Anda di halaman 1dari 3

Bolpoin Rara yang diletakkan di meja telah hilang dalam sekejap.

Padahal, Rara hanya berpaling


dalam 2 detik.
Dugaan tersangka:
– Laila (Karena teman sebangkunya)
– Jodi (Karena diam aja satu harian)

“Udahlah Ra, jangan nangis terus, Cuma pulpen loh. Kamu bisa beli lagi,” hibur Laila kepada Rara
yang terus membanjiri pipinya. Tapi biarlah, setidaknya ia tidak membanjiri kelas.
“Tapi.. hiks.. itu.. hiks.. pulpen kesayangan aku. Itu dari.. hiks… mantan terindah..”
“Cukup! Baiklah, karena kejadiannya udah aku ketahui, dan aku tahu barang itu apaan. Aku bakalan
nyari itu pulpen!” Lizzie menggebrak meja dengan keras. Membuat seluruh mata di kelas tertuju
padanya. Ia mengangkat tangan sambil mengepalnya. “Mulai detik ini! Aku adalah detektif Lizzie!
Paham kalian!”
Kepala Lizzie penuh api semangat yang berkobar-kobar. Sejak menonton serial Detective Conan, ia
terinspirasi untuk menjadi detektif. Dan menurutnya, ya, menurutnya ini waktu yang tepat bahwa ia
memiliki bakat dalam detektif.
Seluruh murid di kelas itu mengangguk sok mengerti, karena takut kepalan tangan si tomboy Lizzie
akan melayang ke kepala mereka.

“Jadi, sebelum aku membuka kasus ini, siapa diantara kalian yang mengambil pulpen Rara! Jawab!
Siapa! Hei, emang gak ada orang disini!” Lizzie masih teriak. Yang lain memasang wajah polos.
“Baiklah, karena nggak ada yang mengaku, aku yang akan cari tahu! Selain Laila dan Jodi, keluar!”
“Loh, kok aku? Aku salah apa?” tanya Laila sambil menggaruk tumitnya.
“Kamu, sebangkunya. Dan Jodi kenapa kamu diam aja? Makanya aku curiga dengan kamu!”
“EMMM, EMMM, EMMM, EMMMM,” jawab Jodi seadanya, ala kadarnya.
“Tuh kan, kamu gak bisa ngomong apa-apa?”
“Lizzie dia kan baru operasi gigi, gak boleh ngomong dulu,” sahut Laila membuat Lizzie ternganga.
Dan Jodi, tiba-tiba ia tersenyum.
“Emm, nggak, itu alasan supaya nggak disalahin. Pokoknya kalian duduk disini dulu, aku matiin lampu
dulu.”

Para murid diluar mengintip dari jendela. Hal konyol ini memang membuat suasana menegangkan.
Lizzie duduk di hadapan Laila dan Jodi yang memasang ekspresi tak jelas. Dalam keadaan gelap
(sebenarnya gak gelap-gelap amat sih, soalnya kan banyak jendela kebuka), Lizzie memasang wajah
serius menatap satu-satu ‘tersangka’ di depannya.
“Kamu, Laila! Sebelum pulpen Rara hilang, kamu dimana?” tanya Lizzie memulai investigasi.
“Aku? Hmmm, Aku tidur Zie, jadi aku gak tau apa-apa,” jawab Laila mengangkat bahunya.
“Oke, aku tahan kamu sejenak. Kalau kamu Jodi? Karena kamu gak boleh ngomong, tulis di sini!”
Lizzie memberikan secarik kertas dan pulpen ke Jodi. Jodi langsung menulis dengan cepat dan
mengembalikan kertas itu.

Aku dari tadi emang di kelas, tapi kamu kan tau. Rara tuh duduk paling depan. Dan aku paling
belakang, di sudut pula. Mana bisa dalam beberapa detik aku lari trus ngambil tuh pulpen tanpa
ketahuan. Kurang asem emang kamu, Lizzie!

Lizzie menyipitkan matanya ke arah Jodi. Jodi malah berdiri bermaksud keluar kelas. “Tunggu,
investigasi ini belum selesai! Please duduk dulu!”
Jodi menyerah, dia kembali duduk. Sepertinya Lizzie terkena sindrom detektif labil.

“Laila, kamu beneran nggak ngambil pulpen Rara?” kini Lizzie malah menunjukkan ekpresi memelas.
Mungkin mottonya kini tertulis di kepalanya ‘Pantang Pulang Sebelum Terungkap’.
“Ya nggaklah Lizzie. Denger ya, kami berdua ini nggak bisa disalahin. Cuma karena mencurigakan.
Kamu harus lebih menginvestigasi Rara dulu, siapa tahu dia salah nyimpan kan? Aku sama Jodi keluar
ya, yuk Jod!” Jodi mengangguk dan tiba-tiba terdiam menatap Laila. Laila langsung menariknya
membuat Jodi terkejut sambil diam-diam tersenyum. Ada apa dengan Jodi?

Lizzie terdiam sambil ngegaruk jempol kakinya. Setelah beberapa detik berpikir, dia kemudian
memanggil Rara untuk diinvestigasi. Rara dengan centilnya masih sok menghapus air matanya
dengan tissue.
“Coba kamu ceritakan kembali tentang pulpen itu!”
Rara menatap Lizzie. “Jadi, waktu aku pacaran sama dia, kami ke toko buku. Terus..”
“Rara! Bukan waktu kamu dapetin tuh pulpen. Tapi pas kamu kehilangannya tadi. Gimana sih!” Lizzie
kesal setengah mati dengan si lebay Rara. Emang Rara lebay Cuma gara-gara pulpen hilang nangis
tersedu-sedu. Tapi, Lizzie masih berpikir bahwa ini memang kesempatan untuknya.
“Maaf! pulpen itu emang berharga banget. Jadi, tadi waktu aku nulis nomor HP baru dia di bukuku..”
“Rara, bisa nggak sih kamu nggak nyebutin kata ‘dia’!” bentak Lizzie.
“Maaf deh! Oke, abis aku nulis aku letak pulpen itu di meja. Terus aku ngambil HP di tas, terus waktu
aku ngelihat ke meja lagi, pulpennya udah nggak ada!!” Rara menangis kembali. Lizzie memberikan
tissue kepada Rara. “Makasih.”
Lizzie sedikit illfeel karena Rara mengelapkan tissue itu ke hidungnya. Lizzie lalu menuliskan sesuatu
yang mungkin, hanya dia dan neneknya yang mengerti di kertas yang sama dengan yang diberikan ke
Jodi tadi. Juga dengan menggunakan bolpoin yang sama.

“Itu..” ucap Rara menghentikan tangisannya.


Karena Lizzie masih agak kesal, ia sedikit berteriak. “Apa lagi Rara!”
“Itu.. pulpen yang kamu pegang… itu punyaku Zie.”
Lizzie menganga sambil menengok ke pulpen yang dipegangnya. Ternyata, jadi, ternyata, jadi,
ternyata, ya ampun. Otak Lizzie meloading kembali, flashback.

Saat Rara mengambil HP nya di tas, Lizzie meminjam (baca: mengambil) bolpoin Rara tanpa memberi
tahu untuk menulis hal yang sama, sesuatu yang hanya dimengerti Lizzie dan juga neneknya.
Kemudian, Lizzie ke toilet karena sesuatu yang mendesak, dengan masih membawa pulpen itu. Ketika
kembali, Lizzie dengan wajah sok polosnya melihat Rara menangis akibat pulpen yang hilang. Ting!
Seketika bohlam keluar dari kepala Lizzie, untuk menjadi detektif, cita-citanya sejak tiga hari yang
lalu.

Dan itulah di pikiran Lizzie, dan saat investigasi dengan Jodi tadi, satu-satunya pulpen di dekatnya
(read: di kantong) cuma itu. Tentu Rara masih belum tahu kenapa pulpen itu bisa di tangan Lizzie.

“Aku mana tahu! Ya salah kamu sendiri dong nggak ngejaga pulpen ini dengan baik! Oke, kasus
ditutup!” Lizzie menyerahkan pulpen itu kembali ke Rara. Anehnya, Rara bukannya senang, malah
kembali menangis.
“Sebenarnya, aku gak apa-apa pulpen ini hilang. Setidaknya aku bisa move on. Tapi… hiks.. sekarang
aku gak bisa move on!”
Lizzie kembali menganga (untuk yang ketiga kalinya). “Sebenarnya ini kasus pulpen hilang atau
kegagalan move on kamu sih Ra? Pusing deh!”
Rara kembali menangis, kini lebih histeris.

Dengan perasaan bercampur aduk, Lizzie keluar kelas dan ia dipandangi semua para murid itu yang
bingung apa yang sebenarnya terjadi. Motto Lizzie kini berubah ‘Kalau terungkap aku pulang’
“Aku nggak mau jadi detektif lagi. Persetan dengan Conan! Lebih baik aku nonton spongebob!”

Rara masih menatap bolpoinnya sambil menangis. Sementara Jodi melamun, melamun entah
mengenai apa. Jangan-jangan..

Anda mungkin juga menyukai