Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH METODOLOGI PENELITIAN

“MEMPERSIAPKAN RISET 2”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Pendidikan

Disusun Oleh:

1. Gita Prili Purwani 1601100042


2. A. Rahma Fidela 1601100069
3. Rois TriWibowo 1601100070

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr, Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Metodologi Penelitian
“Mempersiapkan Riset-2”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu jalannya pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan


peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Purwokerto, April 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelaksanaan riset pendidikan terhadap subjek atau sekelompok subjek
manusia yang dipilih untuk mewakili seluruh anggota kelompok (dalam
ukuran yang lebih besar) yang menjadi sasaran generalisasi kesimpulan yang
diperoleh. Dalam metodologi riset, kelompok besar subjek riset disebut
dengan populasi subjek atau populasi riset. sedangkan bagian dari kelompok
yang mewakili kelompok besar itu disebut dengan sampel subjek atau sampel
riset.

Pelaksanaan pengumpulan data umumnya hanya dilakukan pada sampel subjek,


namun lingkup keberlakuan kesimpulan yang diperoleh menjangkau populasi subjek.
Populasi merupakan sumber data secara keseluruhan. Pengumpulan data dalam riset
dilakukan hanya pada sebagian subjek yang mewakili populasi yang disebut sampel.

Salah satu faktor yang dapat memperbesat ketidakrepresentatifan sampeel adalah


tidak dibatasinya populasi.dalam kegiatan riset ada dua macam populasi yang berbeda
yaitu populasi terakses atau accessible population dan populasi sasaran atau target
population (Gay, 1987). populasi terakses adalah populasi yang dapat dikenali batas-
batas atau jumlah unitnya. Sampel adalah bagian yang mewakili populasi, sehingga
populasi dapat dicerminkan dengan sampel.

Riset bukan-eksperimental (a-experimental) adalah riset-riset yang tidak


menggunakan model atau metode eksperimen seperti metode-metode riset deskriptif.
Riset-riset ini biasannyayang melibatkan subjek dijadikan sumber data dalam jumlah
yang cukup banyak dan lingkupannya pun luas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pemilihan subjek riset?
2. Apa yang dimaksud dengan penentuan ukuran sampel?
3. Apa saja yang menjadi prosedur pemilihan sampel?
4. Apa saja Teknik-teknik penyempalan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pemilihan subjek riset
2. Untuk mengetahui penentuan ukuran sampel
3. Untuk mengetahui prosedur pemilihan sampel
4. Untuk mengetahui teknik-teknik penyempalan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemilihan Subjek Riset
Pada umumnya, pelaksanaan riset pendidikan terhadap subjek atau
sekelompok subjek manusia yang dipilih untuk mewakili seluruh anggota
kelompok (dalam ukuran yang lebih besar) yang menjadi sasaran generalisasi
kesimpulan yang diperoleh. Dalam metodologi riset, kelompok besar subjek
riset disebut dengan populasi subjek atau populasi riset. sedangkan bagian dari
kelompok yang mewakili kelompok besar itu disebut dengan sampel subjek
atau sampel riset.
Pelaksanaan pengumpulan data umumnya hanya dilakukan terhadap
sampel subjek, namun lingkup keberlakuan kesimpulan yang diperoleh
menjangkau seluruh populasi subjek. Persoalan yang dihadapi, dalam hal ini
terkait dengan kevalidan memberlakukan kesimpulan yang diambil
berdasarkan data sampel untuk seluruh populasi. Kaidah metodologi riset
menyatakan bahwa bila sampel itu benar-benar mewakili populasi, apa pun
yang diketahui tentang sampel merupakan pengetahuan kita tentang populasi.
Implikasinya adalah bila sampel riset yang digunakan benar benar mewakili
populasi maka kesimpulan riset terhadap sampel dapat digeneralisasi pada
populasi. Implikasi lain adalah, terwakilinya populasi oleh sampel, atau
kerepresentatifan sampel terhadap populasi, merupakan syarat mutlak bagi
kevalidan menggeneralisasi kesimpulan, atau kevalidan eksternal. Artinya,
bila sampel yang digunakan itu tidak representatif maka kevalidan eksternal
itu patut dipertanyakan.
1. Populasi dan Sampel Subjek
Pada dasarnya, populasi merupakan sumber data secara keseluruhan.
Akan tetapi, dalam pelaksanaan riset, umumnya pengumpulan data di
lakukan hanya pada sebagian subjek yang mewakili populasi itu yang
disebut sampel. Terwakilinya populasi oleh sampel merupakan dasar
utama dalam menilai kevalidan eksternal. Apabila suatu sampel tidak
mewakili populasi maka kevalidan menggeneralisasi kesimpulan patut
dipertanyakan. Oleh sebab itu, agar kesimpulan dapat digeneralisasi secara
valid, pengambilan sampel harus menghindari faktor-faktor yang dapat
menimbulkan ketidakrepresentatifan sampel yang dipilih. Kaidah-kaidah
yang berhubungan dengan penyampelan tidak ada yang memberi jaminan
bahwa sampel yang diperoleh itu representatif. Akan tetapi, dengan
mengikuti kaidah-kaidah itu, dapat diperkecil faktor-faktor yang
menyebabkan kekeliruan atau bias dalam penyampelan. Salah satu faktor
yang dapat memperbesar ketidakrepresentatifan sampel adalah tidak
dibatasinya populasi. Dalam kegiatan riset, ada dua macam populasi yang
mempunyai pengertian berbeda-beda. yaitu popu lasi terakses atau
accessible population dan pepulasi sasaran atau target population (Gay,
1987). Populasi terakses adalah populasi yang dapat dikenali batas-batas
atau jumlah unitnya. Sementara itu, populasi sasaran adalah populasi yang
dibatasi oleh konsep yang menjadi acuan variabel-variabel yang diteliti.
Populasi terakses bersifat nyata, sedangkan populasi sasaran bersifat ideal
dan konseptual.
Dalam proses penyampelan, sampel diambil dari populasi yang nyata.
Oleh sebab itu, kevalidan berlakunya kesimpulan hanya terkait dengan
populasi yang nyata itu. Akan tetapi, banyak dari temuan hasil riset yang
secara konseptual mempunyai karakteristik atau kondisi yang sama
dengan karakteristik atau kondisi diluar batas-batas populasi terakses.
Oleh karena itu, implikasi dari temuan hasil riset sering kali dapat
menjangkau populasi sasaran. Jadi, meskipun kevalidan eksternal hanya
berkaitan dengan populasi terakses, namun implikasinya dapat dikaitkan
dengan populasi sasaran.
Sampel adalah bagian yang mewakili populasi, yang diambil dengan
menggunakan teknik-teknik tertentu. Pengertian mewakili atau
representatif menunjukkan bahwa semua ciri yang dimiliki oleh populasi
terdapat atau tercermin dalam sampel. Apabila sampel itu mewakili
populasi maka pengenalan kita terhadap keadaan sampel dapat dianggap
sebagai mengenali keadaan populasi. Selain itu, teknik-teknik
penyampelan yang digunakan, bertujuan untuk memperkecil kekeliruan
pengambilan sampel sehingga sedapat mungkin terhindar dari
diperolehnya sampel yang tidak representatif.
Persoalan yang dapat muncul dalam pengambilan sampel berkenaan
dengan sampel yang tidak mewakili populasi. Sampel seperti ini dapat
muncul karena 1) pengambilannya dilakukan secara subjektif; 2)
pengambilannya tidak memperhatikan karakteristik unit-unit anggota
populasi; 3) pengambilannya bukan dari populasi yang dimaksud. Apabila
pelaku riset mengambil sampel dengan menggunakan pertimbangan yang
bersifat pribadi, besar kemungkinan sampel yang diperolehnya bersifat
bias. Contoh sederhana adalah seorang guru yang ingin mengetahui berapa
rata-rata tinggi badan dari siswa di suatu kelas. Paling tidak, agar
memperoleh data dengan mudah diambilnya sampel siswa yang duduk di
barisan depan saja kemudian dilakukan pengukuran. Cara semacam ini
dapat menghasilkan sampel bias karena ada kemungkinan siswa yang
duduk di barisan depan adalah mereka yang bertubuh pendek atau
sebaliknya. Ini berarti, sampel yang diperoleh tidak mewakili populasi
siswa di kelas itu.
Pengambilan sampel sepatutnya dilakukan dengan memperhatikan
kehomogenan karakteristik unit-unit yang menjadi anggota populasi.
Apabila populasi itu homogen, pengambilan secara random atau acak
merupakan suatu cara yang dapat menghindari kemungkinan diperolehnya
sampel bias. Akan tetapi, apabila random itu dilakukan tanpa
memperhatikan kehomogenan populasi boleh jadi populasi dianggap
homogen, sedangkan kenyataannya bersifat heterogen maka sampel yang
diperoleh adalah sampel bias.
Kemungkinan diperolehnya sampel bias dapat juga disebabkan oleh
pengambilan sampel bukan dari populasinya. Meskipun hal ini jarang
terjadi, tapi kemungkinan itu tetap ada, terutama bila pelaku riset tidak
berhati-hati dalam mengaitkan persoalan sampel dengan masalah yang
diteliti.
2. Randomisasi dalam Penyampelan
Randomisasi merupakan dasar utama dalam penyampelan untuk
mendapatkan sampel yang representatif. Suatu sampel yang representatif
mengandung pengertian bahwa karakteristik apa pun yang dimiliki oleh
populasi terdapat dalam sampel. Jadi, perbedaan antara populasi dan
sampel yang representatif terletak hanya pada ukuran atau jumlah unit
yang menjadi anggotanya, bukan pada karakteristiknya.
Pengertian randomisasi sulit didefinisikan secara persis. Untuk
dijadikan dasar pegangan, kita dapat mengenali bahwa dalam penarikan
sampel itu digunakan randomisasi bila kita tidak dapat memperkirakan
unit mana dan anggota populasi yang akan terpilih menjadi anggota
sampel sebelum penyampaian dilakukan (Kerlinger. I986). Jadi, dengan
randomisasi setiap unit anggota populasi mempunyai kesempatan atau
peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel.
Salah satu sumber bias dalam pengambilan sampel adalah
pengambilannya dilakukan secara subjektif. Randomisasi dapat
menghilankan kekeliruan penyampelan yang disebabkan oleh pengaruh
faktor subjektif yang merupakan kekeliruan yang serius dalam
penyampelan. Ini bearti randomisasi dapat menghilangkan sumber bias
dalam penyampelan yang berarti juga dapat memperkecil kekeliruan yang
dapat mengganggu kevalidan kesimpulan.
Proses randomisasi dalam pengambilan sampel, pada dasarnya hanya
dapat dilakukan bila populasi berkarakteristik homogen. Apabila papulasi
itu homogen, unit mana pun yang terpilih menjadi anggota sampel akan
mempunyai karakteristik yang sama. Apabila tidak, boleh jadi sampel
yang diperoleh tidak memiliki karakteristik sebagaimana populasinya
karena adanya kemungkinan terpilihnya unit yang tidak mempunyai
karakteristik yang sama menjadi anggota sampel. Sampel yang demikian
dapat dikategorikan sebagai sampel bias.
Bagaimana menerapkan prinsip randomisasi bila populasi tidak
homogen atau heterogen? Apabila populasi itu heterogen maka kita perlu
melakukan pengelompokkan berdasarkan kesamaan karakteristik dalam
berbagai lapisan atau strata. Stratifikasi ini bertujuan agar setiap unit yang
ada dalam suatu strata bersifat homogen, meskipun antara strata yang satu
dan yang lainnya itu sendiri heterogen. Setelah diperoleh sejumlah strata
yang terhimpun dalam populasi itu, barulah dilakukan pemilihan sampel
dengan menerapkan prinsip randomisasi terhadap setiap strata. Dengan
cara ini, setiap strata dalam populasi terwakili oleh sampel yang diambil
dari strata itu.

B. Penentuan Ukuran Sampel


Persoalan penyampelan yang sering kali membingungkan sebagian
pelaku riset adalah menentukan ukuran sampel; yakni, berapa besar ukuran
sampel yang sepatutnya digunakan, atau berapa banyak subjek yang akan
dilibatkan. Untuk mengurangi kebingungan ini akan disajikan salah satu
pedoman dalam menentukan ukuran sampel. Perlu dicatat bahwa pedoman
tersebut bukan satu satunya yang dapat digunakan. Hal yang penting untuk
dipertimbangkan dalam menggunakan suatu pedoman adalah apakah isi
pedoman ltu logis atau tidak?
1. Riset Bukan Eksperimental
Riset bukan-eksperimental (a-expenmental) adalah riset-riset yang
tidak menggunakan metode dan desain eksperimen. Termasuk ke dalam
jenis riset ini adalah metode-metode riset deskriptif. Riset-riset jenis ini
biasanya melibatkan subjek yang dijadikan sumber data dalam jumlah
yang cukup banyak dan lingkupnya pun lebih luas. Dalam penentuan
ukuran sampel untuk riset-riset semacam ini, ada sejumlah pakar yang
menyarankan dengan menggunakan persentase. Misalnya, untuk populasi
yang berukuran diatas 500 subjek diambil 10 persen, sedangkan antara
200 sampai dengan 500 subjek digunakan 20 persen. dan sebagainya.
Petunjuk ini kadang-kadang menyesatkan karena ukuran 10 persen akan
mencapai jumlah yang sangat besar bila ukuran populasi sampai dengan
mencapai jutaan. Padahal tidak jarang dijumpai dalam riset. seperti survei,
populasi yang diambil sampelnya berukuran besar. Penentuan ukuran
sampel untuk riset-riset seperti ini dapat menggunakan rumus:

n = {(z/e)² [p(l-p)}

n : jumlah subje dalam sampel yang akan digunakan (ukuran sampel)

z : harga z dari tabel sesuai dengan tingkat signifikansi yang akan digunakan
dalam menguji hipotesis.

e: kemungkinan kekeliruan dalam penarikan sampel dari populasi yang dapat


ditoleransi, yang dinyatakan dalam persen.

P : peluang munculnya karakteristik anggota populasi yang berbeda dari


karateristik populasi secara keseluruhan.

Rumus ini memberi penjelasan bahwa penentuan ukuran sampel tidak


secara langsung bergantung pada besarnya ukuran populasi. Besarnya
populasi hanya dijadikan dasar dalam membuat perkiraan tentang
kemungkinan kekeliruan dalam mengambil sampel yang dapat ditoleransi,
yang dinotasikan dengan e, dan peluang munculnya unit subjek dalam
populasi yang mempunyai karakteristik berbeda dengan unit-unit subjek
dalam populasi, umumnya yang dinotasikan p. Faktor-faktor yang
menentukan besar kecilnya ukuran sampel ialah 1) taraf signifikansi yang
akan digunakan dalam menguji hopitesis, 2) kekeliruan yang dapat diterima
atau ditoleransi, dan 3) peluang munculnya keheterogenan unit-unit populasi.
Taraf signifikansi yang pada umumnya digunakan dalam pengujian hipotesis
adalah 0,95 dan 0,99.

Peluang bahwa populasi itu heterogen tidak akan melampaui 0,50


karena hanya ada dua kemungkinan, yaitu homogen dan heterogen. Jadi,
peluang munculnya keheterogenan antara 0 sampai dengan 0,50. Akan tetapi
kehomogenan yang mutlak itu secara logis hampir tidak mungkin ditemukan.
Oleh sebab itu, peluang keheterogenan selalu lebih besar dari 0 sehingga
0<p<0,50.

2. Riset Eksperimen
Dalam riset-riset eksperimental penentuan ukuran sampel dapat
menggunaan pedoman lain, seperti menggunakan grafik hubungan antara
ukuran sampel dan populasi yang dibuat oleh Krejchi dan Morgan (1970).
3. Telaah Kasus
Untuk riset yag menggunakan telaah kasus, seperti dalam riset kualitatif,
biasanya digunakan sampel yang diambil secara purposif, dalam artian
disesuaikan dengan maksud dan kepentingan pelaku riset. Hal ini karena
dalam telaah kasus digunakan kasus sebagai subjek yang digali informasi
atau datanya secara mendalam. Dalam riset seperti ini, generalisasi tidak
menjadi kepedulian, ini bearti bahwa dalamm telaah kasus populasi riset
tidak penting untuk diperhatikan, keberlakuan kesimpulan dalam konteks
lebih luas hanya terkait dengan kesamaan dari keadaan kasus yang
ditelaah yang juga menunjukan kondisi dapat terulangnya fenomena yang
ditemuan pada kasus lain. Dalam proses riset ini, untuk kepentingan
penggalian data tidak jarang hanya digunakan satu atau beberapa subjek
saja disesuaikan dengan kepentingannya.
C. Prosedur Pemilihan Sampel
Prosedur penyampelan ini merupakan panduan yang sepatutnya ditempuh
dala memilih sampe;, agar diperoleh sampel yang representatif terhadap
populasi dan sesuai dengan riset yang dilaksanakan. Keadaan sampel seperti
ini sangat besar dampaknya terhadap kevalidan riset, terutama kevalidan
eksternal. Sebaliknya, bila keadaan sampel itu tidak demikian maka kevalidan
eksternal hasil riset patut dtpertanyakan. Lagi pula, agar dihasilkan sampel
yang representatif dapat ditempuh langkah langkah sebagai berikut.
1. Menentukan tujuan riset. Tujuan riset mencerminkan tentang harapan
yang ingin dihasilkan, atau jawaban apa yang ingin diperoleh dari
masalah riset. Tujuan riset dibuat setelah masalah dan rasional
mengapa riset terhadap masalah itu perlu dilakukan telah dirumuskan
(Moore, 1987). Kaitannya dengan pemilihan sampel, tujuan dan
rasional dapat memandu kepada cakupan subjek yang diteliti.
Sedangkan penentuan atau pembatasan cakupan subjek merupakan
salah satu pertimbangan utama dalam melakukan penyampelan.
2. Menentukan populasi. Keberadaan populasi yang perlu ditentukan
dalam rangka melakukan pemilihan sampel adalah populasi terakses
atau populasi nyata dari riset yang akan dilakukan, bukan populasi
sasaran. Dengan menentukan populasi, dalam hal ini adalah populasi
terakses atau populasi nyata, sasaran keberlakuan generalisasi
kesimpulan dibatasi secara jelas. Penentuan populasi dapat
memudahkan dalam menarik sampel yang akan digunakan sebagai
sumber data.
3. Menentukan jenis data yang diperlukan. Data yang dikumpulkan
merupakan dasar untuk menguji hipotesis untuk memperoleh jawaban
terhadap masalah riset. Oleh sebab itu, jenis data yang dikumpulkan
disesuaikan dengan hipotesis, sedangkan rumusan hipotesis mengacu
pada rumusan masalah, dengan mempertimbangkan tujuan,
kepentingan. dan metodologi riset yang digunakan. Dengan kejelasan
jenis data yang diperlukan, dapat dengan mudah ditentukan dari mana
data itu akan diambil (sumber data). Ini merupakan salah satu
pemandu dalam melakukan pemilihan sampel.
4. Menentukan metode riset. Pada uraian terdahulu, telah dijelaskan
bahwa perbedaan metode riset berdampak pada ukuran sampel yang
dgunakan. Misal, dalam riset studi kasus ukuran sampel jauh lebih
kecil bila dibandingkan dengan riset eksperimental maupun
kuasieksperimental, apalagi bila dibandingkan dengan riset survei.
Oleh karena itu, dalam melakukan pemilihan sampel, sebelum sampel
diambil dari populasi perlu ditentukan dulu metode apa yang akan
digunakan untuk menjadi acuan.
5. Menentukan harga alpha (a). Dalam riset yang menggunakan metode
statistika inferensial dalam menganalisis data, harga alpha yang
digunakan berdampak pada peluang membuat kesimpulan secara
benar. Dalam konteks statistika, dibedakan antara peluang menarik
kesimpulan secara benar dalam menerima hipotesis nol, dan peluang
menarik kesimpulan secara benar dalam menerima hipotesis alternatif.
Peluang jenis pertama disebut dengan taraf signifikansi, dan ini terkait
dengan harga alpha (a) yang digunakan karena secara sederhana taraf
signifikansi digambarkan oleh hasil perhitungan l-a. Peluang jenis
kedua disebut dengan daya-tes atau power yang terkait dengan betha
karena secara sederhana daya-tes digambarkan oleh hasil perhitungan
l-B. Penggunaan alpha mendasari penghitungan koefisien betha, yang
sekaligus juga menentukan taraf signifikansi dan daya-tes. Apabila
kita bekerja menggunakan statistika inferensial, besar-kecilnya alpha
bersama-sama dengan besar-kecilnya ukuran sampel menentukan
derajat signifikansi dan daya-tes. Oleh karena itu. dalam pengambilan
sampel, penentuan harga alpha yang akan digunakan dalam menguji
signifikansi mengawali penentuan ukuran dan pemilihan sampel.
6. Membuat bingkai sampel. Bingkai sampel adalah model kerangka
kerja yang bersifat umum yang digunakan pelaku riset dalam memilih
sampel dari populasi. Dengan bingkai sampel, subjek atau individu
mana yang berpeluang dan mana yang tidak berpeluang terpilih
sebagai sampel ditentukan terlebih dahulu. Keberadaan bingkai sampel
berbeda dengan penentuan atau pembatasan populasi. Dalam
pembatasan populasi kita hanya menentukan dan membatasi apa atau
siapa menjadi populasi riset dengan deskripsi yang bersifat umum.
Dalam bingkai sampel, apa atau siapa Itu didaftar satu persatu
sehingga peluang bagi setiap subjek untuk terpilih menjadi anggota
sampel dapat diketahui. Pembuatan bingkai sampel sangat besar
manfaatnya dalam melakukan penyampelan, terutama bila akan
dilakukan perandoman seperti halnya dalam studi survei, dan
eksperimental. Berdasarkan bingkai sampel inilah keberlakukan
generalisasi hasil riset ditentukan batas-batas substantifnya. Oleh
karena itu, bingkai sampel hendaknya dibuat secara komprehensif.
7. Memilih sampel. Pemilihan sampel menggunakan teknik-teknik
penyampelan yang tepat dan sesuai dengan karakteristik populasi.
Ketepatan teknik yang digunakan terkait dengan kesesuaiannya
dengan butir-butir langkah di atas. Adapun kesesuaian dengan
karakteristik populasi terkait dengan apakah keberadaan populasi yang
akan diambil sampelnya itu homogen atau heterogen, dan apakah
teknik yang digunakan itu sesuai atau tidak dengan kebendaan
populasi tadi. Sebaiknya, agar dapat dilakukan pemilihan sampel yang
tepat dan sesuai dengan karakteristik populasi, perlu dikuasai berbagai
teknik penyampelan, seperti yang akan diuraiakan berikut ini.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan itu sebagai berikut.
Pertama, membatasi lingkup populasi. Suatu populasi menunjukkan
pada sekelompok subjek riset, baik dalam lingkup wilayah geografis,
waktu, metode, hasil tes, dan sebagainya. Apabila unit yang menjadi
anggota populasi tidak dibatasi maka kesimpulan yang ditarik dari
hasil riset tidak dapat menggambarkan dan tidak dapat berlaku umum
untuk seluruh populasi. Tanpa pembatasan dengan jelas lingkup
populasi, kita tidak dapat memperoleh sampel yang representatif;
sedangkan masalah representatif sampel, merupakan syarat mutlak
dari penggunaan teknik penyampelan.
Kedua, mendaftar seluruh subjek yang menjadi anggota
populasi. Seluruh subjek yang menjadi anggota populasi dicatat secara
jelas, sehingga dapat diketahui mana yang termasuk pada populasi,
dan unit mana yang tidak termasuk. Hal ini memang membutuhkan
banyak waktu dan tenaga, dan tidak mustahil akan menghadapi
hambatan, terutama dalam memperoleh data tentang anggota populasi
secara tuntas. Misalnya, pelaku riset akan mencari subjek yang
menjadi anggota populasi tentang guru SD yang mempunyai
kemampuan dalam mengelola perpustakaan sekolah. Untuk
mendapatkan informasi semacam ini membutuhkan banyak waktu, di
samping hambatan yang mungkin pula dihadapi. Meskipun demikian,
agar pelaku riset dapat memperoleh sampel yang representatif, hal itu
harus dilakukan, sebab tidak terhadap semua jenis populasi,
mengadakan pencatatan anggota populasi menemui kesulitan. Hal
paling penting adalah bagaimana pelaku riset berusaha untuk
mengindentihkasi populasi, serta karakteristiknya sehingga
pengambilan sampel yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan
dari segi kerepresentatifannya.
Ketiga, menentukan sampel yang akan dipilih. Dari daftar
anggota populasi yang dibuat sebagaimana diuraikan di atas,
selanjutnya dipilih Subjek yang akan dijadikan sampel. Kadang-
kadang sehubungan dengan hal ini, pelaku riset mempersoalkan
tentang besar kecilnya sampel yang akan diambil karena memang
besar kecilnya sampel riset adalah persoalan Yang cukup pelik.
Keempat, menentukan teknik penyampelan. Teknik
pengambilan sampel erat sekali hubungannya dengan generalisasi
yang diperoleh dari hasil riset. Pengambilan sampel dari populasi yang
dilakukan dengan teknik yang keliru, akan menghasilkan sampel yang
tidak representatif. Misalnya, akan dilakukan riset tentang faktor
nonintelektual yang berpengaruh pada hasil belajar siswa SMP kelas
III di suatu kota dalam bidang studi Matematika. Pelaku riset
menganggap bahwa unit atau karakteristik siswa yang menjadi
anggota populasi adalah homogen sehingga riset hanya dilakukan
terhadap sekelompok siswa yang termasuk kategori pandai atau cepat
saja sebagai sampel yang diambil secara random. Hal ini
mengakibatkan kesimpulan atau generalisasi yang diperoleh
menyimpang, karena sampelnya tidak representatif terhadap populasi
(sampel bias) yang disebabkan karena kekeliruan menentukan
karakteristik sampel dan juga kekeliruan dalam menggunakan teknik
penyampelan. Bila keberadaan kesimpulan itu demikian, maka
kevalidan temuan riset patut dipertanyakan.
D. Teknik-Teknik Penyampelan
Teknik-teknik penyampelan terkait dengan cara memilih sampel yang
secara cukup beralasan dianggap representatif atau mewakili terhadap
populasi. Apabila sampel tidak representatif maka kevalidan menggeneralisasi
hasil riset terhadap sampel untuk populasi patut dipertanyakan. Meskipun
dengan menggunakan teknik-teknik tertentu dalam pengambilan sampel tidak
sepenuhnya menjamin kerepresentatifan sampel yang diambil, namun
kesesuaian teknik yang digunakan dengan keberadaan populasi menjadi dasar
dan alasan utama bahwa sampel yang dipilih dengan teknik itu representatif
atau mendekati representatif.
Secara umum, teknik penyampelan dapat dibedakan ke dalam dua
kategori utama, yaitu:
1) penyampelan peluang (probability sampling), dan
2) penyampelan nir-peluang (non-probability sampling).
Penyampelan peluang dilakukan dengan teknik-teknik yang
memungkinkan setiap subjek mempunyai peluang sama untuk terpilih sebagai
anggota sampel.
Teknik-teknik yang termasuk kedalam kategori ini adalah
1) penyampelan random,
2) penyampelan stratifikasi,
3) penyampelan klaster,
4) penyampelan berjenjang.
Adapun yang termasuk kategori penyampelan nirpeluang adalah
1) penyampelan kuota,
2) penyampelan purposif, dan
3)Penyampelan aksidental.
1. Penyampelan Peluang
Teknik penyampelan peluang memberi kemungkinan atau peluang kepada
subjek yang menjadi anggota populasi berpeluang sama untuk terpilih sebaoai
anggota Sampel. Dengan demikian, pelaku riset tidak dapat mengetahui
sebelumnya tentang unit subjek mana yang nantinya akan dijadikan sampel,
kecuali setelah proses penyampelan dilaksanakan.
1. Penyampelan Random
Teknik penyampelan random yang dimaksudkan dalam uraian ini
adalah perandoman terhadap setiap individu subjek yang menjadi
anggota populasi. Pelaksanaan perandoman sama dengan melakukan
pengundian. Ini dapat dilakukan bila keberadaan p0pulasi itu homogen
dan jumlahnya terhingga. Caranya boleh bermacam-macam, namun
prinsip setiap subjek dalam populasi peluang sama untuk terpilih
menjadi anggota sampel. Adapun cara-cara perandoman yang lazim
digunakan adalah 1) perandoman dengan undian sederhana, 2)
perandoman sistematis, 3) perandoman menggunakan tabel bilangan
random, dan 4) perandoman menggunakan komputer.
Perandoman dengan undian sederhana merupakan cara yang
paling mudah dilakukan. Misalnya, dengan memberi nomor pada
setiap unit populasi, menulis nomor-nomor itu masing-masing dalam
satu guntingan kertas, digulung, lalu dimasukkan ke dalam suatu
kotak. Setelah kotak itu dikocok, gulungan-gulungan kertas itu
dikeluarkan sesuai dengan jumlah yang ditentukan. Nomor-nomor
yang keluar itulah sampel yang terpilih.
Perandoman sistematis dilakukan dengan membuat daftar
seluruh unit populasi, yang masing-masing diberi nomor urut. Setelah
itu, ditentukan interval bilangan yang akan digunakan, kemudian
mengundi satu nomor untuk memulai pemilihan sampel. Contoh,
seorang mempunyai populasi yang berukuran 300, dan menentukan
ukuran sampel sebesar 60. Setiap unit anggota p0pulasi diberi nomor
unit dari 1 sampai dengan 300. Ditentukan interval bilangan yang akan
digunakan adalah 5 bilangan. Kemudian dilakukan pengundian untuk
menentukan nomor berapa sebagai permulaan memilih sampel.
Misalnya, undian jatuh pada nomor 16 maka dari nomor itu dimulai
pemilihan. Iadi, subjek nomor 16 adalah anggota sampel pertama.
Karena interval bilangannya adalah 5 maka setiap nomor kelima dari
setiap subjek yang terpilih, yang dimulai dari nomor 16 adalah
anggota sampel. Ini berarti, nomOr berikutnya adalah 21, 26, ..., dst,
sampai mencapai jumlah yang ditentukan.
2. Penyampelan Stratifikasi
Apabila populasi berkarakteristik heterogen, teknik
penyampelan yang digunakan adalah stratihkasi. Dalam menggunakan
teknik ini, pertama perlu diidentiflkasi karakteristik umum populasi,
kemudian mengelompokkan unit-unit populasi yang berkarakteristik
sama dalam berbagai strata. Setelah ditentukan stratanya, barulah
dilakukan penyampelan dari masing-masing strata itu secara random.
Untuk ukuran sampel dari masing-masing strata itu berimbang,
penentuan ukuran sampel dari masing-masing strata digunakan
proporsi, sesuai dengan proporsi jumlah unit dalam strata yang
bersangkutan pada keseluruhan unit p0pulasi. Misalnya, pelaku riset
mempunyai populasi yang heterogen berukuran N = 1000. Setelah
dilakukan pengelompokan, diperoleh 3 strata dengan komposisi N1 =
250, N2 = 400, dan N3 = 350. Proporsi yang diperoleh ialah, N1 =
0,25, N2 = 0,40, dan N3 = 0,35. Berpedoman pada tabel Krijche and
Morgan, ukuran sampel yang akan diambil adalah n = 180. Agaknya,
sampel dari masing-masing strata secara proporsional akan berukuran
nl = 0,25 x 180 = 45, n2 = 0,40 x 180 = 72, dan n3 = 0,35 x 180 = 63.
Perandoman sampel untuk masing-masing strata itu dapat mengikuti
pedoman yang telah diuraikan di muka.
3. Penyampelan Klaster
Sebagai suatu teknik penyampelan peluang, dalam
penyampelan klaster (gugus) dilaksanakan perandoman, meskipun
pelaksanaannya bukan terhadap individu subjek, melainkan terhadap
gugusan (cluster), kumpulan, atau kelompok subjek. Sampel yang
diambil menggunakan teknik ini biasanya adalah kelompok yang telah
ada atau telah terbentuk (kelompok intact), tanpa ada campur tangan
pelaku riset untuk mengubah kelompok itu, baik dalam jumlah
anggota, susunan, maupun suasana dan derajat kekompakannya.
Contoh kelompok intak yang penyampelannya boleh dilakukan
dengan teknik klaster adalah keluarga, kelompok siswa di kelas atau
kelompok pegawai di suatu kantor.
Teknik penyampelan klaster sering kali digunakan dalam riset
survei maupun riset kuasi-eksperimental. Dalam penerapan karena
tidak dilakukan perandoman terhadap individu subjek, melainkan
terhadap kelompok subjek atau klaster, kemungkinan munculnya bias
seleksi yang menjadi salah satu ancaman terhadap kevalidan eksternal
hampir sulit dihindari. Selain itu, bila dikaitkan dengan analisis data
menggunakan metode statistika inferensial, penggunaan sampel klaster
dapat memperbesar derajat kekeliruan baku dalam estimasi (standard
error of estimate), serta dapat memperkecil daya tes. Ini disebabkan
dalam penggunaan klaster ukuran sampel pasti akan lebih kecil
dibandingkan dengan penggunaan individu subjek, sedangkan dalam
statistika inferensial besarnya ukuran sampel (besarnya n) sangat
berpengaruh pada kedua koefisien tersebut.
Penggunaan teknik penyampelan klaster patut dilakukan
apabila kondisi baik eksternal maupun internal menuntut untuk
melakukannya. Kondisi eksternal adalah peraturan yang berlaku atau
orang yang memiliki otorita tidak mengizinkan. Sementara itu, kondisi
internal apabila penyampelan dilakukan terhadap individu subjek
maka suasana kealamiahan kelompok akan berubah, sedangkan
suasana kealamian kelompok tersebut merupakan salah satu fokus
kajian dalam riset yang dilakukan.
4. Penyampelan Berjenjang
Penyampelan berjenjang diantaranya dilakukan berdasarkan
jenjang wilayah sehingga sering disebut dengan sampel wilayah.
Penyampelan wilayah adalah suatu teknik penyampelan yang
pelaksanaannya melewati beberapa tahapan berdasarkan hierarki
wilayah geografis atau administratif. Pada setiap tahapan yang dilewati
dilaksanakan perandoman sehingga setiap unit wilayah atau setiap
subjek dalam populasi berpeluang sama untuk terpilih menjadi sampel.
Teknik penyampelan ini termasuk ke dalam kategori penyampelan
peluang karena pelaksanaan penyampelannya pada setiap tahapan
menggunakan perandoman. Pelaksanaan perandoman dimulai dari
subwilayah geogralis atau administratif dari seluruh subwilayah pada
wilayah sampel, kemudian bagian-bagian dari setiap subwilayah
sampel, dan selanjutnya merandom subjek atau unit subjek dari setiap
bagian subwilayah sampel. Meskipun demikian, p0pulasi wilayah
terwakili oleh sampel subwilayah, dan subwilayah sampel terwakili
oleh sampel bagian subwilayah, dan bagian subwilayah sampel
terwakili oleh subjek atau unit subjek sampel.
Teknik penyampelan ini sangat banyak penerapannya, terutama
dalam riset survei. Misalnya, dalam suatu survei tentang pola
pemanfaatan waktu senggang masyarakat dari berbagai kelas sosial di
suatu kota besar akan dilakukan penyampelannya dengan teknik
penyampelan wilayah. Pertama, perlu dikenali berapa jumlah
kecamatan, kelurahan (wilayah adminstratif), dan subjek yang menjadi
populasi di kota itu. Karena satuan anggota sampel yang sebenarnya
adalah subjek (anggota masyarakat), dalam hal ini ada dua
kemungkinan, yaitu pertama pelaku riset belum memperoleh informasi
tentang jumlah subjek pada setiap kelurahan (hanya mengetahui
jumlah keseluruhan 'subjek anggota populasi). Kemungkinan kedua
adalah jumlah subjek di setiap kelurahan telah diketahui sebelumnya.
5. Penyampelan Tak-Berpeluang
Teknik-teknik penyampelan yang termasuk ke dalam kategori
tak-berpeluang (non-probability) tidak menggunakan perandoman.
Karena tidak ada perandoman, peluang setiap subjek dalam p0pulasi
untuk terpilih sebagai subjek sampel tidak diketahui. Teknik-teknik
yang termasuk kategori ini adalah penyampelan purposif, kuota, dan
aksidental.
6. Penyampelan Purposif
Penggunaan teknik penyampelan purposif semata-mata
didasarkan atas pertimbangan pelaku riset sesuai dengan maksud
dilakukannya riset. Teknik ini hanya tepat digunakan dalam studi
kasus dengan pendekatan kualitatif, atau dalam inkuiri naturalistik.
Dalam riset semacam ini, pelaku riset dituntut untuk menelaah kasus
melalui pengumpulan data terhadap sampel yang telah ditentukan
berdasarkan pertimbangan pelaku riset sesuai dengan fokus masalah
yang dikaji. Pertimbangan dalam menentukan sampel harus dikaitkan
dengan hakikat studi (penelaahan). Oleh karena itu, penggunaan teknik
ini sepatutnya hanya dilakukan oleh pelaku riset yang benar-benar
ahli, atau atas dasar konsultasi dengan orang yang benar-benar ahli,
baik dalam disiplin ilmu terkait maupun dalam penggunaan
metodologi riset, terutama studi kasus dan inkuiri naturalistik.
Hasil riset yang penyampelannya menggunakan teknik
penyampelan purposif tidak tepat untuk digeneralisasi, melainkan
berupa deskripsi tentang berbagai hal yang ditemukan dari penelaahan
kasus. Tolok ukur yang digunakan dalam menilai hasil riset seperti ini
bukan derajat kevalidan kesimpulan, baik kevalidan internal maupun
kevalidan eksternal, melainkan pada apakah hasil riset tersebut akan
menghasilkan deskripsi yang sama bila diulangi risetnya? Oleh sebab
itu, riset seperti ini tidak memedulikan kriteria kevalidan kesimpulan
seperti halnya dalam riset-riset yang menggunakan pendekatan
kuantitatif maka persoalan kerepresentatifan sampel terhadap populasi
tidak terlalu dipermasalahkan. Akibatnya, membuat generalisasian
kesimpulan dipandang tidak valid.
7. Penyampelan Kuota
Istilah penyampelan kuota ini diambil dari istilah umum qouta
atau quotum, yang berarti pemberian jatah. Dalam teknik penyampelan
kuota, pelaksanaan penyampelan dilakukan berdasarkan jatah yang
diberikan untuk setiap strata, yang ada dalam populasi. Strata itu
misalnya, suku bangsa, jenis kelamin, atau latar belakang pendidikan.
Untuk masingmasing strata ini pelaku riset memberi jatah jumlah
subjek yang akan dijadikan sampel, kemudian mengambil sampelnya
dari mana saja, asalkan jatah atau kuota yang telah ditetapkan
terpenuhi.
Teknik penyampelan kuota sering kali digunakan dalam survei
pendapat umum atau jajak pendapat (polling). Sebagaimana dilakukan
di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, di negeri kita pun jajak
pendapat sering kali dilakukan untuk berbagai kepentingan, terutama
yang dilakukan oleh media massa (seperti televisi, majalah atau
koran). Pelaksanaan jajak pendapat biasanya dilakukan pada subjek
dari berbagai strata, seperti jenis kelamin, suku bangsa, agama, dan
sebagainya. Untuk setiap strata yang telah ditetapkan itu, masing-
masing d iberi kuota atau jatah, berapa subjek akan dikumpulkan
pendapatnya. Kemudian pengumpulan pendapat dilaksanakan lewat
media masa yang bersangkutan, seperti dengan memberi kuesioner
yang dimuat di media massa itu. Kuesioner yang diisi oleh pembaca
dan dikembalikan ke redaksi diambil sesuai dengan jumlah yang
dijatahkan untuk masing-masing strata untuk diolah. Itulah yang
menjadi sampel yang diambil dengan teknik penyampelan kuota.
8. Penyampelan Aksidental
Penyampelan aksidental merupakan suatu teknik penyampelan
yang seakan-akan tidak direncanakan. Dalam penerapannya, pelaku
riset mengambil sampel tidak berdasarkan bingkai sampel yang
memuat daftar seluruh anggota populasi, melainkan mengambil subjek
mana saja yang ada dan boleh dijadikan sampel. Itu sebabnya teknik
ini dinamakan pula dengan teknik convenient sampling atau teknik
penyampelan seenaknya. Jadi, dengan teknik ini peluang anggota
populasi untuk terpilih menjadi sampel tidak diketahui.
Meskipun teknik penyampelan ini kurang beralasan untuk
menghasilkan sampel yang representatif, terkadang digunakan juga
dalam riset survei, terutama survei pendapat umum dan jajak pendapat.
Misalnya, sebelum dilaksanakan pemilihan umum atau pemilihan
presiden dilakukan jajak pendapat tentang para calon presiden. Dalam
jajak pendapat tersebut. biasanya penyampelan itu dilakukan dengan
teknik penyampelan kuota. tetapi tidak jarang pula digunakan teknik
penyampelan aksidental. Penerapan teknik ini adalah seperti dengan
mewawancarai orang-orang yang dapat ditemui di kantor, toko, pasar
swalayan, dan sebagainya; atau yang menjadi kecenderungan adalah
dilakukan dengan mengirim SMS melalui telepon genggam dan
sampelnya siapa saja yang mengirim SMS.
Sampel yang dihasilkan dengan teknik penyampelan aksidental
kurang beralasan untuk dipandang representatif terhadap populasi. Hal
ini disebabkan sampel yang diperoleh tidak jelas batas-batas atau
lingkup populasi yang diwakili oleh sampel itu. Oleh karena itu,
biasanya teknik ini tidak digunakan untuk melakukan riset ilmiah
melainkan hanya sekedar untuk mendeskripsikan keadaan pendapat
umum tentang sesuatu yang disurvei. Sekaitan dengan ini Kerlinger
(1981), memandang bahwa teknik penyampelan ini adalah teknik yang
paling buruk, yang sedapat mungkin dihindari dalam melakukan
penyampelan, kecuali kalau tidak ada lagi sampel yang dapat
diperoleh dan pelaku riset melakukan risetnya secara berhati-hati serta
digunakan secara cukup beralasan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada umumnya, pelaksanaan riset pendidikan terhadap subjek atau
sekelompok subjek manusia yang dipilih untuk mewakili seluruh anggota
kelompok (dalam ukuran yang lebih besar) yang menjadi sasaran generalisasi
kesimpulan yang diperoleh.
Dalam kegiatan riset, ada dua macam populasi yang mempunyai
pengertian berbeda-beda. yaitu popu lasi terakses atau accessible population
dan pepulasi sasaran atau target population (Gay, 1987). Populasi terakses
adalah populasi yang dapat dikenali batas-batas atau jumlah unitnya. Salah
satu sumber bias dalam pengambilan sampel adalah pengambilannya
dilakukan secara subjektif.
Randomisasi dapat menghilankan kekeliruan penyampelan yang
disebabkan oleh pengaruh faktor subjektif yang merupakan kekeliruan yang
serius dalam penyampelan.
B. Saran
Bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian riset diharapkan
mengetahui terlebih dahulu mengenai model riset ini. Diharapkan makalah ini
dapat bermanfaat bagi penyususn maupun bagi pembaca. Serta diharapkan,
dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat
memahami dengan baik materi mengenai penelitian riset.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Mohammad, Asrori Muhammad. 2014. Metodologo & Aplikasi Riset
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai