Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi antara guru dengan

peserta didik agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar dari kegiatan

tersebut. Proses komunikasi yang terjadi tidak selamanya berjalan dengan lancar,

ataupun salah konsep. Untuk itu guru harus mampu memberikan alternatif

pembelajaran bagi peserta didiknya agar dapat memahami konsep yang telah

diajarkan.

Dalam kegiatan pembelajaran guru mempunyai peran penting. Mulyasa

mengemukakan bahwa “dalam kegiatan pembelajaran, tugas guru tidak hanya

menyampaikan informasi kepada peserta didik tetapi harus menjadi fasilitator yang

bertugas memberikan kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik”.1 Guru

sebagai pemegang kunci dalam kegiatan pembelajaran sangat menetukan proses

keberhasilan peserta didik. Guru hendaknya menciptakan kondisi pembelajaran yang

efektif yakni mampu memahami karakteristik peserta didik, memanfaatkan media

dan sumber belajar dengan baik, dan melihat model pembelajaran yang tepat.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang melakukan penyerderhanaan, dan

tematik integratif, menambah jam pelajaran dan bertujuan untuk mendorong peserta

didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar,

dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka

ketahui setelah menerima materi pembelajaran dan diharapkan siswa kita memiliki

1
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2007). hal
56

1
kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih

kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam

menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamanya, memasuki masa depan

yang lebih baik.

Sebagai sebuah inovasi yang sedang disemaikan, perjalanan kurikulum 2013 ini

pasti tidak akan serta-merta berjalan secara sempurna. Oleh karena itu, upaya

perbaikan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kurikulum di sekolah dan praktik

pembelajaran di kelas menjadi penting. Kegiatan pengembangan pengetahuan dan

keterampilan guru dalam mengimplemantasikan kurikulum 2013 perlu terus

dilakukan, baik yang difasilitasi sekolah, dinas pendidikan, dan terutama pemerintah

pusat. Supervisis pembelajaran seyogyanya menjadi kebutuhan setiap guru dalam

rangka perbaikan proses pembelajaran yang dilakukanya dan untuk memastikan diri

sebagai seorang pembelajar yang terus berusaha belajar mengasah kemampuan diri.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu pengembangan input, proses,

dan output pembelajaran. Penerapan model pembelajaran inovatif harus banyak

dikembangkan di sekolah-sekolah sebagai upaya membantu mengatasi kesulitan

belajar dan memperbaiki hasil belajar peserta didik. Salah satu model pembelajaran

yang mulai dikenalkan dalam beberapa bidang adalah model pembelajaran

kooperatif.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan

adanya kerjasama antar siwa dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan belajar.

Model pembelajarn kooperatif sangat berkaitan dengan konsep- konsep yang rumit

dan strategi kognitif, serta bersifat analisis sintesisi yang mengacu pada pemecahan

masalah. Elemen utama pembelajaran kooperatif adalah: 1) ketergantungan antar

peserta didik untuk mencapai tujuan bersama, 2) interaksi langsung antar peserta

2
didik satu dengan peserta didik yang lain, 3) tanggung jawab masing-masing peserta

didik untuk mengetahui bahan pelajaran, 4) menggunakan ketrampilan interpersonal

dan kelompok kecil.2

Pembelajaran kooperatif juga adalah solusi ideal terhadap masalah menyediakan

kesempatan beriteraksi secara kooperatif dan tidak dangkal kepada para peserta didik

dari latar belakang etnik yang berbeda.3 Pembelajaran kooperatif merupakan salah

satu metode pembelajaran yang diyakini mampu meningkatkan aktifitas, motivasi,

dan pemahaman peserta didik karena pembelajarn ini berorientasi pada peserta didik.

Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada peserta didik untuk

membangun pemahaman suatu konsep melalui aktivitas sendiri dan interaksinya

dengan peserta didik lain. Pembelajaran kooperatif juga dapat memberikan dukungan

bagi peserta didik saling tukar menukar ide, memecahkan masalah, berfikir alternatif,

dan meningkatkan kecakapan berbahasa. Salah satu model pembelajaran kooperatif

adalah model Cooperative Script.

Model pembelajaran Cooperative Script merupakan model pembelajaran

yang mengatur interaksi peserta didik seperti ilustrasi kehidupan sosial peserta didik

dengan lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok masyarakat, dan

masyarakat yang lebih luas.4 Model pembelajaran Cooperative Script merupakan

model pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok. Kelompok dipilih secara

heterogenitas peserta didik dengan acuan nilai dari masing-masing peserta didik.

Dalam model pembelajaran Cooperative Script, peserta didik tersebut berperan

sebagai pembaca dan pendengar. Mereka membaca satu bagian teks, kemudian

2
Dimiyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2006), hal. 98
3
Slavin, R.E,Cooperative Learnin: theory, research, and practice (London:Allyman bacon,2005), hal
142
4
Ibid, hal. 144

3
pembaca merangkum informasinya sementara pendengar mengoreksi kesalahan,

mengisi materi yang hilang, dan memikirkan cara bagaimana kedua peserta didik

dapat mengingat gagasan utamanya. Pada bagian berikutnya para peserta didik

bertukar peran.

Model pembelajaran Cooperative Script digunakan untuk meningkatkan

pemahaman dan kreatifitas siswa dalam proses pembelajaran. Siswa mendapat

kesempatan mempelajari bagian lain dari materi yang tidak dipelajarinya.

Pemanfaatan model pembelajaran Cooperative Script diharapkan dapat

meningkatkan keefektifan pelaksanaan pembelajaran, dalam hal ini bahwa materi

yang terlalu luas cakupannya dapat dibagikan kepada peserta didik untuk

mempelajarinya melalui kegiatan diskusi, membuat rangkuman, menganalisis materi

baik yang berupa konsep maupun aplikasinya sehingga dapat meningkatkan hasil

belajar peserta didik.

Model pembelajaran Cooperative Script dapat melatih siswa untuk berani

mengeluarkan ide-ide pokok dalam suatu kelompok, karena siswa setelah membaca

dan mendiskusikan akan menganalisis artikel atau bahan bacaan tersebut, kemudian

menyampaikan ide pokonnya kepada siswa sub kelompoknya. Dengan adanya

kegiatan menyampaiakn ide pokok ke sesama teman, dapat melatih siswa untuk

berbicara dengan orang lain, selain itu juga siswa yang berfungsi sebagai pendengar

akan mencatat ide pokok dan membantu melengkapi ide poko tersebut jika masih

kurang lengkap.5 Biasanya siswa tidak berani untuk mengeluarkan pendapat kepada

guru, namun hanya berani mengeluarkan argumennya kepada sesama siswa.

5
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. (Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2010),
hal. 78

4
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui pengaruh penerapan model

pembelajaran Cooperative Script terhadap hasil belajar peserta didik dalam pelajaran

Bahasa Indonesia melalui penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran

Cooperative Script Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa

Kelas IX.A di MTs Al-Falah Jakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa dengan diterapkannya model

pembelajaran Cooperative Script pada pelajaran Bahasa Indonesia?

2. Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran Cooperative Script pada Bahasa

Indonesia terhadap hasil belajar siswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk:

1. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dengan

diterapkannya model pembelajaran Cooperative Script pada pelajaran Bahasa

Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran Cooperative Script

pada Bahasa Indonesia terhadap hasil belajar siswa.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Lembaga (Sekolah)

Memberikan masukan pada sekolah berkaitan dengan penggunaan model

Cooperative Script untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan

sebuah model pengajaran yang lebih baik.

5
2. Guru

Penggunaan model Cooperative Script ini diharapkan bermanfaat bagi para guru

dalam kegiatan belajar mengajar, dan mempermudah pemahaman para peserta

didik serta menciptakan suasan belajar yang aktif.

3. Siswa

Memberikan pengetahuan, semangat, dorongan serta solusi untuk bisa belajar

lebih giat/aktif lagi dalam mempelajari materi Bahasa Indonesia.

4. Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan dalam penggunaan model pembelajaran

Cooperative Script, sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai bahan, latihan

dan pengembangan dalam proses belajar mengajar.

E. Sistematika Penulisan

Bagian awal laporan Penelitian Tindakan Kelas ini berisi halaman judul, kata

pengantar, lembar pengesahan, daftar isi, dan daftar lampiran.

Bagian inti laporan Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri dari lima bab, yaitu:

BAB I : Pendahuluan, dalam bab ini peneliti menguraikan mengenai latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka, dalam bab ini akan dibahas mengenai kajian teori,

kerangka berfikir dan hipotesis.

BAB III : Metodologi Penelitian, dalam bab ini akan dibahas mengenai tempat dan

waktu penelitian, metode penelitian, sumber data, teknik pengumpulan

data, prosedur penelitian tindakan kelas (PTK), dan teknik analisa data.

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini membahas hasil penelitian dan

pembahasan.

6
BAB V : Penutup, bab ini berisi kesimpulan dan saran yang merupakan jawaban

singkat berdasarkan hasil analisa permasalahan yang diuraikan dalam bab-

bab sebelumnya.

Bagian akhir laporan Penelitian Tindakan Kelas ini berisi daftar pustaka dan

lampiran-lampiran.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan puncak dari suatu proses belajar mengajar. Hasil

belajar juga dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang telah dicapai peserta

didik. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru

tentang kemajuan peserta didik dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya

melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun

dan membina kegiatan-kegiatan peserta didik lebih lanjut, baik untuk keseluruhan

kelas maupun individu. Sudjana mengatakan bahwa ada empat unsur utama proses

belajar mengajar, yakni tujuan, bahan, metode, dan alat penilaian. (1) Tujuan

sebagai arah dari proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah rumusan tingkah

laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik setelah menerima atau

menempuh pengalaman belajarnya. (2) Bahan adalah seperangkat pengetahuan

ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk dapat disampaikan atau dibahas

dalam proses belajar- mengajar agar sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan.

(3) Metode adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan.

(4) Alat penilaian merupakan upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana

tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai.6

Hasil belajar yang diperoleh peserta didik adalah sebagai akibat dari proses

belajar yang dilakukan oleh peserta didik, harus semakin tinggi hasil belajar yang

6
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009),
hal. 163

8
diperoleh peserta didik. Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan

hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar yang

baik akan menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha

belajar peserta didik selanjutnya. Peserta didik akan belajar lebih giat apabila

mendapatkan hasil belajar yang baik. Hasil belajar merupakan realisasi atau

pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki

seseorang.7

Pada umumnya hasil belajar meliputi kawasan kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Wujud dari hasil belajar adalah semakin bermutunya kemampuan

kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif berkaitan dengan daya pikir,

pengetahuan, dan penalaran. Ranah afektif berkaitan dengan perasaan atau

kesadaran. Ranah psikomotor bersangkutan dengan keterampilan fisik,

keterampilan motorik, dan keterampilan tangan.

Pada penelitian ini, hasil belajar hanya mengacu pada hasil belajar

kawasan kognitif. Kawasan kognitif adalah kawasan yang membahas tujuan

pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkatan paling

rendah (pengetahuan) sampai ketingkat yang paling tinggi (evaluasi). Hasil belajar

yang berupa ranah kognitif menurut Bloom dalam Anderson dan Krathwolh

tersusun dalam enam tingkatan yaitu:

a. Pengetahuan atau ingatan

Kemampuan kognitif pada tingkatan ingatan adalah kemampuan yang

menuntut siswa untuk menemukan kembali pngetahuan yang relevan yang

terdapat dalam ingatan siswa. pada tingkat kognitif terdapat dua kategori

7
Dimiyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2006), hal. 22

9
kognitif, yaitu: a) Mengenal (termasuk didalamnya mengidentifikasikan), b)

Mengulang (termasuk didalamnya adalah menemukan kembali pengetahuan

yang diperoleh yang terdapat di dalam ingatan). Pengetahuan atau ingatan

merupakan sasaran belajar paling rendah.

b. Pemahaman

Pada tingkat ini siswa dituntut untuk dapat membangun pengertian dari

pesan pembelajaran, penjelasan guru, tulisan, atau grafik. Terdapat tujuh

kategori kognitif pada tingkat pemahaman, yaitu: a) Menginterpretasikan

(termasuk didalamnya adalah mengklarifikasikan, mengurutkan, dan

menterjemahkan), b) Memberi contoh (termasuk didalamnya adalah

membuat ilustrasi), c) Mengklarifikasikan (termasuk didalamnya adalah

mengkatagorikan, menggolongkan), d) Meringkas, e) Menyimpulkan, f)

Membandingkan (termasuk didalamnya adalah membedakan, memetakan,

dan mencocokkan), g) Menjelaskan. Tingkat ini memiliki kemampuan yang

lebih tinggi bila dibandingkan dengan kemampuan tingkat pengetahuan.

c. Penerapan

Pada tingkat ini siswa dituntut untuk mampu melaksanakan atau

menggunakan suatu prosedur pada setiap kondisi. Pada tingkat penerapan

terdapat dua kategori kognitif, yaitu: a) Melaksanakan (mengaplikasikan

suatu prosedur untuk tugas yang telah diketahui dengan jelas), b)

Mengimplementasikan (mengaplikasikan suatu prosedur untuk tugas yang

belum diketahui dengan jelas). Tingkatan ini memiliki kemampuan yang

lebih tinggi bila dibandingkan dengan kemampuan tingkat pemahaman.

10
d. Analisis

Pada tingkat ini siswa dituntut untuk mampu memecahkan materi

menjadi bagian unsur-unsur pokok, serta menetukan bagaimana bagian-

bagian tersebut dapat berhubungan satu sama lain. Pada tingkat analisis

terdapat tiga kategori kognitif, yaitu: a) Mendeferensiasikan (termasuk

didalamnya membedakan, memfokuskan, dan memilih), b)

Mengorganisasikan (termasuk didalamnya menemukan: hubungan,

gabungan, garis besar, pemisahan, dan struktur), c) Memberi penanda

(termasuk didalamnya menemukan gagasan). Tingkatan ini memiliki

kemampuan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kemampuan tingkat

penerapan.

e. Evaluasi

Pada tingkat ini siswa dituntut untuk dapat membuat penilaian

berdasarkan suatu kriteria. Pada tingkat evaluasi terdapat dua kategori

kognitif, yaitu: a) Memeriksa (termasuk didalamnya adalah

mengkoordinasikan, mendeteksi, memonitori), b) Meninjau lebih lanjut

(termasuk didalamnya adalah membuat keputusan). Tingkatan ini memiliki

kemampuan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kemampuan tingkat

analisis.

f. Mencipta

Pada tingkat ini siswa dituntut untuk dapat mengumpulkan elemen-

elemen untuk kondisi yang berhubungan atau fungsional secara keseluruhan

serta mngorganisasikan kembali elemen-elemen tersebut ke dalam pola atau

syruktur yang baru. Pada tingkat mencipta terdapat kategori kognitif, yaitu:

a) Menggeneralisasikan (termasuk didalamnya adalah membuat hipotesis), b)

11
Merencanakan (termasuk didalamnya memikirkan atau merencanakan suatu

prosedur), c) Memproduksi (termasuk didalamnya adalah membuat,

menciptakan atau menemukan suatu produk baru). Tingkatan ini merupakan

tingkatan yang paling tertinggi dari ranah kognitif.8

Jadi hasil belajar yang dimaksud adalah suatu hasil yang telah dicapai

(dilakukan) oleh peserta didik setelah adanya aktifitas belajar suatu mata pelajaran

yang telah ditetapkan dalam waktu yang telah ditentukan pula. Hasil belajar dapat

diketahui setelah dilakukan evaluasi hasil belajar. Setiap orang yang melakukan

suatu kegiatan ingin tahu hasil dari kegiatan yang dilakukannya. Untuk

mengetahui tentang baik dan buruknya dan proses hasil dari kegiatan

pembelajaran, maka seorang guru harus menyelenggarakan evaluasi.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik

setelah ia menerima pengalaman belajarnya.9 Suatu proses belajar mengajar dapat

dikatakan berhasil apabila: 1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang

diajarkan mencapai hasil tinggi, baik secara individual maupun kelompok. 2)

Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran telah dicapai oleh peserta didik,

baik secara individual maupun klasikal.10

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

1) Faktor internal

Faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil

belajar individu, factor-faktor internal ini meliputi:

8
Anderson, L.W., dan Krathwolh D. R., ATaxonomy For Learning, Teaching, And Assesing: A
Revision Of Bloom’s Taxonomy Of Educatinoal. New York: Addison Wesley Longman, 2001, hal 145
9
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002, hal. 22
10
Syaiful Bahri Djamarah, dkk, Metode Belajar Mengajar, hal. 106

12
a. Faktor fisiologis

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Keadaan

fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif bagi kegiatan

belajar seseorang.

b. Faktor psikologis

Faktr psikologis sendiri memiliputi lima hal penting, antara lain:

1. Kecerdasan / intelegensi peserta didik

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko–fisik

dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan

dengan cara yang tepat.

2. Motivasi

Faktor yang mempengaruhi keaktifan kegiatan belajar peserta didik.

Motivasilah yang mendorong peserta didik ingin melakukan kegiatan

belajar.

3. Minat

Kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar

terhadap sesuatu.

4. Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi

keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang

berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon

dengan cara yang relatif tetap terhadap orang, peristiwa, dan sebagainya.

13
5. Bakat

Secara umum bakat didefinisikan sebagai kemampuan potensial

yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang

akan datang.11

2) Faktor eksternal

a. Lingkungan Sosial

Faktor eksternal dari lingkungan sosial juga meliputi beberapa macam,

diantaranya:

1. Lingkungan sosial sekolah

Kondisi lingkungan sekolah seperti guru, administrasi dan teman-

teman sekolah dapat mempengaruhi proses belajar peserta didik.

Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi

peserta didik untuk belajar lebih baik.

2. Lingkungan sosial masyarakat

Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal peserta didik akan

mempengaruhi proses hasil belajar peserta didik.

3. Lingkungan sosial keluarga Lingkungan ini sangat mempengaruhi

kegiatan belajar.

Ketegangan keluarga, sifat orang tua, demografi keluarga,

pengelolaan keluarga dapat memberi dampak bagi aktivitas belajar

peserta didik.

11
Baharuddin, dkk, Teori dan Pembelajaran, Yogyakarta : Ar-ruzz Media, 2010, hal 19-25

14
4. Lingkungan non sosial

Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, dan

suasana yang tenang akan membawa pada kondisi belajar yang baik.

Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam yang tidak mendukung, maka

proses belaja akan terganggu.

3) Faktor instrumental

a) Hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar,

lapangan olah raga dan lain sebagainya.

b) Software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, panduan

silabus dan lain sebagainya.

c) Faktor materi pelajaran, harus disesuaikan dengan usia perkembangan

peserta didik, begitu juga dengan model mengajar guru disesuaikan dengan

kondisi perkembangan peserta didik.12

3. Aspek-Aspek Hasil Belajar

Belajar mengajar harus mendapat perhatian yang serius dengan melibatkan

berbagai aspek yang menunjang keberhasilan belajar mengajar, yakni aspek

kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.13

1) Aspek kognitif

a) Pengetahuan (knowledge)

Meliputi menyebutkan, menampilkan, dan menjelaskan. Pada tahap

ini menuntut peserta didik untuk mampu mengingat (recall) atau menghafal

berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, seperti rumus, batasan,

definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama

12
Ibid, hal. 26-28
13
Mudhofir, Teknologi Instruksional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999, hal. 42

15
kota dan sebagainya. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif yang

paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil

belajar berikutnya. Hafal menjadi prasyarat bagi pemahaman.Hal ini

berlaku bagi semua bidang studi, baik bidang matematika, pengetahuan

alam, ilmu sosial, maupun bahasa. Misalnya, hafal suatu rumus akan

menyebabkan paham bagaimana menggunakan rumus tersebut.14

b) Pemahaman (comprehension)

Yaitu meliputi menjelaskan, mengurutkan, dan memberi contoh.

Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah

pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri

sesuatu yang dibaca atau didengarnya, member contoh lain dari yang telah

dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain.15

c) Penerapan (application)

Aplikasi adalah penerapan atau penggunaan ide, teori, atau petunjuk

teknis pada situasi kongkret atau situasi khusus.16

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah usaha menguraikan suatu integritas menjadi unsur-

unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya atau susunannya.

Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang

komprehensif.17

14
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1980), hal.
23
15
Ibid, hal. 24
16
Ibid, hal. 25
17
Ibid, hal. 27

16
e) Sintesis (synthesis)

Sintesis merupakan penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian

kedalam bentuk menyeluruh.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang

mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan cara kerja, pemecahan dan metode

materil. Dilihat dari tersebut maka dalam evaluasi perlu adanya suatu

kriteria atau standar tertentu.18

2) Aspek afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar

afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya

terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman

sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Ada beberapa jenis kategori

ranah afektif sebagai hasil belajar, yaitu:

a) Penerimaan (receiving)

Semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari

luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi atau gejala.

Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus,

kontrol atau rangsangan dari luar.

b) Tanggapan (responding)

Yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang

datang dari luar.Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan

dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

18
Ibid, hal. 28

17
c) Penilaian (valuing)

Yaitu berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau

stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk didalamnya kesediaan menerima

nilai latar belakang atau pengalaman.

d) Organisasi (organization)

Pengembangan dari nilai kedalam satu system organisasi, termasuk

hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang

telah dimilikinya.

e) Karakteristik (characterization)

Keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki seseorang, yang

mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya, di dalamnya

termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya

3) Aspek psikomotorik

Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan

kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:

a) Gerakan reflek (keterampilan pada gerakan-gerakan yang tidak disadari).

b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar, kemampuan perseptual,

termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris.

c) Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan

ketepatan.

d) Skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang

kompleks.

18
e) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti

gerakan ekspresif dan interpretative.19

Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga

ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai guru di sekolah karena

berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam menguasai isi bahan

pengajaran.

B. Metode Cooperative Script

1. Pengetian Metode Cooperative Script

Model pembelajaran Cooperative Script merupakan salah satu bentuk atau

model pembelajarn kooperatif. Model pembelajaran Cooperative Script dalam

pengembangannya telah mengalami banyak adaptasi sehingga melahirkan beberapa

pengertian dan bentuk yang sedikit berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun

pada intinya sama. “Cooperative Script adalah skenario pembelajaran kooperatif”.

model pembelajaran Cooperative Script adalah pembelajan yang mengatur

interaksi peserta didik seperti ilustrasi kehidupa sosial peserta didik dengan

lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok masyarakat, dan

masyarakat yang lebih luas. Pembelajaran Cooperative Script adalah kontrak

belajar yang eksplisit antara guru dan peserta didik dan peserta didik dengan peserta

didik mengenai cara berkolaborasi.

Cooperative Script merupakan model pembelajaran yang dilakukan secara

berkelompok. Kelompok dipilih berdasarkan heterogenitas peserta didik dengan

acuan nilai dari masing-masing peserta didik. Kemudian dalam kelompok tersebut,

19
Ibid, hal. 31

19
terbagi menjadi sub kelompok, dimana setiap sub kelompok ditentukan siapa yang

menjadi pembicara dan siapa yang menjadi pendengar.

Pembelajaran model Cooperative Script berpijak pada paham kontruktivisme.

Masalah yang dipecahkan bersama akan disimpulkan bersama, peran guru hanya

sebagai fasilitator yang mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan belajar.

Pada interaksi sswa terjadi kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-

ide pokok materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan,

membuat kesimpulan bersama. Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi

dominan peserta didik dengan peserta didik. Aktivitas peserta didik selama

pembelajaran Cooperative Script benar- benar memberdayakan potensi peserta

didik untuk mengaktualisasikan pengetahuan dan keterampilannya, jadi benar-

benar sangat sesuai dengan pendekatan konstruktivis yang dikembangkan saat ini.

2. Manfaat Metode Pembelajaran Cooperative Script

Model pembelajaran Cooperative Script dapat meningkatkan hasil belajar

peserta didik. Peserta didik memperoleh sesuatu yang lebih dari aktivitas kooperatif

lain yang diberikan penjelasan secara rinci. Peserta didik juga mendapatkan

kesempatan mempelajari bagian lain dari materi yang tidak dipelajarinya.20

Berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran Cooperative Script, Jacobs et. Al,

mengungkapkan manfaat metode pembelajaran Cooperative Script yaitu sebagai

berikut:

a. Bekerja sama dengan orang lain bisa membantu peserta didik mengerjakan

tugas-tugas yang dirasakan sulit.

b. Dapat membantu ingatan yang terlupakan pada teks.

20
R.E. Slavin, Educational Psychology: Theory Into Practice. 6 th Edition. Buston: Allyn and Bacon.
1994, hal 76

20
c. Dengan mengidentifikasi ide-ide pokok yang ada pada materi dapat

membantu ingatan dan pemahaman.

d. Memberikan kesempatan peserta didik membenarkan kesalahpahaman.

e. Membantu peserta didik menghubungkan ide-ide pokok materi dengan

kehidupan nyata.

f. Membantu penjelasan bagian bacaan secara keseluruhan.

g. Memberikan kesempatan untuk mengulangi dan membantu mengingat

kembali.21

Dari beberapa pendapat mengenai manfaat model pembelajaran Cooperative

Script dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Cooperative Script:

1) Dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran, dalam hal ini bahwa materi yang

terlalu luas cakupannya dapat dibagikan kepada peserta didik untuk

mempelajarinya melalui kegiatan diskusi, membuat rangkuman, menganalisi

materi baik yang berupa konsep maupun aplikasinya.

2) Dapat memperluas cakupan perolehan materi pelajaran, karena peserta didik

akan mendapatkan transfer informasi pengetahuan dari pasangannya untuk

materi yang tidak dipelajarinya di kelas, 3) dapat melatih keterampilan berfikir

kritis peserta didik dalam menganalisis, merangkum, dan melalui kegiatan

diskusi peserta didik akan terlatih menggunakan kemampuan berfikir kritisnya

untuk memperoleh pengetahuan melalui pembelajaran yang dirancang pada

Cooperative Script.

21
G.M, Lee, G.S, & Ball, Jacobs, Learning Cooperative Learning Via Cooperative Learning: A
Sourcebook of Lesson Plants for Teacher Education on Cooperative Learning. Singapore: SEAMEO
Regional Language Center. 1996, hal 147

21
3. Langkah-langkah Metode Pemeblajaran Cooperative Script

Suprijono menyebutkan langkah-langkah dalam penerapan Cooperative Script

dalam kelas, yaitu:

a) Guru membagi peserta didik untuk berpasangan.

b) Guru membagikan wacana atau materi kepada tiap peserta didik untuk dibaca

dan membuat ringkasan.

c) Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai

pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.

d) Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin dengan memasukkan

ide-ide pokok dalam ringkasannya.

e) Sementara pendengar menyimak, mengoreksi, menunjukkan ide-ide pokok yang

kurang lengkap dan membantu mengingat atau mengahafal ide-ide pokok

dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.

f) Bertukar peran, yang semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan

sebaliknya.

g) Kesimpulan peserta didik bersama dengan guru

h) Penutup.22

Jacobs menyebut bahwa model pembelajaran Cooperative Script sebagai

“MURDER Script” (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review). (1)

Mood merupakan tahap kesepakatan untuk menentukan aturan yang digunakan

dalam berkolaborasi, misalnya memberikan isyarat jika terjadi kesalahan dalam

menyampaikan ide-ide pokok seperti menepuk bahu atau dengan isyarat suara atau

dengan yang lainnya, (2) Understand merupakan tahap membaca untuk memahami

22
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem, (Yogyakarta: Pustaka Belajar.
2010), hal. 56

22
isi teks dalam waktu tertentu, (3) Recall merupakan tahap membuat ringkasan ide-

ide pokok dari materi dan selanjutnya menyampaikan kepada pasangannya, (4)

Detect merupakan tahap menemukan kesalahan dari ringkasan penyampaian

pasangannya, (5) Elaborate merupakan tahap menguraikan hasil ringkasan materi

kepada pasangannya, (6) Review merupakan tahap kedua pasangan mencari ide-ide

pokok materi.

Pada penelitian ini, langkah-langkah model pembelajaran Cooperative

Script yang peniliti terapkan adalah pendapat dari Suprijono. Langkah-langkahnya

sebagai berikut:

a) Guru membagi siswa untuk berpasangan.

b) Guru membagikan wacana/materi kepada siswa untuk dibaca dan kemudian

diringkas oleh siswa.

c) Guru dan siswa menentukan siapa yang pertama bertidak menjadi pembicara dan

pendengar.

d) Pembicara memcakan hasil ringkasan materi selengkap mungkin dengan

memasukkan ide-ide pokok didalamnya, sementara pendengar menyimak dan

mengoreksi ide pokok yang kurang lengkap.

e) Pembicara dan pendengar bertukar peran.

f) Guru dan siswa menyimpulkan bersama-sama.

4. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Cooperative Script

Setiap model pembelajaran mempunyai berbagai kelebihan dan kekurangan.

Model pembelajaran Cooperative Script memiliki juga memiliki kelebihan dan

kekurangan. Hamadi menyebutkan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran

Cooperative Script antara lain:

23
Kelebihan Kekurangan
Melatih pendengaran, ketelitian, dan
Waktu yang dibutuhkan lebih banyak
kecermatan
Hanya dapat digunakan untuk mata
Setiap peserta didik mendapat peran
pelajaran tertentu
Melatih mengungkapkan kesalahan Koreksi hanya di lakukan oleh kelompok
orang lain (tidak dilakukakan koreksi seluruh kelas)

C. Kerangka Berfikir

Keberhasilan siswa dalam memahami dan menguasai suatu mata pelajaran

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantaranya oleh metode pengajaran yang

digunakan guru dalam mengajar. Untuk mengajarkan pokok bahasan tertentu

diperlukan metode mengajar tetentu pula. Hal ini disebabkan metode yang dianggap

baik untuk suatu materi pelajaran belum tentu cocok untuk mengajarkan materi

pelajaran yang lain.

Dalam proses belajar mengajar, guru yang telah menggunakan metode

pembelajaran yang variatif pun harus mempersiapkan prosedur pelaksanaa

pembelajaran dengan baik, jika tidak yang akan terjadi akan sama dengan apa yang

telah peneliti paparkan pada sub latar belakang masalah di bab 1. Suasana kelas yang

monoton atau bahkan tidak terkontrol dengan baik oleh guru menjadikan suasana

belajar menjadi tidak efektif itulah yang memicu kondisi emosional siswa menjadi

tidak stabil. Diantara mereka lebih memilih untuk mengobrol, bercanda dan bermain

dengan anggota atau teman mereka selama perlajaran dengan metode diskusi

berlangsung.

Salah satu cara yang digunakan dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah

dengan menggunakan metode Cooperative Script. Dengan metode Cooperative Script

diharapakan akan tercipta suasana nyaman, menarik dan ceria dimana siswa bisa

belajar sambil bermain selama proses pembelajaran, namun tidak mengurangi

24
sedikitpun eksistensi dan substansi dari mata pelajaran yang sedang disampaikan oleh

guru.

D. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dari

penelitian ini adalah: Dengan penerapan pembelajaran Kooperatif tipe Cooperative

Script dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, dapat meningkatkan hasil belajar siswa

pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas IX.A MTs Al Al-Falah Jakarta.

25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs Al-Falah Jakarta Tahun Pelajaran

2019/2020 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas IX.A pada semester

ganjil.

2. Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 bulan pada bulan

Agustus 2019, yaitu pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2019/2020.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan

pendekatan tindakan kelas (action class room), yaitu suatu penelitian tindakan yang

dilaksanakan guru di dalam kelas dalam proses pembelajarannya, dimana guru

memberi tindakan kepada siswa dengan menerapkan model Cooperative Script,

sebagai upaya guru dalam meningkatkan motivasi belajar Bahasa Indonesia siswa

Kelas IX.A MTs Al-Falah Jakarta.

C. Sumber Data

Dalam penelitian ini informan penelitiannya adalah siswa Kelas IX.A MTs Al-

Falah Jakarta berjumlah 20 orang dan seorang guru yang kompeten mengajar dengan

menerapkan metode Cooperative Script. Sedangkan sebagai key informannya adalah

guru teman sejawat, wali kelas IX.A dan Kepala Sekolah.

26
D. Teknik Pengumpulan data

Teknik-teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui :

1) Observasi

Data dikumpulkan dengan cara melakukan pengamatan langsung yang disebut

observasi, yang memang merupakan teknik pengumpulan data yang terkuat dalam

jenis penelitian ini dan juga untuk memperkaya data, maka peneliti melakukan

wawancara kepada siswa kelas IX.A dan seorang guru yang mengajar dengan

menggunakan modeL Cooperative Script di kelas yang dijadikan objek penelitian

tersebut.

2) Wawancara

Sesuai pendapat Denzin dalam Wiriaatmadja bahwa, wawancara adalah suatu cara

untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas di lihat dari sudut pandang lain.23

Orang-orang yang diwawancarai dapat termasuk beberapa siswa, kepala sekolah,

beberapa teman sejawat, dan lain-lain. Mereka disebut informan kunci (key

informan), yaitu mereka yang mempunyai pengetahuan khusus atau keterampilan

berkomunikasi.

Dalam rangka untuk memperoleh data atau informasi yang lebih terperinci dan

untuk melengkapi data hasil observasi, maka tim peneliti dapat melakukan

wawancara kepada guru, siswa, kepala sekolah, dan fasilitator yang berkolaborasi.

3. Referensi

Referensi merupakan kajian teori dari para pakar sesuai keahliannya yang

berkaitan erat dengan permasalahan penelitian yang dikutip dan tertulis dalam

23
Rohiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan
Dosen, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, hal. 187

27
catatan kaki (foot note) sebagai teori pendukung sesuai dengan permasalahan yang

di bahas dalam penelitian ini untuk memperkuat temuan relevansi penelitian ini dan

membantu dalam menganalisis data dalam membuat kesimpulan penelitian yang

diteliti.

4. Tindakan kelas

Penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian yang dilakukan oleh guru

di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, bertujuan untuk memperbaiki

kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

5. Merefleksikan hasil tindakan.

Dimana peneliti memproses data-data hasil tindakan, apakah tujuan pembelajaran

sudah tercapai atau belum. Selanjutnya, diuraikan faktor-faktor penghambat atau

pendukung dalam pelaksanaan tindakan.

E. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan yang ditempuh dalam penelitian dari

awal hingga akhir. Adapun prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan

kegiatan, yaitu:

1) Tahap pengenalan masalah

Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap ini antara lain:

a) Mengidentifikasi permasalahan yang ada selama proses pembelajaran.

b) Menganalisis permasalahan yang timbul dengan mengacu pada teori yang relevan.

c) Menyusun bentuk tindakan yang sesuai dengan siklus pertama.

d) Menyusun alat evaluasi dan lembar pengamatan.

2) Tahap persiapan tindakan

Pada tahap ini peneliti melakukan persiapan yang meliputi:

28
a) Penyusunan jadwal penelitian tindakan kelas.

b) Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

c) Penyusunan angket sebagai alat ukur motivasi berhasil.

3) Tahap penyusunan rencana tindakan

Tindakan disusun dalam 2 siklus, di mana masing-masing siklus terdiri dari 4 tahap

yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan/observasi tindakan

dan refleksi terhadap tindakan.

4) Tahap implementasi tindakan

Dalam tahap ini peneliti melakukan hipotesis tindakan, yaitu untuk meningkatkan

motivasi siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan penerapan

pembelajaran Cooperative Script. Tahap ini dilakukan untuk menguji kebenaran

melalui tindakan yang telah direncanakan.

5) Tahap pengamatan

Tahap ini, peneliti melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang

sedang berlangsung, khususnya aktivitas belajar siswa yang sedang melakukan

KBM di bawah bimbingan guru.

6) Tahap penyusunan laporan

Pada tahap ini peneliti menyusun laporan dari semua kegiatan yang telah dilakukan

selama penelitian berlangsung.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan kualitatif dengan

pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Analisis data diwakili oleh momen

refleksi putaran Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dengan melakukan refleksi peneliti

akan memiliki wawasan autentik yang akan membantu dalam menafsirkan datanya.

29
Dalam menganalisis data yang kompleks ini peneliti menggunakan teknis analisis

kualitatif yang salah satu modelnya adalah teknik analisis interaktif yang

dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992.

Analisis interaktif tersebut terdiri atas tiga komponen kegiatan yang saling terkait

satu sama lain, yaitu: “reduksi data, paparan data (display), dan penarikan

kesimpulan”. Reduksi data merupakan proses menyeleksi, menentukan fokus,

menyederhanakan, meringkas, dan mengubah bentuk data mentah yang ada dalam

catatan lapangan. Dalam proses ini dilakukan penajaman, pemfokusan, penyisihan

data yang kurang bermakna dan menatanya sedemikian rupa, sehingga kesimpulan

akhir dapat diverifikasi dan dideskrBahasa Indonesiaikan.

30
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Latar Objek Penelitian

1. Profil Sekolah

Penelitian ini dilaksanakan di Kelas IX.A MTs Al-Falah Jakarta Timur

untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. MTs Al-Falah Jakarta berlokasi di Jl.

Komplek buaran indah Kec. Duren Sawit, Jakarta Timur.

Sarana prasarana yang ada pada MTs Al-Falah Jakarta yaitu:

1. Ruang Kepala Sekolah 5. Perpustakaan

2. Ruang Guru 6. Toilet Guru

3. Ruang kelas 7. Toilet Murid Wanita dan Laki-laki

4. Ruang Tata Usaha 8. Kantin Sekolah

2. Kondisi Siswa

Keadaan Siswa Kelas IX.A MTs Al-Falah Jakarta Kota Jakarta Timur

berjumlah 20 orang siswa secara umum dalam kondisi yang wajar dan berjalan

normal seperti sekolah-sekolah lain di sekitarnya.

3. Ekstrakurikuler

Adapun ekstrakurikuler yang ada di MTs Al-Falah Jakarta yaitu antara

lain:

1. Pramuka

2. Hadroh

3. Futsal

31
B. Hasil Penelitian

Hasil penelitian diuraikan dalam tahapan yang berupa siklus-siklus

pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di kelas. Dalam

penelitian ini pembelajaran dilakukan dalam dua siklus sebagai berikut:

1. Siklus I

Siklus pertama terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, tindakan,

observasi dan refleksi sbb:

a. Perencanaan I (Planning)

Untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa, maka peneliti

mencoba untuk menyelesaikan permasalahan dengan rencana penyajian materi

pelajaran dengan metode Cooperative Script, dalam hal ini peneliti harus

mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Materi yang akan

disampaikan atau yang menjadi topik, disertai dengan pemberitahuan pokok

bahasan yang akan dibahas sebagai bahan tugas siswa. Dalam menjelaskan materi,

peneliti memerlukan alat tulis untuk menuliskan hal-hal penting yang menjadi

topik pembelajaran, mempersiapkan buku catatan untuk mencatat perilaku siswa

selama berlangsungnya pembelajaran, serta untuk mengetahui sejauh mana

keberhasilan metode Cooperative Script ini, peneliti mempersiapkan pedoman

observasi yang diisi oleh peneliti berkolaborasi dengan teman sejawat.

b. Tindakan I (Acting)

Pelaksanaan tindakan ini dilakukan pada minggu pertama dan kedua bulan

Agustus 2019. Pelaksanaan penelitian akan dilakukan sebagai berikut:

1) Guru membagi siswa untuk berpasangan.

2) Guru membagikan wacana/materi kepada siswa untuk dibaca dan

kemudian diringkas oleh siswa.

32
3) Guru dan siswa menentukan siapa yang pertama bertidak menjadi

pembicara dan pendengar.

4) Pembicara memcakan hasil ringkasan materi selengkap mungkin dengan

memasukkan ide-ide pokok didalamnya, sementara pendengar menyimak

dan mengoreksi ide pokok yang kurang lengkap.

5) Pembicara dan pendengar bertukar peran.

6) Guru dan siswa menyimpulkan bersama-sama.

7) Penutup

Saat bel pergantian jam pelajaran, proses pembelajaran belum selesai, jadi

banyak anak belum menyelesaikan pertukaran peran dan belum sempat sampai ke

tahap kesimpulan. Pada waktu diwawancarai, jawaban para siswa berbeda satu

dengan yang lainnya.

c. Observasi I (Observing)

Dari hasil pengamatan, nilai hasil belajar siswa dalam proses belajar

mengajar sebelum PTK sebagai berikut:

Tabel 1. Nilai Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Sebelum Tindakan

No Pencapaian Sebelum tindakan


1 Nilai terendah 42
2 Nilai tertinggi 75
3 Nilai rata-rata 57,65
4 Prosentase ketuntasan 10,00%

Dari tabel di atas tergambar hasil hasil belajar Bahasa Indonesia yang telah

diperoleh bahwa dari 20 siswa rata-rata 57,65, baru ada 2 orang siswa atau 10,00%

nilai hasil sebelum PTK.

33
Setelah mengikuti proses pembelajaran Bahasa Indonesia melalui metode

Cooperative Script pada siklus I diperoleh hasil nilai hasil penelitian sebagai

berikut:

Tabel 2. Nilai Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa siklus I

No Pencapaian Siklus I

1 Nilai terendah 50
2 Nilai tertinggi 80
3 Nilai rata-rata 67,50
4 Prosentase ketuntasan 40,00 %

Dari tabel di atas tergambar hasil belajar Bahasa Indonesia yang telah

diperoleh dari 20 siswa rata-rata 67,50, baru ada 8 orang siswa atau 40,00% yang

mencapai standar ketuntasan. Dengan demikian ditinjau dari sudut ketuntasan

belajar telah terjadi peningkatan dari 10,00% menjadi 40,00%, kemudian

berdasarkan penilaian hasil belajar siswa pada siklus I dapat diartikan bahwa

melalui metode Cooperative Script cukup efektif dalam meningkatkan hasil

belajar Bahasa Indonesia yang dapat ditunjukkan dengan peningkatan nilai rata-

rata dari 57,65 mencapai 67,50.

d. Refleksi I (Reflecting)

Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada siklus pertama

adalah guru belum mampu mengkondisikan dengan baik suasana pembelajaran

yang kondusif, mengakibatkan proses penerapan pembelajaran menggunakan

metode ini tidak berakhir tepat waktu karena sulitnya mengkondisikan suasana

kelas yang riuh.

Untuk memperbaiki kelemahan dan mempertahankan keberhasilan yang

telah dicapai pada siklus pertama, maka pada pelaksanaan siklus kedua, dibuat

34
perencanaan kembali dengan tujuan untuk dapat memberikan motivasi kepada

siswa agar lebih aktif lagi dalam pembelajaran, dan guru bisa lebih

mempersiapkan diri untuk mengkondisikan suasana pembelajaran lebih intensif.

membimbing siswa yang mengalami kesulitan serta memberi penghargaan

(reward) kepada siswa.

Pada akhir siklus pertama dari hasil pengamatan peneliti dan kolaborasi

dengan temen sejawat serta hasil wawancara, dapat disimpulkan siswa mulai

terbiasa dengan metode Cooperative Script yang diberikan oleh guru, motivasi

siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru masih terlihat kurang.

Begitu juga dengan hasil evaluasi pada nilai hasil belajar Bahasa Indonesia siswa

pada tugas awal siklus I ini penguasaan siswa terhadap materi pembelajaranpun

masih tergolong kurang, begitupun dalam membuat kesimpulan.

2. Siklus II

Kegiatan peneliti pada siklus kedua dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Perencanaan II (Planning)

Berdasarkan refleksi pada siklus I, maka tindakan II sebagai tahap awal guru

menyiapkan RPP II sebagai acuan dalam proses pembelajaran lebih optimal lagi,

disamping itu pula untuk meningkatkan motivasi belajar dan partisipasi dalam

keseriusan siswa mengikuti pembelajaran dengan metode ini, maka guru memberi

reward, bonus nilai, dan pujian kepada siswa agar lebih aktif lagi dalam

pembelajaran, lebih intensif membimbing siswa yang mengalami kesulitan. Maka

dari itu peneliti membuat perangkat pembelajaran yang lebih mudah dipahami

oleh siswa.

35
b. Tindakan II (Acting)

Pada pelaksanaan tindakan II telah dilaksanakan pada minggu pertama bulan

September 2019. Untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa,

peneliti akan mencoba menyelesaikan permasalahan dengan rencana menyajikan

materi, peneliti menggunakan metode Cooperative Script. Hal ini untuk

mengetahui sejauh mana tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran,

maka peneliti menyiapkan catatan untuk mencatat perilaku siswa agar dapat

mengetahui perubahan sikap perilaku siswa, dibuat pedoman observasi.

Pelaksanaan penelitian akan dilakukan sebagai berikut:

1. Sebelum pelajaran dimulai, guru mengkondisikan siswa agar tertib;

2. Ketua kelas memimpin untuk berdoa;

3. Guru mengabsen siswa;

4. Guru membagi siswa untuk berpasangan.

5. Guru membagikan wacana/materi kepada siswa untuk dibaca dan kemudian

diringkas oleh siswa.

6. Guru dan siswa menentukan siapa yang pertama bertidak menjadi pembicara

dan pendengar.

7. Pembicara memcakan hasil ringkasan materi selengkap mungkin dengan

memasukkan ide-ide pokok didalamnya, sementara pendengar menyimak dan

mengoreksi ide pokok yang kurang lengkap.

8. Pembicara dan pendengar bertukar peran.

9. Guru dan siswa menyimpulkan bersama-sama.

10. Penutup

Guru memberikan tugas terkait materi yang sedang diajarkan untuk

mengetahui sejauh mana respon siswa terhadap materi yang disampaikan

36
menggunakan metode Cooperative Script. Terlihat banyak anak yang dapat

mengerjakannya dengan cepat. Kemudian guru berkeliling untuk melihat siapa

saja yang belum selesai mengerjakannya. Sebagian besar siswa selesai dan

mampu mengerjakan tugas dengan baik.

c. Observasi II (Observing)

Hasil pengamatan terhadap peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia

siswa selama siklus II, diperoleh hasil nilai hasil atas penilaian tugas siswa

tergambar pada tabel berikut:

Tabel 3. Nilai Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa siklus II

No Pencapaian Siklus II

1 Nilai terendah 68
2 Nilai tertinggi 90
3 Nilai rata-rata 73,95
4 Prosentase ketuntasan 95,00%

Dari tabel di atas tergambar hasil belajar Bahasa Indonesia yang telah

diperoleh dari 20 siswa rata-rata 73,95, sudah ada 19 orang siswa atau sekitar

95,00% nilai yang mencapai standar kompetensi.

Ditinjau dari sudut ketuntasan belajar telah terjadi peningkatan dari

40,00%, menjadi 95,00%. Berdasarkan penilaian hasil belajar siswa pada siklus II

dapat diartikan bahwa metode Cooperative Script sangat efektif dalam

berperannya meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia yang dapat dibuktikan

dengan adanya peningkatan nilai rata-rata dari 67,50 mencapai 73,95.

d. Refleksi II (Reflecting)

Adapun keberhasilan yang diperoleh selama siklus kedua, aktifitas dan

hasil belajar siswa dalam proses belajarpun meningkat. Siswa mampu memahami

37
tugas yang diberikan guru. Siswa juga mulai mampu berpartisipasi dalam kegiatan

dan tepat waktu dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas.

Meningkatnya aktifitas dan nilai hasil belajar Bahasa Indonesia siswa

dalam proses belajar mengajar didukung oleh meningkatnya aktifitas dan

persiapan guru dalam upaya peningkatkan suasana pembelajaran, guru intensif

dalam membimbing siswa saat siswa mengalami kesulitan. Meningkatnya

aktifitas dan hasil belajar siswa dalam melaksanakan evaluasi karena kemampuan

siswa menguasai materi pembelajaran serta meningkatnya rata-rata nilai ulangan

harian.

Hasil observasi serta wawancara pada siklus kedua, hasil belajar

menunjukkan adanya peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini berarti

mengalami peningkatan yang cukup berarti. Sedangkan hasil evaluasi terhadap

penguasaan materi pembelajaran juga tergolong tinggi begitupun dalam membuat

kesimpulan sudah ada peningkatan para siswa tidak perlu dibimbing lagi oleh

gurunya.

Hasil-hasil ulangan harian mereka juga mengalami peningkatan setelah

menggunakan model Cooperative Script. Model ini sangat efektif dalam

meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa. Untuk lebih jelasnya dapat

terlihat dari hasil rekapitulasi perbandingan nilai sebelum dilakukan tindakan

dengan nilai rata-rata setelah adanya tindakan dapat dilihat pada tabel di bawah

ini:

38
siswa yang belum siswa yang
Observasi siswa Rerata Keterangan
tuntas tuntas
Sebelum dilakukan
Pra siklus 20 18 2 57,65
tindakan
Setelah dilakukan
Siklus I 20 2 8 67,50
tindakan
Setelah dilakukan
Siklus II 20 1 19 73,95
tindakan

C. Pembahasan

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan sebanyak dua siklus. Hal tersebut

terlihat dari data yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar

Bahasa Indonesia siswa melalui model Cooperative Script. Selama proses belajar

mengajar berlangsung di ruang kelas siswa sangat antusias mengikuti proses

pembelajaran. Siswa juga sudah mulai aktif berbicara baik itu menanggapi

pendapat dari siswa yang lain ataupun bertanya bila ada sesuatu hal yang tidak

dimengerti.

Kegiatan model Cooperative Script di kelas berjalan dengan lancar. Hal

ini dapat dilihat dari seriusnya siswa mengikuti proses berjalannya tugas yang

diberikan oleh guru. Siswa sudah dapat menciptakan suasana kondusif dalam

mengerjakan tugas. Dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru, siswa dapat

menyelesaikan tugas dengan tepat waktu.

Pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar di ruang kelas, siswa

sudah memahami materi yang diberikan oleh guru, sehingga pada waktu diberikan

tugas pada siklus I, dan siklus II terdapat adanya peningkatan yang signifikan

dibanding pra siklus.

Hasil belajar Bahasa Indonesia siswa dikatakan berhasil melalui model

Cooperative Script. Hal ini dapat dilihat hasil belajar Bahasa Indonesia siswa,

nilai rata-rata pada pra siklus = 57,65, siklus I = 67,50 dan siklus II = 73,95.
39
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Upaya guru dalam meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia melalui

penerapan model pembelajaran Cooperative Script di peruntukan 20 orang siswa

yang dijadikan objek penelitian, yaitu siswa Kelas IX.A MTs Al-Falah Jakarta dapat

dicapai dengan kategori tinggi dan berhasil, karena nilai rata-rata yang telah dicapai

siswa sesuai dengan target dan sesuai dengan perencanaan metodologi pada bab

sebelumnya dengan siklus I, dan II penelitian tindakan kelas. Kesimpulan PTK ini

dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Implementasi upaya guru dalam mengoptimalkan upayanya meningkatkan hasil

belajar Kelas IX.A MTs Al-Falah Jakarta melalui model pembelajaran

Cooperative Script disimpulkan berhasil, karena telah mendapat kemajuan yang

berarti setelah melalui dua siklus, yaitu hasil belajar Bahasa Indonesia yang

dicapai dari 20 siswa nilai rata-rata pada pra siklus, siklus I, dan II berturut-turut

: 57,65, 67,50 dan 73,95 atau siswa yang telah lulus 2 orang (10,00%) ; 8 orang

(40,00 %) dan 19 orang (95,00%). Sehingga dapatlah disimpulkan bahwa, upaya

guru dalam meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia yang dicapai siswa

sesuai dengan yang ditargetkan peneliti/guru Bahasa Indonesia yang memberi

tindakan penelitian melalui metode Cooperative Script ini dari pra siklus ke siklus

I nilai ketuntasan siswa dari 10,00% meningkat 10,00% menjadi 40,00 %, dan dari

siklus I ke siklus II meningkat sebesar 55,00% menjadi 95,00 %. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar Bahasa Indonesia siswa dapat ditingkatkan

secara maksimal melalui metode Cooperative Script. Metode Cooperative Script

40
merupakan metode yang tepat untuk diterapkan dalam menigkatkan hasil belajar

Bahasa Indonesia siswa.

2. Berdasarkan hasil observasi siswa setelah indikator dari hasil belajar siswa

dianalisis dari pra siklus, siklus I, dan II mengalami peningkatan yang baik.

3. Berdasarkan wawancara dari pra siklus, siklus I, dan II mengalami peningkatan

yang baik, terutama pada kuatnya motivasi belajar siswa dalam mendapatkan hasil

belajar Bahasa Indonesia dan siswa memiliki tanggung jawab yang kuat terhadap

tugas yang diberikan guru terutama membuat hasil laporan dari hasil diskusinya

setelah diterapkannya metode Cooperative Script.

4. Faktor-faktor pendukung berupa adanya kerjasama dan partisipasi yang baik

antara guru, orang tua, maupun masyarakat dalam upaya mengoptimalkan upaya

membentuk sikap siswa dalam bertanggung jawab melalui metode Cooperative

Script, sedangkan yang menjadi faktor penentu peningkatan hasil belajar Bahasa

Indonesia, ini adalah upaya guru dalam mengoptimalkan tugas pokoknya sebagai

pengajar dalam pelaksanaan proses pembelajaran di dalam Kelas IX.A MTs Al-

Falah Jakarta Kota Jakarta Timur, ketika menyampaikan materi pembelajaran

melalui penerapan metode Cooperative Script menjadi lebih tepat.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran dalam penelitian dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Diupayakan adanya hubungan (interaksi) antara guru dan siswa di kelas agar dapat

menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan kejiwaan dan

pertumbuhan psikologis terutama bagi siswa-siswi dalam menumbuh

kembangkan untuk mempermudah siswa dalam memahami materi.

41
2. Guru hendaknya memahami tingkat perkembangan dan kemampuan siswa

sehingga akan mudah menyampaikan bahan ajar atau mendidik siswanya. Oleh

karena itu dalam persiapan mengajar hendaknya pemilihan metode, penggunaan

media, alat dan sumber pelajaran yang tepat mutlak diperlukan.

3. Adanya kerjasama antara guru dan wali murid (siswa) agar menerima dan

memberikan informasi secepatnya bila ada masalah atau kesulitan yang dihadapi,

sehingga masing-masing pihak akan segera mengetahui dan mencari jalan

pemecahannya.

4. Perlunya peneliti (guru) menambah pengetahuan dan keterampilan dalam teknik

dasar PTK untuk mengikuti pelatihan atau diklat khusus mengenai PTK, karena

masih minimnya kemampuan guru dalam melakukan kegiatan ini yang pada

umumnya menjadi kurang tertarik, padahal banyak peluang guru untuk melakukan

PTK di sekolah setempat dalam meningkatkan kariernya sebagai profesi guru.

42

Anda mungkin juga menyukai