Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KASUS

Blefarokonjungtivitis

Pembimbing :

dr. Moch Soewandi, Sp.M

Disusun Oleh :

Indra Mendila

112017113

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR ESNAWAN ANTARIKSA

PERIODE 28 OKTOBER – 30 NOVEMBER 2019

1
BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Ny. DO

Tanggal lahir : 10 Oktober 1971

Umur : 48 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Pendidikan : S1

Status : Menikah

Alamat : JL Komodor Halim no. 27 RT 06/ RW 06, Halim Perdana Kusuma

No.RM : 003114

ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS) tgl 05-11-2019 pukul 11.20

 Keluhan Utama

Bengkak pada kelopak mata atas sebelah kiri disertai mata kemerahan

 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke polimata RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan bengkak
pada kelopak mata kiri disertai mata kemerahan sejak 3 hari SMRS.Ukuran bengkak
semakin membesar sejak dari awal keluhan.Keluhan diawali rasa gatal sehingga
pasien mengucek mata dan lama kelaman mata menjadi merah. Keluhan disertai juga
dengan mata yang juga berair. Tidak ada nyeri pada mata.Pasien mengatakan
sebelumnya sudah berobat IGD RSAU dan diberikan obat tetes mata dan juga
cetirizine tetapi keluhan tidak kunjung membaik.Keluhan mata bersekret (-),
pandangan kabur (-), silau saat melihat sinar (-), pandangan ganda (-), tidak ada
kerontokan pada bulu mata, mata gatal (-), demam (-), mual dan pusing (-).

2
Riwayat Alergi :

Tidak Ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa dengan pasien. DM (-),
Hipertensi (-)

Riwayat Kebiasaan/ Lingkungan :

Sehari pasien berkerja sebagaiibu rumah tangga yang sering membersihkan rumah.

I. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 82 kali / menit
Suhu : 36,5°C
Laju pernafasan : 18 kali / menit

Kepala : Normocephal, tidak terdapat deformitas


Telinga : Discharge (-)
Hidung : Deviasi septum (-), discharge (-), epistaksis (-)
Mulut : Karies gigi (-)
Leher : Kelenjar getah bening tidak mengalami pembesaran
Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara napas dasar vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : Cembung, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) N.
Ekstremitas : Hangat, udema -/-, deformitas (-)

3
b. Status oftalmologis

KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Tajam penglihatan 6/6 6/6
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Addisi - -
Distansia Pupil - -
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPRA SILIA
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak ada Ada hiperemis
Nyeri tekan Tidak Ada Ada
Ektropion Tidak Ada Tidak Ada
Entropion Tidak Ada Tidak Ada
Blefarospasme Tidak Ada Tidak Ada
Trikiasis Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Fisura palpebra Dalam batas normal Dalam batas normal
Hordeolum Tidak Ada Tidak Ada
Kalazion Tidak Ada Tidak Ada
Ptosis Tidak Ada Tidak Ada
5. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR

4
Hiperemis Tidak Ada Ada
Folikel Tidak Ada Ada
Papil Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Anemia Tidak Ada Tidak Ada
Kemosis Tidak Ada Tidak Ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva Tidak Ada Ada
Injeksi siliar Tidak Ada Tidak Ada
Perdarahan subkonjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Pterigium Tidak Ada Tidak Ada
Pinguekula Tidak Ada Tidak Ada
Nervus pigmentosus Tidak Ada Tidak Ada
7. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak Ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak Ada
8. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Plasido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Dalam Dalam

5
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak ada Tidak ada
10. IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
11. PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
12. LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Ditengah Ditengah
Tes shadow Tidak dilakukan Tidak dilakukan

13. BADAN KACA


Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
14. FUNDUS OKULI
a. Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d. Ratio Arteri : Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f. MakulaLutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
g. Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

6
h. Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
i. Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
j. Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. PALPASI
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Massa tumor Tidak Ada Tidak Ada
Tensi okuli (digital) 16 14
Tonometri Schiots Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. KAMPUS VISI
Tes konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

III. RESUME
Pasien datang polimata RSAU dr Esnawan Antariksa dengan keluhan bengkak pada
kelopak mata kiri disertai mata kemerahan sejak 3hari SMRS. Ukuran bengkak
semakin membesar sejak dari awal keluhan. Keluhan diawali disertai rasa gatal
sehingga pasien mengucek mata dan lama kelaman mata menjadi merah. Keluhan
disertai juga dengan mata yang juga berair. Pada pemeriksaan fisik mata kiri
ditemukan adanya edema, hiperemis dan nyeri tekan pada palpebra superior dan
ditemukan injeksi konjungtiva pada pada mata kiri dan pada konjuntiva tarsal
ditemukan adanya folikel.

IV. DIAGNOSA BANDING


Tidak Ada

V. DIAGNOSIS KERJA
Blefarokonjungtivitis Okuli Sinistra

7
Dasar diagnosa

Keluhan:Bengkak pada kelopak atas mata kiri , mata kemerahan, gatal dan berair

Pemeriksaan Fisik
OS:
 Edem palpebra (+)
 Nyeri tekan palpebra (+)
 Hiperemis (+)
 Konjungtiva bulbi hiperemis
 Konjungtiva tarsal terdapat folikel

VI. PENATALAKSAAN
Medikamentosa
- Tobroson eyedrops 6 x gtt 1 OS
- Floxa eyedrops 6 x gtt I OS
- Natrium diklofenak 25 mg 2 x1 tablet
- Asam Mefenamat 500 mg 2 x 1 tablet (jika nyeri)

Non Medikamentosa

a. Kompres dengan air hangat 3-4 kali/hari selama 10-15menit/hari


b. Pembersihan secret kelopak mata dengan shampo bayi
c. Hindari dari paparan debu
d. Istirahat yang cukup
e. Tutup mata baik dengan kacamata maupun kain
f. Jangan dikucek

VII. PROGNOSIS

OD OS

Ad Vitam : ad bonam ad bonam


Ad Functionam : ad bonam ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam ad bonam

8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Blefaritis

2.1.1Anatomi Palpebra

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk tear film di depan kornea serta menyebarkan tear film
yang telah diproduksi ini ke konjungtiva dan kornea. Palpebra merupakan alat penutup mata
yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan
mata, karena kelopak mata juga berfungsi untuk menyebarkan tear film ke konjungtiva dan
kornea.3,4

Gambar 1 : Anatomi kelopak mata

Sumber : Allen, JH et all, Patophosiology Blepharitis in Best Practice British Medicine Journal.

Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.3

9
Pada kelopak terdapat bagian-bagian:
1. Satu lapisan permukaan kulit. Tipis dan halus, dihubungkan oleh jaringan ikat yang
halus dengan otot yang ada dibawahnya, sehingga kulit dengan mudah dapat
digerakkan dari dasarnya. Dengan demikian, maka edema dan perdarahan mudah
terkumpul disini, sehingga menimbulkan pembengkakan palpebra.3
2. Kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat, kelenjar zeis
pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom pada tarsus dan bermuara pada tepi
kelopak mata.3
3. Otot seperti:
a. M. Orbicularis oculi yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah,
dan terletak di bawah kulit kelopak. M. Orbicularis berfungsi menutup bola mata
yang dipersarafi N. facialis.3,4
b. M. Rioland. Merupakan otot orbicularis oculi yang ada di tepi margo palpebra.
Bersamaan dengan M. Orbicularis oculi berfungsi untuk menutup mata.3,4
c. M. Levator palpebrae berjalan kearah kelopak mata atas, berorigo pada annulus
foramen orbita dan berinsersi pada lempeng tarsus atas dengan sebagian
menembus M. Orbicularis Oculi menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian
kulit yang tempat insersi M. Levator palpebrae terlihat sebagai sulcus palpebra.
Otot ini dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi mengangkat kelopak mata atau
membuka mata. Kerusakan pada saraf ini atau perubahan - perubahan pada usia
tua menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis).3,4
d. M. Mulleri, terletak di bawah tendon dari M. Levator palpebrae. Inervasinya
oleh saraf simpatis, fungsi M. Levator palbebrae dan M. Mulleri adalah untuk
mengangkat kelopak mata.3,4
4. Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di
dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.3
5. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosus berasal dari rima orbita merupakan
pembatas isi orbita dengan kelopak depan.3
6. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh
lingkaran permukaan orbita. Tarsus terdiri atas jaringan ikat yang merupaka jaringan
penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 buah dikelopak atas dan 20 buah di
kelopak bawah ).3

10
7. Pembuluh darah yang memperdarainya adalah a. palpebrae.3
8. Persarafan sensorik kelopaka matas atas didapatkan dari ramus frontal n.V,
sedangkan kelopaka bawah oleh cabang ke II saraf ke V.3
Konjungtiva tarsal yang terletak dibelakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsl melalui forniks menutupi bulbus okuli.
Konjungtiva merupaka membrane mukosa yang mempunyai sel goblet yang menghasilkan
musin.5,6

2.1.2 Histologi dan Fisiologi Palpebra

Bola mata terletak di dalam tulang orbita dan terbuka ke sebelah anterior, ditutup oleh
kelopak mata bagian atas dan bawah, jika keduanya merapat bertemu pada fissura palpebra.
Palpebra menutup permukaan anterior kornea dan melipat pada bagian tepinya yang
kemudian melapisi permukaan dalam palpebra. Lipatan di superior dan inferior disebut fornix
konjungtiva. Ketika kelopak mata menutup terbentuk sakus konjungtiva, merupakan ruang
sebelah anterior mata dan terisi sedikit cairan.7
Tiap kelopak mata terdiri atas lempeng jaringan ikat dan otot skelet di tengah sebagai
penyokong, disebelah luar dilapisi oleh kulit dan disebelah dalam dilapisi oleh membran
mukosa (konjungtiva palpebra). Kulit disini tipis mempunyai rambut halus, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea dan dermis yang mengadung banyak serat elastin yang halus. Dermis sedikit
menebal di tepi kelopak mata dan mengandung tiga atau empat deretan rambut-rambut yang
kaku disebut bulu mata, folikelnya terdapat sampai dermis. Bulu mata mengalami pergantian
setiap 100 – 150 hari. Terdapat kelenjar sebasea kecil berhubungan dengan bulu mata,
sedangkan M. Arektor pili tidak ada.7
Di bawah kulit terdapat lapisan otot skelet M. Orbicularis oculi (bagian terbesar) dan
lebih ke dalam lagi terdapat lapisan jaringan ikat (fasia palpebra) yang merupakan lanjutan
tendo M. Levator paplebrae. Juga terdapat lapisan otot polos yang tipis di tepi atas palpebra
superior yaitu M. Tarsalis superior Müller, melekat pada tepi tarsus. Di belakang folikel bulu
mata terdapat M. Siliaris Riolani (muskular skelet).7
Sebelah belakang lapisan otot terdapat lapisan fibrosa yang tipis di bagian perifer
disebut septum orbital dan lempeng tarsus. Tarsus merupakan lempeng jaringan ikat yang
padat melengkung mengikuti bentuk bola mata, berbentuk seperti huruf D yang bagian

11
horizontalnya sesuai dengan tepi palpebra. Tarsus pada palpebra superior lebarnya 10 -12
mm, sedangkan tarsus pada palpebra inferior lebarnya 5 mm. Pada kedua tarsus ini terbenam
sebaris kelenjar sebasea yang sangat besar yaitu kelenjar tarsalis Meibom. Permukaan
posterior tarsus menjadi satu dengan konjungtiva palpebra. Bentuk palpebra dipertahankan
oleh tarsus ini.7
Epitel konjungtiva berlapis silindris dengan sel – sel goblet, ketebalannya bervariasi
tergantung pada letaknya. Konjungtiva bulbi di tepi kornea, epitelnya menjadi berlapis
gepeng identik dengan epitel kornea. Pada fornix konjungtiva epitelnya lebih tebal.7

Gambar 2 : Histologi palpebra


Sumber : https://secure.health.utas.edu.au/intranet/cds/histoten/Practicals/CHG

M. Orbicularis oculi jalannya melingkar, mendapat persarafan dari N. VII dan


berfungsi untuk menutup kelopak mata. M. Levator palpebra dipersarafi oleh N. III melekat
pada tarsus dan kulit, berfungsi untuk mengangkat palpebra superior. M. Tarsalis superior
Müller dipersarafi oleh saraf simpatis. 7
Ada 3 jenis kelenjar pada palpebra, yaitu Kelenjar Meibom adalah kelenjar sebasea
yang panjang dalam lempeng tarsus. Kelenjar ini tidak berhubungan dengan folikel rambut.
Pada palpebra superior ada sekitar 25 dan pada palpebra inferior ada sekitar 20, tampak
sebagai garis vertikal warna kuning di sebelah dalam konjungtiva palpebra. Saluran keluar
kelenjar Meibom bermuara ke tepi palpebra, merupakan satu deretan pada peralihan antara
kulit dan konjungtiva. Ke dalam saluran utama ini bermuara beberapa saluran yang pendek

12
dari alveoli kelenjar sebasea. Kelenjar Meibom menghasilkan sebum yang membentuk apisan
berminyak pada permukaan air mata, berfungsi untuk mencegah penguapan air mata.7
Kelenjar Moll merupakan kelenjar apokrin tak bercabang, terletak di antara dan di
belakang folikel – folikel bulu mata. Pars terminalis kelenjar Moll tidak berkelok-kelok dan
saluran keluarnya bermuara ke folikel rambut. Fungsi kelenjar ini tidak diketahui.7
Kelenjar Zeiss lebih kecil, merupakan modifikasi kelenjar sebasea dan berhubungan
dengan folikel rambut mata.7

2.1.3 Definisi

Infeksi kelopak atau blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak mata
(palpebra) baik itu letaknya tepat di kelopak ataupun pada tepi kelopak. Blefaritis dapat
disebabkan oleh infeksi ataupun alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Blefaritis
alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahkan bahan kosmetik,
sedangkan Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh kuman streptococcus alfa atau beta,
pneumococcus, pseudomonas, demodex folliculorum dan staphylococcus (melalui demodex
folliculorum sebagai vektor).3

Gambar 3 : Radang pada kelopak mata (blefaritis)


Sumber : Weinstock, Frank J., MD, FACS and Melissa Conrad Stöppler, MD. Eyelid Inflammation
“Blepharitis”

2.1.4 Epidemiologi

Blefaritis adalah gangguan mata yang umum di Amerika Serikat dan di seluruh dunia.
Hubungan yang tepat antara blefaritis dan kematian tidak diketahui, tetapi penyakit dengan
angka kematian yang dikenal, seperti lupus eritematosus sistemik, mungkin terdapat blefaritis
sebagai bagian dari gejala yang ditemukan. Morbiditas termasuk kehilangan fungsi visual,

13
kesejahteraan, dan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari. Proses
penyakit dapat mengakibatkan kerusakan pada pelupuk mata dengan trichiasis, entropion
notching, dan ectropion. Kerusakan kornea dapat mengakibatkan peradangan, jaringan parut,
hilangnya kehalusan permukaan, dan kehilangan kejelasan penglihatan. Jika peradangan yang
parah berkembang, perforasi kornea dapat terjadi. Tidak ada studi yang diketahui
menunjukkan perbedaan ras dalam kejadian blefaritis. Rosacea mungkin lebih umum di orang
berkulit putih, meskipun temuan ini mungkin hanya karena lebih mudah dan sering
didiagnosis pada ras ini.8
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang ada pada
rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai penyakit penyerta pada
penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tapi dapat terjadi pada semua
umur.9
Belum ditemukan penelitian yang dirancang untuk mengetahui perbedaan dalam
insiden dan klinis blefaritis antara jenis kelamin. Blefaritis seboroik lebih sering terjadi pada
kelompok usia yang lebih tua dengan usia rata-rata adalah 50 tahun.8 Akan tetapi apabila
dibandingkan dengan bentuk lain, blefaritis staphylococcal ditemukan pada usia lebih muda
(42 tahun) dan sebagian besar adalah wanita (80%).8

2.1.5 Etiologi

Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, alergi, kondisi lingkungan,
atau mungkin terkait dengan penyakit sistemik:3
a. Blefaritis inflamasi terjadi akibat peningkatan sel radang kulit di sekitar kelopak. Infeksi
biasanya disebabkan oleh kuman Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh kuman
streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, pseudomonas, demodex folliculorum dan
staphylococcus (melalui demodex folliculorum sebagai vektor).
b. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahkan bahan
kosmetik, atau dengan banyak obat, baik mata atau sistemik. Pada banyak orang juga
dapat disebabkan oleh karena paparan hewan seperti anjing atau kucing.
c. Bentuk ulseratif (blefaritis menular) sering ditandai dengan adanya sekret kuning atau
kehijauan.
d. Blefaritis dapat disebabkan oleh kondisi medis sistemik atau kanker kulit dari berbagai
jenis.

14
Blefaritis anterior biasanya disebabkan oleh bakteri (stafilokokus blefaritis) atau
ketombe pada kulit kepala dan alis (blefaritis seboroik). Hal ini juga dapat terjadi karena
kombinasi faktor, atau mungkin akibat alergi atau kutu dari bulu mata. Blefaritis posterior
dapat disebabkan oleh produksi minyak tidak teratur oleh kelenjar pada kelopak mata
(meibomian blefaritis) yang menciptakan lingkungan yang menguntungkan untuk
pertumbuhan bakteri. Hal ini juga dapat berkembang sebagai akibat dari kondisi kulit lainnya
seperti jerawat rosacea dan ketombe kulit kepala.8
Blefaritis melibatkan tepi kelopak mata, di mana bulu mata tumbuh dan pintu dari
kelenjar minyak kecil dekat pangkal bulu mata berada. Mungkin ada keterlibatan tepi luar
dari tepi kelopak mata yang berdekatan dengan kulit atau dan tepi bagian dalam kelopak
mata yang bersentuhan dengan bola mata. Perubahan pada kulit kelopak mata atau
permukaan mata itu sendiri biasanya bisa menjadi penyebab sekunder yang mendasari
terjadinya kelainan pada kelopak mata.1
Penyebab kebanyakan kasus blefaritis adalah kerusakan kelenjar minyak di kelopak.
Ada sekitar 40 kelenjar ini di setiap kelopak mata atas dan bawah. Ketika kelenjar minyak
memproduksi terlalu banyak, terlalu sedikit, atau salah jenis minyak, tepi kelopak mata dapat
menjadi meradang, iritasi, dan gatal.9

2.1.6 Patofisiologi

Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata karena adanya
pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan
lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit. Hal ini
mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan di sekitar kelopak mata,
mengakibatkan kerusakan sistem imun atau terjadi kerusakan yang disebabkan oleh produksi
toksin bakteri, sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat diperberat
dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom.10
Blefaritis anterior mempengaruhi daerah sekitar dasar dari bulu mata dan mungkin
disebabkan infeksi stafilokokus atau seboroik. Yang pertama dianggap hasil dari respon
mediasi sel abnormal pada komponen dinding sel S. Aureus yang mungkin juga bertanggung
jawab untuk mata merah dan infiltrat kornea perifer yang ditemukan pada beberapa pasien.
Blefaritis seboroik sering dikaitkan dengan dermatitis seboroik umum yang mungkin
melibatkan kulit kepala, lipatan nasolabial, belakang telinga, dan sternum. Karena hubungan

15
erat antara kelopak dan permukaan okular, blefaritis kronis dapat menyebabkan perubahan
inflamasi dan mekanik sekunder di konjungtiva dan kornea. Sedangkan blefaritis posterior
disebabkan oleh disfungsi kelenjar meibomian dan perubahan sekresi kelenjar meibomian.
Lipase bakteri dapat mengakibatkan pembentukan asam lemak bebas. Hal ini meningkatkan
titik leleh dari meibum yang menghambat ekspresi dari kelenjar, sehingga berkontribusi
terhadap iritasi permukaan mata dan mungkin memungkinkan pertumbuhan S. Aureus.
Hilangnya fosfolipid dari tear film yang bertindak sebagai surfaktan mengakibatkan
meningkatnya penguapan air mata dan osmolaritas, juga ketidakstabilan tear film.10
Tiga mekanisme patofisiologi blefaritis anterior yang telah diusulkan:10
a. Infeksi bakteri langsung
b. Respons melawan toksin bakteri
c. Delayed hypersensitivity reaction terhadap antigen bakteri
Patofisiologi blefaritis posterior melibatkan perubahan struktural dan disfungsi sekresi
dari kelenjar meibomian. Kelenjar Meibom mengeluarkan meibum, lapisan lipid eksternal
dari tear film, yang bertanggung jawab untuk mengurangi penguapan tear film dan mencegah
kontaminasi. Pada perubahan struktural contoh kegagalan kelenjar di blepharitis posterior
telah ditunjukkan dengan meibography, selain itu, kelenjar epitel dari hewan model penyakit
kelenjar meibomian menunjukkan hiperkeratinisasi yang dapat menghalangi kelenjar atau
menyebabkan deskuamasi sel epitel ke dalam lumen, duktus kelenjar sehingga menyebabkan
konstriksi kelenjar. Hiperkeratinisasi dapat mengubah diferensiasi sel asinar dan karenanya
mengganggu fungsi kelenjar. Disfungsi sekretorik contohnya dalam blepharitis posterior,
terjadi perubahan komposisi meibum di mana perubahan rasio asam lemak bebas untuk ester
kolesterol telah terbukti. Hasil sekresi yang berubah ini bisa memiliki titik leleh yang lebih
tinggi dari pada yang tampak di kelopak mata sehingga menyebabkan menutupnya muara
kelenjar.10

2.1.7 Klasifikasi dan Gambaran Klinis

Berdasarkan letaknya, blefaritis dibagi menjadi:

1. Blefaritis Anterior: blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian luar, tempat dimana
bulu mata tertanam. Blefaritis anterior biasanya disebabkanoleh infeksi bakteri
(stafilokokus blefaritis) atau ketombe di kepala danalis mata (blefaritis sebore). Walaupun
jarang, dapat juga disebabkan karena alergi.2

16
Gambar 4 : Blefaritis Anterior
Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

2. Blefaritis Posterior: blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian dalam, bagian yang
kontak langsung dengan bola mata. Blefaritis posterior dapat disebabkan karena produksi
minyak oleh kelenjar di kelopak mata yang berlebihan (blefaritis meibom) yang akan
mengakibatkan terbentuknya lingkungan yang diperlukan bakteri untuk bertumbuh. Selain
itu, dapat pula terjadi karena kelainan kulit yang lain seperti jerawat atau ketombe.2

Gambar 5 : Blefaritis Posterior


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

Klasifikasi berdasarkan penyebabnya :


A. Blefaritis bakterial
Infeksi bakteri pada kelopak dapat ringan sampai dengan berat. Diduga
sebagian besar infeksi kulit superfisial kelopak diakibatkan streptococcus. Bentuk
infeksi kelopak dikenal sebagai folikulitis, impetigo, dermatitis eksematoid.
Pengobatan pada infeksi ringan ialah dengan memberikan antibiotik lokal dan
kompres basah dengan asam borat. Pada blefaritis sering diperlukan pemakaian
kompres hangat. Infeksi yang bert perlu diberikan antibiotik sistemik.3

17
1. Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid dan
sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan kapas basah. Bila
terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom untuk
mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom (Meibormianitis), yang biasanya
menyertainya.3
Blefaritis stafilokokal ditandai dengan adanya sisik, krusta dan eritema pada
tepi kelopak mata dan collarette formation pada dasar bulu mata. Infeksi kronis dapat
disertai dengan eksasebasi akut yang mengarah pada terjadinya blefaritis ulseratif.
Dapat juga terjadi hilangnya bulu mata, keterlibatan kornea termasuk erosi epitelial,
neovaskularisai dan infiltrat pada tepi kelopak.11

2. Blefaritis Sebore
Blefaritis sebore merupakan peradangan menahun yang sukar penanganannya.
Biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun), dengan keluhan mata kotor, panas dan
rasa kelilipan.3
Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar meibom, air mata berbusa pada
kantus lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva. Pada kelopak dapat terbentuk
kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan jaringan keropeng.3
Pasien dengan blefaritis sebore mempunyai sisik berminyak pada kelopak
mata depan, dan sering di antara mereka juga menderita dermatitis seboroik pada alis
dan kulit kepalanya.11 The American Academy of Dermatology mencatat bahwa
penyebab kondisi ini belum dipahami dengan baik. Tapi dermatitis sebore terkadang
muncul pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Jamur atau ragi jenis
tertentu yang memakan minyak (lipid) di kulit juga dapat menyebabkan dermatitis
seboroik, dengan blefaritis menyertainya.12

18
Gambar 6 : Blefaritis sebore
Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 5

Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan membersihkan kelopak


dari kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas lidi hangat. Dapat dilakukan pembersihan
dengan nitras argenti 1%. Salep sulfonamid berguna pada aksi keratolitiknya.3
Kompres hangat selama 5-10 menit. Kelenjar Meibom ditekan dan dibersihkan
dengan shampo bayi.3
Pada blefaritis sebore diberikan antibiotik lokal dan sistemik seperti tetrasiklin oral 4
kali 250 mg.
Penyulit yang dapat timbul berupa flikten, keratitis marginal, tukak kornea,
vaskularisasi, hordeolum dan madarosis.3

3. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta
pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit.
Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kulit didaerah akar bulu
mata dan sering terdapat pada orang yang berambut minyak. Blefaritis ini berjalan
bersama dermatitis seboroik.3
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh jamur.

19
Pasien dengan blefaritis skuamosa akan merasa panas dan gatal. Terdapat sisik
berwarna halus–halus dan penebalan margo palpebra disertai dengan madarosis. Sisik
ini mudah dikupas dari dasarnya tanpa mengakibatkan perdarahan.3

Gambar 7 : Squamous Blepharitis


Sumber : http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php

Pengobatannya ialah dengan membersihkan tepi kelopak dengan shampoo


bayi, salep mata, dan steroid setempat disertai dengan memperbaiki metabolisme
pasien.3
Penyulit yang dapat terjadi antara lain: keratitis, konjungtivitis.3

4. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat infeksi
staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna kekunung-
kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah di
sekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering dan
keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai perdarahan. Penyakit bersifat
sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel
rambut sehingga mengakibatkan rontok (madarosis).3

20
Gambar 8 : Ulcerative Blepharitis
Sumber : http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php

Pengobatan dengan antibiotik dan higiene yang baik. Pengobatan pada


blefaritis ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Biasanya
disebabkan stafilokok maka diberi obat staphylococcus. Apabila ulseratif luas
pengobatan harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi roboransia.3
Penyulit adalah madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel
rambut, trikiasis, keratitis superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan kalazion. Bila
ulkus kelopak ini sembuh maka akan terjadi tarikan jaringan parut yang juga dapat
berakibat trikiasis.3

5. Blefaritis Angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi pada tepi kelopak disudut kelopak mata
atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus eksternus
dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan padafungsi punctum lakrimal.
Blefaritis angularis disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Moraxella
lacunata.3,11
Seringkali gejala yang muncul adalah kemerahan pada salah satu tepi kelopak
mata, bersisik, maserasi dan kulit pecah-pecah di kantus lateral dan medial, juga dapat
terjadi konjungtivitis folikuler dan papil. Biasanya kelainan ini bersifat rekuren.3

Gambar 9 : Blefaritis angularis


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

Blefaritis angularis diobati dengan sulfa (kloramfenikol, eritromisin),


tetrasiklin dan sengsulfat. Penyulit terjadi pada punctum lakrimal bagian medial
sudutmata yang akan menyumbat duktus lakrimal.3,9

21
6. Meibomianitis.
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan tanda
peradangan lokal pada kelenjar tersebut.3

Gambar 10 : Meibomianitis
Sumber : Atlas of Opthalmology

Meibomianitis menahun perlu pengobatan kompres hangat, penekanan dan


pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai antibiotik lokal.3,4

8. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Biasanya
disebabkan oleh infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea kelopak. Biasanya
dapat sembuh sendiri atau hanya dengan pemberian kompres hangat.3
Dikenal bentuk hordeolum internum dan eksternum. Hordeolum eksternum
merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan
infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Hordeolum merupakan suatu
abses di kelenjar tersebut.3
Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah, dan nyeri bila ditekan.3
Hordeolum eksternum akan menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit
kelopak dan nanah dapat keluar dari pangkal rambut atau bulu mata. Hordeolum
internum memberikan penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal. Hordeolum
internum biasanya berukuran lebih besar dibanding hordeolum eksternum.3

22
Gambar 11 : Hordeolum Eksternum
Sumber : http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php

Gambar 12 : Hordeolum Internum


Sumber : http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php

Adanya pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya kelopak


sehingga sukar diangkat. Pada pasien dengan hordeolum kelenjar preurikel biasanya
turut membesar.3
Untuk mempercepat peradangan kelenjar dapat diberikan kompres hangat, 3
kali sehari selama 10 menit sampai nanah keluar.3
Pengangkatan pencabutan bulu mata dapat memberikan jalan untuk drainase
nanah. Diberi antibiotik lokal terutama bila berbakat rekuren atau terjadinya
pembesaran kelenjar preaurikel. Antibiotik sistemik yang diberikan eritromisin 250

23
mg atau diklosasilin 125 – 250 mg 4 kali sehari, dapat juga diberikan tetrasiklin. Bila
terdapat infeksi stafilokokus ditubuh lain maka sebaiknya diobati juga bersama–
sama.3
Pada nanah dari kantung nanah yang tidak dapat keluar dilakukan insisi
hordeolum. Pada hordeolum internum dan eksternum kadang-kadang perlu dilakukan
insisi pada daerah abses dengan fluktuasi terbesar. Pada insisi hordeolum terlebih
dahulu diberikan anestesi topikal dengan pantocaine eye drop 0,5 %. Dilakukan
anastesia filtrasi dengan procaine atau lidocaine di daerah hordeolum dan dilakukan
insisi. Insis pada hordeolum eksternum dibuat sejajar margo palpebra sedangkan pada
hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada margo
palpebra. Setelah dilakukan insisi dilakukan ekskokleasi atau kuretase seluruh isi
jaringan meradang di dalam kantungnya dan kemudian diberi salep antibiotik.3
Penyulit hordeolum dapat berupa selulitis palpebra yang merupakan radang
jaringan ikat jarang palpebra di depan septum orbita dan abses palpebra.3
Diagnosis banding hordeolum adalah selulitis preseptal, konjungtivitis
adenovirus, dan granuloma pyogenik.3

8. Kalazion
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang
tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi ringan
yang mengakibatkan peradangan kronis kelenjar tersebut.3
Kalazion akan memberikan gejala adanya benjolan pada kelopak, tidak
hiperemis, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Kelenjar preurikel tidak
membesar. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata akibat
tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut. Kadang-kadang
kalazion sembuh atau hilang dengan sendirinya akibat diabsorpsi.3

24
Gambar 13 : Kalazion
Sumber : http://medicastore.com/penyakit/860/Kalazion.html

Pengobatan pada Kalazion adalah dengan memberikan kompres hangat,


antibiotik lokal dan sistemik. Untuk mengurangkan gejala dilakukan ekskokleasi isi
abses dari dalamnya atau dilakukan ekstirpasi kalazion tersebut. Insisi dilakukan
seperti pada hordeolum internum yaitu pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada
margo palpebra.3
Ekskokleasi kalazion terlebih dahulu mata ditetes dengan anestesi topikal
pantocaine 0,5 %. Obat anastesia infiltratif disuntikkan dibawah kulit di depan
kalazion. Kalazion dijepit dengan klem kalazion dan kemudian klem dibalik sehingga
konjuntiva tarsal dan kalazion terlihat. Dilakukan insisi tegak lurus margo palpebra
dan kemudian isi kalazion dikuret sampai bersih. Klem kalazion dilepas dan diberikan
salep mata. Pada abses palpebra pengobatan dilakukan dengan insisi dan pemasangan
drain kalau perlu diberikaan antibiotik lokal dan sistemik. Analgetika dan sedatif
diberikan bila sangat diperlukan untuk rasa sakit.3
Bila terjadi kalazion yang berulang beberapa kali sebaiknya dilakukan
pemeriksaan histopatologik untuk menghindarkan kesalahan diagnosis dengan
kemungkinan adanya suatu keganasan.3

B. Blefaritis virus
1. Herpes zoster
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri saraf
trigeminus. Biasanya akan mengenai orang usia lanjut. Bila yang terkena ganglion
cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata dan kelopak
mata atas.3
Gejala tidak akan melampaui garis median kepala dengan tanda-tanda yang
terlihat pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan berasa
demam. Pada kelopak mata terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea bila mata terkena.
Lesi vesikel pada cabang oftalmik saraf trigeminus superfisial merupakan gejala yang
khusus pada infeksi herpes zoster mata.3

25
Gambar 14 : Herpes Zoster Ophthalmica
Sumber : http://medilinks.blogspot.com/2012/01/photos-for-herpes-zoster-
ophthalmicus.html

Pengobatan hanya asimtomatik; steroid superfisial untuk mengurangi gejala


radang dan analgesik untuk mengurangi rasa sakit. Pemberian steroid dosis tinggi
akan mengurangkan gejala yang berat.3
Penyulit yang mungkin terjadi adalah uveitis, parese otot perggerak mata,
glaukoma dan neuritis optik.3

2. Herpes simplek
Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat disertai dengan keadaan yang
sama pada bibir merupakan tanda herpes simpleks kelopak. Dikenal bentuk blefaritis
simpleks yang merupakan radang tepi kelopak ringan dengan terbentuknya krusta
kuning basah pada tepi bulu mata, yang mengakibatkan kedua kelopak lengket.3

26
Gambar 15 : Herpes Zoster Ophthalmica
Sumber : http://medilinks.blogspot.com/2012/01/photos-for-herpes-simpleks-
ophthalmicus.html

Tidak terdapat pengobatan spesifik pada penyakit ini. Bila terdapat infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik sitemik atau topikal. Pemberian kortikosteroid
merupakan kontraindikasi karena dapat mengakibatkan menularnya herpes pada
kornea. Asiclovir dan IDU dapat diberikan terutama pada infeksi dini.3

3. Vaksinia
Pada infeksi vaksinia akan terdapat kelainan pada kelopak berupa pustula
dengan indentasi pada bagian sentral. Tidak terdapat pengobatan spesifik untuk
kelainan ini.3

Gambar 16 : Ocular Vaccinia Infection in Laboratory Worker, Philadelphia,


Sumber : http://wwwnc.cdc.gov/eid/article/12/1/05-1126-f1

4. Moluskum kontagiosum
Moluskum kontagiosum pda kelopak akan terlihat sebagai benjolan dengan
penggaungan ditengah yang biasanya terletak di tepi kelopak. Dapat ditemukan
kelainan berupa konjungtivitis yang bentuknya seperti konjungtivitis inklusi klamidia
atau trakoma. Pengobatan moluskum tidak ada yang spesifik atau dilakukan ekstirpasi
benjolan, antibiotic local diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.3

27
Gambar 18 : Moluskum kontagiosum
Sumber : https://escholarship.org/uc/item/308500hv

C. Blefaritis jamur
1. Infeksi Superfisial
Biasanya diobati dengan griseofulvin terutama efektif untuk epidermomikosis,
diberikan 0.5-1 gram sehari dengan dosis tunggal atau dibagi rata diteruskam 1-2 minggu.
Kandida dengan nistatin topikal 100.000 unit per gram.3

2. Infeksi Jamur Profundus


Pengobatan menggunakan obat sistemik. Actinomyces dan Nocardia efektif
menggunakan sulfonamid, penicillin atau antibiotik spektrum luas. Spesies lain bisa
digunakan Amfoterisin B dimulai dengan 0.05-0.1mg/kgBB iv lambat 6-8 jam
dilarutkan dekstrose 5% dalam air.3

D. Phitiriasis Palpebrarum
Phthirus pubis sebenarnya hidup di rambut pubis. Seseorang yang terinfeksi kutu
dapat kedaerah lain yang berambut seperti axila, dada atau bulu mata. Pitiriasis
palpebarum merupakan kutu dari bulu mata yang biasanya menjangkiti anak-anak yang
hidup ditempat yang memiliki higinitas yang buruk.9

Gambar 19 : Phitiriasis palpebrarum


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

28
Gejala meliputi iritasi kronis dan gatal pada kelopak mata. Ditandai oleh kutu yang
menempel kebulu mata dengan cakarnya. Telur dan kulitnya yang kosong muncul
seperti bentuk oval, coklat, keputihan seperti mutiara dan melekat pada dasar cilia.
Kunjungtivitis tidak lazim ditemukan.
Kutu diangkat beserta bulu mata secara mekanik dengan menggunakan pinset, lalu
diberikan topikal yellow mercuric oxide 1% atau petroleum jelly pada bulu mata dan
kelopak mata dua kali sehari selama 10 hari. Menghilangkan kutu pada pasien, keluarga,
baju dan tempat tidur penting untuk menghindari kekambuhan.9

E. Alergi Kelopak
 Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak penyebabnya adalah bahan yang berkontak pada kelopak, maka
dengan berjalannya waktu gejala akan berkurang.3
Pengobatan dengan melakukan pembersihan kelopak dari bahan penyebab, cuci
dengan larutan garam fisiologik, beri salep mengandung steroid sampai gejala berkurang.3

Gambar 20 : Dermatitis Kontak pada palpebra


Sumber :https://escholarship.org/uc/item/308500hv

 Blefaritis Urtikaria
Urtikaria pada kelopak terjadi akibat masuknya obat atau makanan pada pasien yang
rentan.3
Untuk mengurangi keluhan umum diberikan steroid topical ataupun sistemik, dan
dicegah pemakaian steroid lama. Obat antihistamin dapat mengurangi gejala alergi.3

2.1.8 Diagnosis

29
Blefaritis dapat didiagnosis melalui pemeriksaan mata yang komprehensif. Pengujian,
dengan penekanan khusus pada evaluasi kelopak mata dan permukaan depan bola mata,
termasuk:11
- Riwayat pasien untuk menentukan apakah gejala yang dialami pasien dan adanya masalah
kesehatan umum yang mungkin berkontribusi terhadap masalah mata.
- Pemeriksaan mata luar, termasuk struktur kelopak mata, tekstur kulit dan penampilan
bulu mata.
- Evaluasi tepi kelopak mata, dasar bulu mata dan pembukaan kelenjar meibomian
menggunakan cahaya terang dan pembesaran.
- Evaluasi kuantitas dan kualitas air mata untuk setiap kelainan.

Gambar 21 : Algoritma untuk mendiagnosis pasien dengan kelopak mata merah


Sumber : Differential Diagnosis of the Swollen Red Eyelid, 2007

30
Kondisi yang berkaitan dengan blefaritis kronis:9,13
1. Ketidakstabilan tear film ditemukan pada 30-50% pasien, mungkin sebagai akibat dari
ketidakseimbangan antara komponen cair dan lipid dari tear film memungkinkan
peningkatan penguapan. Waktu pemecahan tear film biasanya berkurang.
2. Chalazion, yang mungkin multipel dan berulang, umumnya terjadi terutama pada pasien
dengan blefaritis posterior.
3. Penyakit membran epitel basal dan erosi epitel berulang dapat diperburuk oleh blepharitis
posterior.
4. Kulit: A. Jerawat rosacea sering dikaitkan dengan disfungsi kelenjar meibomian.
B. dermatitis seboroik terdapat pada>90% dari pasien dengan blefaritis seboroik.
C. Pengobatan acne vulgaris dengan isotretinoin dikaitkan dengan perkembangan
blepharitis pada sekitar 25% dari pasien; hal itu mereda ketika pengobatan
dihentikan.
5. Keratitis bakteri dikaitkan dengan penyakit sekunder permukaan okular untuk blefaritis
kronis.
6. Atopik keratokonjungtivitis sering dikaitkan dengan blefaritis stafilokokus. Pengobatan
blefaritis sering membantu gejala konjungtivitis alergi dan sebaliknya.
7. Intoleransi lensa kontak. Pemakaian jangka panjang lensa kontak berhubungan dengan
penyakit tepi pelupuk mata posterior. Penghambatan gerakan tutup dan ekspresi normal
dari minyak meibomian bisa menjadi penyebabnya. Ada juga mungkin terkait
konjungtivitis giant papil membuat pemakaian lensa tidak nyaman. Blefaritis juga
merupakan faktor risiko untuk keratitis bakteriterkait lensa kontak.

2.1.9 Penatalaksanaan

Sebuah penanganan yang sistematis dan jangka panjang dalam menjaga kebersihan
kelopak mata adalah dasar dari pengobatan blefaritis. Dokter harus memastikan bahwa pasien
mengerti bahwa penanganan blefaritis adalah sebuah proses, yang harus dilakukan untuk
jangka waktu yang lama.8
Banyak sistem mengenai kebersihan kelopak mata, dan semua ini termasuk variasi
dari 3 langkah penting 8,9
1. Aplikasi panas untuk menghangatkan sekresi kelenjar kelopak mata dan untuk memicu
evakuasi dan pembersihan dari bagian sekretorik sangat penting. Pasien umumnya

31
diarahkan untuk menggunakan kompres hangat basah dan menerapkannya pada kelopak
berulang kali. Air hangat di handuk, kain kassa direndam, atau dimasak dengan
microwave, kain yang telah direndam dapat digunakan. Pasien harus diinstruksikan untuk
menghindari penggunaan panas yang berlebihan.8
2. Tepi kelopak mata dicuci secara mekanis untuk menghilangkan bahan yang menempel,
seperti ketombe, dan sisik, juga untuk membersihkan lubang kelenjar. Hal ini dapat
dilakukan dengan handuk hangat atau dengan kain kasa. Air biasa sering digunakan,
meskipun beberapa dokter lebih suka bahwa beberapa tetes shampo bayi dicampur dalam
satu tutup botol penuh air hangat untuk membentuk larutan pembersih. Harus diperhatikan
untuk menggosok-gosok lembut atau scrubbing dari tepi kelopak mata itu sendiri, bukan
kulit kelopak atau permukaan konjungtiva bulbi. Menggosok kuat tidak diperlukan dan
mungkin berbahaya.8
3. Salep antibiotik pada tepi kelopak mata setelah direndam dan digosok. Umum digunakan
adalah salep eritromisin atau sulfacetamide. Salep antibiotik kortikosteroid kombinasi
dapat digunakan, meskipun penggunaannya kurang tepat untuk pengelolaan jangka
panjang.8
Situasi klinis tertentu mungkin memerlukan pengobatan tambahan. Kasus refrakter
blefaritis sering respons dengan penggunaan antibiotik oral. Satu atau dua bulan penggunaan
tetrasiklin sering membantu dalam mengurangi gejala pada pasien dengan penyakit yang
lebih parah. Tetrasiklin diyakini tidak hanya untuk mengurangi kolonisasi bakteri tetapi juga
untuk mengubah metabolisme dan mengurangi disfungsi kelenjar. Penggunaan metronidazol
sedang dipelajari.8
Disfungsi tear film dapat mendorong penggunaan solusi air mata buatan, salep air
mata, dan penutupan pungtum. Kondisi yang terkait, seperti herpes simplex, varicella-zoster,
atau penyakit kulit staphilokokal, bisa memerlukan terapi antimikroba spesifik berdasarkan
kultur. Penyakit seboroik sering ditingkatkan dengan penggunaan shampoo dengan selenium,
meskipun penggunaannya di sekitar mata tidak dianjurkan. Dermatitis alergi dapat merespon
terapi kortikosteroid topikal.8
Konjungtivitis dan keratitis dapat menjadi komplikasi blefaritis dan memerlukan
pengobatan tambahan selain terapi tepi kelopak mata. Campuran antibiotik-kortikosteroid
dapat mengurangi peradangan dan gejala konjungtivitis. Infiltrat kornea juga dapat diobati
dengan antibiotik-kortikosteroid tetes. Ulkus tepi kelopak yang kecil dapat diobati secara

32
empiris, tetapi ulkus yang lebih besar, parasentral, atau atipikal harus dikerok dan spesimen
dikirim untuk diagnostik dan untuk kultur dan pengujian sensitivitas.8
Serangan berulang dari peradangan dan jaringan parut dari blefaritis dapat
memngakibatkan penyakit kelopak mata posisional. Trichiasis dan notching kelopak dapat
mengakibatkan gejala keratitis berat. Trichiasis diobati dengan pencukuran bulu, perusakan
folikel melalui arus listrik, laser, atau krioterapi, atau dengan eksisi bedah. Entropion atau
ectropion dapat mengembangkan dan mempersulit situasi klinis dan mungkin memerlukan
rujukan ke ahli bedah oculoplastics.Perawatan bedah untuk blefaritis diperlukan hanya untuk
komplikasi seperti pembentukan kalazion, trichiasis, ektropion, entropion, atau penyakit
kornea.8
Untuk blefaritis anterior, antibiotik natrium asam fusidic topikal, bacitracin atau
kloramfenikol digunakan untuk mengobati folikulitis akut tetapi terbatas dalam kasus-kasus
lama. Setelah kelopak dibersihkan salep harus digosok ke tepi kelopak anterior dengan cotton
bud atau jari yang bersih. Oral azitromisin (500 mg setiap hari selama tiga hari) dapat
membantu untuk mengontrol penyakit blefaritis ulseratif.9
Pada blefaritis posterior, tetrasiklin sistemik merupakan andalan pengobatan tetapi
tidak boleh digunakan pada anak di bawah usia 12 tahun atau pada wanita hamil atau
menyusui karena disimpan dalam tulang dan gigi tumbuh, dan dapat menyebabkan noda pada
gigi dan hipoplasia gigi (eritromisin adalah alternatif). Alasan untuk penggunaan tetrasiklin
adalah kemampuan mereka untuk memblokir produksi lipase stafilokokal jauh di bawah
konsentrasi penghambatan minimum antibakteri. Tetrasiklin terutama diindikasikan pada
pasien dengan phlyctenulosis berulang dan keratitis tepi, meskipun berulang pengobatan
mungkin diperlukan. Contohnya: Oxytetracycline 250 mg b.d. selama 6-12 minggu,
Doksisiklin 100 mg b.d. selama satu minggu dan kemudian setiap hari selama 6-12 minggu,
Minocycline 100 mg sehari selama 6-12 minggu; (pigmentasi kulit dapat berkembang setelah
penggunaan jangka panjang). Erythromicin 250 mg perhari atau b.d digunakan untuk anak-
anak.9

2.1.10 Komplikasi

Komplikasi yang berat karena blefaritis jarang terjadi. Komplikasi yang paling sering
terjadi pada pasien yang menggunakan lensa kontak. Mungkin sebaiknya disarankan untuk
sementara waktu menggunakan alat bantu lain seperti kaca mata sampai gejala blefaritis
benar-benar sudah hilang.13

33
1. Mata merah : blefaritis dapat menyebabkan serangan berulang mata merah
(konjungtivitis).
2. Keratokonjungtivissica adalah kondisi dimana mata pasien tidak bisa memproduksi air
matayang cukup, atau air mata menguap terlalu cepat. Ini bisa menyebabkan mata
kekurangan air dan menjadi meradang. Syndrome mata kering dapat terjadi karena
dipengaruhi gejala blefaritis, dermatitis seboroik, dan dermatitis rosea, namun dapat
juga disebabkan karena kualitas air matayang kurang baik

3. Ulserasi kornea: iritasi yang terus menerus dari kelopak mata yang meradang atau
salah arah bulu mata dapat menyebabkan goresan (ulkus) di kornea.
Blefaritis tidak mempengaruhi penglihatan pada umumnya, meskipun defisiensi tear
film kadang dapat mengaburkan penglihatan, menyebabkan berbagai derajatpenglihatan
berfluktuasi sepanjang hari.13

2.1.11 Prognosis

Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat mengontrol
tanda-tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi. Perawatan kelopak mata yang
baik biasanya cukup untuk pengobatan. Harus cukup nyaman untuk menghindari
kekambuhan, karena blefaritis sering merupakan kondisi kronis. Jika blefaritis berhubungan
dengan penyebab yang mendasari seperti ketombe atau rosacea, mengobati kondisi-kondisi
tersebut dapat mengurangi blefaritis. Pada pasien yang memiliki beberapa episode blefaritis,
kondisi ini jarang sembuh sepenuhnya. Bahkan dengan pengobatan yang berhasil,
kekambuhan dapat terjadi.13

2.2 Konjungtivitis
2.2.1 Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak mata dan bola mata dalam bentuk akut maupun kronis
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, klamidia, alergi, toksik, maupun iritasi14,15
2.2.2 Anatomi dan fisiologi

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian


belakang merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari
kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata,
kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak

34
pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.. Konjungtiva mengandung
kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata
terutama kornea16

Gambar 1 Anatomi Konjungtiva dan Palpebra

Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:


1. Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra dan dapat
dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva.16
a. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar
2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus
subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara kulit dan
konjungtiva sesungguhnya.
b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler.
Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada
kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar
tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.
c. Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.

2. Konjungtiva bulbaris : menutupi sebagian permukaan anterior bola mata. Terpisah


dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian sepanjang
3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut dengan konjungtiva limbal.

35
Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan episklera bergabung
menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada pertemuan korneosklera di
bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi berlanjut seperti yang ada
pada kornea.3 konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat
dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah
dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat
sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-
kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.16

3. Forniks : bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior


palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan konjungtiva
bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks superior, inferior,
lateral, dan medial forniks.16

Gambar 2. Struktur anatomi dari conjungtiva


Dikutip dari Khurana AK. Disease of The Conjunctiva. Dalam: Comprehensive Ophthalmology. 4 th edition. New
Delhi: New Age International(P) Limited; 2007

Lapisan epitel konjungtiva tediri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
silinder bertingkat,superfisial dan basal. Sel epitel superfisial mengandung sel goblet

36
bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus yang mendorong inti sel goblet ke
tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan
fibrosa (profundal). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa
tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa stratum germativum.16

Struktur Histologis dari konjungtiva16


- Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari:
a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari sel
silindris dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan superfisial sel
silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis) epitelium
stratified skuamous

- Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat
retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit diantaranya. Lapisan ini
paling berkembang di forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir tetapi berkembang
setelah 3-4 bulan pertama kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi konjungtiva pada
bayi baru lahir tidak memperlihatkan reaksi folikuler.3
b. Lapisan fibrosaTerdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal daripada
lapisan adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada tempat tersebut
struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf
konjungtiva. Bergabung dengan kapsula tenon pada regio konjungtiva bulbar.3

- Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:


1. Kelenjar sekretori musin. Mereka adalah sel goblet(kelenjar uniseluler yang
terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle(ada pada tarsal konjungtiva) dan
kelenjar Manz(pada konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini menseksresi
mukus yang mana penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva.16
2. Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah:

37
a. Kelenjar dari Krause(terletak pada jaringan ikat konjungtiva di forniks,
sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks bawah). Dan
b. Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus superios dan
sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).16

-Suplai arterial konjungtiva:


Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri
periferal dan merginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set
pembuluh darah: arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arcade
arteri kelopak mata; dan arteri konjungtiva anterior yang merupakan cabang dari arteri
siliaris anterior. Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose
dengan arteri konjungtiva anterior untuk membentuk pleksus perikornea.16

2.2.3 Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan konjungtiva
terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan Konjungtiva terutama
oleh karena adanya tear film atau lapisan air mata pada konjungtiva yang berfungsi
untuk melarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian
mengalirkan melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior.Lapisan air mata
mengandung beta lisin, lisosim, IgA, dan IgG yang berfungsi untuk menghambat
pertumbuhan kuman.17
Konjungtivitis infeksi terjadi apabila terdapat mikroorganisme patogen yang
mampu menembus pertahanan tersebut atau dengan kata lain Konjuntivitis infeksi
timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan kontaminasi eksternal.
Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang berdekatan atau dari jalur
aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa konjungtiva. Kedua infeksi bakterial
dan viral memulai reaksi bertingkat dari peradangan leukosit atau limfositik
meyebabkan penarikan sel darah merah atau putih ke area tersebut. Sel darah putih ini
mencapai permukaan konjungtiva dan berakumulasi di sana dengan berpindah secara
mudahnya melewati kapiler yang berdilatasi dan tinggi permeabilitas.17
Berbeda dengan konjungtivitis infeksi, konjungtivitis alergika disebabkan oleh
respon imun tipe 1 terhadap alergen. Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi silang
terhadap IgE terjadi, menyebabkan degranulasi dari sel mast dan permulaan dari
reaksi bertingkat dari peradangan. Hal ini menyebabkan pelepasan histamin dari sel

38
mast, juga mediator lain termasuk triptase, kimase, heparin, kondroitin sulfat,
prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. histamin dan bradikinin dengan segera
menstimulasi nosiseptor, menyebabkan rasa gatal, peningkatan permeabilitas
vaskuler, vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva.17
2.2.4 Gejala Konjungtivitis
Gejala-gejala dari konjungtivitis secara umum antara lain:
1. Hiperemia.
Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi konjungtival
diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah konjungtival, yang
muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam perjalanannya menuju ke
limbus. Hiperemia tampak pada semua bentuk konjungtivitis. Tetapi,
penampakan/visibilitas dari pembuluh darah yang hiperemia, lokasi mereka, dan
ukurannya merupakan kriteria penting untuk diferensial diagnosa. Seseorang juga
dapat membedakan konjungtivitis dari kelainan lain seperti skleritis atau keratitis
berdasar pada injeksinya.

Gambar 3. bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva


dikutip dariLang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J,
Lang GE, Recker D, Spraul CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New
York: Thieme; 2000.

Tipe-tipe injeksi dibedakan menjadi:

39
a. Injeksi konjungtiva(merah terang, pembuluh darah yang distended bergerak
bersama dengan konjungtiva, semakin menurun jumlahnya saat menuju ke arah
limbus).
b. Injeksi perikornea(pembuluh darah superfisial, sirkuler atau cirkumcribed pada
tepi limbus).
c. Injeksi siliar(tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah berwarna terang dan
tidak bergerak pada episklera di dekat limbus).
d. Injeksi komposit(sering).
Dilatasi perilimbal atau siliar menandakan inflamasi dari kornea atau struktus
yang lebih dalam. Warna yang benar-benar merah menandakan konjungtivitis
bakterial, dan penampakan merah susu menandakan konjungtivitis alergik.
Hiperemia tanpa infiltrasi selular menandakan iritasi dari sebab fisik, seperti
angin, matahari, asap, dan sebagainya, tetapi mungkin juda didapatkan pada
penyakit terkait dengan instabilitas vaskuler(contoh, acne rosacea).18

2. Discharge
Discharge atau sekret berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat
alamiah eksudat(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari
etiologinya.18

3. Chemosis
Adanya Chemosisatau edema konjungtiva mengarahkan kita secara kuat pada
konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokal
akut atau konjungtivitis meningokokal, dan terutama pada konjungtivitis
adenoviral. Chemosis dari konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan
trikinosis. Meskipun jarang, chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi
atau eksudasi seluler gross.18

Gambar 4. Kemosis pada mata

40
Dikutip dari http://www.eyedoctom.com/eyedoctom/EyeInfo/Images/Chemosis2.jpg
4. Epifora (pengeluaran air mata berlebih)
Lakrimasi yang tidak normal(illacrimation) harus dapat dibedakan dari
eksudasi. Lakrimasi biasanya mencerminkan lakrimasi sebagai reaksi dari badan
asing pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi toksik. Juga dapat
berasal dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal. Transudasi ringan
juga ditemui dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah aktifitas
pengeluaran air mata. Jumlah pengeluaran air mata yang tidak normal dan disertai
dengan sekresi mukus menandakan keratokonjungtivitis sika.18
5. Pseudoptosis.
Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya infiltrasi
sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra
superior.18
6. Hipertrofi folikel.
Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari konjungtiva
dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat dikenali
sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan
menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan
mengitarinya.Terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada
semua kasus konjungtivitis klamidial kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada
beberapa kasus konjungtivitis parasit, dan pada beberapa kasus konjungtivitis
toksik diinduksi oleh medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik.
Folikel pada forniks inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik
yang terbatas, tetapi ketika diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus
superior), harus dicurigai adanya konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik
(mengikuti medikasi topikal).18

Gambar 5. gambaran klinis dari folikel

41
Dikutip dari James B, Chew C, Bron A. Conjunctiva, Cornea and Sclera. Dalam:
Lecture Notes on Ophthalmology. 9th edition. India: Blackwell Publishing; 2003

7. Hipertrofi papiler
Hipertofi papiler dalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika
pembuluh darah yang membentuk substansi dari papilla(bersama dengan elemen
selular dan eksudat) mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut
akan bercabang menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat
inflamasi akan terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti
sebuah gundukan. Pada kelainan yang menyebabkan nekrosis(contoh,trakoma),
eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat.5 Ketika papila
berukuran kecil, konjungtiva biasanya mempunyai penampilan yang halus dan
merah normal. Konjungtiva dengan papila berwarna merah sekali menandakan
kelainan disebabkan bakteri atau klamidia(contoh, konjungtiva tarsal yang
berwarna merah sekali merupakan karakteristik dari trakoma akut). Injeksi yang
ditandai pada tarsus superior, menandakan keratokunjungtivitis vernal dan
konjungtivitis giant papillary dengan sensitivitas terhadap lensa kontak; pada
tarsal inferior, gejala tersebut menandakan keratokonjungtivitis atopik. Papila
yang berukuran besar juga dapat muncul pada limbus, terutama pada area yang
secara normal dapat terekspos ketika mata sedang terbuka(antara jam 2 dan 4 serta
antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai gundukan gelatin yang dapat
mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari keratokonjungtivitis vernal
tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik.18

Gambar 6. gambaran klinis hipertrofi papiler


Dikutip dari www.onjoph.com

42
8. Membran dan pseudomembran
Merupakan reaksi konjungtiva terhadap infeksi berat atau konjungtivitis
toksis. Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman/bahan toksik. Bentukan ini
terbentuk dari jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya dapat diangkat
dengan mudah baik yang tanpa perdarahan(pseudomembran) karena hanya
merupakan koagulum pada permukaan epital atau yang meninggalkan permukaan
dengan perdarahan saat diangkat(membran) karena merupakan koagulum yang
melibatkan seluruh epitel.18

Gambar 7. Bentukan pseudomembran yang diangkat


Dikutip dari http://www.rootatlas.com/wordpress/wp-
content/uploads/2007/08/pseudomembrane-eye.jpg

9. Phlyctenules
Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin
yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada mulanya
terdiri dari perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah.
Ketika berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai
banyak leukosit polimorfonuklear.18
10. Formasi pannus
Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan Bowman dan
epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana
menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi
terjadinya invasi pembuluh darah.18

43
Gambar 8. Pannus tampak pada mata pasien konjungtivitis
Dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic
Approach. 5th edition. hal. 63-81
11. Granuloma
Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah
dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik
seperti tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti
granuloma jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma
muncul bersamaan dengan bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan
submandibular pada kelainan seperti sindroma okuloglandular Parinaud.

Gambar 9 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma


okuloglandular Parinaud.dikutip dariKanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical
Ophthalmology: A Systematic Approach. 5th edition. hal. 63-81

12. Nodus limfatikus yang membengkak


Sistem limfatik dari regio mata berjalan menuju nodus limfatikus di
preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang membengkak mempunyai
arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda diagnostik dari konjungtivitis
viral.18

44
2.2.5 Klasifikasi Konjungtivitis
Berdasarkan penyebab terjadinya, konjungtivitis dapat dibagi menjadi: (1)
konjungtivitis karena agen infeksi, (2) konjungtivitis imunologik/alergi, (3)
konjungtivitis autoimun, serta (4) konjungtivitis kimia atau iritatif.19

1. Konjungtivitis agen infeksi


a. Konjungtivitis bakterial sederhana
Konjungtiva bakterial dibagi menjadi 2 berdasarkan perjalanan
waktunya, yaitu konjungtivitis bacterial akut/subakut dan menahun.
Penyebab konjungtivitis bakterial yang paling sering adalah
Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus
pneumoniae.
Gambaran klinis: kejadian akut, terdapat hyperemia, sensasi benda asing,
sensasi terbakar dan secret mukopurulen. Fotophobia muncul bila kornea
terlibat. Saat bangun tidur mata terasa lengket. Kejadiannya bilateral
walaupun kedua mata tidak terinfeksi secara bersamaan. Tidak terdapat
gangguan visus.
Terapi: antibiotik awal dengan tetes mata kloramfenikol (0.5-1%) 6
kali sehari minimal diberikan selama 3 hari atau diberikan tetes mata
antibiotik spektrum luas. 19

b. Konjungtivitis Gonokokus pada orang dewasa


Konjungtivitis gonokokus disebabkan oleh infeksi Neiseria Gonorrhoeae.
Bakteri ini lebih sering ditemukan pada mukosa genital.
Gejala klinis: secret purulen berlimpah, kemosis (konjungtiva sangat
edema) mata menutup dan terlihat bengkak. Bisa terdapat pseudomembran
dan limfadenopati preaurikular, maupun terjadi keratitis akibat
penumpukan sel-sel polimorfonuklear. Jika terjadi nekrosis jaringan dapat
menyebabkan terjadinya ulkus dan perforasi. Iris dapat hanyut keluar
diikuti dengan turunnya tekanan intraokular sehingga bola mata kempis.
Dapat pula terjadi endoftalmitis (vitreus dan aquous menjadi nanah), dan
akhirnya menyebabkan kebutaan.
Terapi tergantung kondisi klinis. Rawat inap diperlukan untuk
melakukan pengawasan secara ketat. Kultur harus dilakukan untuk uji

45
sensitivitas antibiotika, irigasi dilakukan dengan hati-hati karena sekret
yang banyak dapat menciprat. Antibiotika diberikan berdasarkan hasil
kultur.

c. Konjungtivitis Klamidia
Konjungtivitis yang disebabkan infeksi Chlamydia trachomatis serotype D-K.
gejala klinis terjadi secara unilateral, kronis, sekret mukopurulen, terdapat
folikel pada forniks. Pada kasus yang berat folikel banyak terdapat pada
palpebral superior, limbus dan konjungtiva palpebral. Dapat terjadi kemosis,
limfadenopati preaurikular, keratitis epitelial marginal, infiltrat, dan
mikropannus superior.
Terapi dilakukan dengan pemberian salep tetrasiklin topikal empat kali sehari
dan pemberian sistemik doksisiklin, tetrasiklin, dan eritromsin. 19

d. Konjungtivitis Gonokokus dan Klamidia pada Neonatal

Konjungtivitis Gonokokus terjadi 1-3 hari setelah dilahirkan melalui jalan


lahir, sedangkan konjungtivitis Klamidia terjadi setelah 5-14 setelah
dilahirkan. Konjungtivitis pada neonatus umumnya disebabkan infeksi
menular seksual yang diderita oleh orang tua bayi. Gambaran klinis berupa
sekret purulen, kemosis, terdapat membrane/pseudomembran–pada
konjungtivitis gonokokus; ditambah reaksi papilar—pada konjungtivitis
klamidia.
Terapi dengan antibiotik topikal tetrasiklin/penicillin dan sistemik pada kedua
orang tua. 19

e. Konjungtivitis Adenovirus

Konjungtivitis oleh karena adenovirusvirus dapat dikelompokkan menjadi dua


dasar penyebabnya.
- demam faringkonjungtiva, disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan 7,
sebanyak 30% kasus berkembang menjadi keratitis. Tiga tanda kardinal pada
demam faringkonjungtiva adalah demam, faringitis, konjungtivitis, selain itu

46
ditambah dengan adanya limfadenopati periaurikular tanpa rasa nyeri tekan.
Seringkali terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa.
- Konjungtivitis epidemika, penyebabnya adalah adenovirus tipe 8 dan 9.
Sebanyak 80% kasus akan menjadi keratitis. Karakteristik penyakit ini adalah
adanya lomfadenopati periaurikular dengan nyeri tekan. Gambaran klinis
bersifat akut hyperemia, mata berair, rasa tidak nyaman, dan fotophobia; 60%
kasus bersifat bilateral dengan edema palpebra, dan reaksi folikular, terdapat
gambaran bercak-bercak keputiha pada kornea. Pada kasus yang berat dapat
menimbulkan perdarahan sub konjungtiva karena eksudat yang sangat banyak
sehingga sel-sel darah merah ikut ekstavasasi, timbul kemosis, dan
pseudomembran.
Terapi dengan status gizi yang baik, dalam 2 minggu dapat terjadi perbaikan
spontan, steroid hanya diberikan pada inflamasi yang sangat berat dan infeksi
virus herpes dapat disingkirkan.19

f. Konjungtivitis Herpes Simpleks


Konjungtivitis virus herpes simpleks biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah
unilateral, iritasi, sekret mukoid, sakit, dan fotophobia ringan. Pada kornea
tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu
ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik).
Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di
palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas
terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan.19
Terapi konjungtivitis pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa
umumnya sembuh sendiri, namun perlu diberikan antivirus topikal maupun
sistemik untuk mencegah terkenanya kornea. Antivirus topical sendiri harus
diberikan 7 – 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida
rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu
bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula
diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan
acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.Penggunaan atau
pemberian kortikosteroid pada konjungtivitis herpes dikontra indikasikan,
karena dapat memperburuk infeksi herpes simpleks dan mengkonversi

47
penyakit dari proses sembu sendiri menjadi infeksi yang sangat panjang dan
berat.

g. Konjungtivitis Hemoragika Akut


Konjungtivitis ini disebabkan oleh enterovirus-70 dari golongan pikornavirus
(piko-RNA-virus). Gambaran klinis, konjungtivitis ini terjadi bilateral,
mengluarkan air mata terus menerus, terdapat folikel pada palpebra, terdapat
perdarahan subkonjungtiva. Penyakit ini akan sembuh sendiri dalam waktu 7
hari, tidak ada pengobatan yang efektif. 19

2. Konjungtivitis Alergi
a. Konjungtivitis Alergika Akut
Konjungtivitis biasanya disertai riwayat alergi pada pasien dan atau
keluarganya. Gambaran klinisnya gatal, lakrimasi, hiperemia, kemosis ringan,
dan reaksi papilar yang difus. Pada kasus yang berat dapat terjadi edema
palpebra. Kornea tidak terkena. Kondisi ini dapat dikendalikan dengan
pemberian stabilisator sel mast topikal: sodium kromoglikat 2% dan
19
iodoxamin 0.1%.

b. Konjungtivitis Vernalis
Penyakit ini, juga dikenal sebagai “konjungtivitis musiman” atau
“konjungtivitis musim kemarau”, adalah penyakit alergi bilateral yang
jarang.20Kondisi ini bersifat rekuren, bilateral, mengenai anak-anak serta
dewasa muda. Gambaran klinisnya: gatal, lakrimasi, fotophobia, sensasi benda
asing, rasa terbakar, secret mukus yang tebal, dan ptosis. Palpebra terasa berat
bila diangkat karena terdapat reaksi papilar raksasa pada palpebra superior,
sehingga lebi tepat disebut pseudoptosis. Enyakit ini dapat diikuti dengan
keratitis dan infeksi palpebra superior. Sebagai terapi dapat digunakan
steroid—tapi tidak boleh digunakan untuk jangka panjang. Selain steroid dapat
pula diberikan topical mast cell stabilizer. 19

3. Konjungtivitis Autoimun
a. Konjungtivitis sikatrisial

48
Penyakit ini biasanya diawali dengan konjungivitis kronis dan biasa muncul
bersama dengan manifestasi pada mulut, hidung, esophagus, vulva, dan kulit.
Konjungtiviris dapat memicu timbulnya jaringan parut sehingga terjadi
perlekatan antara konjungtiva bulbi dan konjungtiva palpebra (simblefaron).
Jaringan parut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel goblet
sehingga menimbulkan mata kering. Terapi dilakukan dengan pemberian air
mata buatan dan vitamin a topikal, serta obliterasi pungta lakrimal.19

4. Konjungtivitis Kimiawi
Konjungtivitis kimiawi yang iatrogenik yang diikuti pembentukan parut, sering
kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan
obat-obat lain yang disiapkan dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang
menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjungtiva
saat lahir sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air
mata berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera
karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan
kedalam saccus Konjungtiva. 19

2.6 Pencegahan
Konjungtivitis akibat agen infeksi seringkali menular dengan mudah, untuk
melakukan pencegahan oleh karena itu sebelum dan sesudahmembersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih. Selain itu
diusahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang
sakit, dan jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni
rumah lainnya.
Pencegahan untuk konjungtivitis alergi dan kimia, dilakukan dengan menghindari
pajanan allergen maupun agen kimia yang dapat mengiritasi konjungtiva,
konjungtivitis jenis ini tidak menular. 20

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. 17th ed.
Jakarta: EGC; 2009.
2. Johnson, Stephen, M, MD. Blepharitis. Midwest Eye Institute. Available at :
http://smjohnsonmd.com/Blepharitis.html. Accessed September 30, 2014.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2014.
4. James, Bruce. Lecture Notes On Opthalmology. 9 th ed. Blackwell publishing, Australia:
2013; page 52-4.
5. Popham, Jerry MD. Eyelid Anatomy. In Cosmetic Facial and Eye Plastic Surgery.
Available at : http://www.drpopham.com/347-Anatomy. Accessed Oktober 01, 2014.

6. Vaughan D. General Ophthalmology. Widya Medika. Jakarta: 2003; page 78-80.


7. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2004.
8. Weinstock, Frank J., MD. Eyelid Inflammation “Blepharitis” Available at :
http://www.emedicinehealth.com/eyelid_inflammation_blepharitis/.htm. Accessed
Oktober 02, 2014.
9. Lowery, R Scott, MD et all, Adult Blepharitis Updated: April 26, 2013. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1211763-overview#a0104. Accessed Oktober
02, 2014.
10. Allen, JH et all. Patophosiology Blepharitis. In Best Practice British Medicine Journal.
Last updated: July 26, 2013.
11. Kanski JJ. Blepharitis. In: Clinical Ophthalmology. 7th ed. Butterworth Heinemann.
Philadelphia; 2011: page 34-38.
12. Feder, Robert S, MD, chair et all. Blepharitis Limited Revision In Preferred Practice
Pattern. American Academy Ophthalmology: 2011.

50
13. Hadrill, Marilyn., Blepharitis Page updated September 21, 2013. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article. Accessed Oktober 01, 2014.

14. Abbas A.B.; Lichtman A.H. "Ch.2 Innate Immunity". dalam Saunders (Elsevier). Basic
Immunology. Functions and disorders of the immune system (3rd ed.). ISBN 978-1-4160-
4688-2. 2009
15. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 1998
16. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
17. Pedoman Diagnosis dan Terapi, SMF Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, 2006 ,Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo, Surabaya.
18. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003, hal 2, 134.
19. Suhardjo, Prof. dr. SpM(K) & dr. Hartono, Sp.M(K). Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu
Penyakit Mata FK UGM. Yogyakarta. 2007.
20. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2005-2006

51

Anda mungkin juga menyukai