Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK

Oleh: Rizkon Maulana


Fakultas Hukum
NIM: 1610010012
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

ABSTRAK

Penyalahgunaan narkotika oleh anak saat ini menjadi perhatian banyak


orang yang terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan, bahkan menjadi
perhatian berbagai kalangan. Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak
merupakan suatu penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum,
sangat disayangkan apabila anak telah mengalami pengulangan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika bahkan dapat menjadi pecandu. Adapun permasalahan
yang menjadi acuan dalam penulisan paper ini adalah apakah faktor-faktor
penyebab terjadinya pengulangan tindak pidana penyalahunaan narkotika oleh anak
dan bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap pengulangan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika oleh anak. Penelitian ini dilakukan menggunakan
pendekatan masalah melalui pendekatan yuridis normatif dengan data sekunder
dimana data diperoleh dari penelitian kepustakaan. Analisis data dideskripsikan
dalam bentuk uraian kalimat dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk
selanjutnya ditarik suatu kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
maka disimpulkan: (1) faktor-faktor yang menyebabkan pengulangan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika oleh anak adalah faktor internal yang berasal dari dalam
individu dan faktor eksternal yang berasal dari luar individu. (2) Upaya
penanggulangan yang dilakukan terhadap pengulangan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika oleh anak dilakukan secara preventif dan represif. Sanksi
pidana yang diberikan sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan perhitungan

1
pidana yang dijatuhkan kepada anak adalah ½ dari maksimum ancaman pidana bagi
orang dewasa.

Kata Kunci : Kriminologis, Pengulangan, Penyalahgunaan Narkotika oleh Anak

2
ABSTRACT

The abuse of narcotics by children is now the concern of many people who
are constantly being discussed and published, and even become the attention of
various groups. Narcotics abuse by children is a deviation from behavior or
unlawful conduct, it is unfortunate if a child has experienced repetition of a crime
of narcotics abuse can even become an addict. The problems that become a
reference in writing this paper are whether the factors that cause the repetition of
criminal acts of narcotics abuse by children and how to prevent the repetition of
narcotics abuse by children. This research was conducted using a problem approach
through a normative juridical approach with primary data and secondary data where
each data was obtained from library research. Data analysis is described in the form
of sentence descriptions and analyzed qualitatively, then to draw a conclusion.
Based on the results of the study and discussion, it was concluded: (1) the factors
that cause repetition of narcotics abuse by children are internal factors that come
from within the individual and external factors that come from outside the
individual. (2) Countermeasures taken against the repetition of criminal acts of
narcotics abuse by children are carried out in a preventive and repressive manner.
Criminal sanctions given in accordance with the applicable laws and criminal
calculations imposed on children are ½ of the maximum criminal threat for adults.

Keywords : Criminology, Repetition, Narcotics Abuse by Children

3
A. Pendahuluan
I. Latar Belakang
Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan suatu kekuatan sosial
yang sangat berperan dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai generasi
penerus perjuangan bangsa Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban ikut
serta dalam membangun negara dan bangsa Indonesia, generasi muda dalam hal ini
anak merupakan subyek dan obyek pembangunan nasional dalam usaha mencapai
tujuan bangsa Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Pada prinsipnya anak merupakan pilar
terpenting yang akan menentukan nasib peradaban masyarakat di masa yang akan
datang dan anak juga mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan
pembinaan yang bertujuan menjamin pertumbuhan fisik dan mentalnya secara utuh,
selaras dan seimbang. Namun yang menjadi suatu permasalahan serius yang
sedang dihadapi adalah masalah kenakalan anak dan remaja yang merupakan
persoalan yang aktual dihampir setiap negara di dunia termasuk Indonesia. Saat ini
sebagai gambaran maraknya kasus-kasus pelanggaran hukum yang dilakukan anak
dan remaja dapat berupa perkelahian, penodongan, perampokan, pencurian,
pemilikan senjata tajam bahkan penyalahgunaan narkotika atau berbagai
pelanggaran hukum lainnya.
Penyalahgunaan narkotika saat ini menjadi perhatian banyak orang dan
terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Ironisnya, tidak hanya dikalangan
dewasa saja narkotika begitu dikenal dan dikonsumsi, tetapi dikalangan remaja dan
anak dibawah umur pun juga sudah mengenal barang haram tersebut. Fakta yang
disaksikan hampir setiap hari baik melalui media cetak maupun elektronik, ternyata
peredaran narkotika telah merebak kemana-mana tanpa pandang usia. Narkotika
merupakan bagian dari narkoba yaitu segolongan obat, bahan atau zat yang jika
masuk ke dalam tubuh berpengaruh terutama pada fungsi otak (susunan araf pusat)
dan sering menimbulkan ketergantungan. Terjadi perubahan dalam kesadaran,
pikiran, perasaan, dan perilaku pemakainya1.

1
Ahmadi Sofyan. Narkoba Mengincar Anak Muda. Jakarta. Prestasi Pustaka. 2007. hlm. 12.

4
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
pada Pasal 1 Ayat (1) bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam undang-
undang ini2.

Anak menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem


Peradilan Anak pada Pasal 1 Ayat (3) menyebutkan bahwa anak yangberkonflik
dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12
(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana. Anak memerlukan perlindungan dan pemeliharaan
khusus dari orang tuanya. Sepeti pada masa sekarang ini telah banyak anak yang
mengkonsumsi narkotika, sehingga diperlukan upaya pembinaan dan perlindungan
terhadap anak agar anak terhindar dari penyalahgunaan narkotika3.

Masa remaja seorang anak dalam suasana atau keadaan peka, karena
kehidupan emosionalnya yang sering berganti-ganti. Rasa ingin tahu yang lebih
dalam lagi terhadap sesuatu yang baru, kadangkala membawa mereka kepada hal-
hal yang bersifat negatif. Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak
merupakan suatu penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum,
sangat disayangkan apabila anak telah mengalami pengulangan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika bahkan dapat menjadi. Pengulangan tindak pidana,
dalam pergaulan sehari-hari, khususnya diantara para penjahat/preman dikenal
dengan “residivis” (seharusnya recidive). Menurut Sudarsono, seseorang yang
menderita ketagihan atau ketergantungan pada narkotika akan merugikan dirinya
sendiri, juga merusak kehidupan masyarakat4.

II. Permasalahan

2
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
4
Sudarsono. Kenakalan Remaja. Jakarta. PT. Rineka Cipta. 1995. hlm. 68.

5
1. Apa Faktor Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak?
2. Bagaimana Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Pencegahan Terhadap
Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak?
3. Bagaimana Upaya Penanggulangan terhadap Pengulangan Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak?
B. METODOLOGI

Menggunakan metode pendekatan yuridis kriminologis yaitu dengan cara


melakukan pengumpulan data yang bersumber dari penelitian pustaka berkaitan
dengan fakta-fakta tentang anak menyalahgunakan narkotika, kemudian dilakukan
penafsiran terhadap faktafakta yang ditemukan untuk mengetahui faktor-faktor
pendorong perilaku tersebut.

C. ANALISA DAN PEMBAHASAN


I. Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak

a. Pengaturan Hukum Mengenai Narkotika

Lahirnya undang-undang tentang narkotika yang baru ini didahului dengan


keluarnya Undang-Undang No.7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi
Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988. Kemudian
karena tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan
modus operandi yang tinggi, dan teknologi canggih, sehingga UU No.22 tahun
1997 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi, maka
Undang-Undang tersebut diganti dengan UU No.35 Tahun 2009 yang diundangkan
pada tanggal 12 Oktober 2009 dalam Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 143
dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5062.

b. Pengaturan Hukum Mengenai Anak

Upaya perlindungan hukum anak pada prinsipnya sudah lama diupayakan oleh
pemerintah, hal ini terbukti dari berbagai peraturan perundang-undangan yang
diundangkan oleh pemerintah. Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut

6
antara lain adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang mengatur
perlindungan hukum terhadap setiap orang yang terlibat dalam tindak pidana
termasuk juga bagi anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 jo UU No. 11
Tahun 2012 tentang Pengadilan Anak yang memuat ketentuan hukum pidana formil
dan ketentuan hukum pidana materiil terhadap anak, Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 59 sampai Pasal 66 dan secara khusus
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak5.

Ketika menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang


Perlindungan Anak yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI tahun 2002
Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4235 dan diundangkan tanggal
22 Oktober 2003 pemerintah menyandarkan sejumlah asumsi mengapa disusun
Undang-Undang ini6. Alasan diundangkannya Undang-Undang ini diantaranya
adalah sebagai berikut:

a) Bahwa negara Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga


negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak
asasi manusia;
b) Bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
c) Bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis yang mempunyai ciri dan sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada
masa depan;
d) Bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut,
maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial dan berahlak
mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan

5
Lilik Mulyadi. 2004. Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi. Djambatan.
Jakarta
6
Muladi (editor). 2005. Hak Asasi Manusia- Hakekat, Konsep & Implikasinya Dalam Perspektitf
Hukum & Masyarakat. Refika Aditama. Bandung. hlm 232-233

7
kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-
haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


pemerintah telah mengatur tentang ketentuan pidana, yaitu yang terdapat dalam
Pasal 77 sampai dengan Pasal 90. Apabila diperinci maka ketentuan pidana dalam
undang-undang ini ditinjau dari segi perumusan sanksi pidana (strafsoort)
menggunakan jenis-jenis perumusan kumulatif dan kumulatif alternatif, sedangkan
dari segi lamanya sanksi pidana maksimum (strafmaat) menggunakan sistem pidana
maksimum dan sistem batas minimum / maksimum lamanya ancaman pidana.

Penjatuhan pidana bukan semata-mata sebagai pembalasan dendam, yang


terpenting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman yang sekaligus kepada
masyarakat dan kepada sipelaku tindak pidana agar menjadi insaf dan dapat
menjadi anggota masyarakat yang baik. Sebagai pengaruh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kemajuan budaya dan perkembangan pembangunan
bukan hanya orang dewasa yang terjebak dalam pelanggaran norma, terutama
norma hukum. Anak-anak terjebak dalam pola konsumerisme dan asosial yang
makin lama dapat menjerumus kearah tindakan pidana, seperti narkoba, pemerasan,
pencurian, penganiayaan, pemerkosaan dan sebagainya. Undang-Undang No. 35
Tahun 2009 tidak ada mengatur hukuman terhadap anak yang terlibat dalam
penyalahgunaan narkoba. Apabila terjadi kasus yang melibatkan anak dalam
penyalahgunaan narkoba maka anak tersebut merupakan anak nakal dan ketentuan
hukum yang dipergunakan adalah undangundang pengadilan anak. Undang-
Undang tersebut tidak hanya mengatur ketentuan pidana formil namun juga
mengatur ketentuan pidana materiil terhadap anak yang terlibat dalam masalah
hukum, khususnya dalam hukum pidana.

II. Faktor Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak

Menurut penuturan Hakim Achmad Semma, SH yang bertugas sebagai hakim anak
di Pengadilan Negeri Medan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang
anak terlibat dalam penyalahgunaan narkoba adalah bersifat kasuistis, yaitu antara

8
satu kasus dengan kasus yang lainnya berbeda karena perbedaan latar belakang
sianak tersebut. Namun dari kebanyakan kasus yang terjadi yang pernah ditangani
bahwa penyebab anak terlibat dalam narkoba karena ingin coba-coba yang mana
anak tersebut sebelumnya sudah merokok. M. Taufik Makarao dkk dalam bukunya
menyatakan pada umumnya secara keseluruhan faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang melakukan penyalahgunaan narkoba dapat dibedakan atas faktor internal
dan faktor eksternal.

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri sendiri,
sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar dirinya 7.

Bahasan mengenai faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan narkotika

oleh anak diuraikan sebagai berikut:

1. Faktor Internal

Faktor internal yaitu faktor-faktor yang berasal dari seseorang sendiri dan dapat
mempengaruhi terhadap apa yang kemudian akan dilakakukannya dalam
penyalahgunaan narkoba. Faktor individu ini yang menjadi bagian faktor internal.
Faktor individu terdiri dari aspek kepribadian, dan kecemasan / depresi. Hal ini
termasuk dalam aspek kepribadian antara lain kepribadian yang ingin tahu, mudah
kecewa, sifat tidak sabar dan rendah diri. Adapun yang termasuk dalam kecemasan
/ depresi adalah karena tidak mampu menyelesaikan kesulitan hidup sehingga
melarikan diri dalam penggunaan narkoba.8

Menurut Dwi Yani L, sudah merupakan suatu kodrat bahwa manusia terdiri dari
roh, jiwa, dan raga. Idealnya roh, jiwa dan raga harus berfungsi secara seimbang.
Jiwa manusia terdiri atas tiga aspek, yaitu kognisi (pikiran), afeksi (emosi,
perasaan), konasi (kehendak, kemauan, psikomotor). Selain mengalami
pertumbuhan fisik, manusia juga mengalami perkembangan kejiwaannya, menurut
Dwi Yani L, dalam masa perkembangan kejiwaan inilah kepribadian terbentuk, dan

7
M. Taufik Makarao, Suhasril dan H.M Zakky A.S.2005. Tindak Pidana Narkotika, Ghalia
Indonesia, Jakarta, hlm 53-56
8
Badan Narkotika Nasional. Buku Bacaan Bagi Pelajar SMA- Kampanye Anti Narkoba, hlm 16

9
sangat dipengaruhi oleh dinamika perkembangan konsep dirinya. Perkembangan
ini dialami secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Karenanya,
tidak aka nada orang-orang yang persis sama, sifat bawaan lahir berpengaruh
besar.9 Dalam kaitannya dengan penyalahgunaan narkotika, factor-faktor individu
yang menyebabkan seseorang dapat dengan mudah terjerumus antara lain:

1. Gangguan kepribadian
Gangguan kepribadia terdiri dari:
a. Gangguan cara berpikir
Gangguan cara berpikir ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk, antara lain
pandangan atau cara berpikir yang keliru atau menyimpang dari pandangan umum
yang terjadi norma atau nilai-nilai hakiki dari apa yang dianggap benar oleh
komunitasnya. Membuat alasanalasan yang dianggap benar menurut penalarannya
sendiri guna membenarkan perilakunya yang menyalahi norma-norma yang
berlaku. Prinsipnya asal ada alasan, maka tindakannya dapat dibenarkan, termasuk
tindakan menyalahgunakan narkotika.
b. Gangguan emosi
Dengan adanya gangguan emosi, antara lain: labil, mudah marah, mudah sedih,
seringkali mudah putus asa, ingin menuruti gejolak hati, maka kemampuan
engontrolan atau penguasaan dirinya akan terhambat. Gangguan emosi juga dapat
terwujud melalui perasaan rendah diri, tidak dapat mencintai diri sendiri maupun
orang lain, tidak mengenal cinta kasih dan simpati, tidak dapat berempati, rasa
kesepian dan merasa terbuang. Pengalaman yang menyakitkan hati yang
berkepanjangan, luka batin yang sangat dalam dapat menimbulkan gangguan
emosi. Misalnya, luka hati karena perlakuan orang tua yang terlalu keras atau tidak
adanya perhatian dari orang tua yang terlalu keras atau tidak adanya perhatian dari
orang tua, diringgalkan orang yang dikasihinya atau karena pertengkaran dalam
rumah tangga bagi yang telah berkeluarga. Hal tersebutlah yang mempengaruhi
seseorang tidak mampu mengontrol perbuatannya menyalahgunakan narkotika.

9
Dwy Yan L, Narkoba, Pencegahan dan Penanganan, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001, hal.
35.

10
c. Gangguan kehendak dan perilaku
Kehendak dan perilaku seseorang selain dipengaruhi oleh fungsi fisiologis fisik,
juga dipengaruhi oleh pikiran dan perasaannya. Jadi kalau pikiran dan emosinya
sudah mengalami gangguan, maka dapat dipastikan perilaku atau keinginannya
juga akan mengalami dampak dari gangguan pada pikiran dan emosinya. Sikap dan
perilakunya akan terpengaruh dan biasanya dapat terjadi kehilangan control
sehingga bertindak tidak terkendali atau bertindak tidak sesuai dengan norma yang
ada dalam lingkungannya, salah satunya adalah penyalahgunaan narkotika.
2. Faktor usia
Dengan mendekati masa usia remaja misalnya, maka kelenjar kelamin mulai
menghasilkan hormone yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
seksual anak yang meningkat remaja. Dalam masa aqil baligh ini banyak perubahan
terjadi. Perubahan secara fisik jelas terlihat dan diikuti oleh perubahan emosi,
minat, sikap dan perilaku, yang dipengaruhi oleh perkembangan kejiwaan anak
remaja itu. Pada saatsaat itu remaja mengalami perasaan ketidakpastian, di satu sisi
merasa sudah bukan anak-anak lagi, akan tetapi juga belum mampu menerima
tanggung jawab sebagai orang dewasa memang masih sangat muda dan kurang
pengalaman. Rasa ingin tahu besar dan suka coba-coba, kurang mengerti resiko
disebabkan kurangnya pengalaman dan penalaran. Dalam keadaan demikian ini,
biasanya remaja mudah terjebak dalam kenakalan remaja atau penyalahgunaan
narkotika.
3. Pandangan atau keyakinan yang keliru
Ada orang-orang yang mempunyai keyakinan yang keliru dan menganggap enteng
hal-hal yang membahayakan, sehingga mengabaikan pendapat orang lain,
menganggap dirinya pasti dapat mengatasi bahaya tersebut, atau merasa yakin
bahwa pendapatnya sendiri yang benar, akibatnya mereka dapat terjerumus ke
dalam tindakan penyalahgunaan narkotika.
4. Religious yang rendah

Seseorang yang tumbuh dan berkembang di dalam keluarga yang religiusitasnya


rendah, bahkan tidak pernah mendapat pengajaran dan pengertian mengenai Tuhan
secara benar, maka biasanya memiliki kecerdasan spiritual yang rendah. Sehingga

11
tidak ada patokan untuk mengontrol perilakunya, sehingga perilakunya sesuka
hatinya, tidak tahu masalh mana yang baik mana yang buruk dan tidak takut berbuat
dosa. Salah satu perbuatan dosa/negative yang tidak sungkan-sungkan dikerjakan
adalah perbuatan kejahatan penyalahgunaan narkotika.10

2. Faktor Eksternal

Selain faktor internal adapula faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prilaku
remaja dalam tindak penyalah gunaan narkoba. Faktor eksternal yaitu halhal yang
mendorong timbulnya kenakalan remaja dalam tindak penyalahgunaan narkoba
yang bersumber dari luar diri pribadi remaja yang bersangkutan yaitu lingkungan
sekitar, keluarga atau keadaan masyarakat11.

Penjelasan faktor eksternal terbagi dari beberapa unsur yaitu :

a. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap jatuhnya seseorang ke


dalam penyalahgunaan narkotika, terutama faktor keluarga, dimana keluarga
merupakan wadah pembentukan karakter dan kepribadian, pertumbuhan dan
perkembangan hidup seseorang tidak terlepas dari apa yang disediakan dan
diberikan keluarganya. Faktor lingkungan sekitar juga merupakan sarana
pembentuk kepribadian seseorang.

b. Faktor Keluarga

Keluarga merupakan wadah utama dalam pendidikan. Kebiasaan orang tua sehari-
hari sangat berpengaruh terhadap pembentukan mental anak. Anak yang hidup
pada keluarga yang damai maka mereka akan berperilaku yang positif, sedangkan
anak yang hidup pada keluarga yang kurang baik maka hal itu dapat menyebabkan
kenakalan.

c. Lingkungan Sosial Budaya

10
Jurnal Mercatoria, Vol. 3 No. 2 Tahun 2010, halaman 121.
11
Abdul Syani. Sosiologis Kriminalitas. Bandung. Remaja Karya. 1987. hlm. 37.

12
Ligkungan tempat anak berpijak adalah masyarakat. Tidah jauh juga dengan
lingkungan keluarga, apabila anak hidup dalam masyarakat yang baik maka
perilaku anak akan menjadi baik begitu juga sebaliknya, anak yang hidup di
lingkungan masyarakat yang kurang baik juga akan berpengaruh buruk pada
pribadi anak. Oleh sebab itu sangat diperlukannya pengawasan dari orang tua
kepada anak-anaknya yang mulai mengalami perubahan beranjak kearah remaja.
Mengingat faktor eksternal juga tidak kalah berpengaruh terhadap psikologi
maupun tingkah laku anak12.

III. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Pencegahan Terhadap


Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak

1. Kebijakan Penal atau Penal Policy

Upaya penanggulangan Kejahatan dengan menggunakan sanksi (hukum) pidana


merupakan cara yang paling tua, setua peradaban manusia itu sendiri. Penal policy
atau kebijakan hukum pidana pada intinya, bagaimana hukum pidana dapat
dirumuskan dengan baik dan memberikan pedoman kepada pembuat undang-
undang (kebijakan legislatif), kebijakan aplikasi (kebijakan yudikatif) dan
pelaksana hukum pidana (kebijakan eksekutif). Kebijakan legislatif merupakan
tahap yang sangat menentukan bagi tahap-tahap berikutnya, karena etika peraturan
perundang-undangan pidana dibuat maka sudah ditentukan arah yang hendak dituju
atau dengan kata lain, perbuatan perbuatan apa yang dipandang perlu untuk
dijadikan sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana. Apabila
dicermati terdapat beberapa pasal di dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
yang berhubungan dengan anak baik sebagai pelaku maupun dianggap sebagai
korban. Pasal-pasal tersebut bila dikaji lebih dalam lagi melalui perspektif politik
kriminal maka dapat ditemui bahwa pasal-pasal tersebut mengandung upaya
penanggulangan kejahatan baik secara penal maupun non penal.

Upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal adalah penanganan


melalui jalur hukum pidana. Secara kasar dapatlah dikatakan bahwa upaya

12
Romli Atmasasmita. Problema Kenakalan Remaja. Bandung. Armico. 1997. hlm.51.

13
penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat
“repressive” (penindasan / pemberantasan / penumpasan) sesudah terjadi kejahatan.

Tidak ada Undang-Undang khusus yang mengatur tentang tindak pidana


narkotika yang dilakukan oleh anak, ataupun pasal yang secara khusus mengatur
tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak di
bawah umur, khususnya terkait Undang-Undang Narkotika ini. Ketentuan di dalam
Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 ini, lebih menekankan anak
sebagai korban tindak pidana narkotika bukan sebagai pelaku tindak pidana
narkotika. Hal ini dapat terlihat dalam pasal 55, 128, dan 133 UU No. 35 Tahun
2009.

Pasal di atas juga merupakan pasal yang mencantumkan anak sebagai


korban tindak pidana penyalahgunaan narkotika, namun tidak menempatkan anak
sebagai pelaku namun sebagai korban. Unsur menyurh, memberi atau menjanjikan
sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan,
memaksa dengan acaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat,
atau membujuk anak yang belum cukup umur. Menyuruh bermakna memerintah
(supaya melakukan sesuatu), memberi berarti menyerahkan (membagikan,
menyampakan) sesuatu, menjanjikan sesuatu berarti menyatakan kesediaan dan
kesanggupan untuk berbuat sesuatu kepada orang lain. Memberikan kemudahan
dapat berupa sarana, fasilitas maupun kesempatan, sehingga dalam kemudahan
yang diberikan perbuatan menjadi terlaksana, memaksa dengan ancaman dan
memaksa dengan kekerasan menyangkut pemaksaan ancaman fisik maupun psikis,
melakukan tipu muslihat. Sanksi yang mungkin timbul untuk tindak pidana di atas
terdapat dalam pasal 103, dan 127 UU No. 35 Tahun 2009 Pasal-pasal di atas tidak
ada yang mengaitkan anak sebagai pelaku namun sebagai korban di dalam tindak
pidana narkotika. Karena usia anak masih dianggap belum matang dalam berfikir
dan bertanggung jawab untuk melakukan suatu tindakan, ini terlihat di dalam Pasal
55 yang menekankan kepada orang tua si pecandulah tanggung jawab harus
melapor tesebut, walaupun anak di bawah umur tersebutlah yang menjadi pelaku
tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang sesungguhnya. Apabila dengan

14
sengaja tidak melaporkannya maka sanksi yang dikenakan juga kepada orang tua si
pecandu narkotika. Pasal 133 lebih menekankan anak sebagai korban13.

2. Kebijakan Non Penal Atau Non Penal Policy

Penangggulangan kejahatan tidak dapat diselesaikan hanya dengan


penerapan hukum pidana saja, karena hukum pidana memiliki keterbatasan.
Menurut pandangan dari sudut politik kriminal secara makro, non-penal policy
merupakan kebijakan penanggulangan tindak pidana yang paling strategis .hal itu
dikarenakan non- penal policy lebih bersifat tindakan pencegahan sebelum
terjadinya suatu tindak pidana . Sasaran utama non-penal policy adalah menangani
dan menghapuskan faktor-faktor kondusif yang menyebabkan terjadinya suatu
tindak pidana.

Dalam upaya ini diperlukan adanya kerja sama yang baik dari aparat
pemerintah, penegak hukum, dan juga masyarakat dalam mencegah terjadinya
kejahatan, dalam hal ini kejahatan Pencurian dengan Kekerasan. Pendekatan non-
penal yaitu pendekatan pencegahan kejahatan tanpa menggunakan sarana
pemidanaan yaitu dapat dilakukan dengan berbagai pencegahan dibidang ekonomi,
pendidikan, desain lingkungan ataupun strateg-strategi lain yang dapat membatasi
ruang gerak pelaku kejahatan .

Kebijakan melalui jalur non penal dalam upaya penanggulangan tindak


pidana narkotika dengan lebih menitikberatkan pada sifat “preventive”
(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Maka syarat-
syarat utama dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap tindak pidana
narkotika ini adalah dalam hal menangani faktor-faktor kondusif penyebab
terjadinya kejahatan, yang antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-
kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung yang dapat menimbulkan
atau menumbuh suburkan kajahatan.

13
JOM Fakultas Hukum Volume I No. 2 Oktober 2014

15
Upaya untuk mengalihkan penanganan anak dari jalur yustisial menuju jalur
non-yustisial (diversi) dianggap penting. Di dalam kasus tindak pidana narkotika
ini, khususnya bagi pelaku tingkat pemula, diversi merupakan langkah kebijakan
non-penal penanganan anak pelaku kejahatan, karena penanganan dialihkan di luar
jalur system peradilan anak, melalui cara-cara pembinaan jangka pendek atau cara-
cara lain bersifat keperdataan atau administrative. Diversi berangkat dari asumsi
bahwa proses penanganan anak lewat sistem peradilan lebih besar kemungkinan
negatifnya, daripada positifnya bagi perkembangan anak.

Selain itu ternyata upaya untuk menghindarkan anak dari sistem peradilan
ternyata tidak hanya melalui upaya diversi saja namun terdapat pula upaya diskresi.
Selain dari penanggulangan tindak pidana narkotika yang dilakukan melalui
langkah non-yudisial, dalam undang-undang narkotika juga diberikan upaya non-
penal lainnya yaitu pelaksanaan rehabilitasi yang diberikan kepada pecandu
narkotika. Pasal 1 angka 16-17 menyatakan bahwa rehabilitasi terbagi atas 2 yaitu
Rehabilitasi Medis yang adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu
untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika dan Rehabilitasi
Sosial yang adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik,
mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan
fungsi sosial dala kehidupan masyarakat14.

IV. Upaya Penanggulangan terhadap Pengulangan Tindak Pidana


Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak

Pengulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak yang sering


terjadi menimbulkan banyak keresahan di masyarakat, dimana pengulangan tindak
pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak tersebut di karenakan banyaknya
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana tersebut. Adanya
faktorfaktor tersebut maka harus ada upaya penanggulangan dari faktor-faktor
tindak pidana tersebut. Penerapan hukum pidana dapat juga dikatakan sebagai
upaya penal yang menitikberatkan pada tindakan represif (pemberantasan),

14
Reh Bunga BR PA. 2002. Skripsi: Perspektif Krimiologi Tentang Penyalahgunaan Narkotika di
Kotamadya Binjai, Fakultas Hukum USU, Medan, hlm 1

16
sedangkan pencegahan tanpa pidana dan mempengaruhi pandangan masyarakat
mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa disebut juga sebagai upaya
non penal yang lebih menitikberatkan pada tindakan preventif (pencegahan)15.

Upaya penanggulangan pengulangan tindak pidana penyalahgunaan


narkotika oleh anak dalam konteks kriminologis, penulis menggunakan teori
penanggulangan tindak pidana, yaitu upaya preventif dan upaya represif16.

1. Upaya preventif

Melalui tindakan yang bersifat preventif (pencegahan) upaya ini meliputi


bidangbidang yang sangat luas diseluruh sektor kebijakan sosial. Penanggulangan
secara preventif ini terdapat langkah-langkah baik secara internal dan eksternal.
Tujuan utama dari upaya preventif ini adalah memperbaiki kondisi sosial tertentu
yang secara tidak langsung mempengaruhi preventif terhadap kejahatan.

Menurut Indra Lesmana Karim, upaya penanggulangan terhadap


pengulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak adalah melalui
lingkungan yang terkecil terlebih dahulu, yaitu dari lingkungan keluarga dengan
cara pengawasan yang diberikan oleh orang tua mengenai dengan siapa anak
tersebut bergaul, kemudian ada perhatian juga dari aparat penegak hukumnya,
adanya perhatian dari pemerintah untuk melindungi agar anak dapat terhindar dari
penggunaan narkotika.

Kemudian berdasarkan wawancara oleh Idhamsyah, upaya yang dilakukan


untuk penanggulangan terhadap pengulang tindak pidana penyalahgunaan
narkotika oleh anak dilakukan upaya pencegahan dengan melakukan
penyuluhanpenyuluhan hukum tentang bahaya dan ancaman pidana
penyalahgunaan narkotika kepada anak-anak sekolah, meningkatkan razia di
tempat-tempat yang mungkin terjadinya penyalahgunaan narkotika. Selain itu, ia
menyatakan peran dari orang tua pun tidak kalah penting dalam upaya

15
Soerjono Soekanto. Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press. 2010.
hlm.126.
16
Firganefi dan Deni Achmad. Hukum Kriminologi. Bandar Lampung. PKKPUU FH UNILA.2013.
hlm. 34.

17
penanggulangan, membekali anakanaknya dengan agama, kesehatan, kegiatan-
kegiatan positif, memberi motivasi kepada anak, dan memberi contoh yang baik
agar si anak dapat terhindar dari narkotika.

Menurut penulis, upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi


pengulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak dapat dilakukan
dengan memberikan penjelasan secara luas dan rinci kepada anak tentang beberapa
aspek yuridis yang relevan dengan perbuatanperbuatan nakal yang kerap kali
mereka lakukan. Dengan demikian anak akan memiliki pemahaman, penghayatan,
dan perilaku yang sehat. Usaha untuk mencapai tingkat kesadaran hukum
dikalangan anak dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas, akan tetapi yang paling
sederhana dan akrab dalam kehidupan anak-anak adalah melalui penyuluhan
hukum yang dapat divisualisasikan dalam beragam bentuk baik dengan cara
konvensional maupun cara modern. Diharapkan dengan ini, anak dapat lebih
mampu mengembangkan nilai-nilai positif yang bermanfaat dalam kehidupan di
tengahtengah masyarakat dan lingkungannya.

2. Upaya represif

Upaya represif usaha yang dilakukan untuk menghadapi pelaku kejahatan


seperti dengan pemberian hukuman agar pelaku jera, pencegahan serta
perlindungan sosial. Upaya represif dalam penanggulangan terhadap pengulangan
tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak dilakukan dengan cara
penerapan pidana terhadap pelaku pengulangan tindak pidana penyalahgunaan
narkotika. Selain upaya diatas, bahwa upaya penanggulangan terhadap
pengulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak adalah rehabilitasi
yang bertujuan untuk mengobati dan memulihkan kondisi fisik, psikis, mental,
moral dan sosial anak bekas korban penyalahgunaan narkotika serta untuk
mencegah agar jangan sampai mereka kambuh dan terjerumus kembali kedalam
penyalahgunaan narkotika. Pembinaan secara rohani dilakukan dengan bimbingan
keagamaan agar mereka sadar atas perbuatannya terdahulu dan selalu mengingat
Allah SWT ketika ingin melakukan tindak pidana dengan harapan tidak akan
melakukan tindak pidana yang sama dikemudian hari. Adapun pembinaan jasmani

18
ialah dilakukan dengan tujuan agar narapidana memiliki fisik yang sehat dan tidak
ada tekanan kejiwaan (stress) selama menjalani masa hukum di dalam lapas17.

D. KESIMPULAN

1. Pengaturan hukum mengenai narkotika dan anak:

- Undang-Undang Narkotika tidak mengatur secara khusus tentang sanksi bagi anak
yang terlibat penyalahgunaan narkotika melainkan mengatur sanksi bagi anak
sebagai korban dalam suatu tindak pidana yaitu tindak pidana narkotika yang
berkaitan dengan pemanfaatan anak (Pasal 133 Undang-undang Nomor 35 Tahun
2009), dalam merumuskan berlakunya sanksi dalam Undang-Undang Narkotika
penegak hukum juga harus memberlakukan Undang- Undang Sistem Peradilan
Pidana Anak sebagai ketentuan khusus

yang diterapkan terhadap anak.

- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,


Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak karena peraturan tentang anak
yang berhadapan dengan hukum telah diatur secara khusus agar anak tidak
diperlakukan sama selayaknya orang yang sudah dewasa.

- Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak


Pasal 69 menyebutkan bahwa anak yang melakukan tindak pidana hanya dapat
dijatuhi pidana 1/2 dari masa hukuman orang dewasa, atau dikenai tindakan, dan
bagi anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan.

2. Faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan narkotika oleh anak:

- Ada beberapa faktor yang dominan penyebab penyalahgunaan narkotika di


kalangan remaja yaitu : Faktor yang berasal dari diri remaja itu sendiri, karena

17
Sudarsono. 1995, Kenakalan Remaja, PT Rineka Cipta: Jakarta.

19
remaja ingin mengetahui apa yang belum pernah ia lakukan, perasaan ingin tahu,
ingin tampil beda, melarikan diri dari kenyataan dan rasa kesetia kawanan. Dengan
didasari proses coba-coba karena ingin tahu dan iseng kemudian menjadi pemakai
tetap dan lalu menjadi pemakai yang ketergantungan.

20
3. Kebijakan hukum pidana dalam upaya pencegahan terhadap
penyalahgunaan narkotika oleh anak:

- Dalam upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotika,

ada 2 kebijakan hukum pidana yang dapat digunakan yaitu kebijakan penal atau
penal policy yaitu upaya penanggulangan Kejahatan dengan menggunakan sanksi
(hukum) pidana, dan kebijakan non-penal atau non penal policy yaitu pencegahan
kejahatan tanpa menggunakan sarana pemidanaan yaitu dapat dilakukan dengan
berbagai pencegahan dibidang ekonomi, pendidikan, desain lingkungan ataupun
strategi-strategi lain yang dapat membatasi ruang gerak pelaku kejahatan.

- Penangggulangan kejahatan tidak dapat diselesaikan hanya dengan penerapan


hukum pidana, karena hukum pidana memiliki keterbatasan. Terdapat dua sisi
keterbatasan hukum pidana dalam penanggulangan Kejahatan, yaitu:

Dari sisi terjadinya kejahatan. Kejahatan sebagai suatu masalah yang


berdimensi sosial dan kemanusiaan disebabkan faktor yang kompleks dan
berada diluar jangkauan hukum pidana. Jadi, hukum pidana tidak akan
mampu melihat secara mendalam akar persoalan kejahatan jika tidak
dibantu oleh disiplin ilmu lain. Oleh karena itu , hukum pidana harus terpadu
dengan pendekatan sosial.

4. Upaya Penanggulangan terhadap Pengulangan Tindak Pidana


Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak
- Upaya preventif
Melalui tindakan yang bersifat preventif (pencegahan) upaya ini meliputi
bidangbidang yang sangat luas diseluruh sektor kebijakan sosial. Penanggulangan
secara preventif ini terdapat langkah-langkah baik secara internal dan eksternal.
Tujuan utama dari upaya preventif ini adalah memperbaiki kondisi sosial tertentu
yang secara tidak langsung mempengaruhi preventif terhadap kejahatan.
- Upaya represif
Upaya represif usaha yang dilakukan untuk menghadapi pelaku kejahatan seperti
dengan pemberian hukuman agar pelaku jera, pencegahan serta perlindungan

21
sosial. Upaya represif dalam penanggulangan terhadap pengulangan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika oleh anak dilakukan dengan cara penerapan pidana
terhadap pelaku pengulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Selain
upaya diatas, bahwa upaya penanggulangan terhadap pengulangan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika oleh anak adalah rehabilitasi yang bertujuan untuk
mengobati dan memulihkan kondisi fisik, psikis, mental, moral dan sosial anak
bekas korban penyalahgunaan narkotika serta untuk mencegah agar jangan sampai
mereka kambuh dan terjerumus kembali kedalam penyalahgunaan narkotika.

22
DAFTAR PUSTAKA

Sofyan, Ahmadi. 2007. Narkoba Mengincar Anak Muda. Jakarta. Prestasi


Pustaka.
Sudarsono. 1995. Kenakalan Remaja. Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Mulyadi, Lilik. 2004. Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan
Victimologi. Djambatan. Jakarta
Muladi (editor). 2005. Hak Asasi Manusia- Hakekat, Konsep & Implikasinya
Dalam Perspektitf Hukum & Masyarakat. Bandung. Refika Aditama.
M. Taufik Makarao, Suhasril dan H.M Zakky A.S.2005. Tindak Pidana
Narkotika, Jakarta, Ghalia Indonesi.
Dwy Yan L. 2001. Narkoba, Pencegahan dan Penanganan, Jakarta, Elex
Media Komputindo.

Syani, Abdul. Sosiologis Kriminalitas. Bandung. Remaja Karya. 1987.


Atmasasmita, Romli. 1997. Problema Kenakalan Remaja. Bandung. Armico.
Soekanto, Soerjono.2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.
Firganefi dan Achmad, Deni. 2013. Hukum Kriminologi. Bandar Lampung.
PKKPUU FH UNILA.
Jurnal Mercatoria, Peranan Hakim Dalam Memberikan Perlindungan Hukum
Terhadap Anak Korban Penyalahgunaan Narkotika. Vol. 3 No. 2 Tahun 2010.
Jurnal OM, Fakultas Hukum Volume I No. 2 Oktober 2014
Reh Bunga BR PA. 2002. Skripsi: Perspektif Krimiologi Tentang
Penyalahgunaan Narkotika di Kotamadya Binjai, Fakultas Hukum USU, Medan.
Badan Narkotika Nasional. Buku Bacaan Bagi Pelajar SMA- Kampanye Anti
Narkoba, hlm 16.

23

Anda mungkin juga menyukai