Anda di halaman 1dari 24

ANGINA LUDWIG

Trianti Para, Ied Rakhma

A. Pendahuluan
Angina Ludwig, atau dikenal sebagai Angina Ludovici, adalah suatu
selulitis, atau infeksi jaringan ikat leher dan dasar mulut yang cepat menyebar.
biasanya terjadi pada orang dewasa dengan infeksi gigi bersamaan dan jika
tidak diobati, dapat menghalangi saluran udara, yang memerlukan trakeotomi.
Penyakit ini dinamai sesuai dengan nama seorang dokter di Jerman, Wilhelm
Friedrich von Ludwig yang pertama kali menggambarkan kondisi ini pada
tahun 1836. Nama lain termasuk "angina Maligna" dan "Morbus Strangularis".
Kata "angina" berasal dari kata Yunani ankhon, yang berarti "mencekik", jadi
dalam angina Ludwig mengacu pada perasaan mencekik, bukan perasaan sakit
dada, meski mungkin ada nyeri dada di angina Ludwig jika terjadi infeksi.
menyebar ke ruang retrosternal. 1
Angina Ludwig merupakan selulitis diffusa yang potensial mengancam
nyawa yang mengenai dasar mulut dan region submandibular bilateral dan
menyebabkan obstruksi progresif dari jalan nafas. Penyakit ini termasuk dalam
grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga
mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher.2
Walaupun penyebaran yang luas pada Ludwig biasanya berkembang
pada orang yang immunocompromised, namun juga dapat berkembang pada
individu yang sehat. Oleh karena itu, sangat penting untuk mendapatkan
konsultasi gigi untuk gigi geraham sepertiga bawah pada tanda pertama rasa
sakit, pendarahan dari gusi, kepekaan terhadap panas / dingin atau
pembengkakan pada sudut rahang.2
B. Epidemiologi
Penyebaran yang luas pada Ludwig biasanya berkembang pada orang
yang immunocompromised, namun juga dapat berkembang pada individu yang
sehat. Faktor predisposisi pada pasien Angina Ludwig berupa karies dentis,
perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma, dan tindikan pada frenulum
lidah (Hartmann, 1999). Selain itu penyakit sistemik seperti diabetes melitus,

1
neutropenia, aplastik anemia, glomerulositis, dermatomiositis dan lupus
eritematosus dapat mempengaruhi terjadinya angina Ludwig. Penderita
terbanyak berkisar antara umur 20-60 tahun, walaupun pernah dilaporkan
terjadi pada usia 12 hari –84 tahun. Kasus ini dominan terjadi pada laki-laki,
3-4 kali lebih banyak daripada perempuan. 2,3
Sebuah studi epidemiologi yang dilakukan oleh Kataria dkk, (2015)
yang menganalisis 76 kasus deep neck space infections (DNSI) menemukan
bahwa prevalensi kejadian Angina Ludwig sebesar 27%, abses submandibular
sebesar 42%. Penyebab terbanyak dari DNSI adalah odontogenik,
tonsilopharingitis, limpadenopati, furunkulosis dan trauma.4 Dalam studi yang
lain, angina Ludwig lebih banyak menyerang pria daripada wanita (5:1), usia
terbanyak pada decade ke-5 dan ke-7, 90% disebabkan karena faktor
odontogenik dengan gigi yang paling sering terlibat adalah molar mandibular 3
bawah (53%) dan molar mandibular 2 (24%). Ludwing angina diketahui
berhubungan dengan penyakit sistemik seperti diabetes, hipertensi, dan sickle
cell anemia, terkait dengan penyembuhan luka yang buruk, mengganggu system
kekebalan tubuh, dan meningatkan kejadian infeksi.5
C. Defenisi
Angina ludwig didefenisikan sebagai selulitis , atau infeksi jaringan
ikat leher dan dasar mulut yang menyebar dengan cepat. Potenisial
menyebabkan kematian yang mengenai ruang sublingual dan submandibular,
umumnya infeksi dimulai dengan selulitis kemudian berkembang menjadi
fascitis dan akhirnya menjadi abses yang menyebabkan indurasi suprahioid.
pembengkakan pada dasar mulut dan elevasi serta perubahan letak lidah ke
posterior. 6
Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Wilhelm Frederick von
Ludwig pada tahun 1836 sebagai infeksi ruang fasial yang hampir selalu fatal
Penyebab. Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi
oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang
submandibularis (sublingualis dan submaksilaris)2

2
D. Anatomi dan Fisiologi
1. Embriologi
Rongga mulut, faring, dan esofagus berasal dan foregut embrionik.
Foregut juga berkembang menjadi rongga hidung, gigi, kelenjar liur,
hipofise anterior, tiroid dan laring, trakea, bronkus, dan alveoli paru. Mulut
terbentuk dari stornodeum primitif yang merupakan gabungan ektodermal
dan endodermal, yang membelah. Bibir bagian atas dibentuk oleh bagian
prosesus nasalis medial dan lateral dan prosesus maksilaris. Celah bibir
biasanya tidak terletak di garis tengah tetapi di lateral dari prosesus nasalis
media, yang membentuk premaksila. Bibir bagian bawah berkernbang dari
bagian prosesus mandibula. Otot bibir berasal dari daerah brankial kedua
dan dipersarafi oleh saraf fasialis. Batas vermilion bibir tampak seperti
busur; takik pada busur ini merupakan cacat kosmetik yang sangat nyata. 7
Gigi berasal dari lamina dentalis, yang berkembang menjadi
sementum dan enamel dari gigi tetap. Perkembangan gigi manusia dari gigi
susu sampai pertumbuhan gigi molar ketiga dewasa berhubungan dengan
usia penderita, dan grafik dapat mengikuti pertumbuhan gigi yang normal.
Terdapat beberapa macam kista dan tumor jinak maupun ganas yang berasal
dari sisa lamina dentalis. Ggi dipersarafi oleh cabang dari saraf trigeminus
cabang maksilaris dan mandibularis. Pada rahang atas, ada beberapa variasi
dan tumpang tindih pada daerah yang dipersarafi oleh cabang saraf
maksilaris. 7
Palatum dibentuk oleh dua bagian; premaksila yang berisi gigi seri
dan berasal dari prosesus nasalis media, dan palatum posterior baik palatum
durum dan palatum mole, dibentuk oleh gabungan dari prosesus palatum.
Oleh karena itu, celah palatum terdapat di garis tengah belakang tetapi dapat
terjadi kearah premaksila depan. Pada tahap pertama, lempeng palatum
terdapat di lateral lidah dan jika lidah tidak turun maka lempeng palatum
tidak dapat menyatu. Hal ini merupakan dasar di mana celah palafum
berhubungan dengan mikrognasia dari sindrom Pierre Robin. 7

3
Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel di dasar mulut. Lidah
bagian depan terutama berasal dari daerah brankial pertama dan dipenarafi
oleh saraf lingualis, dengan cabang korda timpani dari saraf fasialis yang
mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf
glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang. otot
lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi ke depan, bersama
saraf hipogrosus. Migrasi saraf hipoglosus diduga mempunyai hubungan
dengan fistula brankial. Tiroid berkembang dari foramen sekum yang
terdapat di lidah bagian belakang dan bermigrasi sepanjang duktus
tiroglosus ke leher. Jika migrasi ini tidak terjadi, mengakibatkan tiroid
lingualis. Sisa dari duktus tiroglosus dapat rnenetap, dan letaknya di
belakang korpus tulang hioid. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari
epitel mulut dan terletak dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktus
submandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada
kelenjar parotis. 7
2. Rongga mulut
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga
mulut terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior
dan dasar lidah. Nasofaring meluas dari dasar tengkorak sampai batas
palatum mole. Orofaring meluas dari batas tadi sampai batas epiglotis,
sedangkan di bawah garis batas ini adalah laringofaring atau hipofaring. 7
Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis
oris yang dipersarafi oleh sara fasialis. Vermilion berwarna menh karena
ditutupi oleh lapisan tipis epitel skuamosa. Ruangan di antara mukosa pipi
bagian dalam dan gigi adalah vestibulurn oris. Muara duktus kelenjar parotis
menghadap gigi molar kedua atas. Gigi ditunjang oleh krista alveolar
mandibula dibagian bawah dan krista alveolar maksila di bagian atas. Gigi
pada bayi terdiri dari dua gigi seri, satu gigi taring dan dua gigi geraham.
Gigi dewasa terdiri dari dua gigi seri dan satu gigi taring, dua gigi premolar
dan tiga gigi molar. Perrnukaan oklusal dari gigi seri berbentuk menyerupai
pahat dan gigi taring tajam, sedangkan gigi premolar dan molar mem punyai

4
permukaan oklusal yang datar. Daerah di antara gigi molar paling belakang
atas dan bawah dikenal dengan trigonum retromolar. 7

Gambar 1. Penampang sagital kepala dan leher memperlihatkan hubungan


antara cavum nasi, mulut, pharynx, dan larynx. (Dikutip dari kepustakaan 8
)

Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum dibagian depan


dan sebagian besar dari otot palatum mole dibagian belakang. Palatum mole
dapat diangkat untuk faring bagian nasal dari rongga mulut dan orofaring.
Ketidaknlampuan palatum mole menutup akan mengakibatkan bicara yang
abnormal (rinolalia aperta) dan kesulitan menelan. Dasar mulut diantara
lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar
submandibula. Muara duktus mandibularis terletak di depan ditepi frenulum
lidah. Kegagalan kelenjar liur untuk mengeluarkan liur menyebabkan mulut
menjadi kering, atau xerostomia. Hal ini merupakan keluhan yang
menyulitkan pada beberapa pasien. Lidah merupakan organ muskular yang
aktif. Dua pertiga bagian depan dapat digerakkan, sedangkan pangkalnya
terfiksasi. Otot dari lidah dipenarafi oleh saraf hipoglosus. Perasaan dua
pertiga lidah bagian depan dipenarafi oleh saraf lingualis dan saraf
glosofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang. 7

5
Gambar 2. Bagian-bagian dari faring (Dikutip dari kepustakaan 7)

Korda timpani mempenarafi cita rasa lidah dua pertiga bagian


depan, sedangkan saraf glosofaringeus mempenarafi cita rasa lidah sepeniga
bagian belakang. Cita rasa dibagi dalam daerah-daerah tertentu. Misalnya,
rasa pahit dapat dirasakan pada lidah bagian belakang. Permukaan lidah
bagian atas dibagi menjadi dua perriga depan dan sepertiga bagian belakang
oleh garis dari papila sirkumvalata yang berbentuk huruf V. Foramen sekum
yang terdapat di puncak dari huruf V merupakan tempat asal duktus
tiroglosus. Fungsi lidah untuk bicara dan menggerakkan bolus makanan
pada waktu pengunyahan dan penelanan. 7
3. Faring
Di belakang mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang
sfenoid dan dasar tulang oksiput disebelah atas, kemudian bagian depan
tulang atlas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring
membuka kearah depan ke hidung melalui koana posterior. Superior,
adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Di samping, muara tuba
eustakius kartilaginosa terdapat di depan lekukan yang disebut fosa
Rosenmiiller. Kedua struktur ini berada di atas batas bebas otot konstriktor

6
faringis superior. Otot tensor veli palatini, merupakan otot yang
menegangkan palatum dan membuka tuba eustaki, masuk ke faring melalui
ruangan ini. Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar hamulus
tulang untuk memasuki palatum rnole. Otot tensor veli palatini dipenarafi
oleh saraf mandibularis melalui ganglion otic. Orofaring ke arah depan
berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal dalam kapsulnya
terl'etak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Di depan tonsila,
arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan di belakang dari
arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus. Otot-otot ini
membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semuanya dipersarafi
oleh pleksus faringeus. 7

Gambar 3. Anatomi Faring (Dikutip dari kepustakaan 8)

Tonsila disusun oleh jaringan limfoid yang diliputi oleh epitel


skuamosa yang berisi beberapa kripta. Tampaknya tidak dapat dibuktikan
adanya penurunan kekebalan yang disebabkan oleh pengangkatan tonsila
(atau adenoid). Celah di atas tonsila merupakan sisa dari endodermal muara
arkus brankial kedua; di mana fistula brankial atau sinus internal bermuara.
Infeksi dapattedadi di antara kapsul tonsila dan ntangan sekitar jaringan dan

7
dapat meluas ke atas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.
Hipofaring terbuka ke arah depan masuk ke introitus laring. Epiglotis
dilekatkan pada dasar lidah oleh dua frenulum lateral dan satu frenulum di
garis tengah. Hal ini menyebabkan terbentukirya dua valekula disetiap sisi.
Di bawah valekula adalah permukaan laringeal dari epiglotis. Di bawah
muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan yang disebut sinus
piriformis yaitu di antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Lebih ke
bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid, dan di bawahnya terdapat
muara esofagus. 7
Esofagus bagian servikal terletak kurang lebih pada garis tengah
leher di belakang trakea dan di depan korpus vertebra. Saraf laringeus
rekurens terdapat pada alur diantara esofagus dan trakea. Arteri karotis
komunis dan isi dari selubung karotis terletak dilateral esofagus. Pada
lapisan otot faring terdapat daerah trigonum yang lemah di atas otot
krikofaringeus yang berkembang dari krikoid dan mengelilingi esofagus
bagian atas. Divertikulum yang disebut divertikulum Tnnker dapat keluar
melalui daerah yang lemah ini dan berlawanan dengan penelanan. Faring
merupakan daerah di mana udara melaluinya dari hidung ke laring juga
dilalui oleh makanan dari rongga mulut ke esofagus. Oleh karena itu,
kegagalan dari otot-otot faringeal, terutama yang menyusun ketiga otot
konstriktor faringis, akan menyebabkan kesulitan dalam menelan dan
biasanya juga terjadi aspirasi air liur dan makanan ke dalam cabang
trakeobronkial. 7
4. Leher
Pada masa embrio awal tidak ada leher yang jelas, memisahkan
toraks dari kepala. I-eher dibentuk seperti jantung, di mana berasal dari di
&wah foregut, yang bermigrasi ke rongga toraks dan apparatus brankial
berkembang menjadi bentuk yang sekarang. Migrasi dari jantung
merupakan sebab mengapa beberapa struldur dari leher bermigrasi terakhir.
Pada masa embrio awal terdapat beberapa tonjolan sepanjang tepi dari

8
foregut yang juga dapat dilihat dari luar. Tonjolan ini adalah apparatus
brankialis. 7
Meskipun secara filogenetik terdapat enam arkus brankialis, arkus
kelima tidak pernah berkembang pada manusia, dan hanya membentuk
ligamentum arteriosum. Hanya empat arkus yang dapat dilihat dari luar.
Setiap arkus brankialis mempunyai sepotong kartilago, yang brhubungan
dengan kartilago ini adalah arkus arteri, saraf, dan beberapa mesenkim yang
akan membentuk otot. Di belakang setiap arkus terdapat alur eksternal yang
terdiri dari ektodermal dan kanto.ng internal yang berisi endodermal.
Daerah diantara ektodermal dan endodermal dikenal dengan lempeng akhir.
Bagian dari struktur yang disebut di atas berkembang menjadi strukfur
dewasa yang tetap. Bagian yang seharusnya hilang dapat menetap dan
membentuk struktur abnormal pada dewasa. Derivat normal dari aparatus
brakialis dicatat pada. Sebaiknya dicatat bahwa celah ektodermal dan
kantong endodermal terdapat di belakang arkus kartilago, arteri, dan saraf.
Menetapnya bagian aparatus brankialis abnormal dapat
menimbulkan bermacam kista, sinus, dan fistula. Menetapnya ektodermal
dari arkus brankialis pertama dapat menyebabkan kista atau sinus yang
terletak sejajar dan bahkan dapat memperbanyak pada saluran telinga luar.
Jenis yang berbeda dari menef, apnya bagian aparatus brankialis dapat
menimbulkan kista, sinus, atau fisfula yang terletak pada satu garis bagian
dalam telinga luar melalui kelenjar parotis sampai pada sudut mandibula di
depan otot sternokleidomastoideus. Seperti sisa arkus pertama dapat melalui
di depan, di belaka ng, bahkan mela lui cabang saraf fasialis. Derivat tulang
dari arkus pertama mungkin abnormal pada sindrom Treacher Collirs. Arteri
dari arkus kedua dapat membentuk arteri stapedia penisten yang melalui
krus stapes. Dengan adanya arteri ini, tidak memungkinkan untuk
melakukan stapedektomi. 7
Aliran darah faring berasal dari beberapa cabang sistim karotis
eksterna. Beberapa anastomosi tidak hanya dari satu sisi tetapi dari
pembuluh darah sisi lainnya. Ujung cabang arteri maksilaris interna, cabang

9
toisilar arteri fasialis, cabang lingual arteri lingualis bagian dorsal, cabang
arteri tiroidea superior, dan arteri faringeal yang naik semuanya menambah
jaringan anastomosis yang luas. Persarafan motorik sudah dibicarakan.
Penarafan sensorik nasofaring dan orofaring, seperti dasar lidah, terutama
melalui pleksus faringeal dari saraf glosofaringeal. Pada bagian bawah
faring, terdapat persarafan sensorik yang berasal dari saraf vagus melalui
saraf laringeus superior. Aliran limfe faringeal meliputi rantai retrofaringeal
dan faringeal lateral dengan jalan selanjutnya masuk nodus servikalis
profunda. Keganasan nasofaring seringkali bermetastase ke rantai servikalis
profunda. 7
Ruang submandibular merupakan ruang diatas tulang hyoid Total
ruang terbagi menjadi ruang sublingual superior dan ruang submandibular
inferior. Yang pertama, terletak di antara otot geniohyoid dan mylohyoid,
dan yang terakhir, terletak di antara otot mylohyoid dan fasia dan kulit
superfisial, berkomunikasi di sekitar batas bebas posterior otot mylohyoid.
3

Setelah di ruang submandibular, infeksi kemudian dapat menyebar


ke struktur yang berdekatan. Biasanya struktur yang terkena, dalam urutan
kontaminasi yang paling sering adalah leher anterior, ruang faringomaksil,
retrofaring, dan mediastinum superior. 3

Gambar 4. Anatomi dari ruang submandibular (Dikutip dari kepustakaan


3)

10
Gambar 5. Anatomi dari mandibula space.(Dikutip dari kepustakaan 8)

5. Etiologi
Infeksi gigi menyumbang sekitar 80% kasus angina Ludwig. Infeksi
campuran, karena bakteri aerob dan anaerob, berasal dari selulitis yang terkait
dengan angina Ludwig. 1
Angina Ludwig yang disebabkan oleh infeksi odontogenik, berasal dari
gigi molar kedua atau ketiga bawah gigi. Gigi ini mempunyai akar yang berada
diatas otot milohioid dan abses dilokasi ini dapat menyebar keruang
submandibular.3 Diantara faktor penyebab utama angina adalah infeksi gigi,
misal dalam kasus pencabutan gigi, dan trauma gigi. 10
Organisme yang sering diisolasi pada pasien Angina Ludwig yaitu
streptokokus viridians dan stafilokkokus aureus. Bakteri anaerob juga sering
terlibat, termasuk bakteroides, peptostreptokokus, dan peptokokus, bakteri
gram positif lainnya yang berhasil diisolasi yaitu fusobacterium nucleteum,
aerobacter aeroginosa, spirochetes, and veilonella, Candida, Eubacteria, dan
Clostridium species, dan bakteri gram negatif seperti Neisseria species,
Escherichia coli, Pseudomonas species, Haemophilus influenzae, and
Klebsiella species.3
Penyebab lain dari Angina Ludwig yang dilaporkan adalah sialadenitis,
abses peritonsil, frakture mandibula terbuka, kista duktus tirogglosal yang
terinfeksi, epiglotitis, injeksi intravena obat ke leher, bronkoskop yang

11
menyebabkan trauma, intubasi endotrakea, laserasi oral, tindik lidah, infeksi
saluran pernapasan bagian atas, dan trauma pada dasar mulut. 3
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada 16 pasien berbeda yang
menderita angina ludwig, infeksi Odontogenik adalah faktor etiologi yang
paling umum diamati dengan persentasi 12 kasus (75%), trauma dengan
persentasi 2 kasus (12,5%) sedangkan pada 2 pasien lainnya (12,5%)
Penyebabnya tidak bisa ditentukan. 1

Gambar 6. Penyebaran Infeksi Odontogenik. .(Dikutip dari kepustakaan 10)

6. Manifestasi Klinis 11
1. Pasien akan mengeluhkan sakit leher yang parah sebagai bagian dari
infeksi. Kemerahan pada kulit, demam, kelelahan, kelemahan.
2. Infeksi leher dan pembengkakan juga merupakan gejala umum penyakit
ini karena sekali terinfeksi pasien akan merasa tidak nyaman saat menelan
(Disfagia), disfonia, disatria.

12
Gambar 7. Proses penyebaran ke bagian superior dan posterior yang
mendorong lantai dasar mulut dan lidah. Pada penyebaran secara anterior,
batas os hyoid meluas ke arah inferior dan menyebabkan gambaran “bull
neck” (dikutip dari kepustakaan 12)

3. Gejala paling penting yang akan ditunjukkan oleh pasien yang menderita
angina ludwig adalah bahwa ia akan kesulitan bernafas. Hal ini terutama
disebabkan oleh penyumbatan jalan nafas setelah infeksi menyebar sampai
menginfeksi saluran pernapasan. 11
7. Diagnosis 11
1. Anamnesis
a. Terdapat tanda gejala klinis
b. Riwayat infeksi pada gigi
2. Pemeriksaan fisik
a. Pembengkakan ruang submandibular
b. Elevasi dasar mulut dan jatuhnya lidah ke arah posterior dengan risiko
tersumbatnya saluran udara.lidah yang terdorong ke atas

13
Gambar 8. Pembengkakan submandibular bilateral (dikutip dari
kepustakaan 11)

Gambar 9. pasien dengan pembengkakan leher dan pembukaan


mulut terbatas (dikutip dari kepustakaan 13)

Terdapat tanda dari cardinal dari angina ludwig yaitu:


1. Keterlibatan bilateral atau lebih dari satu rongga
2. Ganggren yang disertai dengan pus serosangunous, dengan atau tanpa pus
3. Keterlibatan jaringan ikat fascia, dan otot tetapi tidak mengenai struktur
kelenjar
4. Penyebaran melalui ruang fasial dan lebih jarang dari pada melalui sistem
limfatik. 3

14
Adanya pembengkakan yang bisa menjadi ganasdidasar mulut
merupakan gejala klinis sugestif bagi klinis untuk melakukan tindakan
stabilisasi jalan nafas dengan secepatnya diikuti dengan konfirmasi diagnostik
selanjutnya.3

3. Pemeriksaan penunujang
a. Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya
infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan
tindakan insisi drainase.Tes laboratorial, seperti hemogram, fungsi
ginjal, kultur dan antibiogram, juga sangat penting untuk memantau
keadaan umum pasien dan untuk menentukan mikroorganisme yang
terlibat untuk menentukan terapi antimikroba.2,10
b. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menentukan bakteri yang
menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan
antibiotik dalam terapi.2
c. Sebagai metode diagnosis tambahan, beberapa alat radiografi
konvensional dapat digunakan. Sebagai contoh, melalui panoramic x-
ray, adalah mungkin untuk mengidentifikasi sumber odontogenik yang
mungkin. Radiografi serviks, profil dan anterior anterior
memungkinkan untuk mengamati peningkatan volume pada jaringan
lunak dan penyimpangan trakea.7 Saat ini, computed tomography
adalah sumber daya terlengkap yang tersedia karena melalui
pemotongan aksial / koronal dan diferensiasi kerapatan jaringan lunak,
dapat memberikan dimensi dan lokalisasi daerah infeksi yang lebih
akurat. 10

Foto polos pada leher dan dada menunjukan pembengkakan sof


tissue, adanya ydara dan adanya penyempitan saluran napas. Sonografy
telah digunakan untuk mengidentifikasi penumpukan cairan didalam
soft-tissue. Foto panorama dari rahang menunjukan fokus infeksi pada
gigi.3

15
Gambar 10. Foto polos menunjukan adanya pembengkakan
supraglotik(tanda panah) (dikutip dari kepustakaan 3).

Setelah patensi jalan napas terjamin, pemeriksaan CT Scan


adalah modalitas yang berharga untuk menunjukkan tingkat
pembengkakan jaringan lunak, adanya pengumpulan cairan, dan
gangguan jalan nafas. Magnetic resonance imaging adalah modalitas
pemeiksaan lainnya yang dapat dipertimbangkan pada beberapa pasien.
3

Gambar 11. Menunjukan adanya pembengkakan supraglotik dan


adanya udara dalam soff tissue (Dikutip dari kepustakaan 3)

16
8. Diagnosis banding
1. Karsinoma lingual 14
Karsinoma lidah merupakan tumor ganas invasif yang berasal dari
jaringan epitel yang cenderung untuk bermetastasis ke bagian tubuh lainnya.
Karsinoma lidah merupakan suatu neoplasma ganas lidah yang dapat
mengenai bagian oral lidah di rongga mulut atau pangkal lidah di orofaring
Karsinoma lidah dikenal memiliki insidensi yang tinggi untuk
kejadian metastasis ke limfonodi leher, yang sering mengalami kekambuhan
dan merupakan penyebab kegagalan dalam terapi karsinoma lidah
2. Abses peritonsilar 15
Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut yang
diikuti dengan terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara
m.konstriktor faring dengan tonsil pada fosa tonsil.Timbulnya abses
peritonsil dimulai dari infeksi superfisial dan berkembang secara progresif
menjadi tonsilar selulitis.
Abses peritonsil merupakan kumpulan pus yang terlokalisir pada
jaringan peritonsil yang umumnya merupakan komplikasi dari tonsilitis akut
berulang atau bentuk abses dari kelenjar Weber pada kutub atas tonsil.
Infeksi yang terjadi akan menembus kapsul tonsil (umumnya pada kutub
atas tonsil) dan meluas ke dalam ruang jaringan ikat di antara kapsul dan
dinding posterior fosa tonsil
3. Abses retrofaring16
Adalah suatu peradangan yang disertai dengan pembentukan pus
pada daerah retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada
leher bagian dalam. Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berupa gejala yang
ringan seperti demam, sulit dan sakit menelan samapi timbul gejala yang
berat seperti obstruksi jalan dan dapat menyebabkan kematian.

9. Penatalaksanaan
Menurut Lemonick (2002), penatalaksaan angina Ludwig memerlukan
tiga fokus utama, yaitu:

17
1. Menjaga patensi jalan napas. Manajemen jalan nafas merupakan standar
emas tatalaksana pada Angina Ludwig 2
2. Terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan
membatasi penyebaran infeksi.Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman
aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral. Pemberian
antibiotika seharusnya berdasarkan hasil biakan kuman dan tes kepekaan
bakteri terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi hasil biakan
membutuhkan waktu yang lama. 2
Pengobatan awal ditargetkan pada organisme gram positif dan
anaerob di rongga mulut. Pemberian beberapa agen antibiotik telah
dianjurkan, yaitu obat penicillin dosis tinggi plus metronidazol,
klindamisin, cefoxitin, piperacillin-tazobactam, amoxicillin-clavulanate,
dan ticarcillin-clavulanate. Penggunaan sefalosporin, eritromisin atau
klindmisin adalah terapi antimikroba alternatif untuk pasien yang alergi
terhadap penisilin, dan antimiroba ini harus digunakan untuk
mikroorganisme spesifik yang ada dalam injeksi. 2
Penggunaan steroid intravena telah diusulkan untuk mengurangi
edema dan pembengkakan jaringan lunak. Meski kontroversial,
penggunaan deksametason untuk menurunkan edema dan untuk
meningkatkan penetrasi antibiotik telah mendapat beberapa dukungan 2.
3. Dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental. Bertujuan
untuk mengurangi ketegangan dan evaluasi pus. 2

Drainase surgical diindikasikan jika terdapat infeksi supuratif, bukti


radiologis adanya penumpukan cairan didalam soft tissue, krepitus atau
aspirasi jarum purulen. Drainase juga diindikasikan jika tidak terdapat
perbaikan setelah pemberian antibiotik. Drainase ditempatkan dimuskulus
milohioid ke dalam ruang sublingual. Mencabut gigi yang terinfeksi juga
penting untuk proses drainase yang lengkap. 3

18
Tindakan drainase dan insisi abses dapat dilakukan dengan intra oral
atau external. Insisi dengan intra oral dilakukan jika infeksi berada pada ruang
sublingual. External insisi dilakukan jika melibatkan ruang submandibular.1

Gambar 12. insisi dan drainase abses (Dikutip dari kepustakaan 17 )

Gambar 13. Gambar klinis: A. Sebelum treatment dan B sesudah


treatment (di kutip dari kepustakaan 17)

19
Suspek angina Ludwig dengan gejala
klinis, adanya nyeri leher,, pembengkakan
leher, disfagia, nyeri gigi/ekstraksi

Penilaian cepat jalan napas

Obstruksi jalan nafas Kompromi jalan nafas Tidak ada ancaman jalan napas
(misalnya, adanya gangguan (misalnya, adanya kekakuan, segera (misalnya, adanya
pernapasan, kegelisahan, hipesalivasi, suara serak, pembengkakan ringan, tapi
sianosis, stridor, retraksi trismus, elevasi lidah) tidak ada distress

Pertimbangkan epinefrin
Sukses
Bantuan jalan nafas: gunakan nebulisasi.
intubasi orotrakeal atau
intubasi fiberoptic (baik oro- sukses
atau nasotrakeal)

Berikan antibiotik, intravena


Tidak sukses (pertimbangkan pemberian
Cricothyroidotomy (jarum, kortikosteroid)
prosedur terbuka), trakeostomi

Lakukan pencitraan (misalnya,


radiograf polos pada jaringan lunak
leher, radiografi panoramik,
pemindaian tomografi
terkomputerisasi
ICU

Pertimbangkan kebutuhan drainase


bedah (jika terdapat fluktuasi, gas di
jaringan lunak, sepsis persisten, atau
lakukan aspirasi jarum jika terdapat
nanah

Gambar 14. Algoritma yang disarankan untuk diagnosis dan pengelolaan angina Ludwig (
Dikutip dari kepustakaan 3)

20
10. Komplikasi

Komplikasi lain yang telah dilaporkan yaitu infeksi dinding karotis dan
rupture arteri, tromboflebitis supuratif dari vena jugularis, mediastinitis,
empiema,efusi pleura, osteomielitis mandibula, abses suprefenikus, dan
aspirasi pneumoni.3,18

11. Prognosis

Prognosis dari angina ludwig sangat bergantung pada proteksi segera


jalan napas dan pada pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi. Tingkat
kematian pada era sebelum adanya antibiotik sebesar 50 % tetapi dengan
adanya antibiotik tingkat mortalitas berkurang menjadi 5 %.3

21
Daftar Pustaka

1. Balakrishnan A, Thenmozhi. Ludwig’s Angina: Causes Symptoms and

Treatment. Journal of pharmaceutical sciences and research. Vol. 6(10),

2014; P.328-0

2. Mahaputri AR. Angina Ludwig Pada Pasien Laki-Laki Dewasa Muda

Karena Infeksi Odontogen. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Medula, 2013;1 (5):21-25

3. David M. Lemonick, MD. Ludwig’s Angina: Diagnosis and Treatment.

Clinical Review Article. Hospital Physician, 2002; P. 31-7

4. Kataria G, Saxena A, et al. Prevalence of odontogenic deep neck space

infection (DNSI): a Retrospective analysis of 76 cases of DSNI. India:

International Journal of Otorhinology and Head and Neck Surgery, 2015.

5. Okoje VN, Ambeke O. Ludwig Angina: an analysis of cases seen at the

University College Hospital, Ibadan. Nigeria: Departement of Oral and

Maxillofacial Surgery College Hospital, 2018.

6. Gupta KA, Dhulkhed KV, Rudagi, Gupta A. Drainage of Ludwig’ Angina

under Superficial Cervical Plexus Block in Pediatric Patient. Dept. of

Anaesthesiology & Critical Care. Anestesia Pediatrica e Neonatale, Vol. 7,

N. 3, 2009.

7. Adams GL, Boie LR. Rongga Mulut dan Faring dalam BOIES Buku Ajar

Penyakit THT. Jakarta: EGC, 1997

8. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Berdasarkan Sistem Edisi Ke-6.

EGC: Jakarta, 2002.

22
9. Kassam K, Messiha A, Heliotis M. Case Report: Ludwig’s Angina: The

Original Angina. London: Hindawi Publishing Corporation, 2003.

10. Melo Fat, dkk. Ludwig’s Angina: Diagnosis And Treatment. RSBO.

Department of Dentistry, São Leopoldo Mandic (Porto Alegre Unit) – Porto

Alegre – RS – Brazil. 2013; P.10(2):172-5

11. Constain N, Marrie JT. Ludwig’s Angina. The americane journal of

medicine. Canada: Dalhousie University,.Vol 124, No 2, 2011

12. Kremer MJ. Ludwig angina: Forewarned is forearmed. AANA Journal

Course.Vol 74, 2006.

13. Muhamed L, SampathilaP, Salman MS and Shantaram M. Advanced

Ludwig’s Angina - A Case Report. Indian Journal of Medical Case Reports.

2013; P. 17-9

14. Taufiqurrahman, Herdini C. Metastase leher tersembunyi pada karsinoma

lidah T1-T2. Jurnal kesehatan andalas, 2014 ; 3(3)

15. Novialdi, Prijadi J. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Abses Peritonsil.Bagian

Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas, 2010.

16. Adrina yunita, Abses retrofiring.Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatra

Utara, 2003.

17. Kamala KA, dkk. Ludwig’s Angina : Emergency treatment. Departement of

oral medicine and radiology. India : Krishna institute of medical deemed

university, 2017; P. 46-8

23
18. Brempt DV, dkk. Ludwig's angina and mediastinitis due to Streptococcus

milleri: usefulness of computed tomography, 1990; P. 728-1.

24

Anda mungkin juga menyukai