Disusun oleh:
HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organisasi Internasional seakan menjadi kebutuhan atau keharusan
bagi negara-negara yang ada di dunia saat ini. Hal tersebut terjadi karena
negara tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, terlebih pada era
globalisasi pada saat ini. Dalam Organisasi Internasional, terdapat dua
pendekatan yang membantu kita untuk melihat bagaimana Organisasi
Internasional dipahami. Kedua pendekatan ini dapat menjadi acuan dalam
memandang Organisasi Internasional dalam studinya.
Pendekatan pertama adalah pendekatan institusionalisme dan yang
kedua adalah pendekatan rezim. Kedua pendekatan ini akan menjelaskan
bagaimana cara pandang untuk melihat Organisasi Internasional. Pendekatan
institusionalisme memandang dari dalam institusi organisasi tersebut (faktor-
faktor dan komponen internal). Sedangkan pendekatan rezim, melihat
organisasi internasional tidak hanya dari dalam, melainkan melihat adanya
faktor, aktor dan komponen lain (dari luar) yang terlibat dalam Organisasi
Internasional.
Untuk mengetahui dan memahami organisasi Internasional melalui
beberapa pendekatan yang sudah dijelaskan tadi, kami mencoba menguraikan
beberapa poin dalam rumusan masalah yang akan kami sajikan ke dalam
makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dari pendekatan institusional dalam OAI?
2. Apakah yang dimaksud dari neo-fungsionalisme?
3. Apakah yang dimaksud dari neo-institusionalisme?
4. Apa dan Bagaimana maksud dari analisa rezim dalam OAI?
1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan maksud dari pendekatan institusional dalam OAI
2. Untuk menjelaskan maksud dari neo-fungsionalisme
3. Untuk menjelaskan maksud dari neo-institusionalisme
4. Untuk menjelaskan maksud dari analisa rezim dalam OAI
BAB II
PEMBAHASAN
Analisis kelembagaan formal merupakan titik awal yang penting untuk penelitian
kelembagaan dalam organisasi internasional. Dalam membahas pentingnya hal-hal
seperti struktur voting untuk pertanyaan kekuasaan relatif dalam organisasi
internasional, misalnya, memahami politik dewan keamanan PBB tanpa memahami
mekanisme hak veto dari lima anggota tetap. Demikian pula, orang tidak dapat
memahami pola pinjaman dari IMF dan World Bank tanpa mengetahui tentang posisi
suara yang kuat dari Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Organisasi internasional
yang bekerja pada kebulatan suara atau konsensus dasar, seperti konvensi untuk
(CCAMLR), menghasilkan pola yang berbeda dari kerjasama daripada mereka yang
bekerja atas dasar suara mayoritas.
Memahami struktur birokrasi dari OI juga sama penting dalam memahami apa
yang organisasi dapat dan tidak dapat dilakukan. Ini melibatkan melihat ukuran ,
komposisi, dan komponen struktur yang diberikan organisasi. Masalah ukuran adalah
salah satu relatif mudah. Sebuah birokrasi dengan seribu karyawan akan beroperasi
secara berbeda sebagai contoh, IMF, dengan staf sekitar 2.700 orang, bisa melacak,
penelitian, menerbitkan laporan ekstensif, dan membuat kebijakan terhadap ekonomi
lebih dari seratus negara serempak1. Bisa dikatakan sebuah organisasi dengan
sekretariat yang kuat dapat mempengaruhi suatu pembuatan kebijakan. Dengan
demikian kita dapat menarik kesimpulan bahwa pendekatan institusional
mementingkan apa yang terjadi di dalam organisasi internasional.
1
J. Samuel Barkin, International Organization: Theories and Institutions, (New York: Palgrave
Macmillan, 2006), hlm. 28
2
J. Samuel Barkin, International Organization: Theories and Institutions, (New York: Palgrave
Macmillan, 2006), hlm. 32
luas untuk mengatur kerjasama negara-negara Eropa dalam hal apapun yang dapat
memengaruhi setiap hal dalam kehidupan negara anggotanya3.
Pendekatan institusional yang tidak mampu menjelaskan bahwa organisasi
internasional dapat mengalami perubahan memunculkan pandangan lain yang lebih
berfokus pada perubahan fungsi dalam organisasi internasional, yaitu pendekatan
fungsionalisme yang muncul pada tahun 1950-an4. Isu-isu atau masalah yang
dihadapi oleh negara maupun organisasi internasional selalu mengalami
perkembangan sehingga cakupan permasalahannya semakin meluas. Hal ini
menyebabkan organisasi internasional harus menyesuaikan fungsi dan peranannya
dalam isu global. Penyesuaian ini mengakibatkan fungsi organisasi internasional
menjadi lebih meluas dan tidak hanya untuk membahas masalah yang spesifik saja.
Selain itu, pendekatan fungsionalisme ini juga berfokus pada permintaan secara
teknis dari lingkungan internasional. Semakin banyak permintaan teknis maka
semakin banyak pula organisasi internasional yang berusaha mengembangkan fungsi
dan peranannya untuk memenuhi permintaan tersebut.
Dalam pendekatan fungsionalisme, kerjasama internasional masih dianggap
karena adanya permintaan teknis belaka. Namun, pada tahun 1960-an muncul sebuah
pandangan bahwa kerjasama antar negara tersebut sudah tidak lagi disebabkan karena
permintaan teknis saja tetapi karena adanya unsur politik yang lebih mendominasi.
Pendekatan yang memertimbangkan adanya unsur politik ini adalah
neofungsionalisme. Neofungsionalisme merupakan cabang dari fungsionalisme.
Neofungsionalisme membicarakan unsur politik dalam berkembangnya sebuah
organisasi internasional sebaik fungsionalisme membicarakan adanya permintaan
teknis yang memengaruhi perubahan fungsi dalam organisasi internasional.
Pendekatan ini lebih menganalisis perkembangan pola ataupun struktur dalam
organisasi internasional yang sudah ada demi memenuhi permintaan global daripada
membuat sebuah organisasi yang baru5. Neofungsionalisme yang dipelopori oleh
3
Ibid.
4
Ibid.
5
Ibid., hlm. 33
Ernst Haas ini juga menjelaskan terjadinya integrasi negara-negara di Eropa menjadi
sebuah organisasi supranasional, yaitu Uni Eropa. Pada awalnya, negara-negara di
Eropa Barat seperti Prancis, Jerman Barat, Italia, Belanda, Belgia dan Luksemburg
awalnya bekerjasama dalam batu bara dan baja hingga membentuk European Coal
dan Steel Community (ECSC)6. Selanjutnya, negara-negara tersebut juga membentuk
European Economic Community (EEC) dan European Atomic Energy Community
(Euratom). Munculnya komunitas-komunitas diantara negara Eropa yang memiliki
fungsinya masing-masing ini adalah cara untuk membangun sebuah kawasan Eropa
menjadi satu kesatuan yang membentuk entitas politik yang bernama Uni Eropa7.
Jadi, komunitas atau organisasi di Eropa yang awalnya hanya berfungsi dalam
perekonomian berkembang menjadi suatu organisasi supranasional yang
mengintegrasikan negara-negara di Eropa secara ekonomi dan politik. Hal ini
emnunjukkan bahwa perkembangan organisasi di Eropa berawal dari permintaan
secara praktis dalam bidang ekonomi berkembang menjadi organisasi yang memiliki
unsur politik didalamnya.
Aktor-aktor politik dalam neofungsionalisme dapat berasal dari negara dan
organisasi internasional. Hal ini menyebabkan munculnya anggapan bahwa
neofungsionalisme dapat mencakup pendekatan institusional dan pendekatan rezim
dalam organisasi internasional. Dikatakan mencakup pendekatan institusional ketika
aktor utamanya adalah organisasi internasional dan dikatakan mencakup pendekatan
rezim ketika aktor utamanya adalah negara. Neofungsionalisme memiliki keuntungan
yang lebih banyak dari pendektatan institusional maupun fungsional karena
neofungsionalisme dapat menjelaskan perubahan-perubahan.
6
Clive Archer, International Organizations 4th edition,(London: Routledge, 2015), hlm. 81 diakses
melalui https://books.google.co.id pada 8 Oktober 2015 pukul 20.12 WIB
7
Ibid., hlm. 82
2.3 Neoinstitusionalisme dalam Organisasi Internasional
Pendekatan ini sebenarnya memperbaiki pendekatan-pendekatan yang
sebelumnya, dimana pendekatan neo-fungsionalisme dan pendekatan institusional
terbatas dalam sejauh mana mereka dapat menjaring poiltik internal dan power dalam
politik untuk Organisasi Internasional. Institusionalisme formal melihat bagaimana
OI dirancang secara tertulis. Meskipun langkah ini cukup penting dalam memahami
politik internal OI, namun langkah ini tidak cukup memadai, karena organisasi tidak
selalu berfokus pada fungsi dalam rancangan dan penataan yang direncanakan.
Sedangkan neofungsionalisme mengakui bahwa OI memilki agenda-setting power
yang cukup signifikan dalam politik internasional, dan OI juga memiliki sejumlah
otonomi dalam memutuskan bagaimana mempengaruhi agenda tersebut. Namun
neofungsionalisme ini terlimitasi oleh asumsinya yang menyatakan bahwa OI
mengatur agenda untuk pemerintahan internasional lebih lanjut dalam issue-
area yang harus mereka tangani dan OI akan merepresentasikan kepentingan yang
lebih luas dari negara yang menciptakannya.
Kunci kedua dari perbedaan pendekatan rezim dan institutional terletak pada
aktor yang terlibat dalam organisasi internasional. Institusional melihat bahwa
Organisasi Internasional adalah aktor utama yang terlibat. Sedangkan analisis rezim
lebih melihat kepada aktor lain yang dipengaruhi oleh organisasi internasional
tersebut.
Pada dasarnya Analisis rezim muncul dari sebuah frustasi dengan keterbatasan
analisis kelembagaan. Hal utama dalam keterbatasan ini adalah ketidakmampuan
analisis istitutional untuk mengatasi gambaran yang lebih besar dari efek organisasi
internasional pada pola perilaku dalam hubungan internasional yang lebih luas.
Institusionalism dapat menjelaskan kepada kita apa yang dilakukan organisasi
internasional, tapi tidak dengan perbedaan yang mereka buat. Analisis rezim
memberikan jawaban pada kita darimana organisasi internasional berasal dan
bagaimana efektifnya organisasi internasional bekerja. Beberapa pelajar teori
organisasi internasional mengatakan bahwa rezim merupakan perkembangan evolusi
dari awal institutionalis formal, melebihi neofunctionalism.
Pendekatan rasionalisme
Pendekatan reflektivisme
8
Stephan Haggard and Beth A. Simmons, 1987, “Theories of International Regimes”, International
Organization, Vol. 41, No. 3 (Summer, 1987), hal 499-513
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah kami uraikan di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa organisasi internasional dapat dijelaskan melalui dua pendekatan. Yang
pertama, pendekatan institusionalisme dimana pendekatan ini diartikan sebagai
pendekatan analisis formal institusi yang dimana mengamati proses penyaluran
aspirasi landasan kepentingan dan alur kerja suatu organisasi-organisasi internasional
dalam merumuskan suatu kebijakan ini berpandangan atau melihat organisasi
internasional lebih kedalam atau faktor-faktor internal. Yang kedua pendekatan rezim
mengkaji dari sisi luar organisasi internasional, yaitu dampak atau pengaruh dari
organisasi tersebut kepada aktor lainnya.
Archer, Clive. International Organizations 4th edition. London: Routledge, 2015, diakses
melalui
https://books.google.co.id/books?id=aRgcBQAAQBAJ&pg=PA85&lpg=PA85&dq=neo
functionalism+Clive+archer&source=bl&ots=0KsZ5MDB3J&sig=rzx06stwdyeAddFkP
VyMLfSQdFw&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=neofunctionalism%20Clive%
20archer&f=false pada 8 Oktober 2015 pukul 20.12 WIB
Barkin, J. Samuel. International Organization: Theories and Institutions. New York: Palgrave
Macmillan,2006.
Stephan Haggard and Beth A. Simmons, 1987, “Theories of International Regimes”,
International Organization, Vol. 41, No. 3 (Summer, 1987)
LAPORAN NOTULEN KELOMPOK 3
d. Yeniar: Apa sih karakteristik yang spesifik dalam setiap teori pendekatan
menurut barkin?