Anda di halaman 1dari 20

Model-Model Perencanaan Kurikulum

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Telaah Pengembangan
Kurikulum

Oleh:

Eva Asmannisa

NIM: 21200120000006

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. H. Aziz Fahrurrozi, MA

Dr. Ubaid Ridlo, MA

Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Arab

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2021 M / 1443 H

1
Model-Model Perencanaan Kurikulum

Eva Asmannisa
NIM. 21200120000006
email: evaasmanisa01@gmail.com
Magister Pendidikan Bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstrak
Kurikulum merupakan sebuah program yang terencana dan menyeluruh, yang
menggambarkan kualitas pendidikan sebuah bangsa. Kurikulum terintegrasi dengan filsafat,
nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun serta dirancang oleh
para ahli dalam bidang pendidikan, ahli atau pengembang kurikulum, pendidik, ahli
bidang ilmu, pejabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Penyusunan
kurikulum bertujuan untuk memberikan pedoman kepada para pelaksana pendidikan dalam
proses pembimbingan terhadap perkembangan siswa, untuk mencapai tujuan yang dicita-
citakan oleh siswa, keluarga maupun masyarakat. Ada beberapa model dalam perencanaan
kurikulum, di antaranya adalah kurikulum humanistik, kurikulum teknologi, dan kurikulum
sistemik.
Kurikulum humanistik menjadikan siswa sebagai focus utama (student centered) dalam
pelaksanaan pembelajaran, sehingga basis dari kurikulum ini adalah siswa dengan segala
perilakunya. Sedangkan kurikulum teknologi adalah model kurikulum yang menjadikan
teknologi sebagai alat atau media utama dalam pelaksanaan pembelajaran. Terakhir, kurikulum
sistemik adalah kurikulum yang disusun secara terstruktur dan sistematis untuk mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran yang spesifik.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kurikulum humanistik, teknologi, dan sistemik
merupakan tiga jenis model dalam perancangan kurikulum yang memiliki orientasi dan focus
yang berbeda dalam basis yang dijadikan dasar pemikirannya, yaitu manusia atau siswa,
teknologi sebagai alat dan media, dan system yang terstuktur. Ketiga model ini memiliki tujuan
yang spesifik dalam mewujudkan keberhasilan dalam pembelajaran.

Kata Kunci : Kurikulum, Model-Model Perencanaan Kurikulum

2
DAFTAR ISI

Abstrak ................................................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 3
I. Pendahuluan ................................................................................................................................ 4
II. Pembahasan ............................................................................................................................. 5
A. Desain Kurikulum ................................................................................................................. 5
B. Kurikulum Humanistik.......................................................................................................... 6
C. Kurikulum Teknologi atau Kompetensi ................................................................................ 9
D. Kurikulum Sistemik ............................................................................................................ 13
1. Kajian Kurikulum Sistemik ................................................................................................. 13
2. Dasar psikologis Kurikulum sistemik.................................................................................. 16
III. Penutup .................................................................................................................................. 17
A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 17
B. Saran ................................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 19

3
I. Pendahuluan
Kurikulum merupakan sebuah program yang terencana, menyeluruh, dan
komprehensif yang menggambarkan kualitas pendidikan pada sebuah bangsa. Kurikulum
terintegrasi dengan filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan.
Penyusunan dan perancangan kurikulum dilakukan oleh para ahli pendidikan, ahli
kurikulum, pendidik, ahli bidang ilmu, pejabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur
masyarakat lainnya. Penyusunan kurikulum bertujuan untuk memberikan pedoman kepada
para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan terhadap perkembangan siswa,
demi tercapainya tujuan yang dicita-citakan oleh siswa, keluarga maupun masyarakat.
Pengembangan kurikulum adalah proses penyusunan kurikulum yang dilakukan
oleh tim pengembang kurikulum atau curriculum developer, serta kegiatan yang dilakukan
untuk menghasilkan kurikulum sebagai bahan ajar yang sesuai serta acuan yang tepat yang
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pada intinya, pengembangan kurikulum adalah proses untuk mengarahkan
kurikulum yang ada saat ini pada tujuan pendidikan yang diharapkan. Oliva
mengungkapkan bahwa terdapat sepuluh aksioma yang mendasari prinsip dalam
pengembangan suatu kurikulum, diantaranya adalah bahwa pengembangan kurikulum
merupakan sebuah proses yang terus menerus, sistematis, komprehensif, dan tidak akan
pernah selesai.
Pengembangan kurikulum merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari
adanya perubahan lingkungan, masyarakat, dan pengambil keputusan. Pengembangan
kurikulum mencerminkan produk dari masa tertentu. Standarnya pengembangan yang
dilakukan berangkat dari kurikulum yang telah ada di dan eksis di tengah masyarakat. Oleh
karena itu seyogyanya pengembangan kurikulum bersifat antisipatif, adaptif, dan aplikatif,
karena sebagaimana kita tahu bahwa kemajuan ilmu pengetahuan serta informasi di era
globalisasi tak mungkin dibendung. Hal ini berimbas pada perubahan masyarakat yang
sebelumnya agraris menjadi industri.
Pada masa pembangunan seperti sekarang ini, hendaknya pengembangan kurikulum
memperhatikan hubungan serta kesesuaian antara output dengan kualifikasi yang
diperlukan di lapangan kerja. Hal ini tentu tidak akan mudah. Kita harus mengetahui
kesenjangan antara kenyataan dengan harapan, antara realita dan ekspektasi, sehingga
untuk mewujudkan hasil yang sesuai harapan perlu adanya berbagai faktor pendukung
serta program yang aplikatif.

4
Sejatinya, kurikulum tidak hanya memuat serangkaian petunjuk teknis dari materi
pembelajaran. Namun, lebih dari itu kurikulum merupakan sebuah program yang
terencana dan komprehensif, yang menggambarkan kualitas pendidikan pada sebuah
bangsa. Oleh karena itu, jelaslah bahwa kurikulum memiliki peran strategis dalam
kemajuan suatu bangsa, termasuk bangsa Indonesia.
Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut mengenai beberapa model dalam perencanaan
kurikulum seperti model kurikulum humanis, teknologi, dan sistemik. Dengan mengetahui
model-model perencanaan kurikulum serta aplikasinya, diharapkan akan memberi
pengetahuan, wawasan dan input positif dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai
dengan konteks masyarakat di Indonesia saat ini, sebagai upaya dalam mencapai tujuan
pendidikan nasional.

II. Pembahasan
A. Desain Kurikulum
Kurikulum menurut Brown dan Green adalah perencanaan mengenai tata cara
yang tepat dan sesuai untuk mencapai tujuan yang diharapkan.1 Sedangkan Richey
memandang desain kurikulum dengan lebih luas, ia mengatakan bahwa desain
kurikulum adalah serangkaian proses yang reflektif dan sistematis dalam
menerjemahkan prinsip pembelajaran pada rancangan pembelajaran yang terdiri dari
materi, sumber belajar, kegiatan belajar, dan sistem evaluasi.2 Berdasarkan dua definisi
di atas, dapat kita simpulkan bahwa desain kurikulum merupakan proses perencanaan
dan pengembangan kurikulum yang memuat sebuah konsep berdasarkan teori dan
prinsip operasional desain, sebagai pedoman pelaksanaan pendidikan dalam mencapai
tujuan yang diinginkan.
Menurut Murray Print yang dikutip dari Ansyar, desain kurikulum diartikan
sebagai penjelasan mengenai komponen kurikulum dan bagaimana komponen tersebut
saling terkait satu sama lain. Dalam hal ini, desain menjadi hal yang sangat penting
dalam upaya pengembangan teori, sebab teori tersebut secara efektif dan efisien
merangkum sekumpulan data dan fenomena yang kompleks untuk disajikan secara
sederhana agar mudah dipahami.3

1
Abbie H. Brown & Timothy D. Green, The Essentials of Instructional Design: Connecting
Fundamental Principles with Process and Practice, New York: Routledge, 2016, hal. 4
2
Rita C. Richey dkk., The Instructional Design Knowledge Base: Theory, Research, and Practice,
New York: Routledge, 2010, hal. 2
3
Mohamad Ansyar, Kurikulum: Hakikat, Fondasi, Desain & Pengembangan, Jakarta: Kencana, 2015,
hal. 287

5
B. Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik berdasar pada aliran pendidikan humanisme atau
pribadi. Aliran ini berangkat dari asumsi bahwa peserta didik adalah yang utama dan
pertama dalam pendidikan. Peserta didik adalah subjek utama yang menjadi pusat
dalam kegiatan pendidikan, yang memiliki potensi, kekuatan, dan kemampuan untuk
berkembang. Pendekatan ini diprioritaskan pada pengalaman belajar yang diarahkan
pada minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Pendekatan ini berfokus pada siswa dan
mengutamakan perkembangan unsur afektif siswa (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan
lain-lain). Pendidikan ini diarahkan pada pembinaan manusia secara utuh, bukan hanya
dari segi fisik dan intelektual keilmuan, namun juga dari segi sosial dan afektif yang
mencakup emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain. Hal ini membuktikan bahwa
pendekatan ini berupaya untuk mengembangkan satu prinsip, bahwa peserta didik
merupakan satu kesatuan yang menyeluruh dan tidak dapat dipisahkan. Penekanan
dalam kurikulum humanistik adalah proses pendidikan yang focus dan berorientasi
pada sikap dan situasi belajar mengajar yang saling melengkapi.4

Orang atau kelompok yang memilih model kurikulum ini menganggap bahwa
siswa merupakan subjek utama yang mempunyai kemampuan, potensi dan kekuatan
yang dapat dikembangkan. Hal ini selaras dengan teori yang digagas oleh Gestalt yang
mengatakan bahwa seorang anak atau individu merupakan satu kesatuan yang
menyeluruh.5

Pendidikan dengan kurikulum humanistik senantiasa mengedepankan peran


siswa di sekolah. Dengan harapan, situasi seperti ini mampu mengembangkan segala
potensi yang dimiliki siswa. Pendidikan dianggap sebagai suatu proses yang dinamis
serta sebagai upaya yang mampu mendorong dan menstimulus siswa agar dapat
mengembangkan potensi dirinya dengan baik. Oleh karena itu, seseorang yang telah
mampu mengaktualisasikan diri adalah ia yang telah berhasil mencapai keseimbangan
dalam aspek kognitif, estetika, dan moral. Adapun dalam proses penerapannya di kelas,
kurikulum humanistik menuntut guru dan siswa untuk memiliki hubungan emosinal
yang baik. Guru harus bisa memberikan pelayanan yang membuat siswa merasa aman

4
Ruhban Masykur, Teori dan Telaah Pengembangan Kurikulum, Bandar Lampung: Aura Publisher,
2019, hal. 55-56
5
Nana Syaudih Sukmadinata, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004, hal. 86

6
dan nyaman sehingga hal tersebut dapat memperlancar proses pembelajaran. Guru tidak
dituntut untuk memaksakan sesuatu jika murid tidak menyukainya. Dengan rasa aman
ini, siswa akan lebih mudah dalam menjalani setiap proses pengembangan dirinya.

Humanistik merupakan jenis kurikulum yang lebih mementingkan proses


daripada hasil. Tujuan utama penerapan kurikulum ini untuk memaksimalkan
perkembangan anak agar menjadi manusia yang lebih mandiri. Proses belajar yang baik
adalah aktivitas yang mampu memberikan pengalaman yang bisa membantu siswa
dalam mengembangkan potensi dirinya. Adapun dalam penilaiannya, guru lebih
cenderung memberikan evaluasi yang sifatnya subjektif. Kurikulum ini memiliki
konsep pada karakter pendidikan yang lebih menitikberatkan pada masa sekarang, yang
memandang bahwa setiap siswa memiliki kemampuan, potensi, intelektual, sosial,
afektif, dan motorik. Model ini fokus pada keutuhan pribadi siswa, adapun peran dan
posisi guru adalah sebagai fasilitator, motivator, dan psikolog. Kurikulum berdasarkan
pada minat-kebutuhan siswa, keaktifan siswa dalam belajar, materi atau bahan ajaran
yang disesuaikan dengan kebutuhan, bakat, dan minat siswa, proses belajar-mengajar
menggunakan pendekatan inkuiri-diskovery dan pemecahan masalah. Konsep ini
banyak dipengaruhi oleh filsafat pendidikan Progresivisme dan Romantisisme.6

Desain kurikulum humanistik berpangkal dari gagasan “memanusiakan


manusia”. Sebuah konteks yang memberikan kesempatan dan peluang kepada manusia
untuk menjadi seorang individu yang lebih humanis, yang juga bertujuan untuk
mempertinggi harkat dan martabat manusia. Pada prakteknya, kurikulum humanistik
menekankan bahwa setiap peserta didik memiliki potensi besar, kemampuan, dan
kekuatan untuk maju dan berkembang. Sehingga kurikulum tidak hnaya berperan
dalam mengarahkan peningkatan kemampuan intelektual saja, tetapi juga aspek sosial
dan afektif peserta didik yang meliputi emosi, sikap, dan nilai. Pada wilayah evaluasi,
kurikulum humanistik lebih mengutamakan proses daripada hasil. Hal ini merupakan
dasar filosofis, teori, evaluasi dan pengembangan program pendidikan yang sesuai
dengan nilai-nilai humanisme atau kemanusiaan.7

6
Ruhban Masykur, Teori dan Telaah Pengembangan Kurikulum, hal. 57
7
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di Sekolah, Madrasah, dan
Perguruan Tinggi, Depok: RajaGrafindo Persada, 2005, hal. 156

7
Sukmadinata memaparkan karakteristik yang dimiliki kurikulum humanistik
sebagai berikut:8

1. kurikulum ini menekankan adanya partisipasi aktif dari peserta didik selama proses
pembelajaran;
2. integrasi partisipatif dalam pembelajaran menstimulus serta mendorong terjadinya
26 interaksi antar peserta didik;
3. isi kurikulum sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan minat peserta didik
karena diadaptasi dari tumbuh kembang peserta didik;
4. kurikulum ini memberikan tempat serta perhatian khusus pada kepribadian peserta
didik; dan
5. kurikulum ini bertujuan mengembangkan peserta didik yang memiliki pribadi utuh
dan serasi, baik di dalam dirinya maupun lingkungannya secara menyeluruh.

Kurikulum humanistik memiliki titik tekan pada pengembangan kepribadian


peserta didik agar utuh dan seimbang, perkembangan yang “balance” antara intelektual,
afektif, dan psikomotor. Kurikulum humanistic juga menekankan pada pengembangan
potensi serta kemampuan dengan banyak menaruh perhatian pada minat dan kebutuhan
peserta didik. Pembelajaran yang terpusat pada peserta didik, student centered atau
student based teaching, peserta didik menjadi subjek utama sekaligus pusat kegiatan.
Pembelajaran sosial, moral, dan afektif mendapat perhatian utama dalam kurikulum
model ini. Kurikulum ini berkembang juga digunakan dalam pendidikan pribadi.

Para ahli pendidikan humanistik John Dewey (Progressive Education) dan J.J.
Rousseau (Romantic Education) telah mencoba mengembangkan kurikulum
humanistik yang didasarkan pada konsep-konsep dalam pendidikan pribadi atau
personalized education. Konsep ini lebih memberikan ruang pada potensi yang dimiliki
oleh peserta didik. Para pendidik memiliki pandangan bahwa peserta didik merupakan
lahan yang utama dalam proses Pendidikan dan pengembangan yang diharapkan dapat
mengembangkan inovasi dan kreasi dalam proses pembelajaran. Konsentrasi para
pendidik humanistik adalah mengarahkan pembinaan manusia tidak hanya pada segi
fisik dan intelektual namun juga pada segi sosial dan afektif baik emosi, perasaan, nilai,
minat dan lain-lain.

8
Nana Syaudih Sukmadinata, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, hal. 74

8
Sebagai sebuah reaksi terhadap pendidikan yang menekankan pada peran utama
guru sebagai pendidik intelektual, akhirnya melahirkan sebuah pengembangan
pendidikan yang lebih bersifat permisif, santai dan akrab. Sebagaimana ungkapan Mc
Neil “The new humanists are self actualizers who see curriculum as a liberating
process that can meet the need for growth and personal integrity”.9 Tugas dan fungsi
guru adalah mendorong para peserta didik untuk menemukan dan memecahkan
permasalahanya sendiri.

C. Kurikulum Teknologi atau Kompetensi


Teknologi merupakan sebuah upaya pemikiran manusia yang sistematis dengan
memanfaatkan ilmu pengetahuan sains yang dapat memberikan kemudahan bagi
manusia.10

Teknologi juga merupakan proses yang kompleks dan terintegrasi yang terdiri
atas ide, prosedur dan organisasi untuk menganalisa masalah yang mneyangkut seluruh
komponen pembelajaran, serta merancang hingga mengelola pemecahan masalah
tersebut. Wujud dari pemecahan masalah dalam teknologi pendidikan itu ialah berupa
sumber belajar yang dibentuk untuk keperluan pembelajaran dalam bentuk pesan,
orang, bahan, peralatan bahkan teknik dan latar.11

Atas dasar itulah, perangkat teknologi pendidikan ini difungsikan dan


dimanfaatkan oleh manusia. Selain berfungsi sebagai perangkat pembelajaran,
perangkat teknologi juga dapat berfungsi untuk memecahkan problek ekonomi, sosial
dan budaya. Karena perangkat teknologi juga difungsikan untuk melahirkan sebuah
model, teknik dan pendekatan yang pada akhirnya menghasilkan sebuah deskpripsi
ataupun gambaran dalam mendalami problem tesebut termasuk pendidikan. Kemajuan
teknologi yang dari waktu ke waktu semakin pesat mengharuskan manusia untuk
memacu kembali otak mereka melahirkan terobosan baru, sehingga pada akhirnya
dapat menghasilkan model yang tepat. Hasil dari terobosan tersebut dapat dimanfaatkan
dalam bentuk software (perangkat lunak) berupa aplikasi yang dapat membantu
mempermudah proses pendidikan. Serta dalam bentuk hardware (perangkat keras)

9
Peter F Oliva, Developing The Curriculum 3nd ed, New York: Harpers Collin Publisher, 1992, hal 24
10
Hadimiarsa Yusuf, Teknologi Komunikasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali, 1986, hal. 4
11
Nasution, Teknologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hal. 4

9
berupa modul atau pun sumber pendidikan tertulis, rencana dan strategi pendidikan
yang dapat dijadikan media untuk membantu terlaksananya program pendidikan. 12

Ketika teknologi pendidikan difungsikan sebagai media pembelajaran, maka


model kurikulum dikembangkan untuk memandu pelaksanaan rencana-rencana
pembelajaran yang dilengkapi dengan penggunaan alat-alat teknologi untuk menunjang
kenyamanan dan keefektifan pembelajaran.13

Sukmadinata dalam bukunya Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi


berpendapat bahwa karakteristik atau ciri khas kurikulum teknologis terdapat pada
aspek tujuan, metode, organisasi bahan, dan evaluasi:14

1. Tujuan difungsikan pada penguasaan kemampuan bidang, yang didasarkan pada


perilaku hasil belajar yang dapat diukur. Tujuan yang masih bersifat umum
dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus yaitu aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor.
2. Metode pengajaran tertuju pada individu, disesuaikan pada tingkat cara/metode
belajar dan tingkat kemampuan masing-masing. Pembahasan atau konten
kurikulum banyak diambil dari subjek akademik atau disiplin ilmu.
3. Evaluasi pendekatan kondisional artinya dilakukan kapan saja, ketika siswa telah
menyelesaikan materi/sub materi, maka secara langsung dapat mengajukan diri
untuk melakukan evaluasi. Evaluasi sebagai media umpan apakah tujuan, materi
dan strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran mencapai target atau
belum. Hasil evaluasi dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan
tentang peserta didik untuk melanjutkan atau mengulang materi yang belum
tercapai.

Model kurikulum ini memiliki kelebihan yaitu dapat menyenangkan dan


memberikan motivasi pada siswa serta memberi kemudahan siswa dalam mencari dan
menemukan jawaban dari masalah yang diberikan oleh guru. Pada Praktinya, program
pengajaran ini sangat mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Penggunaan model
pengajaran seperti ini, akan lebih meningkatkan standar penguasaan siswa jika
dibandingkan dengan model-model yang lain. Sebagai keterbatasan model

12
Ibrahim & Kayadi, Pengembangan Inovasi dalam Kurikulum, Jakarta: UT Depdikbud, 1994, hal. 29
13
Ruhban Masykur, Teori dan Telaah Pengembangan Kurikulum, hal. 60-61
14
Nana Syaudih Sukmadinata, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, hal. 97

10
kurikulum adalah kurang mampu melayani siswa dengan berbagai macam bakat
yang berbeda. Dengan menggunakan teknologi yang ada, model ini cenderung
seragam. Keberhasilan siswa tergantung pada teknologi yang tersedia serta cara mereka
dalam menyikapi hal tersebut (Nilai afektif).15

Model kurikulum teknologis sangatlah berbeda dengan pendidikan klasik yang


lebih mengutamakan pembentukan budaya dan ilmu secara konservatif, kurikulum
teknologis mengutamakan pada penguasaan kompetensi yang dapat diukur dan diamati
tingkat keberhasilanya.16 Pendidik hanya sebagai sarana pembantu (fasilitator), serta
sebagai pengelola pembelajaran.17

Kompetensi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, sikap, dan


nilai-nilai yang diimplementasikan dalam kebiasaan Pada bentuk pertama,
pembelajaran tidak memerlukan media yang canggih, tetapi bahan pembelajaran dan
proses pembelajaran disusun secara sistem dalam bentuk satuan pelajaran (lesson unit).
Pada bentuk kedua, pembelajaran disusun secara sistem dan ditunjang dengan
penggunaan media pembelajaran. Penggunaan alat dan media belum terintegrasi
dengan program pembelajaran yaitu bila digunakan alat dan media akan lebih baik,
tetapi bila tidak menggunakan media Pembelajaran pun pembelajaran masih tetap
berjalan. Program pembelajaran pada bentuk ketiga, telah disusun secara terpadu antara
bahan dan kegiatan pembelajaran dengan alat dan media. Bahan ajar disusun
menggunakan audio, video, dam film pembelajaran dengan bantuan komputer
(Computer Aided Instruction atau CAI dan Computer Aided Learning atau CAL),
pembelajaran modul, pembelajaran melalui internet (e-learning atau website learning),
dan lain-lain.

Karakteristik kurikulum kompetensi yang dikembangkan dari konsep teknologi


pendidikan, yaitu: 1) Tujuan, tujuan diorientasikan pada penguasaan akademik,
vokasional, atau kemampuan pribadi yang didasarkan dalam bentuk kompetensi yang
kemudian ditafsirkan lagi menjadi perilaku yang dapat diukur atau performansi
(indikator); 2) Metode, sebuah langkah yang bertujuan untuk merangsang kompetensi

15
Nana Syaudih Sukmadinata, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, hal. 124
16
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Roasda Karya, 2008, hal.
146
17
Ruhban Masykur, Teori dan Telaah Pengembangan Kurikulum, hal. 61-62

11
peserta didik sehingga peserta didik harus menguasai secara tuntas tujuan-tujuan dari
pembelajaran tuntas.18

Pelaksanaan pembelajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 19

1. Penegasan tujuan. Peserta didik diharuskan menguasai apa yang menjadi tujuan
pembelajaran. Tercapainya hasil pembelajaran ditentukan dengan tercapainya
tujuan.
2. Pelaksanaan pembelajaran. Setiap peserta didik belajar secara mandiri melalui
media pembelajaran seperti, buku-buku ataupun media elektronik. Proses
pembelajaran dilakukan dengan mendasarkan kegiatan mereka pada poin tujuan
pembelajaran dengan harapan mereka dapat merespons secara cepat terhadap
persoalan-persoalan yang diberikan;
3. Pengetahuan tentang hasil. Gambaran hasil evaluasi peserta didik dapat segera
diketahui oleh peserta didik sendiri, sebab dalam model kurikulum ini langkah
stimulus selalu diberikan. Para peserta didik dapat segera mengetahui kompetensi
apa yang telah mereka kuasai dan apa yang masih harus dipelajari.
4. Kesatuan bahan ajaran, Media pembelajaran atau konten kurikulum banyak
diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah melalui proses khusus sehingga mendukung
terkuasainya suatu bidang kompetensi. Bahan Pembelajaran diproses secara
deduktif sehingga menggambarkan proses pembelajaran secara lebih mendasar dan
objektif.
5. Evaluasi, kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat. (evaluasi formatif) adalah
evaluasi yang dilakukan setelah melalui pelaksanaan pada suatu pelajaran,
sedangkan (evaluasi sumatif) dilakukan pada akhir program/semester. Evaluasi
Juga berfungsi sebagai umpan balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk
penyempurnaan kurikulum. Evaluasi yang mereka gunakan umumnya berbentuk
penilaian kompetensi, menekankan sifat ilmiah.

Sehingga kesimpulan dari kegiatan kurikulum berbasis teknologi didasarkan


pada dua hal, yaitu; 1) teknologi berupa sistem, artinya pembelajaran tidak harus selalu
membutuhkan media dan alat, melainkan penyusunan pembelajaran secara sistematis

18
Sulthon, Dinamika Pengembangan Kurikulum ditinjau dari Dimensi Politisasi Pendidikan dan
Ekonomi, hal. 61
19
Nana Syaudih Sukmadinata, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, hal. 36

12
dan menyeluruh; dan 2) teknologi berupa alat, yaitu pembelajaran yang dibantu serta
didukung dengan pemanfaatan alat, media, dan kawasan teknologi pedidikan.

D. Kurikulum Sistemik
1. Kajian Kurikulum Sistemik20
Kurikulum sistemik adalah sebuah kurikulum yang memiliki kesatuan dan
keterpaduan antara bagian-bagiannya yang kemudian membentuk suatu sistem. Ciri-
ciri kurikulum sistemik, landasan teori yang mendukungnya serta implikasinya
dijelaskan secara gamblang oleh John McNeil.

Salah satu ciri kurikulum sistemik adalah sifatnya yang diumpamakan seperti
“kendaraan” dalam menyampaikan isi/materi secara efektif dan efisien. Terdapat
beberapa standar yang menjadi orientasi yang dominan di antaranya standar
kompetensi, standar proses pembelajaran, dan standar penilaian. Adapun tujuan
pembelajaran dirancang bersamaan dengan berbagai standar yang harus dipenuhi.
Evaluasi progress atau pencapaian disesuaikan dengan tujuan instruksional, hasil
tes, dan indikator-indikator yang lainnya.

McNeil memandang kurikulum ini sebagai sarana yang efektif dan efisien
dalam menyampaikan dan menuntaskan materi pembelajaran. Konsep kurikulum ini
diterapkan di berbagai program seperti pelatihan militer, industri dan reliji.
Keseragaman dan kontrol merupakan ciri utama dari kurikulum ini. Keseragaman
tersebut meliputi tujuan pembelajaran, materi, proses, dan alat evaluasi. PSI
(Personalized Systemic Instruction) merupakan salah satu media teknologi yang
banyak digunakan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. PSI menggunakan
beberapa prinsip yaitu behaviorial science yang menuntut para siswa untuk
merespon secara aktif; hasil pencapaian yang relative cepat; dan tujuannya yang
jelas. Evaluasi yang biasanya berupa tes dibuat sebelum merancang kurikulum ini.

Kurikulum sistemik dapat diterima oleh masyarakat Amerika karena


kurikulum ini dirasa cocok dengan berbagai paham konvensional yang ada di sana,
salah satunya kurikulum ini mampu mengangkat pentingnya visi dan
perencanaan yang sesuai untuk menentukan apa yang akan dicapai sesuai dengan
visi tersebut, seiring dengan penilaian yang dilakukan dengan berkelanjutan. Dalam

20
John D. McNeil, Contemporary Curriculum in Thought and Action, Los Angeles: University of
California, 2006, hal. 44-57

13
kurikulum sistemik, guru menentukan topik utama serta kegiatan apa yang harus
dikerjakan siswa untuk memenuhi standar yang telah ditentukan.

Kemudian McNeil mengungkapkan bahwa penerapan konsep ini


menimbulkan berbagai respon di USA. Salah satunya problem serius muncul karena
terlalu banyak standar yang ditetapkan oleh beberapa negara bagian di USA, seperti
dalam menentukan taksonomi apa yang harus diajarkan kepada siswa pada tingkatan
yang berbeda-beda. Hal itu menjadi sesuatu yang dipertanyakan oleh publik. Selain
itu, materi dan keterampilan dibuat terpisah sehingga menyebabkan kurangnya
koordinasi antara mata pelajaran dan konsep utama yang menjadi kunci.

Akibatnya muncul reformasi dari kurikulum sistemik dalam merespon hal


ini. Masyarakat mendukung adanya pengukuran dan evaluasi capaian dari penerapan
kurikulum ini, evaluasi terhadap sekolah sekolah dan guru secara akuntabel.
Akuntabilitas merupakan prinsip yang dipandang sangat penting untuk memperbaiki
dan menjamin kualitas kurikulum. Penelitian menyebutkan bahwa program
kurikulum tertentu akan efektif dan dapat berkelanjutan dalam konteks tertentu.

Ornstein berpendapat dalam bukunya bahwa salah satu pendekatan dalam


pengembangan kurikulum adalah systems approach. Ia mengatakan bahwa
pendekatan ini dipengaruhi oleh teori, analisis, dan rekayasa sistem. Adapun
pengguna utama dari pendekatan ini adalah militer, industri, dan bisnis.21 Pendapat
Ornstein ini selaras dengan apa yang ditulis oleh McNeil sebagai kurikulum
sistemik.

Pendapat lain yang serupa muncul dari J. Romszowski dalam model


sistemiknya. Model ini juga menggunakan pendekatan sistem atau system approach.
Pendekatan sistemik dalam pengembangan kurikulum merupakan suatu pendekatan
yang bertumpu pada struktur dan keteraturan yang disusun serta direncanakan sejak
awal untuk menghasilkan sesuatu yang spesifik. Model sistemik ini dapat digunakan

21
Allan C. Ornstein, Allan C & Francis P. Hunkins, Curriculum: Foundation, Principles and
Issues, Boston: Allyn and Bacon, 1998, hal. 5

14
dalam pengembangan program pendidikan, desain pembelajaran, kurikulum, dan
desain program pelatihan.22

Jika McNeil hanya membahas kurikulum sistemik ini secara konsep, maka J.
Romszowski menjelaskannya dengan lebih rinci dengan menjadikan kurikulum
sistemik ini sebagai sebuah model pengembangan dengan prosedur yang lebih
terstuktur dan sistematis. Ia menyebutkan prosedur dalam pengembangan kurikulum
model ini dapat dilakukan dengan 14 langkah, yaitu deskripsi tugas, analisis tugas,
penentuan kemampuan, spesifikasi kemampuan, kebutuhan pendidikan dan latihan,
organisasi dan isi, pemilihan strategi pembelajaran, uji coba program, evaluasi,
implementasi program, monitoring, dan perbaikan serta penyesuaian.

Berdasarkan beberapa definisi dan pendapat para ahli di atas, penggunaan


model ini dapat menjadi alternatif dalam penyusunan kurikulum pada pendidikan
vokasi atau kejuruan di Indonesia. Alasannya, karena pada jenis pendidikan ini perlu
diukur dengan jelas kemampuan di tingkat satuan pendidikan khususnya pada
Sekolah Menengah Kejuruan.

Penerapan model ini akan menjadi ciri khas dalam satuan pendidikan melalui
penyusunan desain Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) sebagai
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Walaupun era K-13 sudah berjalan, tetapi sebenarnya prinsip KTSP
masih tetap berlaku di Indonesia saat ini, di mana setiap satuan pendidikan tetap
diberikan kewenangan dalam mengimplementasikan kurikulumnya.

Kurikulum sistemik lebih tergambar dalam pendidikan vokasi


(kejuruan). Untuk menghasilkan lulusan pendidikan vokasi (kejuruan) yang sesuai
dengan tuntutan dunia kerja, perlu didukung dengan perancangan kurikulum dan
pengembangan yang disesuiakan dengan kebutuhan di dunia kerja.

Secara konseptual, kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan menggunakan


model kurikulum teknologi, yaitu kurikulum yang mengarahkan pada pemuatan isi
sesuai dengan tuntutan pekerjaan, isi kurikulum disesuaikan dengan tuntutan
kehidupan (life skills), mata pelajaran disusun berdasarkan karakteristik kompetensi

22
A. J. Romiszowski, Designing Instructional Systems: Decision Making in Cours Planning and
Curriculum Design, New York: Kogan Page, 1981

15
yang perlu dikuasai, model pembelajaran tuntas lebih banyak, evaluasi pembelajaran
diarahkan pada keterampilan hidup, dan siswa dipandang sebagai calon orang
dewasa.

Kurikulum sistemik yang dipaparkan sebagai konsep oleh McNeil serta


dijelaskan langkah-langkah implementasinya oleh Romiszowski, dapat digunakan
sebagai alternative dalam penyususnan kurikulum pendidikan kejuruan, khususnya
di Indonesia.

Pendekatan sistemik dalam mengembangkan kurikulum adalah suatu


pendekatan yang menekankan pada struktur dan keteraturan yang direncanakan
sejak awal untuk menghasilkan hal-hal yang spesifik. Selaras dengan pendapat dari
Romiszowski, Hamalik juga mengatakan bahwa kurikulum sistemik dapat
digunakan dalam pengembangan, kurikulum, program Pendidikan, desain
pembelajaran, dan desain program pelatihan.

Pusat dari kurikulum kejuruan adalah subjeknya, yaitu mata pelajaran yang
terpisah-pisah, yang berdasarkan pemikiran logis materi yang diberikan adalah mata
pelajaran yang dianggap penting yang dapat mengembangkan kemampuan
matematika, fisika, kimia, dan bahasa yang diajarkan, serta materi yang berkaitan
dengan emosi seperti seni rupa, olah raga, dan agama yang diberikan untuk
mendukung siswa dalam mencapai penguasaan terhadap kompetensi kejuruan.
Implikasinya guru hendaknya adalah sosok yang menguasai suatu cabang ilmu dan
ahli (a master teacher) yang memiliki tugas untuk membimbing untuk memudahkan
siswa dalam menyimpulkan setiap materi.

2. Dasar psikologis Kurikulum sistemik23


Landasan psikologis dari kurikulum sistemik didasari
oleh psikologi behaviourism. Prinsip dasarnya adalah hubungan antara stimulus,
respon, dan hasil penguatan (reinforcement) yang menghasilkan perubahan dalam
sperilaku. Kebijakan suatu negara atau daerah untuk memberi penghargaan
(apresiasi) atau memberikan sanksi kepada sekolah maupun guru atas hasil
pencapaian mereka, merupakan contoh dari reinforcement. Adapun ciri-ciri prinsipal
dari psikologi behaviourism yang diterapkan pada kurikulum ini antara lain materi

23
John D. McNeil, Contemporary Curriculum in Thought and Action, Los Angeles: University of
California, 2006, hal. 50-60

16
‘menghafal di kelas’ yang disampaikan oleh guru, membedakan jenis-jenis dari
hasil pembelajaran yang terdiri dari sederhana, kompleks, rendah, dan tinggi,
menganalisis tugas yang dikategorikan kompleks menjadi bagian-bagian yang
lebih sederhana dan dapat dikelola, pembelajaran secara langsung dengan arahan
yang jelas, pemberian contoh dan kesempatan untuk mempraktekkan serta
menerapkan materi yang sudah dipelajari.

Psikologi kognitif dan teori information processing juga memiliki andil


dalam hal bagaimana kepercayaan siswa dapat mempengaruhi pembelajaran dan
proses bagaimana konsep berpikir dapat terjadi. Salah satu implikasi dari psikologi
kognitif dalam kurikulum sistemik adalah menyediakan informasi baru ke dalam
kerangka-kerangka yang ada, mengetahui waktu dan tempat yang sesuai untuk
menerapkan pengetahuan dan strategi, memilih dan memilah informasi menjadi
bagian-bagian yang bermakna, dan pemodelan melalui simulasi, flowchart, dll.

Kurikulum sistemik akan menjadi lemah ketika landasan berpikir


psikologis dan teori pembelajaran tidak selaras. Ketika sebagian besar
negara bergantung pada konsep behaviourism dan kognitif, maka untuk psikologi
konstruktif lebih cocok pada standar nasional untuk sains dan matematika, yang
berfokus pada ide-ide pokok.

III. Penutup
A. Kesimpulan
Kurikulum merupakan sebuah program yang terencana dan menyeluruh, yang
menggambarkan kualitas pendidikan sebuah bangsa. Kurikulum terintegrasi dengan
filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Ada beberapa model dalam
perencanaan kurikulum, di antaranya adalah kurikulum humanistik, kurikulum
teknologi, dan kurikulum sistemik.
Kurikulum humanistik menjadikan siswa sebagai focus utama (student
centered) dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga basis dari kurikulum ini adalah
siswa dengan segala perilakunya. Sedangkan kurikulum teknologi adalah model
kurikulum yang menjadikan teknologi sebagai alat atau media utama dalam
pelaksanaan pembelajaran. Terakhir, kurikulum sistemik adalah kurikulum yang
disusun secara terstruktur dan sistematis untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran
yang spesifik.

17
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kurikulum humanistik, teknologi, dan
sistemik merupakan tiga jenis model dalam perancangan kurikulum yang memiliki
orientasi dan focus yang berbeda dalam basis yang dijadikan dasar pemikirannya, yaitu
manusia atau siswa, teknologi sebagai alat dan media, dan system yang terstuktur.
Ketiga model ini memiliki tujuan yang spesifik dalam mewujudkan keberhasilan dalam
pembelajaran.
B. Saran
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segi kelengkapan
referensi maupun uraiannya. Oleh karena itu, penulis sangat membuka diri untuk
masukan dan saran-saran yang membangun dari pembaca mengenai model-model
dalam perencanaan kurikulum ini, demi terciptanya sebuah tulisan yang berkualitas dan
bermanfaat bagi banyak orang.

18
DAFTAR PUSTAKA

Allan C. Ornstein, A. C. (1998). Curriculum: Foundation, Principles and Issues. Boston:


Allyn and Bacon.

Ansyar, M. (2015). Kurikulum: Hakikat, Fondasi, Desain & Pengembangan. Jakarta:


Kencana.

dkk., R. C. (2010). The Instructional Design Knowledge Base: Theory, Research, and
Practice. New York: Routledge.

H. Brown, A. &. (2016). The Essentials of Instructional Design: Connecting Fundamental


Principles with Process and Practice. New York: Routledge.

Hamalik, O. (2008). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda


Karya.

Kayadi, I. &. (1994). Pengembangan Inovasi dalam Kurikulum. Jakarta: UT Depdikbud.

Masykur, R. (2019). Teori dan Telaah Pengembangan Kurikulum. Bandar Lampung: Aura
Publisher.

McNeil, J. D. (2006). Contemporary Curriculum in Thought and Action . Los Angeles:


University of California.

Muhaimin. (2005). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di Sekolah,


Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Depok: RajaGrafindo Persada.

Nasution. (2008). Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Oliva, P. F. (1992). Developing The Curriculum 3nd ed. New York: Harpers Collin
Publisher.

Romiszowski, A. J. (1981). Designing Instructional Systems: Decision Making in Cours


Planning and Curriculum Design. New York: Kogan Page.

Sukmadinata, N. S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Remaja


Rosda Karya.

Sulthon. (2014). Dinamika Pengembangan Kurikulum ditinjau dari Dimensi Politisasi


Pendidikan dan Ekonomi. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 61.

19
Yusuf, H. (1986). Teknologi Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.

20

Anda mungkin juga menyukai