Anda di halaman 1dari 14

Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan
heraldik, perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda,
dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas
pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang
kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang
negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.

Pemangku

Republik Indonesia

Sejak

11 Februari 1950

Perisai

Di bagian tengah Garuda, melambangkan Pancasila, ideologi nasional Indonesia

Penopang

Garuda (penopang tunggal)

Semboyan

Bhinneka Tunggal Ika

Elemen

Jumlah bulu Garuda melambangkan tanggal 17 Agustus 1945, hari kemerdekaan Republik Indonesia

Penggunaan

* Lambang Negara (contoh pada paspor Indonesia dan dokumen resmi kenegaraan),

lambang kenegaraan dan ideologi nasional,

penggunaan resmi kenegaraan lainnya

Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No.
43/1958.[1]

Garuda, kendaraan (wahana) Wishnu tampil di berbagai candi kuno di Indonesia, seperti Prambanan,
Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho dalam bentuk relief atau arca. Di
Prambanan terdapat sebuah candi di muka candi Wishnu yang dipersembahkan untuk Garuda, akan
tetapi tidak ditemukan arca Garuda di dalamnya. Di candi Siwa Prambanan terdapat relief episode
Ramayana yang menggambarkan keponakan Garuda yang juga bangsa dewa burung, Jatayu,
mencoba menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana. Arca anumerta Airlangga yang
digambarkan sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi Belahan mungkin adalah arca
Garuda Jawa Kuno paling terkenal, kini arca ini disimpan di Museum Trowulan.

Garuda muncul dalam berbagai kisah, terutama di Jawa dan Bali. Dalam banyak kisah Garuda
melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai
kendaraan Wishnu, Garuda juga memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga tatanan alam
semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai "Tuan segala makhluk yang dapat terbang"
dan "Raja agung para burung". Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai makhluk yang memiliki
kepala, paruh, sayap, dan cakar elang, tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya
digambarkan dalam ukiran yang halus dan rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan dalam
posisi sebagai kendaraan Wishnu, atau dalam adegan pertempuran melawan Naga. Posisi mulia
Garuda dalam tradisi Indonesia sejak zaman kuno telah menjadikan Garuda sebagai simbol nasional
Indonesia, sebagai perwujudan ideologi Pancasila. Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai
penerbangan nasional Indonesia Garuda Indonesia. Selain Indonesia, Thailand juga menggunakan
Garuda sebagai lambang negara.

Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia 1945–1949, disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh
Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu
Republik Indonesia Serikat) memiliki lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia
Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto
Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar
Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini
bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada
pemerintah

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku "Bung Hatta Menjawab" untuk melaksanakan
Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua
rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses
selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin
ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno
dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan
rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula
adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal
Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan
Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat
masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap
gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap
terlalu bersifat mitologis.[2]

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan
berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila.
Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada
Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar
Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya
Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11
Februari 1950.[3] Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan
tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk
pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15
Februari 1950.

Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno
memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya
diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi
cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan
Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda
gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat.[2] Untuk terakhir
kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu
dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda
Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan
dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara
Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.Garuda Sunting

Garuda Pancasila adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah
bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda
digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang
besar dan negara yang kuat.

Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.

Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga
pembangunan.

Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945, antara lain:

17 helai bulu pada masing-masing sayap

8 helai bulu pada ekor

19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor

45 helai bulu di leher

Perisai Sunting

Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai
bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai
tujuan.

Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang
menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis
khatulistiwa membentang dari timur ke barat.

Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia "merah-putih".
Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.

Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan
lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut[4]:
Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai
berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam[5];

Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan
dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar merah[6];

Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai
berlatar putih[7];

Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng[8] di bagian kanan atas perisai
berlatar merah[9]; dan

Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di
bagian kanan bawah perisai berlatar putih.

Pita bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika Sunting

Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika"
berwarna hitam.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata
"bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika"
berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna
meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara
pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk
menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Lambang Negara Indonesia berbentuk burung garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan
(dari sudut pandang garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang di gantung dengan rantai
pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti "Berbeda-beda tetapi tetap
satu" ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.

Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak yang kemudian disempurnakan oleh
Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang
Kabinet Republik Indonesia Serikat Tanggal 11 Februari 1950. Lambang negara Garuda Pancasila
diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958.

Garuda Pancasila juga merupakan dan nama sebuah lagu nasional Indonesia yang diciptakan lagu
dan liriknya oleh Sudharnoto.

Garuda Pancasila

Akulah pendukungmu

Patriot proklamasi

Sedia berkorban untukmu


Pancasila dasar negara

Rakyat adil makmur sentosa

Pribadi bangsaku

Ayo maju maju

Ayo maju maju

Ayo maju maju

Sejak tahun 1951, bangsa Indonesia, dengan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951, menetapkan
lambang negara bagi negara-bangsa yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ketetapan
tersebut dikukuhkan dengan perubahan UUD 1945 pasal 36A yang menyebutkan: ”Lambang Negara
ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Lambang negara Garuda Pancasila
mengandung konsep yang sangat esensial dan merupakan pendukung serta mengikat pilar-pilar
dimaksud. Burung Garuda yang memiliki 17 bulu pada sayapnya, delapan bulu pada ekornya, 45 bulu
pada leher dan 19 bulu pada badan di bawah perisai, menggambarkan tanggal berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Perisai yang digantungkan di dada Garuda menggambarkan sila-sila
Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sementara
itu Garuda mencengkeram pita yang bertuliskan ”Bhinneka Tunggal ika,” menggambarkan
keanekaragaman komponen bangsa yang harus dihormati, didudukkan dengan pantas dan dikelola
dengan baik. Dengan demikian terjadilah suatu kesatuan dalam pemahaman dan mendudukkan
pilar-pilar tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Apa saja dasar hukum yg mengatur lambang negara indonesia?

Dasar hukum yang mengatur lambang negara Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945
dan dipertegaskan oleh Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951. Garuda Pancasila adalah Lambang
Negara Republik Indonesia. Penulisan nama resmi lambang negara Indonesia tersebut terdapat
dalam pasal 36 A UUD 1945 yang berbunyi “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika”.

Pembahasan

Keragaman adalah kondisi dimana masyarakat terdapat perbedaan -perbedaan. Indonesia


merupakan salah satu negara yang tidak hanya dikaruniai keragaman Sumber Daya Alam yang
melimpah tetapi juga keragaman suku, agama, ras bahasa, dan budaya. Keragaman yang ada di
Indonesia secara resmi tercantum dalam lambang Garuda Indonesia beserta semboyan Bhinneka
Tunggal Ika.

Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan dipertegaskan oleh Peraturan
Pemerintah No. 66 Tahun 1951.Garuda Pancasila adalah Lambang Negara Republik Indonesia.
Penulisan nama resmi lambang negara Indonesia tersebut terdapat dalam pasal 36 A UUD 1945 yang
berbunyi “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika”.
Adapun makna dari setiap detail Garuda Pancasila ialah :

Warna kuning emas pada tubuh garuda melambangkan bangsa yang besar dan berjiwa sejati.

Kepala Burung Garuda yang menoleh ke kanan Arah ke kanan dianggap arah yang baik sehingga
kepala Garuda dibuat menghadap ke kanan.

Sayap yang membentang adalah siap terbang ke angkasa.Hal ini melambangkan dinamika dan
semangat untuk menjunjung tinggi nama baik bangsa dan negara.

Di tengah badan terdapat perisai yang bermakna benteng ketahanan. Masing-masing simbol di
dalam perisai melambangkan sila-sila dalam Pancasila, yaitu:

Sila Pertama --> Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa .

Sila Kedua --> Rantai melambangkan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab .

Sila Ketiga --> Pohon Beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia.

Sila Keempat --> Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan.

Sila Kelima --> Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang dilintasi
Garis Khatulistiwa, yang merupakan lambang geografis lokasi Indonesia.

Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:

Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17

Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8

Jumlah bulu dibawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19

Jumlah bulu pada leher berjumlah 45.

Pada bagian bawah Garuda Pancasila, terdapat pita putih yang dicengkeram, yang bertuliskan "
BHINNEKA TUNGGAL IKA " yang merupakan semboyan negara Indonesia. Kata “Bhineka” berarti
beraneka ragam atau berbeda-beda, Kata “Tunggal” berarti satu, dan Kata “Ika” berarti itu. Bhineka
Tunggal Ika berarti " berbeda-beda tetapi tetap satu jua ". (Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular).

Hal ini merupakan sebuah harapan agar Indonesia sebagai negara kesatuan tetap bersatu, tidak
terpecah belah, meskipun terdapat berbagai macam perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang ada
diharapkan tidak menjadi pembatas, melainkan sebuah sarana agar Indonesia semakin dikenal di
mata dunia.

LAMBANG NEGARA

SEJARAH

REPORT THIS AD

Tidak diketahui secara pasti, namun dalam sejarah bangsa Indonesia Lambang Burung Garuda
terdapat dalam Lencana Garuda Mukha yang dikenakan oleh Prabu Airlangga yang digambarkan
sebagai Dewa Wisnu yang mengendarai Burung Garuda yang bergelar Resi Getayu.

Bersumber dari museum Idayu Jakarta terdapat beberapa rancangan Lambang Negara. Sekitar akhir
tahun 1949 diketahui adanya sesuatu panitia yang merancang Lambang Negara, diantaranya adalah
Mr. Mohamad Yamin dan Sultan Hamid II.

Data yang pasti diketahui tanggal 8 Februari 1950 terdapat rancangan Lambang Negara yang dibuat
oleh Mr. Mohammad yamin yang telah dipersiapkan di Istana Gambir, dalam rangka Rapat Panitia
Lambang Negara bersama Presiden Republik Indonesia I, yang kemudian tercatat dalam sejarah
selanjutnya rancangan mana yang terpilih.

Pada Sidang DPR RIS tanggal 20 Februari 1950 Lambang Negara yang terpampang sama dengan
sekarang ada.

DASAR HUKUM

1. Peraturan Pemerintah yang menetapkan Lambang Negara secara resmi adalah PP No. 66 tahun
1951, tanggal 17 Oktober 1951, yang dinyatakan berlaku tanggal 17 Agustus 1952. Dimasukan ke
dalam Lembaran Negara tahun 1951, (LN 1951 – 111).

2. Penggunaannya diatur oleh PP No. 43 tahun 1958, yang dimasukan ke Lembaran Negara No. 71
tahun 1958.

Lambang negara ditetapkan berupa suatu lukisan yang diambil dari salah satu bentuk-bentuk
perwujudan peradaban Indonesia yang hidup dalam mythologi, symbologi dan kesusastraan
Indonesia dan tergambar pada beberapa candi sejak abad ke 6 sampai dengan abad ke 16.
BENTUK

Pada garis besarnya Lambang Negara itu terbagi atas 3 (tiga) bagian yaitu :

1. Burung Garuda yang menengok dengan kepala lurus ke sebelah kanan.

2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda.

3. Semboyan ditulis di atas pita yang dicengkram oleh Garuda.

MAKNA LAMBANG NEGARA

Dengan bagian-bagiannya

1. Burung Garuda, yang digantungi perisai, dengan paruh, sayap, ekor dan cakar melambangkan
tenaga pembangunan.

2. Sayapnya yang berbulu tujuh belas (setiap sayapnya) melambangkan tanggal 17 (tanggal
kemerdekaan).

3. Ekor berbulu delapan menandakan bulan ke 8 / Agustus, bulan kemerdekaan Republik Indonesia.

4. Bulu leher sebanyak 45 (empat puluh lima) menandakan tahun kemerdekaan (1945).

5. Perisai atau tameng berbentuk jantung adalah senjata yang dikenal dalam kebudayaan dan
peradaban Indonesia sebagai tanda perjuangan untuk mencapai tujuan dengan jalan melindungi diri.

Senjata yang demikian itu dijadikan lambang, karena wujud dan artinya tetap, tidak berubah-ubah,
yakni sebagai lambang perjuangan dan perlindungan.

Dengan mengambil bentuk perisai ini, maka Republik Indonesia berhubungan langsung dengan
peradaban Indonesia asli.
Garis hitam tebal ditengah-tengah perisai ini dimaksudkan khatulistiwa (equator)yang melewati
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Barat. Hal menyatakan bahwa Republik Indonesia adalah
negara yang merdeka dan berdaulat penuh dipermukaan bumi berhawa panas.

Lima buah ruang pada perisai itu masing-masing mewujudkan dasar Negara Republik Indonesia,
PANCASILA, yaitu :

v Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa

Tertulis dengan Nur Cahaya diruangan tengah berbentuk bintang yang bersudut lima.

v Dasar Kerakyatan

Dilukiskan dengan Kepala Banteng sebagai lambang tenaga rakyat.

v Dasar Kebangsaan

Dilukiskan dengan Pohon Beringin, tempat berlindung.

v Dasar Perikemanusiaan

Dilukiskan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi. Rantai bermata bulatan menunjukan
bagian perempuan berjumlah 9 (sembilan), dan rantai bermata persegi berjumlah 8 (delapan)
menunjukan bagian laki-laki. Jumlah rantai sebanyak 17 (tujuh belas) itu sambung menyambung
tidak putus-putusnya sesuai dengan sifat manusia yang turun temurun.

v Dasar Keadilan Sosial

Dilukiskan dengan padi dan kapas sebagai tanda tujuan kemakmuran, kedua gambar tumbuh-
tumbuhan tersebut (padi dan kapas) sesuai dengan hymne yang memuji-muji pakaian (sandang) dan
makanan (pangan).

6. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” dapat disalin diartikan sebagai berbeda-beda tetapi tetap satu
jua.
Sedangkan perkataan Bhinneka itu sendiri adalah gabungan dua perkataan : Bhinna dan Ika.

Adapun makna dari pepatah itu adalah penggambaran dari persatuan dan kesatuan Nusa dan
Bangsa Indonesia walaupun keluar memperlihatkan perbedaan dan perlainan. Kalimat itu telah tua
sekali usianya dan telah dipakai oleh pujangga terutama oleh Empu Tantular dalam kitabnya
Sutasoma, yang mengartikan pepatah tersebut sebagai “Diantara Pusparagam ada Persatuan”.

WARNA

Warna Lambang Negara yang dipakai adalah (terutama) tiga warna, yaitu Merah, Putih, Kuning
Emas. Disamping itu dipakai juga warna hitam sebagai warna yang sebenarnya ada di alam.

Warna Emas dipakai oleh semua burung garuda, yang menggambarkan kebesaran bangsa dan
keluhuran negara.

Warna Merah Putih dipakai pada ruangan perisai ditengah-tengah dan pada pita dalam cengkraman
cakarnya.

PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA

Penggunaan Lambang Negara diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 43 tentang lambang Negara
tanggal 26 Juni 1958 (L.N. 1958 – 71) yang disesuaikan dengan keadaan sekarang, berbunyi sebagai
berikut :

REPORT THIS AD

a. Pemasangan Lambang Negara di muka sebelah luar gedung dianggap sebagai suatu keistimewaan.

Oleh karena itu pemasangan dengan cara ini dibatasi pada gedung dan rumah jabatan, yaitu rumah
dinas yang khusus disediakan untuk jabatan-jabatan tertentu, yaitu :
v Gedung-gedung MPR, DPR, Mahkamah Agung, DPA, BPK, Sekretariat Negara, BAPPENAS.

v Rumah-rumah jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur / Kepala Daerah dan Kepala
Daerah yang setingkat dengan itu.

b. Pemasangan Lambang Negara di dalam gedung :

1. Pemasangan Lambang Negara diharuskan di dalam tiap

1) Kantor Kepala Daerah

2) Ruang Sidang MPR dan DPR

3) Ruang Sidang Peradilan

4) Markas Angkatan Perang

5) Kantor Keplosian Negara

6) Kantor Imigrasi

7) Kantor Bea dan Cukai

8) Kantor Syahbandar

2. Pemasangan Lambang Negara diperbolehkan pada tiap kantor negeri lain, di luar kantor tersebut
di atas.

3. Jika Lambang Negara dalam suatu ruangan ditempatkan bersama-sama dengan Presiden dan /
atau gambar Wakil Presiden, maka kepada Lambang Negara diberi tempat paling sedikit sama
dengan yang diberikan kepada gambar itu.
c. Pemasangan Lambang Negara secara lain

1) Lambang Negara dipasang pada paspor dan tiap Lembaran Negara dan Berita Negara serta
tambahan-tambahannya pada halaman pertama atas tengah.

2) Lambang Negara hanya diperbolehkan untuk cap jabatan Presiden, Wakil Presiden, Ketua MPR,
Ketua DPR, Ketua Mahkamah Agung, Ketua DPA, Ketua BPK, Ketua BAPPENAS, Kepala Daerah
Tingkat Bupati ke atas dan Notaris.

3) Di dalam cap dinas untuk kantor-kantor pusat dari jabatan-jabatan tersebut dalam huruf b angka
2 di atas boleh dilukiskan Lambang Negara.

4) Lambang Negara dapat digunakan pada surat jabatan Presiden, Wakil Presiden, Ketua MPR, Ketua
DPR, Ketua Mahkamah Agung, Ketua DPA, Ketua BPK, Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Nagara,
termasuk sekretaris-sekretaris di bawahnya, Gubernur / Kepala Daerah dan Notaris.

5) Lambang Negara dapat digunakan pada :

v Mata uang logam dan mata uang kertas.

v Kertas bermaterai (dalam materainya)

v Surat Ijazah Negara

v Barang negara di rumah-rumah jabatan Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri Luar Negeri.

v Pakaian-pakaian resmi yang dianggap perlu oleh Pemerintah.

v Buku-buku dan majalah-majalah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.

v Buku kumpulan Undang-undang yang diterbitkan oleh Pemerintah, juga buku kumpulan Undang-
undang yang diterbitkan oleh Partikelir.
v Surat-surat kapal dan barang-barang lain dengan seizin Menteri yang bersangkutan.

6) Lambang Negara dapat digunakan diadakannya peristiwa-peristiwa resmi, pada gapura dan
bangunan-bangunan lainnya yang pantas.

7) Lambang Negara dalam bentuk Lencana dapat digunakan di suatu negara asing oleh Instansi-
instansi Pemerintah Republik Indonesia dilakukan menurut peraturan atau kebiasaan tentang
penggunaan lambang kebangsaan asing yang berlaku di negeri itu.

LARANGAN

Pada dasarnya Lambang Negara dilarang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah tentang
Penggunaan Lambang Negara tahun 1958 No. 43 (L.N. 1958 – 71) yang ketentuan-ketentuan
pokoknya seperti diuraikan di atas, dan disamping itu :

a) Pada Lambang Negara dilarang menaruh huruf, kalimat, angka, gambar, atau tanda-tanda lain.

b) Dilarang menggunakan Lambang Negara sebagai perhiasan cap dagang, reklame perdagangan,
atau propaganda politik dengan cara apapun.

c) Dilarang membuat lambang perseorangan, perkumpulan, organisasi partikelir atau perusahaan


yang pada pokoknya sama sekali menyerupai Lambang Negara.

ANCAMAN HUKUMAN

Tindak pidana tersebut di bawah ini, yaitu :

a. Menggunakan Lambang Negara bertentangan dengan Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan


lambang Negara tahun 1958 No. 43 (L.N. 1958 – 71) dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah tentang Panji dan Bendera Jabatan.
b. Menaruh huruf, kalimat, angka, gambar, atau tanda-tanda lain pada Lambang Negara.

c. Menggunakan Lambang Negara sebagai perhiasan cap dagang, reklame perdagangan, atau
propaganda politik dengan cara apapun.

d. Lambang perseorangan, perkumpulan, organisasi partikelir atau perusahaan yang pada pokoknya
sama sekali menyerupai Lambang Negara.

Kesemuanya dianggap sebagai pelanggaran dan perbuatannya dihukum dengan hukuman selama-
lamanya tiga bulan atau denda

Anda mungkin juga menyukai