Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan
integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang
ada disekitarnya.1
Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan frakturterbuka. Fraktur
tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmentulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapathubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan di kulit. Bentuk-bentuk perpatahan antara lain transfersal , oblique,
spiral, kompresi atau crush, comminuted dan greenstick.2
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang
disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki-
laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan
lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya
insiden osteoporosis yang terkait dengan hormon pada menopause.2
Fraktur intertrochanter femur merupakan salah satu dari 3 tipe fraktur panggul.
Fraktur intertrochanter terjadi diantara 2 trochanter dimana trochanter mayor terdapat
musculus gluteus medius dan minimus (ekstensi dan abduksi panggul) dan trochanter
minor dimana terdapat musculus iliopsoas (fleksi panggul).3
Untuk mendiagnosis fraktur, pertama-tama dapat dilakukan anamnesis baik dari
pasien maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah mekanisme cedera, apakah
pasien mengalami cedera atau fraktur sebelumnya. Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look, feel, move. Apakah terlihat deformitas dari
ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan lain-lain. Palpasi dilakukan untuk
menilai area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Penilaian move dilakukan untuk
mengetahui ROM (Range of Motion). Pemeriksaan ekstrimitas juga harus melingkupi
vaskularitas dari ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut nadi,
capillary return (normalnya < 2 detik) dan pulse oximetry.

1
Sebagai pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis digunakan
pemeriksaan radiologi/ X Ray. Dalam pemeriksaaan radiologi untuk cedera dan fraktur
diberlakukan rule of two, yaitu : dua sudut pandang, dua sendi, dua ekstrimitas, dan dua
waktu.4

2
BAB II
Laporan Kasus

I. IDENTITAS

 Nama : NNAM
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Tanggal Lahir : 31 Desember 1958
 Umur : 61 tahun
 CM : 189145
 Alamat : Dusun Bias Kusamba, Klungkung
 MRS : 12/10/19

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bengkok Kaki Kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang sadar mengeluh posisi bengkok pada panggul kiri sejak 4
jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien memiliki keluhan seperti itu setelah
jatuh di kamar mandi rumah pasien. Selain itu pasien mengeluhkan kaki kiri
tidak dapat digerakan. Pada saat itu pasien berjalan dengan menggunakan
tongkat dan terjatuh dengan kaki kiri sebagai tumpuan. Suami pasien yang
melihat kejadian itu menology pasien dan melihat kaki kiri pasien agak
bengkok ke arah luar.
Riwayat tidak sadar (-), mual (-), muntah (-) perdarahan (-) nyeri (+).

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus sejak satu setengah
tahun yang lalu. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi dan riwayat stroke
sejak satu setengah tahun yang lalu. Pasien berobat rutin untuk keluhannya.

3
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien menyangkal ada yang memiliki keluhan yang sama
seperti pasien. Riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi maupun stroke
juga disangkal.

Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan.

Riwayat AMPLE
 Alergi : Disangkal
 Medikasi : Pasien riwayat mengkonsumsi insulin, gabapentin, Aptor,
Irbesartan Amlodipin dan Vit B C
 Post Illnes :
o Riwayat Kecelakaan : (+)
o Riwayat Diabetes mellitus : (+)
o Riwayat Hipertensi : (+)
o Riwayat Penyakit Jantung : (-)
o Riwayat Stroke : (+)
 Last Meal : 10. 00 WITA
 Event/environment : Terjatuh pada saat belajar berjalan

III. PEMERIKSAAN FISIK

Primary Survey
Aiway : Clear
Breathing : Spontan, RR 18x/mnt, SpO2 99% pada suhu ruangan
Circulation : Stabil
TD 140/80 mmhg N ; 90x/mnt
Tax : 37,2 RR : 20x/mnt
VAS ; 5

4
Disability : GCS E4V5M6

Secondary Survey
Kepala : Cephalhematome (-), jejas (-)
Leher : jejas (-)
Thorax : jejas (-), pergerakan dada simetris
Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-)
Pulmo : vesikuler +/+, rh -/-, Wh -/-

Abdomen : Jejas (-) distensi (-), Bising Usus normal, Hepar/Lien tdk
teraba
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

Status Lokalis
Regio Hip Kiri

L: Bengkak pada pinggul kiri, memar (-), deformitas (+) pemendekan dan
rotasi eksternal, tidak terdapat luka terbuka.
F: Nyeri tekan (+),pulsasi a. Dorsalis pedis (+), CRT <2 ", sensorik normal
M: Active ROM Hip terbatas karena nyeri
Active ROM Genu terbatas karena nyeri

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Darah Lengkap
Hemoglobin : 12,7 g/Dl (10,8-14,2)
Leukosit : 17,07 ribu/Ul ( 3,5-10)
- Neutrofil : 88% ( 39-73,7)
- Limfosit : 6,3% (19-48,3)
- Monosit : 4,8% (4,4-12,7)
- Eusinofil : 0,001% (0.6-7,30)

5
- Basofil : 0,45% (0-1,70)
Eritrosit : 4,8 juta/Dl ( 3,5-55)
Trombosit : 294 ribu/ul ( 145-450)

Hemostasis
BT : 2,00 menit (1-3)
CT : 11,00 menit (6-15)
PTT : 12,2 detik (0-10,8)
INR : 1.02
APTT : 25,7 detik (0-35,8)

Kimia Klinik
Faal Hati
SGOT : 15 U/L (8-37)
SGPT :17U/L (13-42)
Albumin : 3,7 g/dl (3,5-4,5)
Elektrolit
Natrium : 140 mmol/L (135-145)
Kalium : 3,1 mmol/L (3,5-4,5)
Klorida : 101 mmol/L (95-105)
Gula Darah Sewaktu : 157 mg/dl (80-200)
Gula Darah Puasa : 110 mg/dl (74-106)

6
Radiologi

Hasil Foto Thorax Ap


- Cor tidak membesar, terdapat kalsifikasi aorta knob
- Pulmo tak tampak infiltrate
- Sinus phrenicus kanan dan kiri tajam
- Diafrgama kanan dan kiri normal
- Skelet hemithorax yang tervisualisasi tak tampak kelainan
Kesan :
- Aortosklerosis
- Pulmo tak tampak kelainan
- Tak tampak cardiomegaly

7
Hasil Foto Pelvis Apdan Femur Kiri AP/Lateral
- Tamapk fraktur intertrochanter kiri
- Trabekulasi tampak tulang tampak normal
- Subcondral bone layer tampak normal
- Hip dan sacroiliac joint kanan dan kiri tampak normal

8
Kesan : Fraktur intertrcohanter femur kiri

V. DIAGNOSIS
- CF intertrochanter femur sinistra
- DM type II

VI. PENATALAKSANAAN

- IVFD RL 12 tpm
- Skin traksi beban 5 kg
- Keterolak 3 x 30 mg
- Rencana arthroplasty elektif

RESUME KASUS

Pasien perempuan usia 61 tahun datang ke RSUD Klungkung dengan CF


intertrochanter femur, Pasien datang sadar mengeluh posisi bengkok pada
panggul kiri sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien memiliki keluhan
seperti itu setelah jatuh di kamar mandi rumah pasien. Selain itu pasien
mengeluhkan kaki kiri tidak dapat digerakan. Pada saat itu pasien berjalan
dengan menggunakan tongkat dan terjatuh dengan kaki kiri sebagai tumpuan.
Suami pasien yang melihat kejadian itu menology pasien dan melihat kaki kiri
pasien agak bengkok ke arah luar. Pada pemeriksaan didapatkan bengkak pada
pinggul kiri, memar (-), deformitas (+) pemendekan dan rotasi eksternal, tidak
terdapat luka terbuka. Nyeri tekan (+), pulsasi a. Dorsalis pedis (+), CRT <2 ",
sensorik normal. Active ROM Hip terbatas karena nyeri Active ROM Genu
terbatas karena nyeri.

9
VII. FOLLOW UP

14 Oktober 2019

S:
Bengkok pada kaki kiri, nyeri (+)
O:
TD : 140/80 mmHg
RR : 18 x/menit
Nadi : 88 x/ menit
Suhu : 37 C
Status Lokalis
L : Bengkak pada pinggul kiri, memar (-), deformitas (+) pemendekan dan
rotasi eksternal, tidak terdapat luka terbuka.
F : Nyeri tekan (+),pulsasi a. Dorsalis pedis (+), CRT <2 ", sensorik normal
M : Active ROM Hip terbatas karena nyeri, Active ROM Genu terbatas karena
nyeri
A:
- CF intertrochanter femur sinistra
- DM type II
P:
- IVFD RL 12 tpm
- Skin traksi beban 5 kg
- Keterolak 3 x 30 mg
- Rencana arthroplasty elektif
- Lantus 1 x 10 IU
- Novorapid 3 x 4 IU
- Gabapentin 1 x 150 mg

10
15 Oktober 2019

S:
Bengkok pada kaki kiri, nyeri (+)
O:
TD : 140/80 mmHg
RR : 20 x/menit
Nadi : 80 x/ menit
Suhu : 37 C
Status Lokalis
L : Bengkak pada pinggul kiri, memar (-), deformitas (+) pemendekan dan
rotasi eksternal, tidak terdapat luka terbuka. Sudah terpasang skin traksi 5 kg
F : Nyeri tekan (+),pulsasi a. Dorsalis pedis (+), CRT <2 ", sensorik normal
M : Active ROM Hip terbatas karena nyeri, Active ROM Genu terbatas karena
nyeri
A:
- CF intertrochanter femur sinistra
- DM type II
P:
- Arthroplasty elektif tanggal 16 Oktober 2019
- Cefazoline 2 mg pre op
- Lantus 1 x 10 IU
- Novorapid 3 x 4 IU
- Gabapentin 1 x 150 mg

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. ANATOMI

Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat tubuh
dari os coxae ke tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris ke arah craniomedial dan agak ke
ventral sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung proksimal femur terdiri dari sebuah
caput femoris dan dua trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor).5

Gambar 1. Anatomi femur.6

Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan
proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor dan
trochanter minor. Caput femoris dan collum femoris membentuk sudut (1150-
1400) terhadap poros panjang corpus femoris, sudut ini bervariasi dengan umur dan
jenis kelamin. Corpus femoris berbentuk lengkung, yakni cembung ke arah anterior.
Ujung distal femur, berakhir menjadi dua condylus, epicondylus medialis dan
5
epicondylus lateralis yang melengkung bagaikan ulir.

12
Caput femoris mendapatkan aliran darah dari tiga sumber, yaitu pembuluh darah
intramedular di leher femur, cabang pembuluh darah servikal asendens dari
anastomosis arteri sirkumfleks media dan lateral yang melewati retinakulum sebelum
memasuki caput femoris, serta pembuluh darah dari ligamentum teres.5
Gambar 2. Vaskularisasi femur.6
Pada saat
terjadi fraktur,
pembuluh darah
intramedular dan
pembuluh darah
retinakulum
mengalami
robekan bila
terjadi pergeseran
fragmen. Fraktur
transervikal
adalah fraktur
yang bersifat intrakapsuler yang mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam
penyembuhan karena adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang rapuh,
serta hambatan dari cairan sinovial.5,6

3.2 Fraktur
Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari jaringan tulang yang
diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung maupun patologis. Fraktur dapat
bersifat tunggal maupun multiple dimana pada fraktur ini dapat mengenai beberapa tulang
yang terjadi secara bersamaan dan dapat menimbulkan beberapa macam masalah.2,3
Fraktur atau yang dikenal dengan istilah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap atau komplit apabila patah tulang mengenai seluruh ketebalan
tulang, sedangkan fraktur tiding lengkap atau inkomplit merupakan fraktur yang tidak
mengenai seluruh ketebalan tulang (Price, 2006). Pada beberapa keadaan trauma
musculoskeletal, sering fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan, dislokasi atau luksasio adalah
kehilangan hubungan yang normal antara keua permukaan sendi secara komplit/lengkap.
Fraktur dislokasi diartikan dengan kehilangan hubungan yang normal antara kedua
permukaan sendi disertai fraktur tulang persendian tersebut.2,3
13
3.3 Fraktur Intertrochanter Femur

Fraktur intertrochanter didefinisikan sebagai femur proksimal dimana garis fraktur


terjadi mulai dari basis collum ekstrakapsular menuju regio sepanjang trochanter minor
sampai regio sebelum terbentuknya canalis medularis. Regio ini memiliki property
biomekanik yang kompleks. Fraktur intertrochanter merupakan fraktur yang paling sering
dioperasi, dengan fatality rate pasca operasi yang tinggi, serta menjadi beban ekonomi yang
berat akibat biaya perawatan pasca trauma yang tinggi. Alasan mengenai tingginya biaya
perawatan, diakibatkan buruknya waktu 24 penyembuhan pasien pasca operasi untuk kembali
dapat melakukan mobilisasi secara mandiri.
Fraktur intertrochanter femur merupakan fraktur antara trochanter mayor dan
itrochanter minor femur. Fraktur ini termasuk fraktur ekstrakapsular. Banyak terjadi pada
orang tua terutama pada wanita (di atas usia 60 tahun). Biasanya traumanya ringan seperti
jatuh kepleset, lalu daerah pangkal paha terbentur lantai. Hal ini dapat terjadi karena pada
wanita tua, tulang sudah mengalami osteoporosis post menopause. Pada orang dewasa dapat
terjadi fraktur ini disebabkan oleh trauma dengan kecepatan tinggi (tabrakan motor).
Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur intrakapsuler
a. Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula
b. Melalui kepala femur
c. Hanya dibawah kepala femur
d. Melalui leher dari femur
2. Fraktur ekstrakapsuler
a. Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebih besar atau yang
lebih kecil atau pada daerah intert rochanter.
b. Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci dibawah
trochanter kecil.
Klasifikasi fraktur intertrochanter femur dibagi menjadi 4 stadium :

14
Gambar 3.2 Klasifikasi Fraktur Intertrochanter
Tipe 1: fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa pergeseran; Tipe 2:
fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran trokanter minor; Tipe 3: fraktur
disertai fraktur komunitif; Tipe 4: fraktur disertai fraktur spiral.

3.4 Etiologi
Berdasarkan etiologinya, fraktur diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi
patah.
2) Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis
di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada tulang yang lemah karena tumor atau
proses patologis lainnya. Tulang sering kali tampak penurunan densitas.
3) Fraktur stress : terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu.

3.5 Faktor Resiko


1. Osteoporosis
Menurut WHO, osteoporosis merupakan penyakit yang ditandai dengan
rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, yang
menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur.
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik, dan bagian anggota tubuh yang
seringkali mengalami fraktur yaitu thorak dan tulang belakang (lumbal), radius distal
femur proksimal. Faktor penting yang menyebabkan fraktur berkaitan dengan
osteoporosis yaitu interaksi antara geometri tulang dan dinamika terjatuh atau
kecelakaan (trauma) serta keadaan lingkungan sekitar. Hal tersebut dapat berdiri
sendiri atau dapat berhubungan dengan rendahnya densitas tulang. Pada dasarnya,
15
osteoporosis terjadi karena ketidakseimbangan proses osteoblastik dengan proses
osteoklastik. Dengan kata lain, aktivitas osteoklas lebih tinggi daripada osteoblas.
Penyebab osteoporosis antara lain : menopause, penurunan kadar kalsitonin,
penurunan kadar androgen adrenal, aktifitas fisik dan penurunan absorbs kalsium.
2. Jatuh
Diperkirakan bahwa sekitar 3 sampai 60 persen orang dewasa tua yang tinggal
di komunitas jatuh setiap tahun. Sekitar 90% kejadian fraktur femur proksimal pada
orang tua terjadi akibat jatuh yang sederhana dari posisi berdiri. Pada wanita
mengalami fraktur proksimal femur lebih sering karena tingginya tingkat
osteoporosis. Rata-rata, wanita yang mengalami fraktur femur proksimal berusia 77
tahun sedangkan pada pria berusia 72 tahun (Marks, 2009). Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk menganalisis karakteristik jatuh yang menjadi risiko terjadinya
fraktur femur proksimal. Arah terjadinya jatuh merupakan determinan yang penting
pada kejadian fraktur femur proksimal. Saat mengalami jatuh, risiko fraktur akan
meningkat 6 kali saat jatuh ke arah samping (sideway fall) dibanding jatuh ke depan
(forward fall) atau ke belakang (backward fall).
3. Kelemahan Otot
Beberapa peneliti telah menyimpulkan bahwa kelemahan otot, yang pada
umumnya terkait dengan tanggapan refleks lambat secara signifikan dapat
meningkatkan kemungkinan jatuh karena gangguan tak terduga, sehingga
meningkatkan resiko fraktur femur proksimal. Penelitian terkait menunjukkan
rendahnya tingkat kekuatan otot juga dapat meningkatkan risiko mengalami fraktur
femur proksimal karena berdampak negatif dalam jangka panjang terhadap kepadatan
tulang dan shock otot dalam menyerap kapasitas. Tidak mengherankan, peningkatan
risiko jatuh dan mengalami fraktur femur proksimal telah secara khusus dicatat dalam
hubungan dengan gangguan otot di pergelangan kaki, pinggul dan lutut, kekuatan
tubuh rendah pada umumnya dan disfungsi ekstremitas bawah.

3.6 Patofisiologi
Fraktur intertrochanter sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur
ini memiliki prognosis yang baik dibandingkan fraktur intrakapsular, di mana risiko nekrosis
avaskular lebih rendah. Pada riwayat umumnya didapatkan adanya trauma akibat jatuh dan
memberikan trauma langsung pada trokhanter mayor. Pada beberapa kondisi, cedera secara
memuntir memberikan fraktur tidak langsung pada intertrokhanter.

16
3.7 Gambaran Klinis
Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur femur, yakni: deformitas,
bengkak (edema), ekimosis dari perdarahan subculaneous, spasme otot (spasme involuntir
dekat fraktur), tenderness, nyeri, kehilangan sensasi, pergerakan abnormal, syok
hipovolemik, krepitasi.
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitasi, pembengkakan local dan perubahan warna. Gejala fraktur menurut
Reeves adalah :
 Nyeri pada daerah fraktur dikarenakan adanya efek mekanis yang menyebabkan
hilangnya kontinuitas jaringan, sehingga timbulnya mobilitas yang bersifat
patologis dan hilangnya fungsi tulang sebagai organ penyangga. Sehingga
menimbulkan rasa nyeri yang sangat. Ketika terjadi kerusakan jaringan atau
gangguan metabolisme jaringan yang menimbulkan rangsang yang cukup maka
akan menyebabkan rasa nyeri. Kemudian akan dilepaskan senyawa-senyawa
tubuh dari sel-sel yang rusak, yang disebut mediator nyeri, yang menyebabkan
perangsangan reseptor nyeri. Mediator nyeri tersebut antara lain ion H+, ion K+,
histamin, asetilkolin, serotonin, bradikinin, dan prostaglan, spasme otot yang
menyertai merupakan pertahanan tubuh untuk meminimalkan pergeseran fragmen
tulang.
 Setelah terjadi fraktur, pergeseran tulang atau fragmen pada ekstremitas tampak
menyebabkan deformitas.
 Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya akibat
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering kali
melingkupi fragmen lainnya sampai 2,5 – 5 cm.
 Saat bagian fraktur diperiksa dan dilakukan perabaan dapat ditemukan adanya
krepitasi yang muncul karena gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan jarngan lunak yang lebih berat.
 Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

3.8 Diagnosis Fraktur Intertrochanter Femur


1. Anamnesis
Anamnesis dasar harus ditanyakan seperti keluhan akhir-akhir ini dan deskripsi
lengkap dari keluhan tersebut. Ditanyakan juga mengenai apakah gejala-gejala
tersebut berhubungan dengan olahraga tertentu atau pada aktivitas tertentu atau pada
kondisi trauma. Beberapa hal penting yang perlu ditanyakan :
17
- Riwayat menstruasi harus ditanyakan pada wanita. Amenorrhea sering
berhubungan dengan penurunan level serum estrogen. Kurangnya estrogen
dapat mencetuskan penurunan massa tulang.
- Kebiasaan makan yang buruk dapat menimbulkan gangguan sistem endokrin,
kardiovaskular dan gastrointestinal, dapat menyebabkan kehilangan massa
tulang yang irreversibel.
2. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Observasi wajah pasien yang tampak menahan sakit, gaya berjalan yang tidak
seperti orang biasa. Pasien dengan displaced fraktur collum femur biasanya tidak
dapat berdiri atau biasanya dibawa dengan tempat tidur. Perhatikan puncak iliaca
kanan dan kiri apakah ada perbedaan. Alignment dan panjang dari ekstremitas
biasanya tampak memendek pada kaki yang fraktur, selain itu juga tampak terputar
ke arah luar (eksorotasi). Lihat juga apakah terjadi atrofi otot pada kaki yang
mengalami fraktur.
 Palpasi
Tentukan titik nyeri tekan di region panggul dan inguinal bagian depan. Pada stress
fracture biasanya didapatkan nyeri tekan tulang stempat, namun biasanya juga
tidak ditemukan nyeri tekan.
 Range of Motion
ROM sendi panggul ditentukan dari fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, endorotasi,
eksorotasi. Pada fraktur collum femur biasanya ditemukan nyeri dan keterbatasan
pada gerakan pasif.
 Pemeriksaan Sensoris
Selama dilakukan pemeriksaan sensoris, penurunan atau hilangnya sensibilitas
dapat mengindikasikan atau menyingkirkan adanya kerusakan saraf.
 Kekuatan Otot
Penentuan kekuatan otot secara manual sangatlah penting untuk dilakukan apakah
terdapat kelemahan ataukah lokasi kelemahan itu berfungsi dengan cedera saraf.
Tes fleksi (L2, L3), ekstensi (L5, S1, S2), abduksi (L4, L5, S1) dan adduksi
(L3,L4).
3. Pemeriksaan Radiologi – Foto Xray
Foto polos merupakan tindakan awal yang sering dilakukan untuk mengetahui fraktur
panggul. Tujuan foto polos untuk mengidentifikai letak dan luasnya fraktur atau
menyingkirkan adanya fraktur. Pemeriksaan standar pada panggul meliputi foto AP
pelvis dan foto Lateral.
18
3.10 Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip umum:
Optimasi pra operasi medis yang cepat : Mortalitas dikurangkan dengan
operasi dalam waktu 48 jam fiksasi yang stabil dan mobilisasi dini.7 Pengobatan
fraktur leher femur dapat berupa:9
1. Konservatif
Indikasi : Fraktur nondisplaced pada pasien mampu memenuhi pembatasan
weight bearing.5

– Proteksi

– Immobilisasi saja tanpa reposisi

– Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips

– Traksi

2. Terapi operatif:
Indikasi: displaced fraktur dan nondisplaced
Fiksasi internal diindikasikan untuk Garden Tipe I, II, III pada pasien
muda,patah tulang yang tidak jelas, dan fraktur displaced pada pasien muda.6
Bentuk pengobatan bedah yang dipilih ditentukan terutama oleh lokasi fraktur
(femoralis leher vs intertrochanteric), displacement, dan tingkat aktivitas
pasien.Kemungkinan untuk tidak reduksi adalah pada pasien dengan stress fracture
dengan kompresi pada leher femur dan fraktur leher femur pada pasien yang tidak
bisa berjalan atau komplikasi yang tinggi.
Terapi operatif hampir sering dilakukan pada orang tua karena:6
 Perlu reduksi yang akurat dan stabil

 Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah
komplikasi

Jenis-jenis operasi:

a. Pemasangan pin
Pemasangan pin haruslah dengan akurasi yang baik karena
pemasangan pin yang tidak akurat ( percobaan pemasangan
pin secara multiple atau di bawah trokanter) telah diasosiasi
dengan fraktur femoral sukbtrokanter.
b. Pemasangan plate dan screw

19
Fraktur leher femur sering dipasang dengan konfigurasi
apex distal screw atau apex proximal screw.Pemasangan
screw secara distal sering gagal berbanding dengan
distal.fiksasi dengan cannulated screw hanya bisa dilakukan
jika reduksi yang baik telah dilakukan. Setelah fraktur
direduksi, fraktur ditahan dengan menggunakan screw atau
sliding screw dan side plate yang menempel pada shaft
femoralis.Sliding hip screw (fixed-angle device) ditambah
derotation screw diindikasikan untuk fraktur cervical basal
dan patah tulang berorientasi vertikal.1,6
c. Artroplasti; dilakukan pada penderita umur di atas 55 tahun,
berupa:

 Hemiartroplasti

Diindikasikan untuk pasien usia lanjut dengan fraktur


displaced risiko yang lebih rendah untuk dislokasi
berbanding artroplasti pinggul total, terutama pada
pasien tidak dapat memenuhi tindakan pencegahan
dislokasi (demensia, penyakit Parkinson). Prostesis
disemen memiliki mobilitas yang lebih baik dan kurang
nyeri paha; prostesis tidak disemen harus disediakan
untuk pasien yang sangat lemah di mana status
pracedera menunjukkan bahwa mobilitas tidak mungkin

dicapai setelah operasi.1,5

  Antroplasti Total

 Untuk pasien usia lanjut yang aktif dengan fraktur


displaced.

 Pilihan untuk pasien dengan pra hip arthropathy (OA
dan RA).

 Jika pengobatan telah terlambat untuk beberapa
minggu dan curiga kerusakan acetabulum.

 Pasien dengan metastatic bone disease seperti
Paget’s Disease
 Hasil fungsional lebih baik daripada hemiarthroplasty

 Tingkat dislokasi lebih tinggi dari hemiarthroplasty.


20
3. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter meliputi :
Waktu Treatment
Tindakan pencegahan
Menghindari passive ROM

Range of Motion (ROM)


Active ROM pada hip dan knee dengan fleksi,
ekstensi, abduksi dan adduksi

Kekuatan otot
Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps

Hari pertama sampai Aktivitas fungsional


1 minggu Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika
weight bearing, ekstremitas yang dipengaruhi,
digunakan selama transfer.
Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.

Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang
stabil. Toe-touch sampai partial weight bearing atau
non-weight bearing untuk fraktur tidak stabil.

Tindakan pencegahan
Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa
bantuan.
Menghindari passive ROM.
2 Minggu

Range of Motion
Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan
mencapai 900.
Kekuatan otot

21
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan
hamstrings.

Aktivitas fungsional
Tergantung pada weight bearing, patien melakukan
tranfer stand-pivot atau menggunakan ekstremitas
tang dterkena selama transfer. Untuk ambulasi,
menggunakan alat bantu.

Weight bearing
Tergantung prosedur, weight bearing sesuai
toleransi. Non-weight bearing sampai partial weight
bearing, sampai toe-touch untuk fraktur yang tidak
stabil.

Tindakan pencegahan
Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.

Range of Motion
Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan
hamstrings. Active resistive exercise pada
quadriceps, glutei dan hamstrings, jika gerak sendi
mempuntai toleransi yang baik.
4 sampai 6 minggu

Aktivitas fungsional
Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot
atau weight bearing sesuai toleransi pada ekstremitas
yang terkena selama transfer. Ambulasi dengan alat
bantu.
Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang
stabil. Partial weight bearing, non-weight bearing
sampai toe-touch untuk fraktur yang tidak stabil.

22
Tindakan pencegahan
Tidak ada
Range of Motion
Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai
passive ROM dan pemanasan pada hip dan knee.

Kekuatan otot
Progressive resistive exercises pada hip dan knee.
8 sampai 12 minggu
Aktivitas fungsional
Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi
dengan weight bearing sesuai toleransi atau weight
bearing yang penuh selama transfer dan ambulasi.
Menghentikan penggunaan alat bantu.

Weight bearing
Penuh
12 sampai 16 minggu Tidak berubah

3.11 Komplikasi fraktur


Komplikasi lokal pada fraktur dapat timbul secara dini maupun lanjut
Komplikasi dini pada fraktur
 Tulang : infeksi
 Jaringan lunak
 Otot dan tendon robek
 Cedera vaskular
 Cedera saraf
 Sendi
 Hemartrosis dan infeksi
 Cedera ligament
Komplikasi lanjut pada fraktur
 Tulang
 Nekrosis avaskular

23
 Delayed union dan non-union
 Mal-union
 Jaringan lunak
 Tendinitis dan rupture tendon
 Tekanan dan terjepitnya saraf
 Sendi
 Kekakuan
Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resiko menderita penyakit
tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, sama halnya pada fraktur colum femur.
Selain itu resiko osteonekrosis dan non-union minimal, karena suplai darah yang baik
pada regiofemur.7

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Corso P, Finkelstein E, Miller T, Fiebelkorn I, Zaloshnja E. 2006. Incidence and lifetime


costs of injuries in the United States. Inj Prev. 12(4):212-218.
2. Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley. Edisi7.
Jakarta: Widya Medika.
3. Apley G., Solomon L. 2010. apley’s System of Orthopedies and Fractures. 9th edition.
Butterworth-Heinemann Ltd. Oxford.
4. Parahita, Putu Sukma. 2010. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Cedera Fraktur
Ekstremitas. Udayana Medicine Journal vol. 1(1) : pp 1-18.
5. Egol, K dkk. Femoral Neck Fractures; Handbook of Fractures, 3rd Ed. Lippincott
Williams & Wilkins, 2002. Hal: 319-28.
6. Thompson, J. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy, 2nd Ed. Elsevier Saunders, 2010.
Hal: 251-7.
7. Pratt, E. et al. 2001. Open Reduction and Internal Fixation. In Rehabilitation for The
Post Surgical Orthopedic Patient. Missouri: Mosby Elsevier. Pp 309-13

25

Anda mungkin juga menyukai