Perkembangan
tekhnologi
Ekonomi
Lingkungan ,
Penyakit
Infeksi Mobilisasi
manusia
emerging
hewan
,
Perubahan iklim
Penyakit New Emerging
Re-emerging
Penyakit infeksi di suatu daerah yang kasusnya sudah sangat menurun atau terkontrol kemudian
Penanganan penderita penyakit infeksi emerging tertentu memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk
kepentingan pencegahan penyebaran penyakit
• Pada PIE tertentu (new emerging) pasien terduga, pasien atau orang yg kontak dengan pasien, terduga
pasien kewaspadaan ketat
• PIE potensi pandemi: poliomielitis, peny virus ebola, MERS-CoV, Avian Influenza, virus Hanta, virus
Nipah, demam kuning, demam Lassa, demam Congo, peny baru lain
Subtipe H5N1 dapat bertahan hidup pada air sampai suhu 4 hari pada suhu 22 oC dan dapat bertahan
lebih dari 30 hari pada suhu 0oC
Subtipe H5N1 dapat mati dengan deterjen/sabun, desinfektan seperti fromalin, karbol, kaporit, klorin
dan cairan yang mengandung iodin atau alkohol 70%
Didalam feses unggas atau tubuh unggas yang terinfeksi subtipe H5N1 dapat bertahan hidup lebih lama,
akan tetapi akan mati pada pemanasan 60 oC selama 30 menit, 56oC selama 3 jam, dan pemanasan 80 oC
selama 1 menit
Masa inkubasi rata-rata adalah 3 hari (dengan rentang 1-7 hari) dan masa infeksius pada manusia adalah
1 hari sebelum masa inkubasi, sampai 3-5 hari setelah gejala muncul
pada anak dapat berlangsung sampai 21 hari (anak kurang dari 12 tahun dapat berlangsung sampai 21
hari sejak muncul gejala pertama
anak usia lebih dari 12 tahun dapat berlangsung hingga 7 hari bebas demam.
Penularan
Kontak langsung dengan unggas atau hewan lain di wilayah yang terjangkit H5N1 dalam 1 bulan
terakhir
Konsumsi langsung produk unggas mentah atau tidak dimasak dengan benar dari wilayah yang
dicurigai atau dipastikan terjangkit H5N1 dalam satu bulan terakhir
Kontak atau menangani langsung sampel hewan atau manusia yang dicurigai dalam laboratorium
atau tempat lain.
Seseorang dengan demam ≥ 38oC dan ILI , dan disertai satu atau lebih pajanan di bawah ini dalam 7
hari sebelum mulainya gejala, yaitu :
o Terpajan (misalnya memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan untuk
konsumsi) dengan ternak ayam, unggas liar, unggas air, bangkai unggas atau terhadap lingkungan
yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah terjangkit dalam satu bulan terakhir.
o Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna dari wilayah
yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terkonfirmasi H5N1 dalam satu
bulan terakhir.
o Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar), misalnya kucing atau
babi yang telah terkonfirmasi terinfeksi H5N1. Memegang/ menangani sampel (hewan atau
manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya.
VIRUS EBOLA
• Ditemukan pertama kali tahun 1976 pada kejadian luar biasa (KLB) di dua tempat yang terjadi
bersamaan, yaitu: Nzara, Sudan, dan Yambuku, DR Kongo (d/h Zaire).
• Virus ditemukan di desa yang dekat dengan sungai Ebola, di DR Kongo, sehingga diambil menjadi nama
dari virus ini.
• Asal virus: dari bukti yang ada berasal dari kelawar (fruit bat)
• Penyakit ini menyerang Primata dan Manusia
• Masa inkubasi: 2 – 21 hari (rata-rata 8-10 hari)
• Tingkat Fatalitas: 25% – 90%
• Penyakit Virus Akut Berat ditandai dengan :
Demam tiba – tiba, lemah & lesu, sakit otot, sakit kepala dan tenggorokan.
Diikuti: muntah, diare, ruam kulit, penurunan fungsi ginjal dan hati, perdarahan luar dan dalam
Lab darah: Leukopeni, Peningkatan platelet dan enzim hati
Transmisi:
Kontak dengan darah, sekret, organ atau cairan tubuh hewan yang terinfeksi.
Di Afrika Infeksi terjadi setelah menangani simpanse, gorila, kera, kelalawar, dan rusa yang sakit atau mati.
MERS-CoV : penyakit yang disebabkan oleh virus Corona baru yang menyerang saluran napas,
menimbulkan gejala ringan s/d berat, masa inkubasi 2-14 hari
Perjalanan penyakit: infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yaitu demam, batuk, sesak napas hingga
pneumonia berat, ARDS, biasanya menjadi berat bila memiliki penyakit ko-morbid.
PENULARAN MERS-CoV
• Sumber utama penularan: unta (dromedary camel) terinfeksi
• MERS-CoV merupakan virus zoonosis infeksi sekunder pada manusia
• MERS-CoV menempel pada saluran napas di sel alveoli tipe 2 dan sel clara
• Reseptor MERS-CoV adalah dipeptidyl dipeptase 4 (DDP4)
• Penularan MERS-CoV, yaitu:
1. Animal to human
kontak langsung atau tidak langsung dengan unta terinfeksi atau produk mentah atau tidak
diolah matang/pasteurisasi (kasus primer).
2. Human to human
kontak erat dengan orang terinfeksi MERS-CoV, penularan terbatas (kasus sekunder).
Hospital acquired: penularan dari orang ke orang di RS karena pencegahan dan
pengendalian infeksi tidak diterapkan dengan tepat.
Community acquired: didapat di masyarakat.
DIAGNOSIS MERS-CoV
RIWAYAT PAJANAN/KONTAK:
dalam 14 hari sebelum munculnya gejala
Kontak dengan unta (tanyakan kontak bagaimana)
Konsumsi produk unta mentah atau tidak dipasteurisasi
seperti susu atau produk dari susu
Kontak dengan orang yang mempunyai gejala sama
(status orang tsb underivestigation, propable atau
confirmed MERS-CoV)
Pemeriksaan penunjang:
o Radiologi: Foto toraks dapat ditemukan infiltrat,
konsolidasi sampai gambaran ARDS
o Laboratorium: diagnostik dengan RT-PCR dan
konfirmasi dengan sekuensing
Deteksi Dini
Untuk dapat melakukan deteksi dini maka harus mengetahui kriteria menetapkan kasus
Kasus MERS –CoV diklasifikasikan menjadi 3:
1. Kasus dalam penyelidikan (underinvestigation)
2. Kasus probabel
3. Kasus konfirmasi
Pasien dengan ISPA yaitu demam atau riwayat demam, batuk dan pneumonia berat atau dengan
ARDS DAN salah satu dari berikut :
Riwayat perjalanan ke Timur Tengah atau Negara terjangkit dalam waktu 14 hari sebelum
mulainya gejala kecuali ditemukan etiologi lainnya
Penyakit muncul dalam satu klaster yang terjadi dalam waktu 14 hari, tanpa
memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi lain
Tidak perlu menunggu hasil tes untuk patogen lain sebelum pengujian untuk MERS CoV.
Kasus probabel
Seseorang dengan pneumonia atau ARDS dengan bukti klinis, radiologis atau histopatologis
DAN adanya hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi MERS Co-V DAN
tidak tersedia pemeriksaan untuk MERS-CoV atau hasil laboratoriumnya negatif pada satu
kali pemeriksaan spesimen yang tidak adekuat.
Seseorang dengan pneumonia atau ARDS dengan bukti klinis, radiologis atau histopatologis
DAN adanya hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi MERS Co-V
dan/atau memiliki riwayat tinggal atau berpergian dari negara terjangkit sejak 14 hari
terakhir DAN hasil pemeriksaan laboratorium inkonklusif (pemeriksaan skrining hasilnya
positif tanpa konfirmasi lebih lanjut
Kasus Konfirmasi
Seseorang terinfeksi MERS-CoV dengan hasil pemeriksaan laboratorium MERS-CoV positif.
SISTEM RUJUKAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING
Pasien
Puskesmas
1 RS rujukan
Dokter
3
Praktek Poli
swasta RS Non rujukan IGD
2 Isolasi
Poli
IGD
Rawat
inap
ICU Isolasi atau Kamar
sembuh Isolasi Ketat jenazah
KESIMPULAN
Penyakit infeksi emerging yang bersifat cepat menular pada suatu populasi manusia.
Pencegahan penyebaran penyakit salah satu yang harus dilakukan adalah
melaksanakan deteksi dini di masing-masing faskes dan melakukan rujukan ke
layanan RS rujukan.
DIFTERI
Penyebab Difteria
Difteria disebabkan Corynebacterium diphtheriae
Korynee: club shaped bacteria; diphtheria=leather hide looking pharyngeal
membrane
4 tipe C. diphtheriae berdasarkan bentuk yang tumbuh pada media tellurite:
Mitis – black colonies with a gray periphery
Gravis – large, gray colonies
Intermedius – small, dull gray to black.
Belfanti – Ditumbuhkan pada suhu 35-370C selama 24 jam dan 3 tipe dapat
menghasilkan toksin
Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 1-8 hari
Dengan munculnya tanda dan gejala difteria (terutama beslag) dalam 2-5 hari setelah
masa inkubasi (perlahan)
Demam < 390C
Penyakit mulai dari: tanpa gejala – mirip infeksi respiratori akut (ARI) atas – fatal
94% kasus difteria mengenai tonsil dan faring
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Tampak toksik dan sakit berat, padahal demam tidak terlalu tinggi
Muka pucat bahkan sampai sianosis
Cari tanda-tanda syok
Kesulitan bicara
Penglihatan ganda
Umumnya menunjukkan tanda tonsilitis dan faringitis
Terdapat membran pada tempat infeksi berwarna putih keabu-abuan,
mudah berdarah bila diangkat
Suspek difteri
gejala faringitis, tonsilitis, laringitis, trakeitis, atau kombinasinya disertai demam atau
tanpa demam dan adanya pseudomembran putih keabu-abuan yang sulit lepas, mudah
berdarah apabila dilepas atau dilakukan manipulasi.
Tonsilitis
• Muncul cepat, akut
• Tidak tampak toksik
• Muka mungkin kemerahan, dengan suhu tinggi hingga >390C
• Sulit membedakan beslag tonsilitis dan difteria apabila terjadi tonsilitis berat dengan
erosi yang dilapisi membran abu dan coklat
Difteria
• Pasien tampak toksik
• Muka pucat, walaupun suhu tubuh < 390C
• Laju nadi cepat tetapi lemah
• Muncul beslag berangsur-angsur (2-3 hari)
• Seringkali, beslag difteria hanya unilateral dengan sekelilingnya kemerahan
• Membran sulit diangkat dan akan berdarah, serta tampak dasarnya erosi
• Pasien bayi, umumnya difteria kulit di nasal atau konjungtivitis
• tercium bau busuk, sekret serosanguinis/purulen
• ulkus dangkal pada hidung dan bibir atas
Antibiotik
• Antibiotik Penicillin procaine IM 25.000-50.000 U/kg BB maks 1,2 juta
selama 14 hari, (maksimal 1 sisi 600.000IU) selama 14 hari atau
• Eritromisin oral atau injeksi diberikan 40 mg/KgBB/hari dibagi 4
dosis(maks 2 g/hari) interval 6 jam selama 14 hari.
• Eritromisin lebih superior daripada penisilin untuk eradikasi karier
difteria nasofaring.
Komplikasi Difteri
• Obstruksi jalan nafas
• Diawali dengan nafas berbunyi dan sesak nafas
• Sianosis akibat hipoksia
• Kadang perlu dilakukan trakheostomi
• Miokarditis
• Diawali dengan takikardi
• Perubahan denyut jantung: aritmia, iregular
• Heart block (A-V block), heart failure
• Kelumpuhan syaraf (peripheral neuritis)
• Kelumpuhan otot larings: suara sengau, mudah tersedak
• Kelemahan anggota badan, diafragma
Nowsen L. Diphtheria. www.patient.info.2014
Komplikasi Difteri
Myocarditis :
o Biasanya terjadi pada awal minggu kedua
o Takikardi atau bradikardi, bunyi jantung redup, muntah, nyeri abdomen,
dyspnea
Komplikasi Neurologis:
o Paralysis palatum ( akhir minggu ke-2)
o Polyneuritis umum ( minggu ke-3 – 6 )
o Gangguan akomodasi ( minggu ke-3 )
Komplikasi renal (nefritis):
o Oliguria dan proteinuria
PROGNOSIS
Virulensi organisme
Tempat pada tubuh terjadinya infeksi
Pada difteria faring umumnya berat dan toksik
Usia <5 tahun
Status imunisasi: belum/tidak lengkap
Kecepatan pemberian antitoksin
Obstruksi mekanik laring atau difteria bull-neck
Walaupun dilakukan pengobatan, 1 dari 10 pasien difteria kemungkinan
meninggal. Tanpa pengobatan 1 dari 2 pasien difteria akan meninggal
Imunisasi Rutin
1983: Dasar (bayi): DPT 1-3
1998: Booster BIAS – SD kl 1: DT
2011: Booster BIAS – SD kl 1 s/d 3: DT & Td
2014: Booster DPT pd 18 bln
2017: Booster BIAS – SD kl 1, 2 & 5: DT & Td
Kesimpulan
Deteksi dini kasus difteri
Tata laksana kasus difteri dengan tepat
Obati karier untuk memutuskan transmisi
Laporkan dinkes surveilans setempat
Lengkapi imunisasi vaksin difteri melalui ORI dan imunisasi rutin
DEMAM DENGUE
Laporan/Penjelasan/Jawaban Demikian laporan ini kami sampaikan, mohon arahan dari
atas disposisi Direktur Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Kalideres. Atas arahan dan
Rumah Sakit Umum
perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Kalideres
Mengetahui,
Ka. Seksi Pelayanan Medis
RSUD Kalideres Pembuat Laporan :
Disposisi
Direktur RSU Kalideres