Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA TROMBOSIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Anatomi fisiologi
Sistem persayarafan terdiri dari otak, medula spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini
bertanggung jawab untuk mengendalikan dan mengoordinasikan aktifitas sel tubuh
melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut berlangsung melalui
serat-serat saraf dan jaras-jaras secara langsung dan terus-menerus, perubahan potensial
elektrik menghasilkan respons yang akan mentransmisikan sinyal-sinyal. (Batticaca
,2008)
a. Otak
Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer
dari semua alat tubuh. Jaringan otak dibungkus oleh selaput otak dan tulang
tengkorak yang kuat dan terletak dalam kavum kranii. Berat otak orang dewasa kira-
kira 1400 gram, setengah padat dan berwarna kelabu kemerahan. Otak dibungkus
oleh tiga selaput otak (meningen) dan dilindungi oleh tulang tengkorak. Otak
mengapung dalam suatu cairan untuk menunjang otak yang lembek dan halus. Cairan
ini bekerja sebagai penyerap goncangan akibat pukulan dari luar terhadap kepala.
(Syaifuddin, 2016)
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu serebrum, batang otak, dan serebellum.
1) Serebrum
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang terdiri atas dua hemisfer
serebri dan dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut korpus kolosum
dan empat lobus, yaitu lobus frontal (terletak di depan sulkus pusat), lobus
pariental (terletak di belakang sulkus pusat dan diatas sulkus lateral), lobus
oksipital (terletak dibawah sulkus parieto-oksipital), dan lobus temporal (terletak
dibawah sulkus lateral). (Batticaca, 2008)
Serebrum merupakan bagian otak yang paling besar dan paling menonjol. Di sini
terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik,
juga mengatur proses penalaran, memori, dan inteligensi. Hemisfer serebri kanan
mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer serebri kiri mengatur bagian
tubuh kanan. Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontralateral. (Muttaqin,
2012)
Menurut Fransisca Batticaca (2008), serebrum terbagi menjadi 4 lobus :
a) Lobus Frontal.
Lobus frontal merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior. Area
ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian, dan
menahan diri.
b) Lobus Pariental.
Lobus pariental disebut juga lobus sensorik. Area ini menginterpretasikan
sensasi. Area ini mengatur individu untuk mengetahui posisi dan letak bagian
tubuhnya.
c) Lobus Temporal.
Lobus temporal berfungsi untuk mengintregasikan sensasi pengecapan,
penciuman, dan pendengaran. Memori jangka pendek sangat berhubungan
dengan daerah ini.
d) Lobus Oksipital.
Lobus oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer. Bagian ini bertanggung
jawab menginterpretasikan penglihatan.

Gambar 1.1 gambaran otak terlihat dari luar yang memperhatikan bagian-bagian penting dari lobus.

Sumber : Batticaca, (2008). “Asuhan keperawatan dengan gangguan sistem persyarafan”. Manokwari : Salemba
Medika
2) Otak kecil (Cerebellum).
Otak kecil atau cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung
leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya : mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan,
koordinasi otot dan gerak tubuh. Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerak otomatis yang dipelajari seperti gerak mengendarai mobil,
gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
(Kusumastuti, 2016).
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan
koordinasi gerak otot. Gerakan jadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut
tidak mampu memasukan makanan kedalam mulutnya atau tidak mampu
mengancingkan baju. (Hernanta Iyan, 2013
3) Batang otak
Brainstem berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala, bagian dasar dan
memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian
otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernafasan, denyut jantung,
mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumer insting
dasar manusia, yaitu Fight or flight (lawan atau lari) saat datang bahaya.
(Hernanta Iyan, 2013)
Batang otak berada pada fosa anterior. Batang otak terdiri dari mesenfalon, pons,
dan medula oblongata (dapat di lihat pada gambar 2.1). otak tengah (midbrain)
atau masenfalon (masencephalon) adalah bagian sempit otak yang melewati
incisura tertorii yang menghubungkan pons dan serebellum dengan hemiser
serebrum. Bagian ini terdiri atas jalur sensorik dan motorik serta sebagai pusat
pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebellum, di antara
mesenfalon dan medula oblongata dan merupakan jembatan antara dua bagian
serebrum, serta antara medula dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan
motorik. (Batticaca, 2008)
Batang otak, terdiri dari otak tengah, pons, medula oblongata.
a) Otak tengah/mesencephalon, Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol
(menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak
besardan sumsum tulang belakang). bagian yang menghubungkan
diencephalon dan pons. Fungsi utama menghantarkan impuls ke pusat otak
yang berhubungan dengan pergerakan otot, penglihatan, pembesaran pupil
mata, dan pendengaran.
Di depan otak tengah (diencephalon). Talamus (Pusat pengatur sensoris).
Hipotalamus (Pusat pengatursuhu, Mengatur selera makan, Keseimbangan
cairan tubuh). Bagian atas ada lobusoptikus (pusat refleks mata).
b) Pons: Merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
bersama dengan formasi reticular. Pons pada dasarnya merupakan bagian yang
menentukan apakah manusia terjaga atau tertidur.
c) Medula oblongata, merupakan pusat refleks guna mengontrol fungsi
involunter seperti detak jantung, pernafasan, bersin, menelan, batuk,
pengeluaran saliva, muntah.
b. Sel pada sistem saraf
Menurut Mulyanto. dkk, (2014) dalam buku medikal bedah : 503.
1) Struktur
Jaringan saraf terdiri atas neuroglia dan neuron (seperti pada pembuluh darah dan
jaringan ikat). Neuron bertanggung jawab pada komunikasi dan neuroglia
memberikan dukungan pada aktivitas neuron. Otak medula spinalis menyusun
SSP.
2) Neuroglia
Sel Glia, secara umum disebut sebagai neuroglia memberikan dukungan
struktural pada neuron. Jumlah sel ini sangat banyak, dengan rasio sel glia: neuron
mencapai 50:1. Sel glia juga mengontrol konsentrasi ion di lingkungan
ekstraselular dan berkontribusi pada transport nutrien, gas, dan sampah
metabolikantara neuron dan sistem vaskular dan CSS. Secara klinis, sel-sel ini
bertanggung jawab pada perkembangan beberapa tumor intrakranial. Terdapat
empat tipe sel neuroglia.
3) Neuron
Suatu badan sel saraf (soma) seperti sel lain yang memiliki organel yang
sama.struktur unik pada neuron seperti neurofibril, yang merupakan serangkaian
struktur seperti benang dan menyokong struktur lain. Badan nissl yaitu bagian dari
retikulum endoplasma yang terpuas gelap adalah ciri khas neuron.
Dendrit yang berbentuk pohon berfungsi sebagai pembawa pesan kepada badan
sel saraf; akson membawa pesan menjauhi badan sel saraf.
a) Neuron unipolar hanya memiliki satu serabut meninggalkan badan sel,
kemudian bercabang membentuk akson dan dendrit, fungsinya untuk
menyampaikan sinyal sensorik umum.
b) Neuron multipolar memiliki banyak sinapsis dan akson yang membuat
sinapsis menjadi banyak.
c) Neuron bipolar seringditemukan pada sistem sensorik khusus seperti mata,
hidung dan telinga.

Gambar 1.2 struktur sel saraf

Sumber : Ariani,
(2012). “sistem neurobehaviour”. Jakarta : Salemba Medika
c. Sistem saraf perifer
Sistem saraf perifer (SSP) merupakan saraf-saraf selain otak dan medulla spinalis.
SSP terdiri dari saraf kranial (12 pasang) yang keluar dari otak dan keluar dari saraf-
saraf medulla spinalis (31 pasang). (Tarwoto, 2013).
d. Saraf kranial
Ada 12 pasang saraf yang keluar dari otak yang dikenal dengan saraf cranial (nervus),
masing-masing memiliki nama yang berbeda dan memiliki fungsi masing-masing.
Saraf-saraf tersebut ada yang bersifat sensori, motorik ataupun keduanya.
(Tarwoto,2013)
e. Nervus kranialis
Tabel 1.1 sifat dan fungsi saraf kranial
Saraf kranial Tipe Fungsi

(N.I) Nervus Sensorik Penerimaan dan persepsi bau


olfaktorius
(N.II) Nervus Sensorik Tajam penglihatan dan lapang pandang
optikus
(N.III) Nervus Motorik Pergerakan mata, mengangkat kelopak mata
okulomotoris Parasimpatik Perubahan kontrikso pupil

(N.IV) Nervus Motorik Pergerakan bola mata


Troklearis
(N.V) Nerus Sensorik Sensasi pada kornea, membran mukosa hidung, muka,
Trigeminal sensasi area maksilaris, ⅔ bagian depan lidah dan gigi,
sensasi daerah mandibula.
Motorik Mengunyah

(N.VI) Nervus Motorik Pergerakan mata ke lateral


Abducens
(N.VII) Nervus Sensorik Rasa pada ⅔ bagian depan lidah, sensasi pharing
Facialis Motorik Pergerakan ekspresi wajah
Parasimpatik Pengeluaran saliva

(N.VIII) Nervus Sensorik Keseimbangan dan pendengaran


Vestibulocochlear
(N.IX) Nervus Sensorik Rasa pada ⅓ belakang lidah, sensasi pharingeal
Glosopharingeal Motorik Menelan

(N.X) Nervus Sensorik Sensasi faring, laring


Vagus Motorik Menelan
Parasimpatis Pergerakan otot dalam thorak dan abdomen

(N.XI) Nervus Motorik Pergerakan leher dan bahu


Accessorius
(N.XII) Nervus Motorik Pergerakan lidah
Hypoglossus
Sumber : Black, Joyce. M. (2014). Keperawatan medikal bedah edisi 8 buku 3. W terjemahan. Jakarta : Elsevier

Gambar 2.3 Nervus Cranialis

Sumber : Black, Joyce &


Hawks, Jane, (2014). “Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 buku 3”. Jakarta : Elsevier

f. Sistem saraf otonom


SSO mempersarafi alat-alat dalam tubuh seperti, mempersarafi otot jantung, kelenjar,
pembuluh darah, dan ginjal. Fungsi saraf otonom mengatur motilitas dan sekresi pada
kulit, pembuluh darah, dan organ viseral dengan cara mmerangsang pergerakan otot
polos dan kelenjar eksokrin. Regulasi otonom dibawa pleh serabut saraf simpatik dan
parasimpatik (Syaifuddin, 2013). System saraf autonom dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Sistim saraf simpatis.
Saraf simpatis terdiri dari 25 pasang simpul saraf, terletak di sebelah kiri-kanan
tulang belakang, berpangkal pada medulla spinalis di daerah leher dan di daerah
pinggang sehingga disebut juga saraf torakolumbar. Praganglion pendek.
a) Praganglion → urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion.
b) Post ganglion → urat saraf yang berada pada ujung ganglion
Saraf simpatis mempersarafi:
a) Jantung : kecepatan denyutdan kekuatan kontraksi jantung.
b) Arteri dan vena besardan kecil : konstriksi.
c) Otot polos saluran cerna : penurunan motilitas.
d) Otot polos sal nafas : relaksasi bronkus dan penurunan sekrei bronkus.
e) Merangsang kelenjar keringat
2) Sistim saraf parasimpatis
Urat praganglionnya panjang karena menempel pada organ yang dibantu,
berpangkal pada medulla oblongata, kerjanya berlawanan dengan kerja saraf
simpatis.
Terbagi menjadi dua bagian : saraf otonom kranial ( saraf kranial III, VII, IX, X)
dan saraf otonom sakral
Saraf parasimpatis mempersarafi:
a) Jantung : memperlambat kecepatan denyut.
b) Sal cerna : meningkatkan motilitas.
c) Sal nafas : konstriksi jalan nafas
g. Peredaran darah otak
Menurut Tarwoto (2013), Suplay darah ke otak bersifat konstan untuk memenuhi
kebutuhan normal otak seperti nutrisi dan metabolisme. Hampir ⅓ kardiak output dan
20% oksigen dipergunakan untuk otak. Otak memerlukan suplay darah kira-kira 750
ml/menit. Kekurangan suplai darah ke otak akan menimbulkan kerusakan jaringan
otak yang menetap baik penyumbatan gumpalan darah sampai pecahnya pembuluh
darah.
Otak secara umum diperdarahi oleh dua pasang arteri utama yaitu arteri vertebra dan
arteri karotis interna. Arteri-arteri ini membentuk jaringan pembuluh darah kolateral
yang disebut Circle Willis. Arteri vertebra memenuhi sebagian besar hemisfer kecuali
oksipital, basal ganglia dan ⅔ diatas encephalon.
h. Barier darah otak
Barier darah otak (sawar otak) adalah sekat bagi keadaan internal di otak dan
berfungsi sebagai pengatur substansi yang masuk dari ekstasel otak. Sawar otak
secara fisiologis membantu mempertahankan dan menjaga keseimbangan konsentrasi
ion di lingkungan otak. Pada bagian ini sawar otak sangat lah peka terhadap elektrolit
seperti sodium, potasium dan klorida. Sawar otak juga sangat peka terhadap air,
carbon dioksida, oksigen, dan substansi larutan lemak seperti alkohol dan molekul-
molekul kecil dan sangat selektif terhadap obat-obatan tertentu, racun, plasma protein
dan molekul-molekum besar. (Tarwoto, 2013).
i. Aliran darah otak
Aliran darah keotak sangat penting karna otak membutuhkan oksigen dan glukosa
yang berguna untuk memelihara fungsi normal saraf. Otak membutuhkan aliran darah
sekitar 55ml/100 gram otak per menit atau sekitar 750-800 ml darah masuh ke dalam
otak. Meskipun berat otak hanya 2% tetapi otak menerima 15-20% kardiak output
dan menggunakan 20% kebutuhan oksigen tubuh. (Tarwoto, 2013)
2. DEFINISI

a. Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan neurologi
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem
suplai arteri otak sehingga terjadi gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
terjadinya kematian otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian (WHO, 2012).
b. Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh tersumbatnya
aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke
otak berkurang (Smltzer & Bare, 2010).
c. Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran
darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik.Stroke
thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis atau
pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior.
Tempat yang umum terjadi thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral
khususnya distribusi arteri carotis interna. (Fransisca, 2008; Price & Wilson,2012).

3. KLASIFIKASI
a. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada penderita hipertensi
(Ngoerah, 2010). Stroke hemoragi disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak. Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan. Stroke
hemoragik dibagi menjadi :
1) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemi sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2010).

Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan


tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari
darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di
ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.

b. Stroke Iskemik / Non Hemoragik


Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke
otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85% disebabkan oleh sumbatan karena
bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak
dan karena embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranii (arteri
yang berada di luar tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa arteri
intrakranii (arteri yang ada di dalam tengkorak). Gangguan darah, peradangan, dan
infeksi merupakan penyebab sekitar 5-10 persen terjadinya stroke hemoragi dan menjadi
penyebab tersering pada orang berusia muda (Mansjoer, 2010). Stroke iskemik dibagi
menjadi :
a) Berdasarkan manifestasi klinis
1) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b) Berdasarkan Kausal:
1) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh
darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain
itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low
Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik
terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait
dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
2) Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak
yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan
darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

4. ETIOLOGI
a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal
ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setetah thrombosis. 40 % kaitannya dengan kerusakan lokal
dinding akibat anterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak
pada lapisan intima arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan
berjumbal sehingga lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak:
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
danterjadi perdarahan.
2) Arteritis( radang pada arteri )
3) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain).
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke. Kebanyakan
emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang
dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi
berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak
dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-
bagian yang sempit. Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis,
infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi pulmonal adalah
tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah
atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral.
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi suplai
darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah
ke otak.
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar
durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi
subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi
otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2010).

5. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu penyakit
(Fletcher dkk, 2010). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor-faktor
yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2013). Penjabaran faktor risiko
tersebut sebagai berikut (Sacco dkk, 2010).
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
Faktor Risiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun
Seks Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena
stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi
serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga
tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi. Sementara, wanita lebih
berpotensi terserang stroke pada usia lanjut hingga kemungkinan
meninggal karena penyakit itu lebih besar.
Keturunan, Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat
sejarah stroke berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung,
dalam diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah, gaya dan pola
keluarga hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk
pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang
paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya.

Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah:


Faktor Risiko Keterangan
Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan
pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi
memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat
dibandingkan orang yang bebas hipertensi. Sekitar 40-90%
penderita stroke ternyata mengidap hipertensi sebelum terkena
stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 140—90 tergolong
dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi
pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan
pertambahan umur. Pada orang berusia lanjut, faktor lain di
luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke.
Pada seorang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke
meningkat terus hingga usia 90, menyamai risiko stroke pada
seorang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian
menunjukkan, obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi
risiko stroke sebesar 38% dan pengurangan angka kematian
akibat stroke sebesar 40%.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua
kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa
diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner → Indikator kuat kedua dari
keberadaan penyakit difusvaskular aterosklerotik dan potensi
sumber emboli dari thrombi mural karena Miocardiofarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi →
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial → Sangat terkait dengan stroke emboli dan
fibrilasi atrial karena penyakit jantung rematik; meningkatkan
risiko stroke sebesar 17 kali.
Lainnya → Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan
dengan stroke,seperti prolaps katup mitral, patent foramen
ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum dan
tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi
menunjukkan bahwa merokok jelas
menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin. Tingkat risiko berhubungan
dengan jumlah batang rokok yang dihisap. Penghentian
merokok mengurangi risiko.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah, plasma protein
terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting. Ketika
viskositas meningkat hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko
tingkat fibrinogen untuk stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah
dan kelainan sistem juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan
pembekuan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena
thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease → Dapat menyebabkan infark iskemik
atau hemoragik intraserebral dan perdarahan subaraknoid,
vena sinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian
stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria → Dapat
mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke
obat termasuk methamphetamines, norepinefrin , LSD, heroin, dan
kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis
yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi.
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan
setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, namun hubungannya
dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol
tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.
Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas
antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali.
Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih
dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkatkan koagulasi
karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver atau
jarang penyebab autoimun.
Diet Konsumsi alkohol → Ada peningkatan risiko infark otak, dan
perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan
alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol
dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada tekanan
darah, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel
darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan
miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan
autoregulasi.
Kegemukan → Diukur dengan berat tubuh relatif atau body
mass indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit pembuluh Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
darah perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam
dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan
mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
atau homosistinuria stroke di usia muda adalah 10-16%.
Stres Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres
psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan
faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit
jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke.
Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.

6. PATOFISIOLOGI
Beberapa faktor penyebab stroke antara lain: hipertensi, penyakit kardiovaskular-
embolisme serebral berasal dari jantung, kolestrol tinggi, obesitas, peningkatan hematokrit
yang meningkatkan resiko infark serebral, diabetes mellitus, kontrasepsi oral (khususnya
dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), merokok, penyalahgunaan obat
(khususnya kokain), dan konsumsi alcohol.(Arif muttaqin, 2012)
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penyebab
infark pada otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, sehingga terjadi
thrombosis serebral, thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan odema dan kongesti
disekitarnya (Arif Muttaqin,2010).
Aneurisme intracranial adalah dilatasi dinding arteri serebral yang mungkin terjadi
karena hipertensi, arterosklerosis, yang mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah
dengan dilanjutkan kelemahan pada dinding pembuluh darah karena kerusaakan congenital
atau terjadi karena penambahan usia. Pelebaran Aneurisma dapat mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah di otak yang mengakibatkan terjadinya perdarahan intraserebral termasuk
perdarahan dalam ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak itu sendiri. Akibat
pecahnya pembuluh darah menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang
dapat mengakibatkan penekanan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema dan mungkin
herniasi otak (Arif Muttaqin,2010 ; bruner & suddarth, 2010).
Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infeksi, infark miocard,
katup jatung rusak, fibriasi atrium menyebabkan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara sehingga terjadinya emboli serebral, biasanya embolus
menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral
(Bruner & suddarth, 2010).
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan pefusi darah pada otak akan
menyebabkan insufisiensi darah ke otak sehingga akan terjadi keadaan hipoksia. Hipoksia
yang berlangsung dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang
sangat singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan deficit sementara dan bukan
deficit permanen. Sedangkan iskemik yang dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati
permanen dan mengakibatkan infark pada otak sehingga terdinya perubahan perfusi jaringan
serebral. Gangguan predaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme
pada sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga
kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat dari arteri-arteri
yang menuju otak sehingga bisa terjadi kerusan sel neuron. Selain kerusakan pada neuron
terjadi kerusakan pada pengaturan panas dalam otak (hipotalamus) yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan metabolism serebral (Fransisca B. Batticaca, 2010; Bruner &
Suddarth, 2010).
Semua faktor tersebut akan menyebabkan terjadinya stroke tergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah yang tersumbat). Secara patologis gambaran klinis yang sering terjadi yaitu
nyeri kepala, mual, muntah, hemiparesis atau hemiplegi, kesadaran menurun, kelumpuhan
wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak, kelemahan,
gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik),
perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, koma), afasia (bicara
tidak lancar), kesulitan memahami ucapan, disartria (bicara cadel atau pelo), gangguan
penglihatan, vertigo, pasien harus berbaring di tempat tidur, pasien sulit bernafas, adanya
ronchi, dan batuk, pasien juga sering bertanya-tanya dengan penyakitnya dan terjadi
peningkatan suhu tubuh. Komplikasi yang terjadi akibat dari CVA yaitu hipoksia serebral
dan Embolisme serebral (FransiscaB.Batticaca, 2008;Bruner & Suddarth, 2010;Arif
Muttaqin,2012)

7. MANIFESTASI KLINIS
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya (Arif Muttaqin, 2010).
1) Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2) Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
3) Tonus otot lemah atau kaku
4) Menurun atau hilangnya rasa
5) Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6) Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7) Disartria (bicara pelo atau cadel)
8) Gangguan persepsi
9) Gangguan status mental
10) Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Neurologis dan Fisik
Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan
1) Refleks hammer
2) Garputala
3) Kapas dan lidi
4) Penlight atau senter kecil
5) Opthalmoskop
6) Jarum steril
7) Spatel tongue
8) 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9) Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10) Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11) Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka
12) Baju periksa
13) Sarung tangan

b. Pemeriksaan Saraf Kranial


1) Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih. Lakukan
pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-bauan
seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk
lubang hidung yang satunya.
2) Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan.
Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan
snellenchart untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta
untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata dengan
mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah
luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat benda
tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur
berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat objek. Gunakan
opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk)
3) Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan
ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya perdarahan
pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal)
yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta klien
mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya
4) Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan ya
bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di
ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga area
wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang merasakan
sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang
digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke
depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat refleks
menutup mata.
f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi periksa
otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien
melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
5) Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke
ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua al;is
berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa
kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata kuat-kuat
dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk menggembungkan pipi dan
tekan dengan kedua jari.
6) Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan weber
test dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri tegak,
kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya ayunan tubuh,
minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah klien dapat
mempertahankan posisi
7) Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila uvula
terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit,
observasi gerakan menelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat
klien berbicara.
8) Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu secara
bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke
kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri
bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan kedua
telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa sekuat-
kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk
menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan
kekuatan daya dorong
9) Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan
ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi
dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain

c. Pemeriksaan Fungsi Motorik


Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,
impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla
spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1) Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2) Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai
persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan
berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan
pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
a) Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada
tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan
otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi
extremitas klien.
b) Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan
terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
c) Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.

3) Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat
dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s
(memiliki nilai 0 – 5)
1: tidak ada kontraksi sama sekali.
2: kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3: cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

d. Pemeriksaan Fungsi Sensorik


Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan
sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya
dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang
menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan
masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa
stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus. Gejala
paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling),
mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-
perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot,
twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai
keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1) Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan
refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2) Kapas untuk rasa raba.
3) Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4) Garpu tala, untuk rasa getar.
5) Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a) Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b) Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
c) Pen / pensil, untuk graphesthesia.

e. Pemeriksaan Fungsi Refleks


Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer.
Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :


1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih
300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan
refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari
lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada
tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan
fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi
ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai otot-
otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung
kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari
lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.

F. Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput


otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien
dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat.
Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada
sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba
meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila
tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas. Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan
rasa sakit terhadap hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan
tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar
fleksi.
2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan
menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

g. Pemeriksaan Radiologi
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan pemeriksaan
paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat
diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.

3) Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas
terjadinya perdarahan otak.
5) USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6) EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.

h. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang dapat menjadi
factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk metabolism
sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka akan dapat terjadi
kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai sumber untuk
metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan pencetus stroke
hemoragik

9. PENATALAKSANAAN
Menurut Tarwoto (2013) secara umum:
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, pada fase akut stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting
untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American
Heart Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-
jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah hemodinamik stabil,
terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua
larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi stroke, larutan
rumatan bisa diberikan untuk memelihara homeostasis elektrolit, kususnya
kalium dan natrium.
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mengalami gangguan
aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat penting untuk
mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolisme otak.
Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator
merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisis
gas darah atau oksimetri.
c) Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan intrakranial
biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu pengurangan
edema penting dilakukan misalnya dengan pemberian manitol, kontrol atau
pengendalian tekanan darah.
d) Monitor fungsi pernafasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor Jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit.
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko
injuri.
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
pemberian makanan.
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan.
j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks.
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat.
b) Program management bladder dan bowel.
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM).
d) Pertahankan integritas kulit.
e) Pertahankan komunikasi yang efektif.
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
g) Persiapan pasien pulang.
b. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari
50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidrosefalus obstruktif akut.
c. Terapi obat-obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke.
1) Stroke iskemia
a) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen).
b) Pemberian obat-obatan antung seperti digoksin pada aritmia jantung atau alfa
beta, kaptropil, antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.
2) Stroke haemoragik
a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium.
b) Diuretik : Manitol 20%, furosemide.
c) Antikonvulsan : Fenitoin.

10. KOMPLIKASI
Menurut Ariani (2012) komplikasi stroke yaitu:
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama).
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
2) Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama).
1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
2) Infark miokard.
3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi jangka panjang.
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vasikular perifer.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan
diagnosis keperawatan. (Lismidar, 2012)
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 2012)
(a) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
(b) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
(c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak
terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang
dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 2012)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2010)
(f) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 2010)
(g) Pola-pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
 Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai
dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
 Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
 Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
 Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
 Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
 Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
 Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit.
Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
 Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
 Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
 Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian
mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges,
2000)

(h) Pemeriksaan fisik


 Keadaan umum
 Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
 Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
 Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
 Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
 Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor
resiko.
 Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
 Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
 Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
 Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis
VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama,
refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
 Pemeriksaan refleks
 Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah,
afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000:
291)
2) Pemeriksaan penunjang
(a) Pemeriksaan radiologi
(b) Pemeriksaan laboratorium

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral, edema
serebral
2. Tidak efektifnya bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat
kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia, kerusakan
perseptual/kognitif
4. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol, nyeri, depresi
5. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakan sirkulasi serebral, kehilanga tonus otot fasial
ketidakmampuan berbicara

Rencana Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral,
edema serebral
Kriteria hasil:
- Mempertahankan tingkat kesadaran fungsi kognitif dan motorik/sensori.
- Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil.
Intervensi keperawatan
(1) Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya koma atau menurunnya
perfusi jaringan otak.
R/ mempengaruhi intervensi.
(2) Catat status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal.
R/ mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP.
(3) Pantau tanda-tanda vital.
R/ reaksi mungkin terjadi oleh karena tekanan / trauma serebral pada daerah vasomotor
otak.
(4) Evaluasi pupil: ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya.
R/ reaksi pupil berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik. Ukuran
dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persyaratan simpatis dan
parasimpatis yang mempersarafinya.
(5) Catat perubahan dalam penglihatan : kebutuhan, gangguan lapang pandang.
R/ gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena dan
mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan.
(6) Kaji fungsi bicara jika pasien sadar.
R/ perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi.
(7) Letakkan kepala engan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
R/ menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi.
(8) Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yan tenang.
R/ aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK, istirahat dan ketenangan diperlukan
untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik.
(9) Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa.
R/ manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya
perdarahan.
(10) Kaji adanya, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan serangan kejang.
R/ merupakan indikasi adanya meningeal kejang dapat mencerminkan adanya
peningkatan TIK/trauma serebral yang memerlukan perhatian dan intervensi
selanjutnya.
(11) Kolaborasi
- Beri oksigen sesuai indikasi
- Beri obat sesuai indikasi anti koagulasi, antifibrolitik, antihipertensi
- Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
2. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia,
kerusakan perseptual/kognitif
Kriteria hasil:
- Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tak adanya kontraktur.
- Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena.
- Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktivitas.
- Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi keperawatan
(1) Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas secara fungsional/luasnya kerusakan
awal dan dengan cara yang teratur.
R/ mengidentifikasi kekuatan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulih.
(2) Ubah posisi pasien setiap 2 jam.
R/ menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
(3) Letakkan pasien pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sehari jika pasien dapat
mentoleransinya.
R/ membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional.
(4) Latih pasien untuk melakukan pergerakan ROM atif dan pasif untuk semua ekstremitas.
R/ Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
(5) Gunakan penyangga dengan ketika pasien berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
R/ penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya subluksasi lengan.
(6) Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat bantu untuk pengaturan posisi .
R/ kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot fleksor lebih kuat dibandingkan dengan
otot ekstensor.
(7) Tindakan Kolaborasi
- Berikan tempat tidur khusus sesuai indikasi.
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, ambulan pasien
- Berikan obat relaksan otot, antispasmodik, sesuai indikasi.

3. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan


ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi
Kriteria hasil:
- Mendemonstrasikan teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
- Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
- Mengidentifikasi sumber pribadi.
Intervensi Keperawatan
(1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
R/ membantu dalam mengantisipasi pemenuhan kebutuhan secara individual.
(2) Pertahankan dukungan sikap, yang tegas, beri pasien waktu ya cukup untuk mengerjakan
tugasnya.
R/ Pasien akan memerlukan empati tetap perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang
akan membantu pasien secara konsisten.
(3) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang keutuhannya.
R/ tidak dapat mengatakan kebutuhannya pada fase pemulihan akut tetapi biasanya dapat
mengontrol kembali fungsi sesuai perkembangan proses penyembuhan.
(4) Kolaborasi
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.
R/ memberikan bantuan untuk mengembangkan rencana terapi dan meng-
identifikasikan kebutuhan alat penyokong khusus.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC.
Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta EGC.
Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Jakarta, Diknakes.
Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II,
Jakarta, EGC.
Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4,
Buku II, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai