CVA TROMBOSIS
Gambar 1.1 gambaran otak terlihat dari luar yang memperhatikan bagian-bagian penting dari lobus.
Sumber : Batticaca, (2008). “Asuhan keperawatan dengan gangguan sistem persyarafan”. Manokwari : Salemba
Medika
2) Otak kecil (Cerebellum).
Otak kecil atau cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung
leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya : mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan,
koordinasi otot dan gerak tubuh. Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerak otomatis yang dipelajari seperti gerak mengendarai mobil,
gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
(Kusumastuti, 2016).
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan
koordinasi gerak otot. Gerakan jadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut
tidak mampu memasukan makanan kedalam mulutnya atau tidak mampu
mengancingkan baju. (Hernanta Iyan, 2013
3) Batang otak
Brainstem berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala, bagian dasar dan
memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian
otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernafasan, denyut jantung,
mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumer insting
dasar manusia, yaitu Fight or flight (lawan atau lari) saat datang bahaya.
(Hernanta Iyan, 2013)
Batang otak berada pada fosa anterior. Batang otak terdiri dari mesenfalon, pons,
dan medula oblongata (dapat di lihat pada gambar 2.1). otak tengah (midbrain)
atau masenfalon (masencephalon) adalah bagian sempit otak yang melewati
incisura tertorii yang menghubungkan pons dan serebellum dengan hemiser
serebrum. Bagian ini terdiri atas jalur sensorik dan motorik serta sebagai pusat
pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebellum, di antara
mesenfalon dan medula oblongata dan merupakan jembatan antara dua bagian
serebrum, serta antara medula dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan
motorik. (Batticaca, 2008)
Batang otak, terdiri dari otak tengah, pons, medula oblongata.
a) Otak tengah/mesencephalon, Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol
(menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak
besardan sumsum tulang belakang). bagian yang menghubungkan
diencephalon dan pons. Fungsi utama menghantarkan impuls ke pusat otak
yang berhubungan dengan pergerakan otot, penglihatan, pembesaran pupil
mata, dan pendengaran.
Di depan otak tengah (diencephalon). Talamus (Pusat pengatur sensoris).
Hipotalamus (Pusat pengatursuhu, Mengatur selera makan, Keseimbangan
cairan tubuh). Bagian atas ada lobusoptikus (pusat refleks mata).
b) Pons: Merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
bersama dengan formasi reticular. Pons pada dasarnya merupakan bagian yang
menentukan apakah manusia terjaga atau tertidur.
c) Medula oblongata, merupakan pusat refleks guna mengontrol fungsi
involunter seperti detak jantung, pernafasan, bersin, menelan, batuk,
pengeluaran saliva, muntah.
b. Sel pada sistem saraf
Menurut Mulyanto. dkk, (2014) dalam buku medikal bedah : 503.
1) Struktur
Jaringan saraf terdiri atas neuroglia dan neuron (seperti pada pembuluh darah dan
jaringan ikat). Neuron bertanggung jawab pada komunikasi dan neuroglia
memberikan dukungan pada aktivitas neuron. Otak medula spinalis menyusun
SSP.
2) Neuroglia
Sel Glia, secara umum disebut sebagai neuroglia memberikan dukungan
struktural pada neuron. Jumlah sel ini sangat banyak, dengan rasio sel glia: neuron
mencapai 50:1. Sel glia juga mengontrol konsentrasi ion di lingkungan
ekstraselular dan berkontribusi pada transport nutrien, gas, dan sampah
metabolikantara neuron dan sistem vaskular dan CSS. Secara klinis, sel-sel ini
bertanggung jawab pada perkembangan beberapa tumor intrakranial. Terdapat
empat tipe sel neuroglia.
3) Neuron
Suatu badan sel saraf (soma) seperti sel lain yang memiliki organel yang
sama.struktur unik pada neuron seperti neurofibril, yang merupakan serangkaian
struktur seperti benang dan menyokong struktur lain. Badan nissl yaitu bagian dari
retikulum endoplasma yang terpuas gelap adalah ciri khas neuron.
Dendrit yang berbentuk pohon berfungsi sebagai pembawa pesan kepada badan
sel saraf; akson membawa pesan menjauhi badan sel saraf.
a) Neuron unipolar hanya memiliki satu serabut meninggalkan badan sel,
kemudian bercabang membentuk akson dan dendrit, fungsinya untuk
menyampaikan sinyal sensorik umum.
b) Neuron multipolar memiliki banyak sinapsis dan akson yang membuat
sinapsis menjadi banyak.
c) Neuron bipolar seringditemukan pada sistem sensorik khusus seperti mata,
hidung dan telinga.
Sumber : Ariani,
(2012). “sistem neurobehaviour”. Jakarta : Salemba Medika
c. Sistem saraf perifer
Sistem saraf perifer (SSP) merupakan saraf-saraf selain otak dan medulla spinalis.
SSP terdiri dari saraf kranial (12 pasang) yang keluar dari otak dan keluar dari saraf-
saraf medulla spinalis (31 pasang). (Tarwoto, 2013).
d. Saraf kranial
Ada 12 pasang saraf yang keluar dari otak yang dikenal dengan saraf cranial (nervus),
masing-masing memiliki nama yang berbeda dan memiliki fungsi masing-masing.
Saraf-saraf tersebut ada yang bersifat sensori, motorik ataupun keduanya.
(Tarwoto,2013)
e. Nervus kranialis
Tabel 1.1 sifat dan fungsi saraf kranial
Saraf kranial Tipe Fungsi
a. Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan neurologi
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem
suplai arteri otak sehingga terjadi gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
terjadinya kematian otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian (WHO, 2012).
b. Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh tersumbatnya
aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke
otak berkurang (Smltzer & Bare, 2010).
c. Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran
darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik.Stroke
thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis atau
pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior.
Tempat yang umum terjadi thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral
khususnya distribusi arteri carotis interna. (Fransisca, 2008; Price & Wilson,2012).
3. KLASIFIKASI
a. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada penderita hipertensi
(Ngoerah, 2010). Stroke hemoragi disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak. Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan. Stroke
hemoragik dibagi menjadi :
1) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemi sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2010).
4. ETIOLOGI
a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal
ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setetah thrombosis. 40 % kaitannya dengan kerusakan lokal
dinding akibat anterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak
pada lapisan intima arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan
berjumbal sehingga lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak:
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
danterjadi perdarahan.
2) Arteritis( radang pada arteri )
3) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain).
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke. Kebanyakan
emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang
dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi
berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak
dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-
bagian yang sempit. Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis,
infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi pulmonal adalah
tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah
atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral.
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi suplai
darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah
ke otak.
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar
durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi
subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi
otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2010).
5. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu penyakit
(Fletcher dkk, 2010). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor-faktor
yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2013). Penjabaran faktor risiko
tersebut sebagai berikut (Sacco dkk, 2010).
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
Faktor Risiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun
Seks Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena
stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi
serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga
tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi. Sementara, wanita lebih
berpotensi terserang stroke pada usia lanjut hingga kemungkinan
meninggal karena penyakit itu lebih besar.
Keturunan, Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat
sejarah stroke berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung,
dalam diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah, gaya dan pola
keluarga hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk
pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang
paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya.
6. PATOFISIOLOGI
Beberapa faktor penyebab stroke antara lain: hipertensi, penyakit kardiovaskular-
embolisme serebral berasal dari jantung, kolestrol tinggi, obesitas, peningkatan hematokrit
yang meningkatkan resiko infark serebral, diabetes mellitus, kontrasepsi oral (khususnya
dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), merokok, penyalahgunaan obat
(khususnya kokain), dan konsumsi alcohol.(Arif muttaqin, 2012)
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penyebab
infark pada otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, sehingga terjadi
thrombosis serebral, thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan odema dan kongesti
disekitarnya (Arif Muttaqin,2010).
Aneurisme intracranial adalah dilatasi dinding arteri serebral yang mungkin terjadi
karena hipertensi, arterosklerosis, yang mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah
dengan dilanjutkan kelemahan pada dinding pembuluh darah karena kerusaakan congenital
atau terjadi karena penambahan usia. Pelebaran Aneurisma dapat mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah di otak yang mengakibatkan terjadinya perdarahan intraserebral termasuk
perdarahan dalam ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak itu sendiri. Akibat
pecahnya pembuluh darah menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang
dapat mengakibatkan penekanan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema dan mungkin
herniasi otak (Arif Muttaqin,2010 ; bruner & suddarth, 2010).
Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infeksi, infark miocard,
katup jatung rusak, fibriasi atrium menyebabkan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara sehingga terjadinya emboli serebral, biasanya embolus
menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral
(Bruner & suddarth, 2010).
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan pefusi darah pada otak akan
menyebabkan insufisiensi darah ke otak sehingga akan terjadi keadaan hipoksia. Hipoksia
yang berlangsung dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang
sangat singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan deficit sementara dan bukan
deficit permanen. Sedangkan iskemik yang dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati
permanen dan mengakibatkan infark pada otak sehingga terdinya perubahan perfusi jaringan
serebral. Gangguan predaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme
pada sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga
kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat dari arteri-arteri
yang menuju otak sehingga bisa terjadi kerusan sel neuron. Selain kerusakan pada neuron
terjadi kerusakan pada pengaturan panas dalam otak (hipotalamus) yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan metabolism serebral (Fransisca B. Batticaca, 2010; Bruner &
Suddarth, 2010).
Semua faktor tersebut akan menyebabkan terjadinya stroke tergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah yang tersumbat). Secara patologis gambaran klinis yang sering terjadi yaitu
nyeri kepala, mual, muntah, hemiparesis atau hemiplegi, kesadaran menurun, kelumpuhan
wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak, kelemahan,
gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik),
perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, koma), afasia (bicara
tidak lancar), kesulitan memahami ucapan, disartria (bicara cadel atau pelo), gangguan
penglihatan, vertigo, pasien harus berbaring di tempat tidur, pasien sulit bernafas, adanya
ronchi, dan batuk, pasien juga sering bertanya-tanya dengan penyakitnya dan terjadi
peningkatan suhu tubuh. Komplikasi yang terjadi akibat dari CVA yaitu hipoksia serebral
dan Embolisme serebral (FransiscaB.Batticaca, 2008;Bruner & Suddarth, 2010;Arif
Muttaqin,2012)
7. MANIFESTASI KLINIS
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya (Arif Muttaqin, 2010).
1) Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2) Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
3) Tonus otot lemah atau kaku
4) Menurun atau hilangnya rasa
5) Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6) Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7) Disartria (bicara pelo atau cadel)
8) Gangguan persepsi
9) Gangguan status mental
10) Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Neurologis dan Fisik
Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan
1) Refleks hammer
2) Garputala
3) Kapas dan lidi
4) Penlight atau senter kecil
5) Opthalmoskop
6) Jarum steril
7) Spatel tongue
8) 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9) Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10) Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11) Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka
12) Baju periksa
13) Sarung tangan
3) Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat
dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s
(memiliki nilai 0 – 5)
1: tidak ada kontraksi sama sekali.
2: kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3: cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
g. Pemeriksaan Radiologi
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan pemeriksaan
paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat
diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.
3) Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas
terjadinya perdarahan otak.
5) USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6) EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
h. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang dapat menjadi
factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk metabolism
sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka akan dapat terjadi
kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai sumber untuk
metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan pencetus stroke
hemoragik
9. PENATALAKSANAAN
Menurut Tarwoto (2013) secara umum:
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, pada fase akut stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting
untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American
Heart Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-
jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah hemodinamik stabil,
terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua
larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi stroke, larutan
rumatan bisa diberikan untuk memelihara homeostasis elektrolit, kususnya
kalium dan natrium.
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mengalami gangguan
aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat penting untuk
mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolisme otak.
Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator
merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisis
gas darah atau oksimetri.
c) Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan intrakranial
biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu pengurangan
edema penting dilakukan misalnya dengan pemberian manitol, kontrol atau
pengendalian tekanan darah.
d) Monitor fungsi pernafasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor Jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit.
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko
injuri.
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
pemberian makanan.
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan.
j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks.
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat.
b) Program management bladder dan bowel.
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM).
d) Pertahankan integritas kulit.
e) Pertahankan komunikasi yang efektif.
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
g) Persiapan pasien pulang.
b. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari
50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidrosefalus obstruktif akut.
c. Terapi obat-obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke.
1) Stroke iskemia
a) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen).
b) Pemberian obat-obatan antung seperti digoksin pada aritmia jantung atau alfa
beta, kaptropil, antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.
2) Stroke haemoragik
a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium.
b) Diuretik : Manitol 20%, furosemide.
c) Antikonvulsan : Fenitoin.
10. KOMPLIKASI
Menurut Ariani (2012) komplikasi stroke yaitu:
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama).
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
2) Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama).
1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
2) Infark miokard.
3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi jangka panjang.
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vasikular perifer.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan
diagnosis keperawatan. (Lismidar, 2012)
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 2012)
(a) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
(b) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
(c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak
terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang
dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 2012)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2010)
(f) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 2010)
(g) Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai
dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit.
Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian
mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges,
2000)
Rencana Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral,
edema serebral
Kriteria hasil:
- Mempertahankan tingkat kesadaran fungsi kognitif dan motorik/sensori.
- Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil.
Intervensi keperawatan
(1) Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya koma atau menurunnya
perfusi jaringan otak.
R/ mempengaruhi intervensi.
(2) Catat status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal.
R/ mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP.
(3) Pantau tanda-tanda vital.
R/ reaksi mungkin terjadi oleh karena tekanan / trauma serebral pada daerah vasomotor
otak.
(4) Evaluasi pupil: ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya.
R/ reaksi pupil berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik. Ukuran
dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persyaratan simpatis dan
parasimpatis yang mempersarafinya.
(5) Catat perubahan dalam penglihatan : kebutuhan, gangguan lapang pandang.
R/ gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena dan
mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan.
(6) Kaji fungsi bicara jika pasien sadar.
R/ perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi.
(7) Letakkan kepala engan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
R/ menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi.
(8) Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yan tenang.
R/ aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK, istirahat dan ketenangan diperlukan
untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik.
(9) Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa.
R/ manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya
perdarahan.
(10) Kaji adanya, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan serangan kejang.
R/ merupakan indikasi adanya meningeal kejang dapat mencerminkan adanya
peningkatan TIK/trauma serebral yang memerlukan perhatian dan intervensi
selanjutnya.
(11) Kolaborasi
- Beri oksigen sesuai indikasi
- Beri obat sesuai indikasi anti koagulasi, antifibrolitik, antihipertensi
- Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
2. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia,
kerusakan perseptual/kognitif
Kriteria hasil:
- Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tak adanya kontraktur.
- Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena.
- Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktivitas.
- Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi keperawatan
(1) Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas secara fungsional/luasnya kerusakan
awal dan dengan cara yang teratur.
R/ mengidentifikasi kekuatan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulih.
(2) Ubah posisi pasien setiap 2 jam.
R/ menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
(3) Letakkan pasien pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sehari jika pasien dapat
mentoleransinya.
R/ membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional.
(4) Latih pasien untuk melakukan pergerakan ROM atif dan pasif untuk semua ekstremitas.
R/ Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
(5) Gunakan penyangga dengan ketika pasien berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
R/ penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya subluksasi lengan.
(6) Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat bantu untuk pengaturan posisi .
R/ kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot fleksor lebih kuat dibandingkan dengan
otot ekstensor.
(7) Tindakan Kolaborasi
- Berikan tempat tidur khusus sesuai indikasi.
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, ambulan pasien
- Berikan obat relaksan otot, antispasmodik, sesuai indikasi.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC.
Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta EGC.
Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Jakarta, Diknakes.
Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II,
Jakarta, EGC.
Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4,
Buku II, Jakarta, EGC.