terjadi pada tahun 300 H.
Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah hanya sampai ia berusaha 40 tahun.
Setelah itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan di hadapan jamaah masjid bashrah
bahwa dirinya telah meninggalkan faham Mu’tazilah dan menunjukkan
keburukan-keburukannya. Menurut Ibn Asakir, yang melatarbelakangi Al-
Asy’ari meninggalkan faham Mu’tazilah adalah mengakuan Al-Asy’ari telah
bermimpi bertemu Rasulullah Saw. sebanyak tiga kali, yaitu pada malam ke-10,
ke-20, dan ke-30 bulan Ramadhan. Dalam tiga mimpinya itu, Rasulullah
memperingatkannya agar meninggalkan faham Mu’tazilah dan membela faham
yang telah diriwayatkan dari beliau.
Setelah itu, Abul Hasan memposisikan dirinya sebagai pembela keyakinan-

4
keyakinan salaf dan menjelaskan sikap-sikap mereka. Pada fase ini, karya-
karyanya menunjukkan pada pendirian barunya. Dalam kitab Al-Ibanah, ia
menjelaskan bahwa ia berpegang pada madzhab Ahmad bin Hambal.
Abul Hasan menjelaskan bahwa ia menolak pemikirian Muktazilah, Qadariyah,
Jahmiyah, Hururiyah, Rafidhah, dan Murjiah. Dalam beragama ia berpegang
pada Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan apa yang diriwayatkan dari para shahabat,
tabi’in, serta imam ahli hadits.
Madzhab Asy’ari bertumpu pada al-Qur’an dan al-sunnah.Mereka mata teguh
memegangi al-ma’sur.”Ittiba”lebih baik dari pada ibtida’ (Membuat bid’ah).
Dalam mensitir ayat dan hadist yang hendak di jadikan argumentasi, kaum
Asy’ariah bertahap, yang ini merupakan pola sebelumnya sudah di terapkan oleh
Asy’ariah. Biasanya mereka mengambil makna lahir dari anas (Teks al-quran
dan al-Hadist), mereka berhati-hati tidak menolak penakwilan sebab memang ada
nas-nas tertentu yang memiliki pengertian sama yang tidak bias di ambil dari
makna lahirnya, tetapi harus di takwilkan untuk mengetahui pengertian yang di
maksud.
3. Walisongo
Dalam catatan sejarah, islam disiarkan ke Indonesia oleh dua petugas, yaitu
para pedagang dan para sufi yang datang dari Gujarat. Sebagai pedagang, tentu
bukan hanya kontak jual beli barang yang bisa dilakukan. Dalam saling
hubungan, disamping berdagang sering ada waktu sela yang bisa dimanfaatkan.
Misalnya, memanfaatkan waktu untuk menunaikan shalat atau kewajiban agama
lain termasuk menyiarkan agama yang dipeluknya kepada pihak lain.
Menurut pemberitaan di Tiongkok, pada tahun 1416 itu di tanah Jawa sudah
banyak didatangi orang islam. Para pendatang Islam itu bukan penduduk asli
tanah Jawa atau Nusantara, melainkan berasal dari luar, yaitu orang-orang
Gujarat yang berasal dari India sebelah barat.
Maulana Malik Ibrahim adalah seseorang yang diduga keras berasal dari Gambay
di Gujarat yang hidup hingga tahun 822 H atau tahun 1419. Yang berarti dia
hidup dan menyebarkan agama islam di Jawa khususnya Jawa Timur di kalangan
para sultan, menteri, rakyat yang fakir dan miskin, hingga sekitar tahun 1419 itu.
Kalau Islam dimasa sekarang sudah menjadi mayoritas penduduk di Jawa, maka
itu tidak lepas dari jasa Malik Ibrahim sebagai salah seorang dari Walisongo.
Islam masuk ke tanah Jawa melalui para wali, yang kemudian dikenal dengan
sebutan walisongo. Penyiarannya berlangsung dengan suasana yang damai.

5
Ajaran Islam tidak disebarkan dengan pertumpahan darah, melainkan
didakwahkan secara bijaksana oleh para wali.
Namun yang sangat dikenal dalam peloporan penyiaran agama islam dari sekian
banyak wali tersebut dikenal dengan sebutan Walisongo, yaitu wali yang
berjumlah sembilan. Walisongo tersebut adalah sebagai berikut :
1. Maulana Malik Ibrahim ( Sunan Gresik )
Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Maulana Maghribi atau Syekh
Maghribi. Silsilah keturunannya berasal dari Zainul Abidin bin Sayyidina
Hasan bin Sayyidina Ali bin Abu Thalib menantu dari Nabi Muhammad
SAW. Maulana Malik Ibrahim datang ke Indonesia pada tahun 750 H/1379
M, bersama rombongan untuk mengislamkan raja Majapahit dan
masyarakatnya. Raja Majapahit waktu itu adalah Hayam Wuruk, menerima
dengan baik kedatangan rombongan Maulana Malik Ibrahim. Ia diterima
sebagaimana layaknya tamu kerajaaan. Setelah berada di kerajaan Majapahit,
Maulana Malik Ibrahim mengenalkan agama Islam kepada para raja
Majapahit. Namun karena raja Majapahit sangat fanatik terhadap agama
Hindu, dan di Jawa raja dianggap keturunan dewa yang harus dijunjung tinggi
dan ditaati, maka usaha Maulana Malik Ibrahim mengislamkan raja Majapahit
tidak berhasil. Tetapi hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi Maulana
Malik Ibrahim karena ia malah dipersilahkan untuk tetap tinggal di Majapahit
dan di beri kebebasan untuk berdakwah menyebarkan agama islam.
Maulana Malik Ibrahim mengambil daerah Jawa Timur, tepatnya di gresik
untuk menetap dan sebagai tempat untuk tinggal dan mengembangkan agama
islam. Langkah pertama yang diambil adalah ikut bersama-sama masyarakat
berdagang. Melalui perdagangan inilah ia sedikit demi sedikit
memperkenalkan agama islam kepada masyarakat. Dari waktu ke waktu,
pemeluk agama islam semakin bertambah, sehingga ia menganggap perlu
untuk membangun tempat peribadahan dan lembaga pendidikan. Ia
mendirikan masjid dan pondok pesantren. Melalui masjid dan pondok
pesantren inilah ia dapat mengembangkan agama islam kepada santri-
santrinya yang berasal dari Gresik sendiri ataupun yang berasal dari daerah
lain.
2. Raden Rahmat ( Sunan Ampel )
Raden Rahmat lahir di Champa pada tahun 753 H/1401 M. Setelah berusia 20
tahun oleh ayahnya, Ibrahim Asmarakandi, ia diperintahkan pergi ke

6
Majapahit untuk mengislamkan Raja Majapahit yang masih saudara
sepupunya. Dalam perjalan, Raden Rahmat singgah di palembang yang
diperintah oleh Adipati Arya Damar. Sesampainya di Majapahit, ia mengajak
raja Majapahit untuk masuk islam. Sekalipun raja tidak mau masuk islam
Raden Rahmat diterima dengan baik dan diberi ijin untuk menyiarkan agama
islam lalu diberi tempat di Ampel Denta yang waktu itu masih merupakan
rawa-rawa.
Di Ampel inilah Raden Rahmat mendirikan pesantren untuk mendalami ilmu-
ilmu agama dan sebagai tempat berdakwah. Dan Raden Rahmat inilah yang
menjadi sesepuh Walisongo. Ia juga menjadi penasehat kerajaan islam.
Bahkan ia ikut serta membangun masjid Demak tahun 1479 dan menjadi
penganjur berdirinya kerajaaan Demak. Karena itu, Raden Rahmat mendapat
gelar “ Sunan Ampel “.
3. Raden Paku ( Sunan Giri)
Sunan Giri adalah salah seorang diantara Walisongo, yang hidup pada abad
ke-15 Masehi. Nama aslinya adalah Raden Paku. Ada juga yang menyebutnya
dengan Prabu Satmata, atau Sultan Abdul Fakih. Jadi, Sunan Giri itu memiliki
tiga buah nama.
Raden Paku ini diberi gelar dengan Sunan Giri, sebab jasa-jasanya dalam
mendirikan pesantren dan mengajar santri di daerah Giri, Gresik. Dalam
upaya memperoleh ilmu agama, ia mengusahakannya dengan tekun belajar.
Mula-mula ia memperoleh dari ayahnya sendiri, Maulana Ishak, kemudian ia
belajar dari Sunan Ampel, serta belajar dari beberapa ulama didaerah Pasai
(Aceh) dan tanah suci Makkah. Dalam penyebaran agama islam, Sunan Giri
mengirimkan beberapa muridnya untuk menyebarkan agama islam seperti ke
Sulawesi, Maluku, Madura, dan Nusa Tenggara. Sebagai penyebar agama
islam ke tengah-tengah masyarakat, Sunan Giri dikenal sangat sabar dan
telaten pada berbagai kalangan. Bahkan dalam menyampaikan tugas-tugas
sucinya, ia sering memanfaatkan kreativitasnya dalam menciptakan lagu-lagu
ke tengah-tengah masyarakat.
4. Raden Maulana Makdum Ibrahim ( Sunan Bonang )
Nama asli Sunan Bonang adalah Raden Maulana Makdum Ibrahim, dan sering
disebut Raden Makdum. Ia putra Sunan Ampel (Raden Rahmat )dari
perkawinannya dengan Dewi Candrawati. Sunan Bonang menerima
pendidikan agama islam pertama kali dari orang tuanya sendiri, yaitu Sunan

7
Ampel. Setelah menginjak dewasa da dasar-dasar ilmu agama yang diajarkan
oleh orang tuanya dianggap sudah memadai, ia dikirim oleh orang tuanya
bersama Raden Paku, putera Maulana Ishak, untuk belajar ke Pasai ( Aceh ),
dan selanjutnya ke Mekkah, disampng untuk menunaiakan ibadah haji.
Setelah beberapa tahun lamanya mendalami berbagai ilmu agama islam di
Makkah, ia kembali ke tanah air dan mengembangkan ajaran agama islam
kepada masyarakat di Jawa Timur. Ia mengambil daerah Tuban untuk tempat
tinggal dan tempat dakwahnya. Sebagaimana ayahandanya, Sunan Ampel, ia
mendirikan pondok pesantren sebagai tempat pendidikan bagi orang yang
hendak menuntut ilmu pengetahuan agama islam kepadanya dan juga ia
mendirikan masjid untuk tempat ibadah shalat santri-santrinya.
Ada salah satu kitab hasil karyanya bernama Suluk Sunan Bonang yang
berisikan pelajaran agama islam yang ditulis dengan prosa Jawa Tengahan.
Kepribadian yang luhur dan kedalaman ilmunya membuat nama Sunan
Bonang dikenal dimana-mana.
5. Syekh Ja’far Shadiq ( Sunan Kudus )
Nama Sunan Kudus adalah Syekh Ja’far Shadiq. Nama aslinya Raden Amir
Haji putera Raden Usman Haji ( Sunan Ngudung ) penghulu dan panglima
perang kerajaan Demak. Pada masa mudanya, Raden Amir Haji pernah
menjabat panglima perang kerajaan Demak, menggantikan ayahnya. Semasa
kecilnya, ia sudah terdidik di lingkungan yang patuh menjalankan agama dan
rajin mempelajari ajaran islam. Maka ketika berhenti dari jabatan panglima
perang, ia langsung bergerak dalam dunia dakwah.
Ia mengajarkan agama islam di sekitar daerah Kudus dan Jawa Tengah pesisir
utara. Sebagai guru dan Ulama Besar yang mengajarkan ilmu Tauhid, hadist,
usul, sastra, mantiq terutama ilmu hukum islam ( syariat ) dan peradilan.
Cara Sunan Kudus menyiarkan agama islam, juga seperti yang dilakukan
wali-wali lainnya. Yaitu dengan cara yang bijaksana. Ia pernah mengikat
seekor lembu yang sangata dihormati orang hindu. Lembu itu diikat disekitar
masjid. Sehingga banyak rakyat yang masih memeluk agama hindu waktu itu
berbondong-bondong. Setelah mereka hadir, lalu Sunan Kudus bertabligh.
Dengan cara ini banyak diantara mereka yang memeluk agama islam.
6. Raden Mas Syahid ( Sunan Kalijaga )
Sunan Kalijaga adalah salah seorang Walisongo yang cukup terkenal. Ia
terkenal karena lima kelebihan utama, yaitu berjiwa besar, toleran,

8
berpandangan tajam, budayawan dan seniman, serta pujangga.Atas
kemampuan yang dimiliki Sunan Bonang, ia kemudian berkeinginan kuat
untuk menjadi muridnya. Drai pernyataan keinginannya, Sunan Bonang hanya
mau menerimanya menjadi murid ika ia sanggup menjaga tongkat yang ia
tancapkan di tepi sungai. Kemudian terjalinlah hubungan Guru-Murid antara
Sunan Bonang dan Raden Mas Syahid (Sunan Kalijaga).Dengan setianya,
selaku murid, Raden Mas Syahid menaati janjinya dala menjaga tongkat ditepi
sungai itu. Dari waktu ke waktu dijagalah tongkat itu dengan setia sehingga ia
memenuhi persyaratan yang diminta sang guru. Diisnilah ada dua istilah
penting yaitu “Kali” dan “Jaga”. Kali adalah Sungai dan Jaga adalah penjaga.
Jika ditambah dengan Sunan akan menjadi sunan penjaga (tongkat dekat) kali.
Waktu itu ia termasuk salah seorang wali yang berkewajiban menyediakan
salah satu tiang dari empat tiang pokok (Sakaguru). Tiang tersebut ia buat dari
tatal yaitu serpihan dari kayu sisa. Dari situlah Sunan Kalijaga itu mempunyai
peranan yang sangat penting dalam pendirian masjid Demak itu.
Sebagai tokoh yang kuat rasa toleran dan berpandangan tajam,Dakwah Sunan
Kalijaga adalah khas.Menurut pendapatnya, menyampaikan ajaran islam perlu
disesuaikan dengan keadaan setempat, dan sedikit demi sedikit. Kepercayaan,
adat istiadat, dan kebudayaan lama tidak harus dihapuskan, tetapi diisi dengan
unsur keislaman.Dikemudian hari ada kesepakatan pendekatan dakwah,
bahwa dakwah itu perlu ada yang dari atas juga ada yang dari bawah.
Sebagian budayawan dan seniman Sunan Kalijaga banyak mencipta yang
menggambarkan pendiriannya itu. Ia menciptakan dua perangkat gamelan
yaitu Nagawilaga dan Guntur Madu. Ia juga menciptakan sebuah wayangyang
dilukiskan diatas kertas yang lebar disebut wayang beber. Selain itu ia juga
menciptakan sebuah karya desain baju yang disebut dengan baju “takwo”
(dari bahasa al-Qur’an ibasut takwa),dan baju batik yang bermotifkan
burung.Ada juga karyanya dalam bidang seni suara, ia menciptakan lagu
Dandanggula salah satu jenis lagu Macapat.
7. Fatahillah (Sunan Gunung Jati)
Sunan Gunung Jati atau Fatahillah adalah salah seorang walisanga yang
melaksanakan misinya untuk mengislamkan JawaBarat. Ia berhasil
mendirikan dua buah kerajaan islam Banten dan Cirebon, dan menguasai
Sunda Kelapa, pelabuhan terpenting bagi kerajaan Hindu, kerajaan Pakuan
(Bogor).Karena pada tahun 1521 Pasai ditaklukan oleh Portugis, maka ia

9
meninggalkan negerinya untuk melakukan ibadah haji ke Makkah. Ia tidak
mau kembali ke negerinya, melainkan ke keraton Demak di Jawa.Ia ke
Cirebon lebih dahulu,baru kebanten sekitar 1525, dan berhasil menyingkirkan
Bupati Sunda dikota itu.
Tahun 1527, kota pelabuhan yang sangta penting bagi perdagangan kerajaan
Hindu Pajjaran, yaitu Sunda Kelapa, berhasil ia rebut denga cara melalui
perjuangan yang cukup sengit mengingat letaknya yang tidak jauh dari pusat
kerajaan Pakuan (Bogor).Karena keberhasilannya Sultan Trenggana
menghadiahkan sepucuk meriam(1528) yang dibubuhi tahun tersebut. Ia tidak
berusaha untuk menaklukan Pakuan,tetapi memperluas kekuasaannya atas
kota-kota pelabuhan yang semula termasuk Pajajran. Pada saat usianya lebuh
dari 60 tahun Ftahillah pindah ke Cirebon dan mendirikan Masjid besar
dengan gaya Masjid Demak dan memperluas tempat-tempat ibadah.
Darisitulah Ftahilllah yang besar jasanya terhadap penyebaran islam di
Jawabarat itu dikenal oleh orang-orang dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
8. Syarifuddin (Sunan Drajat)
Nama asli Sunan Drajat adlah Syarifuddin, sering juga disebut dengan nama
Raden Qasim. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Condrowati. Raden
Qasim yang sudah mewariskan ilmu dari ayahnya kemudian diperintah untuk
berdakwah disebelah barat Gresik.Raden Qasim memulai perjalannya dengan
naik perahu dari Gresik sesudah singgah di tempat Sunan Giri.Dalam
perjalannya kearah bart itu, perahunya tiba-tiba dihantam ombak uyang besar
sehingga menabrak karang dan hancur. Namu pada saat kecelakaan itu, secara
kebetulan seekor ikan besar yaitu ikan talang datang untuk menolong Raden
Qasim dan ia menaiki punggung ikan tersebut dan akhirnya Radqn Qasim
dapat selamat hingga ketepi pantai. Ikan talang itu membawa Raden Qasim
hingga ketepi pantai yag termasuk wilayah desa Jela. Sekarang desa itu
termasuk wilayah Banjarwati, kecamatan Paciran. Ditempat itu Raden Qasim
disambut masyarakat setempat dengan senang.Didesa Jelag itu, Raden Qasim
mendirikan pesantren. Karena caranya menyiarkan agama islam yang unik,
maka banyaklah orang yang datng berguru kepadanya. Setelah satu tahun
menetap di desa Jelag, Raden Qasim mendapat ilham supaya menuju kearah
selatan dan disana ia mendirikan surau untuk berdakwah. Tiga tahun
kemudian secara mantap ia mendapat petunjuk agar membangun tempat
berdakwah yang strategis yaitu ditempat ketinggian yang disebut Dalem

10
Dhuwur.
Raden Qasim adalah pendukung aliran putih yang dipimpin oleh Sunan Giri.
Artinya dalam berdakwah menyebarkan agama islam ia menganut jalan lurus
dan benar sesuai ajaran Nabi yang tidak boleh dicampur baur dengan adat dan
kepercayaan lama. Meski demikian ia juga mempergunakan kesenian rakyat
sebagai alat dakwah.
Diantara ajaran Sunan Drajat yang terkenal adalah sebagi berikut:
Menehana teken marang wong wuto
Menehana mangan marang wong kang luwe
Menehana busana marang wong kang wudo
Menehana ngiup marang wong kang kudanan
Demikianlah ajaran Sunan Drajat yang sangat berguna sebagai pedoman
manusia dalam menjalani hidup.
9. Raden Umar Said (Suanan Muria)
Raden Umar Said merupakan salah seorang Dai deretan walisongo ia dikenal
dengan Sunan Muria. Sebab daerah oprasi penyiaran islamnya berada
disekitar gunung muria, yaitu sekitar 18 KM sebelah utara kota Kudus.Rden
Umar Said adalah putra Sunan Kalijga dengan Dewi Saroh. Dalam kegiatan
dakwahnya Sunan Muria termasuk kalangan wali-wali yang memutuskan
untuk memindahkan pesantren Ampel Denta sepeninggal Sunan Ampel yaitu
memindah pesantren Ampel Denta ke Demak dibawah pimpinan Rden Patah.
Sunan Muria disebut sebut sebagai wali yang rajin berdakwah. Dakwahnya
memasuki pelosok-pelosok pedesaan dan gunung-gunung. Dalam berdkwah,ia
memakai sarana yang menarik dibuat tontonan dan tuntunan, seperti melalui
gamelan,wayang, dan tembang. Dari kreasinya, Sunan Muria telah
menciptakan tembang macapat yakni “sinom” dan “kinanthi”.Ynang pertama
adalah sinom yang digunakan untuk melukiskan suasana ramah tamah dan
nasehat. Yang kedua adalah kinanthi yangbernadakan gembira atau kasih
sayang. Tetapi, ia juga dipakai untuk mengajarkan keagamaan,nasehat, dan
filsafat hidup.

11
2.2 TOKOH-TOKOH

1. K.H. Hasyim Ay’ari

KH. Hasyim Asy’ari, merupakan Rais Akbar Nahdlatul Ulama’. Beliau


memberikan tashawur (gambaran) tentang ahlussunnah waljamaah sebagaimana
ditegaskan dalam alqanun al-asasi, bahwa faham ahlussunnah waljamaah versi
Nahdlatul Ulama’ yaitu mengikuti Abu Hasan al-asy’ari dan Abu Manshur al-
Maturidi secara teologis, mengikuti salah satu empat madzhab fiqh (Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hanbali) secara fiqhiyah, dan bertashawuf sebagaimana yang
difahami oleh Imam al-Ghazali atau Imam Junaid al-Baghdadi. Penjelasan KH.
Hasyim Asy’ari tentang ahlussunnah waljamaah versi Nahdlatul Ulama‟ dapat
difahami sebagai berikut: - Penjelasan aswaja KH Hasyim Asy’ari, jangan dilihat
dari pandangan ta’rif menurut ilmu Manthiq yang harus jami’ wa mani’ ( ‫مانع‬
‫ )جامع‬tapi itu merupakan gambaran (‫ )تصــور‬yang akan lebih mudah kepada
masyarakat untuk bisa mendaptkan pembenaran dan pemahaman secara jelas ( ‫يق‬
‫ )تصــد‬.Karena secara definitif tentang ahlussunnah waljamaah para ulama
berbeda secara redaksional tapi muaranya sama yaitu maa ana alaihi wa ashabii.

Penjelasan aswaja versi KH. Hasyim Asy’ari, merupakan implimentasi dari


sejarah berdirinya kelompok ahlussunnah waljamaah sejak masa pemerintahan
Abbasiyah yang kemudian terakumulasi menjadi firqah yang berteologi
Asy’ariyah dan Maturidiyah, berfiqh madzhab yang empat dan bertashuwf al-
Ghazali dan Junai al-Baghdadi. - Merupakan “Perlawanan” terhadap gerakan
“wahabiyah‟ (islam modernis) di Indonesia waktu itu yang mengumandangkan
konsep kembali kepada al-quran dan as-sunnah, dalam arti anti madzhab, anti
taqlid, dan anti TBC. (tahayyul, bid’ah dan khurafaat). Sehingga dari penjelasan
aswaja versi NU dapat difahami bahwa untuk memahami al-qur’an dan As-
sunnah perlu penafsiran para Ulama yang memang ahlinya. Karena sedikit sekali
kaum m uslimin mampu berijtihad, bahkan kebanyakan mereka itu H. Hasyim
As’ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian muqallid atau
muttabi’ baik mengakui atau tidak.1

Oleh karena itu maka K.H. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi

1
KH. Hasyim Asy‟ari, Al-Qanun Al-Asasi; Risalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, terjemah oleh Zainul Hakim,
(Jember: Darus Sholah, 2006), hlm.16.

12
(prinsip dasar), dan juga kitab I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah. Kedua kitab
tersebut, kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan
rujukan sebagai warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial,
keagamaan dan po1itik. Khusus untuk membentengi keyakinan warga NU agar
tidak terkontaminasi oleh paham-paham sesat yang dikampanyekan oleh
kalangan modernis, KH Hasyim Asy'ari menulis kitab risalah ahlusunah
waljamaah yang secara khusus menjelaskan soal bid’ah dan sunah. Sikap lentur
NU sebagai titik pertemuan pemahaman akidah, fikih, dan tasawuf versi
ahlusunah waljamaah telah berhasil memproduksi pemikiran keagamaan yang
fleksibel, mapan, dan mudah diamalkan pengikutnya.2

Dalam perkembangannya kemudian para Ulama’ NU di Indonesia menganggap


bahwa Aswaja yang diajarkan oleh KH Hasyim Asy’ari sebagai upaya
pembakuan atau menginstitusikan prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tasamuh
(toleran) dan tawazzun (seimbang) serta ta’addul (Keadilan). Prinsip-prinsip
tersebut merupakan landasan dasar dalam mengimplimentasikan Aswaja.

2. KH Said Aqil Siroj

Seiring dengan derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai


bidang menuntut kita agar terus memacu diri mengkaji Ahlussunah Wal Jama‟ah
dari berbagai aspeknya, agar warga nahdliyin dapat memahami dan
memperdalam, menghayati dan mengejawantahkan warisan ulama al salaf al
salih yang berserakan dalam tumpukan kutub al turast. 3

Nahdlatul Ulama‟ dalam menjalankan paham ahlusunah waljamaah pada


dasarnya menganut lima prinsip. Yakni, atTawazun (keseimbangan), at-Tasamuh
(toleran), at-Tawasuth (moderat), at-Ta'adul (patuh pada hukum), dan amar
makruf nahi mungkar. Dalam masalah sikap toleran pernah dicontohkan oleh
pendiri NU KH Hasyim Asy'ari saat muncul perdebatan tentang perlunya negara
Islam atau tidak di Indonesia. Kakek mantan Presiden Abdurrahman Wahid itu
mengatakan, selama umat Islam diakui keberadaan dan peribadatannya, negara

2
11 Marwan Ja‟far, Ahlussunnah Wal Jama’ah; Telaah Historis dan Kontekstual, (Yogyakarta: LKiS, 2010),
Cet. Pertama, hlm. 81.
3
Said Aqil Siraj dalam Muhammad Idrus Ramli, Pengantar Sejarah Ahlussunah Wal Jama’ah (Jakarta: Khalista,
2011), hlm. 26.

13
Islam atau bukan, tidak menjadi soal. Sebab, negara Islam bukan persoalan final
dan masih menjadi perdebatan.4

Lain dengan kebanyakan para Ulama‟ NU di Indonesia yang menganggap


Aswaja sebagai upaya pembakuan atau menginstitusikan prinsip-prinsip
tawasuth (moderat), tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang) serta ta‟addul
(Keadilan). Maka Said Aqil Shiroj dalam mereformulasikan Aswaja adalah
sebagai metode berfikir (manhaj al-fikr) keagamaan yang mencakup semua
aspek kehidupan manusia yang berdasarkan atas dasar moderasi, menjaga
keseimbangan dan toleransi, tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka
memberikan warna baru terhadap cetak biru (blue print) yang sudah mulai tidak
menarik lagi dihadapan dunia modern. Hal yang mendasari imunitas (daya tahan)
keberadaan paham Ahlus sunnah wal jama’ah adalah sebagaimana dikutip oleh
Said Aqil Siradj, bahwa Ahlus sunnah wal jama‟ah adalah ‫اهل الـسـنة والـجـماعة اهل‬
‫مــنهج الفكر الديين املـــشــتمل علي شـــؤون الـحيـــا ة و مقتضاياهتا القا ئم علي اساس التوسط والتـوازن‬
‫“والتـعا دل والـتسا مح‬Orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang
mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi,
menjaga keseimbangan, keadilan dan toleransi”. 5

Prinsip dasar yang menjadi ciri khas paham Ahlus sunnah wal jama‟ah adalah
tawassuth, tawazzun, ta‟adul, dan tasamuh; moderat, seimbang dan netral, serta
toleran. Sikap pertengahan seperti inilah yang dinilai paling selamat, selain
bahwa Allah telah menjelaskan bahwa umat Nabi Muhammad adalah ummat
wasath, umat pertengahan yang adil (QS. Al-Baqarah : 143). Harus diakui bahwa
pandangan Said Aqil Siradj tentang Aswaja yang dijadikan sebagai manhaj al
fikr memang banyak mendapatkan tentangan dari berbagai pihak meskipun juga
tidak sedikit yg memberikan apresiasi. Apalagi sejak kyai Said mengeluarkan
karyanya yang berjudul “Ahlussunnah wal Jama’ah; Sebuah Kritik Historis”.
Meskipun banyak sekali yang menentang pemikiran Said Aqil Sirodj dalam
memahami Aswaja dalam konteks saat ini, akan tetapi harus diakui bahwa
paradigma yang digunakan Said Aqil Siradj dalam menafsiri Aswaja patut untuk
dihormati. Karena yang dilakukan merupakan wujud tafsir dalam memahami

4
Marwan Ja‟far, Ahlussunnah Wal Jama’ah; Telaah Historis dan Kontekstual, hlm. 81.

5
Said Aqil Siradj dalam Muhammad Idrus Ramli, Pengantar Sejarah Ahlussunah Wal Jamaah
(Surabaya: Khalista, 2011), hlm. 8.

14
Aswaja di era Globalisasi. Selain itu salah satu karakter Aswaja adalah selalu
bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi, oleh karena itu Aswaja tidaklah
jumud, tidak kaku, tidak eksklusif, dan juga tidak elitis, apa lagi ekstrim.
Sebaliknya Aswaja bisa berkembang dan sekaligus dimungkinkan bisa
mendobrak kemapanan yang sudah kondusif. Tentunya perubahan tersebut harus
tetap mengacu pada paradigma dan prinsip al-sholih wa al-ahslah. Karena
implementasi dari qaidah al-muhafadhoh ala qodim al-sholih wa al-akhdzu bi al
jadid alashlaha adalah menyamakan langkah sesuai dengan kondisi yang
berkembang pada masa kini dan masa yang akan datang.6 Yakni pemekaran
relevansi implementatif pemikiran dan gerakan kongkrit ke dalam semua sektor
dan bidang kehidupan baik, aqidah, syariah, akhlaq, sosial budaya, ekonomi,
politik, pendidikan dan lain sebagainya. Semua itu dilakukan sebagaim wujud
dari upaya untuk senantiasa melaksanakan ajaran Islam dengan sungguh-
sungguh.
2.3 AJARAN POKOK
Ada empat ciri atau karakter utama ajaran Ahlussunah wa al-jama’ah sebagai manhaj
al-fikr atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan
para sahabatnya7
Pertama, at-tawassut atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri
َ ‫َو َكذَلِكَ َجعَ ْلنَا ُك ْم أ ُ َّمةً َو‬
ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT: ْ‫سطا ً ِلِّت َ ُكونُوا‬
ً‫ش ِهيدا‬
َ ‫سو ُل َعلَ ْي ُك ْم‬ ِ َّ‫ش َهدَاء َعلَى الن‬
َّ َ‫اس َو َي ُكون‬
ُ ‫الر‬ ُ Artinya: ”Dan demikianlah kami jadikan kamu
sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi
(ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT
menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian”. (QS al-
Baqarah: 143).
Kedua, at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan
dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber
dari Al-Qur’an dan Hadits). Firman Allah SWT: ‫َاب‬ َ ‫ت َوأَنزَ ْلنَا َم َع ُه ُم ْال ِكت‬
ِ ‫سلَنَا ِب ْالبَ ِِّينَا‬
ُ ‫س ْلنَا ُر‬
َ ‫لَقَدْ أ َ ْر‬
ِ ‫اس ِب ْال ِقس‬
‫ْط‬ َ ُ‫و ْال ِميزَ انَ ِل َيق‬Artinya:
ُ َّ‫وم الن‬ َ “Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan
membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka alkitab
dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan”. (QS

6
Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jama’ah; Sebuah Kritik Historis,(Jakarta: Pustaka Cendikia Muda,2008),
hlm. 9.
7
KH. Muchith Muzadi, “NU dan Fiqh Kontekstual” h. 18

15
al-Hadid: 25).
Ketiga, al-i'tida atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman: َ‫يَا أ َ ُّي َها الَّذِين‬
ِّ ْ‫شنَآنُ قَ ْو ٍم َعلَى أَالَّ ت َ ْع ِدلُواْ ا ْع ِدلُواْ ه َُو أ َ ْق َربُ ِللت َّ ْق َوى َواتَّقُوا‬
ِّ ‫ّللاَ إِ َّن‬
َ‫ّللا‬ ِ ‫ش َهدَاء بِ ْال ِقس‬
َ ‫ْط َوالَ يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم‬ ُ ِ‫آ َمنُواْ ُكونُواْ قَ َّو ِامينَ ِ ِّلِل‬
َ‫ير ِب َما ت َ ْع َملُون‬
ٌ ِ‫ َخب‬. Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian
menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi
(pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum
menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih
mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS al-Maidah: 8)
Keempat, at-tasamuh (toleransi), Yakni menghargai perbedaan serta menghormati
orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui
atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang
diyakini. Firman Allah SWT: ‫وال لَهُ قَ ْوالً لَّيِِّنا ً لَّعَلَّهُ يَتَذَ َّك ُر أ َ ْو يَ ْْخشَى‬
َ ُ‫فَق‬Artinya: “Maka berbicaralah
kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata
yang lemah lembut dan mudahmudahan ia ingat dan takut”. (QS. Thaha: 44).
Prinsip-Prinsip Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) Sebagai Manhaj al-Fikr Berikut ini
adalah prinsip-prinsip Aswaja dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip tersebut
meliputi aqidah, pengambilan hukum, tasawuf/akhlak dan bidang sosial-politik.8
1. Bidang Aqidah,
pilar-pilar yang menjadi penyangga aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah
diantaranya yang pertama adalah aqidah Uluhiyyah (Ketuhanan), berkaitan
dengan ihwal eksistensi Allah SWT. Pilar yang kedua adalah Nubuwwat, yaitu
dengan menyakini bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan
Rasul sebagai utusannya. Dalam doktrin ini umat manusia harus menyakini
bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT, yang membawa risa>lah
(wahyu) untuk seluruh alam. Pilar yang ketiga adalah al-Ma’ad, sebuah
keyakinan bahwa nantinya manusia akan dibangkitkan dari kubur pada hari
kiamat dan setiap manusia akan mendapatkan imbalan sesuai amal dan
perbuatannya.
2. Bidang Sosial-Politik
a. Prinsip Syura (Musyawarah) Prinsip ini didasarkan pada firman Allah QS
ِ َّ َ‫ع ْال َحيَا ِة الدُّ ْنيَا َو َما ِعند‬
asy-Syura 42: 36-39: َ‫ّللا َخي ٌْر َوأ َ ْبقَى ِللَّذِين‬ َ ‫فَ َما أُوتِيتُم ِ ِّمن‬
ُ ‫ش ْيءٍ فَ َمت َا‬
ِ ‫ش َو ِإذَا َما غ‬
َ‫َضبُوا ُه ْم يَ ْغ ِف ُرون‬ ِ ‫اْلثْ ِم َو ْالفَ َو‬
َ ‫اح‬ ِ ْ ‫ َوالَّذِينَ يَجْ تَنِبُونَ َكبَائِ َر‬. َ‫آ َمنُوا َو َعلَى َربِِّ ِه ْم يَت ََو َّكلُون‬.

8
Tim Penyusun Materi Kongres XVI PBPMII 16-21 Maret 2008, Batam-Kepulauan Riau

16
َ‫ورى َب ْينَ ُه ْم َو ِم َّما َرزَ ْقنَا ُه ْم يُن ِفقُون‬ ُ ‫ص ََلة َ َوأ َ ْم ُر ُه ْم‬
َ ‫ش‬ َّ ‫ َوالَّذِينَ ا ْست َ َجابُوا ِل َر ِِّب ِه ْم َوأَقَا ُموا ال‬. ‫َوالَّذِينَ ِإذَا‬
َ‫َص ُرون‬ ِ ‫ي ُه ْم يَنت‬ ُ ‫صابَ ُه ُم ْالبَ ْغ‬ َ َ‫أ‬Artinya: “Maka sesuatu apapun yang diberikan
kepadamu, itu adala Ahlussunnah wal Jama’ah h kenikmatan hidup di
dunia, dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi
orangorang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka
bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa 38 besar
dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah, mereka
memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka. Dan
(bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan lalim
mereka membela diri”. Menurut ayat di atas, syura merupakan ajaran
yang setara dengan iman kepada Allah (iman billah), tawakal,
menghindari dosa-dosa besar (ijtina>b al-kaba>'ir), memberi ma'af
setelah marah, memenuhi titah ilahi, mendirikan shalat, memberikan
sedekah, dan lain sebagainya. Seakanakan musyawarah merupakan suatu
bagian integral dan hakekat Iman dan Islam.
b. Al-'Adl (Keadilan) Menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan
dalam Islam terutama bagi penguasa (wulat) dan para pemimpin
pemerintahan (hukkam) terhadap rakyat dan umat yang dipimpin. Hal ini
ِ ‫ّللاَ يَأ ْ ُم ُر ُك ْم أَن تُؤدُّواْ األ َ َمانَا‬
didasarkan kepada QS An-Nisa' 4:58 ‫ت ِإلَى أ َ ْه ِل َها َوإِذَا‬ ِّ ‫ِإ َّن‬
ً‫صيرا‬
ِ ‫س ِميعا ً َب‬ ِّ ‫ظ ُكم ِب ِه ِإ َّن‬
َ َ‫ّللاَ َكان‬ ِّ ‫اس أَن تَحْ ُك ُمواْ ِب ْال َعدْ ِل ِإ َّن‬
ُ ‫ّللاَ نِ ِع َّما َي ِع‬ ِ َّ‫ َح َك ْمتُم َبيْنَ الن‬Artinya:
“Sesungguhnya Allah meyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanyaa dan menyuruh kamu apabila menetapkan
hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi 39 pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat”.
c. Al-Hurriyyah (Kebebasan) Kebebasan dimaksudkan sebagai suatu
jaminan bagi rakyat (umat) agar dapat melakukan hak-hak mereka.
Hakhak tersebut dalam syari'at dikemas dalam al-Usul al-Khams (lima
prinsip pokok) yang menjadi kebutuhan primer (daruri) bagi setiap insan.
Kelima prinsip tersebut adalah:
1) Hifzu an-Nafs, yaitu jaminan atas jiwa (kehidupan) yang dirniliki
warga negara (rakyat).

17
2) Hifzu ad-Din, yaitu jaminan kepada warga negara untuk memeluk
agama sesuai dengan keyakinannya.
3) Hifzhu al-Mal, yaitu jaminan terhadap keselamatan harta benda yang
dirniliki oleh warga negara.
4) Hifzu an-Nasl, yaitu jaminan terhadap asal-usul, identitas, garis
keturunan setiap warga negara.
5) Hifzfu al-'lrdh, yaitu jaminan terhadap harga diri, kehormatan, profesi,
pekerjaan ataupun kedudukan setiap warga negara.
d. al-Musawah (Kesetaraan Derajat) 40 Pada ptinsip al-Musa>wah
menekankan pada aspek anti diskriminasi. Artinya bahwa tidak ada
perbedaan antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain, manusia
dengan manusia yang lain. Perbedaan bukanlah semata-mata fakta
sosiologis, yakni fakta yang timbul akibat dari relasi dan proses
sosial.perbedaan merupakan keniscayaan teologis yang dikehendaki oleh
Allah SWT. Demikian yang disebutkan dalam surat al-Ma’idah: ‫ِل ُك ٍل َجعَ ْلنَا‬
َ ِّ ‫ ِإلَى‬،ِ‫ّللا ُ لَ َجعَلَ ُك ْم أ ُ َّمةً َو ِحدَة ً َولَ ِك ْن ِلِّيَ ْبلُ َو ُك ْم فِى َمآ َءاتَ ُك ْم فَا ْست َ ِبقُواْ ْال َْخي َْرت‬
ِ‫ّللا‬ َّ َ ‫ِمن ُك ْم ِش ْر َعةً َولَ ْو شَآ َء‬
َ‫ َم ْر ِجعُ ُك ْم َج ِم ْيعًا فَيُنَ ِِّبئ ُ ُك ْم ِب َما ُك ْنت ُ ْم فِ ْي ِه ت َْْخت َ ِلفُ ْون‬. Artinya: “untuk tiap-tiap umat diantara
kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-
lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali,
lalu beritahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”.
(Qs: al-Maidah: 48).9

3. Bidang Istinbat Hukm (Pengambilan Hukum Syariah)


Dalam bidang Istinbat Hukm ini menggunakan empat sumber hukum yaitu, al-
Qur’an, as-Sunnah, Ijma, dan Qiyas.10
Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam Istinbat Hukm, ini tidak ada
pertentangan dalam ulama fiqh. Sebagai sumber naqli posisinya tidak diragukan
lagi. Al-qur’an merupakan sumber tertinggi dalam Islam As-Sunnah meliputi al-
Hadis dan segala tindak dan perilaku Rasulallah SAW, sebagaimana

9
Said Aqiel Siradj, “Artikel: Aswaja Di Bidang Sosial-Politik” h. 2
10
Tim Pendidikan dan Pengkaderan PMII cabang Yogyakarta, “Daft Materi Lokakarya Pendidikan dan
Pengkaderan Nasional” h. 27

18
diriwayatkan oleh para sahabat-sahabat dan tabi’intabi’in. Penempatannya ialah
setelah proses Istinbat al-Hukm tidak ditemukan dalam al-Qur’an, atau hanya
sebagai pelengkap dari apa yang telah ada dalam al-Qur’an. Sementara Ijma’
adalah kesepakatan kelompok legislatif “ahl al-hal wa al-‘aqdi”. Dalam al-
Qur’an surat an-Nisa ayat 115 merupakan dasar dari Ijma, yang artinya: Dan
barang siapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam,
dan Jahannam itu seburukburuk tempat kembali. Qiyas, sebagai sumber hukum
Islam, merupakan salah satu hasil ijtihad para ulama. Qiyas adalah
mempertemukan sesuatu yang tidak ada dalam nash hukumnya dengan hal lain
yang ada nash dalam hukumnya karena ada persamaan ‘illat hukum. Qiyas
sangat dianjurkan untuk digunakan oleh Imam Syafi’i.
4. Bidang Tasawuf
Imam al-Junaid bin Muhammad al-Baghdadi menjelaskan “Tasawuf artinya
Allah mematikan dirimu dari dirimu, dan menghidupkan dirimu 42 dengan-
Nya”. Tasawuf adalah engkau semata-mata bersama Allah SWT tanpa
keterikatan apapun. Pernyataan diatas menandakan bahwa ada proses batin dan
perilaku yang harus dilatih bersama keterlibatan di dalam urusan sehari-hari yang
bersifat duniawi. Zuhud harus di maknai sebagai ikhtiar batin untuk melepaskan
diri dari keterikatan selain kepada-Nya tanpa meninggalkan urusan duniawi.
Karena justru di tengah-tengah kenyataan duniawi posisi manusia sebagai hamba
dan fungsinya sebagai khalifah harus di wujudkan.11

11
Ibid. h. 30

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aswaja masuk ke Indonesia dibawa melalui beberapa tokoh penyebaran agama islam
di Nusantara. Diantaranya adalah peranan walisongo dalam menyiarkan dan
mempelopori islam di kalangan masyarakat Jawa. Sejak islam yang ada di Jawa Timur,
Jawa Tengah ataupun yang ada di Jawa Barat, jejaknya dapat ditelusuri melalui dakwah
para walisongo. Para walisongo menulis didesa dan menghasilkan karya.Mereka hadir di
desa-desa untuk membuka masyarakat pada wawasan keislaman dan kenusantaraan
sekaligus.Kegiatan tulis-menulis adalah awal membangun peradaban tersebut.Selain
untukmerawat tradisi yang sudah berkembang dikalangan masyarakat, juga untuk
memelihara segenap potensi dan kekuatan peradaban bangsa ini. Perdaban ini dijaga dan
dilestarikan melalui kegiatan kebudayaan dan kesastraan, dalam bentuk tulis menulis,
yang kemudian melahirkan sejumlah karya dan khazanah keilmuan
3.2 SARAN
1. Bagi dosen pembimbing
Diharapkan agar dapat memberi masukan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun tentang makalah Kelompok perkembangan aswaja dinusantara
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar lebih mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang
Kelompok perkembangan aswaja dinusantara
3. Bagi Pembaca
Diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam membuat sebuah makalah dengan tema
atau judul yang sama dengan lebih baik lagi

20
DAFTAR PUSTAKA

http://moslemwiki.com/Sultan_Hadlirin
Asyariyah.https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/05/pemikiran-al-maturidi-
dalam-ilmu-kalam/

21

Anda mungkin juga menyukai