Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KELOMPOK

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM


PERSEPSI SENSORI DENGAN GLAUKOMA ”

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah : KMB III


Dosen pengampu : Yunita Galih

Disusun Oleh

Kelompok 1 :

1. Adi Chandra Prasetiawan (010218A018)


2. Bambang supriyanto (010218A020)
3. Nizar Heru Ferdiansyah (010218A011)
4. Rian Indra Putra Laituy (010218A0

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting untuk

kehidupan manusia. Terlebih lebih dengan majunya teknologi, indra

penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan.

Apalagi dengan sempitnya lapangan kerja, hanya orang-orang yang sempurna

dengan segala indranya saja yang mendapat kesempatan kerja termasuk

matanya.mata merupakan anggota badan yang sangat peka. Trauma seperti

debu sekecil apapun yang masuk kedalam mata, sudah cukup untuk

menimbulkangangguan yang hebat, apabila keadaan ini diabaikan, dapat

menimbulkan penyakit yang sangat gawat.

Salah satu penyakitnya yaitu glaukoma. Glaukoma adalah penyebab

kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66 juta

penduduk dunia sampai tahun 2010 akan menderita gangguan penglihatan

karena glaukoma. Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi

pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan.

Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena sering berkembang

tanpa gejala yang nyata. Penderita glaukoma sering tidak menyadari adanya

gangguan penglihatan sampai terjadi kerusakan penglihatan yang sudah lanjut.

Diperkirakan 50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita

penyakit tersebut. Karena kerusakan yang disebabkan oleh glaukoma tidak

2
dapat diperbaiki, maka deteksi, diagnosa dan penanganan harus dilakukan

sedini mungkin.

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana cara memberikan asuhan

keperawatan pada pasien dengan glaukoma?

C. Tujuan penulisan

1. Menjelaskan dan memahami pengertian glaukoma


2. Menjelaskan dan memahami etiologi glaukoma
3. Menjelaskan dan memahami patofisiologi glaukoma
4. Menjelaskan dan memahami klasifikasi glaukoma
5. Menjelaskan dan memahami manifestasi klinik glaukoma
6. Memahami dan melakukan pemeriksaan penunjang glaukoma
7. Memahami dan melakukan penatalaksanaan glaukoma
8. Memahami komplikasi glaukoma
9. Memahami konsep asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi) pada pasien dengan glaukoma

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang berarti hijau
kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Glaukoma adalah sekelompok gangguan gangguan
yangbmelibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis yang ditandai
dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segalah akibatnya.
(Indriana dan N Istiqomah; 2004).
Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan intraokuler, penggaungan, dan degenerasi saraf oftik serta
defak lapang pandang yang khas. (Tamsuri A; 2010)
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala
peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan
penggaungan atau pencekungan pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi
syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan.
(Martinelli; 1991 dan Sunaryo Joko Waluyo; 2009)
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan (Dwindra M; 2009).
B. Etiologi
Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan
anatomi sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan
predisposisi faktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi
penyakit atau proses patologik dari sistem tubuh lainnya. Adapun faktor resiko
timbulnya glaukoma antara lain riwayat glauakoma pada keluarga, diabetes
melitus dan pada orang kulit hitam
C. Patofisiologi
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor
aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar

4
humor aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan
kanal Schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap
normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz
(aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg,
diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang
tinggi akan menyebabkan terhambatannya aliran darah menuju serabut saraf
optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara
bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular, akan timbul
penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor :
1. Gangguan perdarahan pada pupil yang menyebabkan deganerasi berkas
serabut saraf pada papil saraf optik.

2. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik
yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.
Bagian tepi papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah
sehingga terjadi penggaungan pada papil saraf optik.

3. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum
jelas.

4. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut


saraf optik.(Tamsuri M, 2010 : 72-73).

D. Klasifikasi
1. Glaukoma primer

Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut


yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik
depan yang sempit pada kedua mata. Pada glukoma kronik yaitu karena
keturunan dalam keluarga, DM Arteri osklerosis, pemakaian kartikosteroid
jangka panjang, miopia tinggi dan progresif dan lain-lain dan berdasarkan
anatomis dibagi menjadi 2 yaitu :

5
a. Glaukoma sudut terbuka

Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma


(90-95%), yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan
berkembang disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai
pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg
berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejalaawal
biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut
ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan
nyeri mata yang timbul.
b. Glaukoma sudut tertutup

Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup


karena ruang anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong
ke depan, menempel ke jaringan trabekuler dan menghambat humor
aqueos mengalir ke saluran schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat
karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan diruang posterior
atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejalah yang timbul dari
penutupan yang tiba-tiba dan meningkatnya TIO, dapat nyeri mata yang
berat, penglihatan kabur. Penempelan iris memyebabkan dilatasi pupil,
tidak segera ditangni akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
2. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit


mata lain yang menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume
cairan di dalam mata. Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu
aktivitas struktur yang terlibat dalam sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos
humor. Gangguan ini terjadi akibat:
a. Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa pada katarak
b. Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan
uvea

6
c. Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris

3. Glaukoma kongenital

Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera


setelah kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan
cairan di dalam mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola
mata meningkat terus dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian
depan mata berair, berkabut dan peka terhadap cahaya. Glaukoma
Kongenital merupakan perkembangan abnormal dari sudut filtrasi dapat
terjadi sekunder terhadap kelainan mata sistemik jarang (0,05%) manifestasi
klinik biasanya adanya pembesaran mata, lakrimasi, fotofobia
blepharospme.
4. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolute merupakan stadium akhir glaukoma
(sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola
mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut kornea
terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa,
mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.
E. Manifestasi klinik
1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).
2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3. Mual, muntah, berkeringat.
4. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5. Visus menurun.
6. Edema kornea.
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut
terbuka).
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9. TIO meningkat.(Tamsuri A, 2010 : 74-75)

7
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.
a. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal
empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :
— Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
— Indentasi dengan tonometer schiotz
— Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
— Nonkontak pneumotonometri
Tonomerti Palpasi atau Digital
Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak
cermat, sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat
digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya
adalah dengan dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil
pendertia disuruh melihat kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab
menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke
depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu
memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi : dimana satu
jari menahan, jari lainnya menekan secara bergantian.Tinggi rendahnya
tekanan dicatat sebagai berikut :
N : normal
 N+1 : agak tinggi
 N+2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
 N–1 : lebih rendah dari normal
 N–2 : lebih rendah lagi dan seterusnya

b. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata
depan dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma
gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata
depan.

8
c. Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan
keadaan papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma
yang kronik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik
dan lebarnya ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak
dapat dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.
2. Pemeriksaan lapang pandang
a. Pemeriksaan lapang pandang perifer : lebih berarti kalau glaukoma sudah
lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan
ditemukan di daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.
b. Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir Bjerrum,
yang meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan – kerusakan dini lapang
pandang ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma
Bjerrum.(Sidarta Ilyas, 2002: 242-248).
G. Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO, membuka
sudut yang tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan
suportif (mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi radang),
mencegah adanya sudut tertutup ulang serta mencegah gangguan pada mata
yang baik (sebelahnya).
Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan
hiperosmotik seperti gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20%
intravena. Humor aqueus ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase
seperti acetazolamide (Acetazolam, Diamox). Dorzolamide (TruShop),
methazolamide (Nepthazane). Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan
dengan memberikan agens penyekat beta adrenergik seperti latanoprost
(Xalatan), timolol (Timopic), atau levobunolol (Begatan).
Untuk melancarakan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil
dengan miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam.
Miotikum ini menyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam penggunaan.

9
Pemberian miotikum dilakukan apabila telah terdapat tanda-tanda penurunan
TIO.
Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan
memberikan analgesik seperti pethidine (Demerol), anti muntah atau
kostikosteroid untuk reaksi radang
Jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan operasi untuk membuka
saluran schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar dengan
mudah. Tindakan pembedahan dapat dilakukan seperti trabekulektomi dan
laser trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi
(Pemasanag selaput beku).
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan
kesehatan terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit
glaukoma merupakan penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak
permanen. Kegagalan dalam pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan
adanya pengabaian untuk mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan
kehilangan pengelihatan progresif dan mengakibatkan kebutaan.
Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang
penyakit ini serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir
pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekan bahwa
pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi pengelihatan, tetapi hanya
mempertahankan fungsi pengelihatan yang masi ada.
H. Komplikasi
Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Kondisi mata pada
kebutan yaitu kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, pupil atropi dengan
ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan
rasa sakit. Mata dengan kebutaan mengakibatkan penyumbatan pembuluh
darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris yang
dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Pengobatan kebutaan ini dapat
dilakukan dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untukmenekan

10
fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola
mata karena mata sudah tidak bisa berfungsi dan memberikan rasa sakit.
I. Konsep asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas
Berisi nama, usia (glaukoma primer terjadi pada individu berumur >
40 tahun), jenis kelamin, alamat, ras (kulit hitam mengalami
kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit putih),
pekerjan (terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata)
dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang
pandang dan mata menjadi kabur.
b) Riwayat kesehatan sekarang: Pasien biasanya mengatakan
matanya kabur dan sering menabrak, gangguan saat membaca
c) Riwayat kesehatan dahulu: kaji adanya masalah mata
sebelumnya atau pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin
(menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan
Angle Closume Glaucoma), riwayat trauma (terutama yang
mengenai mata), penyakit lain yang sedang diderita (DM,
Arterioscierosis, Miopia tinggi).
d) Riwayat kesehatan keluarga: kaji apakah ada kelurga yang
menglami penyakit glaucoma sudut terbuka primer.
3) Pengkajian psikososial
Kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatu,
berkendaraan.

b. Pola kebutuhan sehari-hari


1) Aktivitas / istirahat : Perubahan aktivitas atau hobi sehubungan
dengan gannguan penglihatan

11
2) Makanan/cairan : Kaji apakah terdapat mual atau muntah.
3) Neurosensori : Gangguan penglihatan kabur atau tidak jelas, tampak
lingkaran cahaya atau pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan
perifer, perubahan penggunaan kacamata atau pengobatan tidak
memperbaiki penglihatan, papil menyempit dan merah, mata keras
dengan kornea berawan, peningkatan air mata, sinar terang
menyebabkan silau dan fotofobia.
c. Nyeri/kenyamanan : Ketidaknyamanan ringan, mata berair, nyeri tiba-
tiba, berat atau menetap, tekanan pada sekitar mata dan sakit kepala
d. Penyuluhan/Pembelajaran : Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan
sistem vaskuler. Riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor
(peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin, terpajan pada
radiasi, steroid/toksisitasfenotiazin.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus
menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera
anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar
keluar dari iris.
Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang
pandang cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan
menurun secara bertahap.
Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi
mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal
bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa
mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding
mata yang lain.
f. Pemeriksaan diagnostic
Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open
angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle
closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat

12
sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah
timbul goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula)
maka sudut dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat,
sudut COA akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya
sempit. (Indriana N dan Istiqomah; 2004)
2. Diagnosa
a. Pre operasi
1) Gangguan persepsi sensori penglihatan
2) Ansietas
b. Post operasi
1) Nyeri akut
2) Resiko infksi
3) Defisit perawatan diri
3. Intervensi

No Diagnosa Noc Nic


keperawatan
1 Gangguan Setelah dilakukan Peningkatan
persepsi sensori asuhan Komunikasi: Defisit
penglihatan keperawatan selama …. Penglihatan
X 24 jam, Intervensi :
diharapkan gangguan 1. Kenali diri sendiri
persepsi sensori teratasi ketika memasuki
dengan indikator: ruang pasien
 Kompensasi tingkah 2. Menerima reaksi
laku penglihatan : pasien terhadap
1. Pantau gejala dari rusaknya
semakin buruknya penglihatan
penglihatan 3. Catat reaksi
2. Posisikan diri pasien terhadap
untuk rusaknya
menguntungkan penglihatan
penglihatan (misal, depresi,
3. Ingatkan yang lain menarik diri, dan
untuk menolak
menggunakan kenyataan)
teknik yang 4. Andalkan
menguntungkan penglihatan
pasien yang

13
penglihatan tersisa
4. Gunakan sebagaimana
pencahayaan yang mestinya
cukup untuk 5. Gambarkan
aktivitas yang lingkungan
sedang dilakukan kepada pasien
5. Memakai 6. Jangan
kacamata dengan memindahkan
benar benda-benda di
6. Merawat kacamata kamar pasien
dengan benar tanpa
7. Menggunakan alat memberitahu
bantu penglihatan pasien
yang lemah 7. Identifikasi
makanan yang
ada dalam baki
dalam kaitannya
dengan angka-
angka pada jam
8. Sediakan kaca
pembesar atau
kacamata prisma
sewajarnya untuk
membaca
Manajemen
Lingkungan
Intervensi :
1. Ciptakan
lingkungan yang
aman untuk
pasien
2. Hilangkan bahaya
lingkungan
(misal, permadani
yang bisa dilepas-
lepas dan kecil,
mebel yang dapat
dipindah-
pindahkan)
3. Hilangkan objek-
objek yang
membahayakan
dari lingkungan
4. Lindungi dengan
sisi rel/ lapisan
antar rel,

14
sebagaimana
mestinya
5. Kawal pasien
selama kegiatan-
kegiatan
dibangsal
sebagaimana
mestinya
6. Sediakan tempat
tidur tinggi-
rendah yang
sesuai
7. Sediakan alat-alat
yang adaptif
(misal, bangku
untuk melangkah
atau pegangan
tangan) yang
sesuai
8. Susun perabotan
di dalam kamar
dalam tatakan
yang sesuai yang
bagus dalam
mengakomodasi
ketidakmampuan
pasien ataupun
keluarga
9. Tempatkan
benda-benda yang
sering digunakan
dekat dengan
jangkauan
10. Manipulasi
pencahayaan
untuk kebaikan
terapeutik
11. Batasi
pengunjung
Pengawasan:
Keamanan
1. Pantau perubahan
fungsi fisik atau
kognitif pasien
yang
menyebabkan

15
perilaku yang
membahayakan
2. Pantau
lingkungan yang
berpotensi
membahayakan
keamanan
3. Tentukan derajat
pengawasan yang
dibutuhkan
pasien,
berdasarkan
tingkat, fungsi
dan kehadiran
bahaya dalam
lingkungan
4. Sediakan tingkat
pengawasan yang
sesuai untuk
memantau pasien
dan memberikan
tindakan
terapeutik, jika
dibutuhkan
5. Tempatkan pasien
pada lingkungan
yang paling
terbatas yang
menyedikan level
yang dibutuhkan
untuk observasi
6. Mulai dan
pertahankan
status pencegahan
pada resiko tinggi
dari bahaya yang
dikhususkan
untuk pengaturan
perawatan
7. Komunikasikan
informasi tentang
resiko pasien
pada perawat
lainnya

16
2 Ansietas Setelah dilakukan Penurunan
asuhan kecemasan
keperawatan selama …. Aktivitas :
X 24 jam, 1. Tenangkan klien
diharapkan ansietas 2. Jelaskan seluruh
teratasi dengan posedur tindakan
indicator : kepada klien dan
 Kontrol cemas : perasaan yang
1.Pantau intensitas mungkin muncul
kecemasan pada saat
2.Menyingkirkan melakukan
tanda kecemasan tindakan
3.Mencari informasi 3. Berikan informasi
untuk menurunkan diagnosa,
cemas prognosis, dan
4.Mempertahankan tindakan
konsentrasi 4. Berusaha
5.Laporankan durasi memahami
dari episode cemas keadaan klien
 Koping 5. Kaji tingkat
1.Memanajemen kecemasan dan
masalah reaksi fisik pada
2.Melibatkan anggota tingkat kecemasan
keluarga dalam 6. Gunakan
membuat pendekatan dan
keputusan sentuhan, untuk
3.Mengekspresikan meyakinkan
perasaan dan pasien tidak
kebebasan sendiri.
emosional 7. Sediakan aktivitas
4.Menunjukkan untuk menurunkan
strategi penurunan ketegangan
stress 8. Bantu pasien
5.Menggunakan untuk identifikasi
support sosial situasi yang
mencipkatakan
cemas
9. Instruksikan
pasien untuk
menggunakan
teknik relaksasi
Peningkatan koping
Aktivitas :
1. Hargai
pemahamnan
pasien tentang

17
pemahaman
penyakit
2. Gunakan
pendekatan yang
tenang dan berikan
jaminan
3. Sediakan
informasi aktual
tentang diagnosa,
penanganan, dan
prognosis
4. Sediakan pilihan
yang realisis
tentang aspek
perawatan saat ini
5. Tentukan
kemampuan klien
untuk mengambil
keputusan
6. Bantu pasien
untuk
mengidentifikasi
strategi positif
untuk mengatasi
keterbatasan dan
mengelola gaya
hidup atau
perubahan peran
3 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
asuhan 1. Lakukan
keperawatan selama …. penilaian nyeri
X 24 jam, secara
diharapkan nyeri komprehensif
teratasi dengan dimulai dari
indicator : lokasi,
 Tingkat kenyamanan karakteristik,
1. Melaporkan frekuensi,
keadaan fisik kualitas,
membaik intensitas, dan
2. Melaporkan penyebab
kepuasan terhadap 2. Tentukan dampak
kontrol nyeri nyeri terhadap
3. Menunjukkan kehidupan sehari-
kepuasaan hari (tidur, nafsu
terhadap kontrol makan)
nyeri 3. Tentukan tingkat

18
 Kontrol nyeri kebutuhan pasien
1. Pasien mengetahui yang dapat
serangan nyeri memberikan
2. Pasien mengetahui kenyamanan pada
gejala-gejala nyeri pasien dan
3. Menggunakan rencana
tindakan preventif keperawatan
 Tingkat nyeri 4. Menyediakan
1. Keluhan nyeri informasi tentang
2. Ekspresi wajah nyeri, contoh
terhadap nyeri penyebab nyeri,
bagaimana
terjadinya,
mengantisipasi
ketidaknyamanan
5. Menyediakan
analgesik yang
dibutuhkan dalam
mengatasi nyeri
6. Dorong pasien
untuk
mendiskusikan
pengalaman
terhadap nyeri
7. Menyediakan
informasi yang
adekuat untuk
meningkatkan
pengetahuan
keluarga terhadap
nyeri
8. Menyertakan
keluarga dalam
mengembangkan
metode
mengatasai nyeri
9. Monitor kepuasan
klien terhadap
manajemen nyeri
yang diberikan
dalam interval
yang ditetapkan
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan Kontrol infeksi :
asuhan 1. Bersihkan
keperawatan selama …. lingkungan
X 24 jam, setelah dipakai

19
diharapkan tidak terjadi pasien lain
infeksi dengan 2. Pertahankan
indicator : teknik isolasi
 Klien bebas dari 3. Batasi
tanda dan gejala pengunjung bila
infeksi perlu
 Mendeskripsikan 4. Instruksikan
proses penularan pada
penyakit, fackor yang pengunjung
mempengaruhi untuk mencuci
penularan serta tangan saat
penatalaksanaannya, berkunjung dan
 Menunjukkan setelah
kemampuan untuk berkunjung
mencegah timbulnya meninggalkan
infeksi pasien
 Jumlah leukosit 5. Gunakan sabun
dalam batas normal antimikrobia
 Menunjukkan untuk cuci
perilaku hidup sehat tangan
6. Cuci tangan
setiap sebelum
dan sesudah
tindakan
keperawatan
7. Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan
lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV
perifer dan line
central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
10. Berikan terapi
antibiotik bila
perlu
Proteksi
Terhadap infeksi
1. Monitor tanda
dan gejala

20
infeksi sistemik
dan local
2. Monitor hitung
granulosit, WBC
3. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi
pengunjung
5. Saring
pengunjung
terhadap
penyakit menular
6. Partahankan
teknik apsesis
pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan
teknik isolasi
8. Berikan
perawatan kulit
pada area
epidema
9. Inspeksi kulit
dan membran
mukosa terhadap
kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi
luka / insisi
bedah
11. Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotik
sesuai resep
12. Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
13. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
5 Defisit perawatan Setelah dilakukan Self Care assistane :
diri asuhan ADLs
keperawatan selama …. 1. Monitor
X 24 jam, kemampuan

21
diharapkan perawatan klien untuk
diri klien membaik perawatan diri
dengan indicator : yang mandiri.
 Klien terbebas dari 2. Monitor
bau badan kebutuhan klien
 Menyatakan untuk alat-alat
kenyamanan bantu untuk
terhadap kemampuan kebersihan diri,
untuk melakukan berpakaian,
ADLs berhias, toileting
 Dapat melakukan dan makan.
ADLS dengan 3. Sediakan
bantuan bantuan sampai
klien mampu
secara utuh
untuk melakukan
selfcare.
4. Dorong klien
untuk melakukan
aktivitas sehari-
hari yang normal
sesuai
kemampuan
yang dimiliki.
5. Dorong untuk
melakukan
secara mandiri,
tapi beri bantuan
ketika klien tidak
mampu
melakukannya.
6. Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan hanya
jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas
rutin sehari-hari
sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan

22
usia klien jika
mendorong
pelaksanaan
aktivitas sehari-
hari.

4. Implementasi
Melaksanakan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah di
rencanakan dan dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien/pasien
tergantung pada kondisinya. Sasaran utama pasien meliputi peredaan
nyeri, mengontrol ansietas, pemahaman dan penerimaan penanganan,
pemenuhan aktivitas perawatan diri, termasuk pemberian obat,
pencegahan isolasi sosial, dan upaya komplikasi.

5. Evaluasi
Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua
tindakan yang telah dilakukan dapat memberikan perbaikan status
kesehatan terhadap klien sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan
tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau
pencekungan pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik,
penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan.
Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan
anatomi sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan
predisposisi faktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi
penyakit atau proses patologik dari sistem tubuh lainnya. Adapun faktor resiko
timbulnya glaukoma antara lain riwayat glauakoma pada keluarga, diabetes
melitus dan pada orang kulit hitam.
Glaukoma dapat diklasifikasi menjadi 4 yaitu: glaukoma primer,
sekunder, congenital dan absolut. Adapun tanda dan gejalanya adalah kornea
suram, sakit kepala , nyeri, lapang pandang menurun,dll. Komplikasi dari
glaucoma adalah kebutaan. Penatalaksanaannya dapat dilakukan berbagai
terapi obat-obatan, sala satunya adalah dengan pemberian terapi timolol yang
bertujuan untuk menurunkan intraokuler (TIO).
B. Saran
1. Bagi petugas kesehatan atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan khususnya pada glaukoma untuk pencapaian kualitas
keperawatan secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu
dilaksanakan secara berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan
pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan
yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh
sebab itu perlu adanya penjelasan pada klien dan keluarga mengenai
manfaat serta pentingnya kesehatan.

24
3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan glaukoma

25
DAFTAR PUSTAKA

Anas Tamsuri. Klien gangguan mata dan pengelihatan: keperawatan medical-


bedah. Jakarta: EGC, 2010. 2.
Andrea Lalita. Pencapaian tekanan intraokuler pasca pemberian timolol maleat
0,5% pada glaukoma susut terbuka primer di poloklinik mata RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2012-2014. Manado: Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi; 2016. 2.
Buku Asuhan Keperawatan NANDA NIC NOC Edisi 11 Tahun 2018-2020
Dina Ameliana. Perbandingan penurunan tekanan intraokuler pada terapi timolol
maleat dan dorsalamid pasien glaukoma. Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 2014
Indriana dan N Istiqomah.
https://www.scribd.com/doc/100911656/Nanda-Nic-Dan-Noc-Untuk-Glaukoma
https://www.alodokter.com/glaukoma
https://docplayer.info/61212808-Laporan-pendahuluan-glaukoma-stase-
keperawatan-medikal-bedah-di-rumah-sakit-umum-banyumas-oleh-rizka-
rahmaharyanti-s.html

26

Anda mungkin juga menyukai