Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Lambang Negara Garuda Pancasila

Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka


Tunggal Ika. Lambang Negara Indonesia berbentuk burung garuda yang kepalanya menoleh ke
sebelah kanan (dari sudut pandang garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang di
gantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti
"Berbeda-beda tetapi tetap satu" ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.

Lambang Negara Indonesia; “Garuda Pancasila” diciptakan melalui proses yang panjang.
Berawal dari tuntutan agar Indonesia punya lambang negara, sayembara pun digelar. Sayangnya,
tak satu pun karya seniman Indonesia terpilih menjadi rancangan lambang negara. Dua nominasi
rancangan lambang negara itu malah muncul dari dua politisi, yakni Moh Yamin dan Sultan
Hamid II. Rajawali Garuda Pancasila, karya Sultan Hamid II dipilih, dan atas saran Presiden
Soekarno disempurnakan menjadi Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Gambar a Gambar b Gambar c Gambar d Gambar e Gambar f

Arca Raja Airlangga digambarkan sebagai Wishnu mengendarai Garuda (Gambar a), Lambang


negara saat masa Hindia Belanda pada 1800–1949 (Gambar b), Rancangan awal Garuda
Pancasila oleh Sultan Hamid II masih menampilkan bentuk tradisional Garuda yang bertubuh
manusia (Gambar c), Garuda Pancasila yang diresmikan penggunaannya pada 11 Februari 1950,
masih tanpa jambul dan posisi cakar di belakang pita (Gambar d), Lambang negara Republik
Indonesia Serikat tahun 1949–1950 (Gambar e), Lambang negara Indonesia tahun 1950-sekarang
(Gambar f).

 Tahun 1945

13 Juli 1945

Parada Harahap, anggota Panitia Perancang Undang Undang Dasar, mengusulkan agar
dibuat lambang negara selain bendera. Usulan itu disetujui oleh semua anggota panitia, tetapi
dalam bentuk Undang Undang Istimewa.
16 November 1945

Pemerintah membentuk Panitia Indonesia Raya yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara
dan Mohammad Yamin sebagai sekretaris. Panitia ini bertugas menyelidiki sejarah arti
lambang-lambang, keberadaan bendera merah putih, mitologi, simbologi, arkeologi,
kesusasteraan yang berkaitan dengan burung garuda dan simbol-simbol lain dalam peradaban
bangsa Indonesia seperti relief yang ada di beberapa candi di Pulau Jawa. Berbagai gejolak
politik di Tanah Air mengakibatkan tertundanya pekerjaan Panitia Indonesia Raya. Bahkan,
Moh Yamin yang menjabat sebagai sekretaris sempat ditahan karena peristiwa makar 3 Juli
1946.

 Tahun 1947

Pemerintah RI mengadakan sayembara rancangan lambang negara melalui organisasi


seni lukis seperti SIM (Seniman Indonesia Muda), Pelukis Rakyat, PTPI, dan KPP bagian
Kesenian. Namun, dalam kurun waktu tiga tahun, tidak ada satu pun karya yang terpilih. Hal
itu disebabkan karena kebanyakan seniman kurang paham hukum-hukum kesejarahan dari
lambang negara, sehingga tidak bisa menjelaskan arti dari rancangan lambang karya-karya
mereka.

 Tahun 1949-1950

20 Desember 1949

Presiden Soekarno, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun


1949, mengangkat Sultan Hamid II menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio. Selama
menjabat sebagai menteri, Sultan Hamid II ditugaskan untuk merencanakan, merancang, dan
merumuskan gambar lambang negara.

10 Januari 1950

Panitia Lencana Negara dibentuk di bawah koordinasi Menteri Negara Zonder Porto
Folio, Sultan Hamid II. Susunan panitia teknisnya adalah Mohammad Yamin (anggota DPR
Parlemen RIS) sebagai Ketua, Ki Hajar Dewantara (staf ahli Kementerian Pengajaran dan
Kebudayaan), MA Pellaupessy (Menteri Penerangan), M Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka
sebagai anggota. Panitia bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara lewat
sayembara untuk dipilih pemerintah.

26 Januari 1950

Ki Hajar Dewantara memberikan sumbangan pemikiran penelitian lambang Negara, yang


kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan Moh Yamin. Berdasarkan hasil kesepakatan
terdapat dua rancangan lambang Negara yakni dari Sultan Hamid II dan Moh Yamin
8 Februari 1950

Rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II
diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final itu mendapat masukan dari Partai
Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda
dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.

Sultan Hamid kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah
disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-
Garuda Pancasila (disingkat Garuda Pancasila).

10 Februari 1950

Rancangan gambar lambang Negara diserahkan kepada Mohammad Hatta untuk dibawa
ke pemerintah dan sidang parlemen RIS untuk dipilih.

15 Februari 1950

Hasil rancangan diperkenalkan kepada khalayak ramai di Hotel Des Indes, Jakarta.
Dalam rapat parlemen RIS bersama pemerintah ditetapkan lambang Negara rancangan Sultan
Hamid II yang dipilih, yakni burung garuda dengan kepala gundul yang dimasukan dalam
pasal 3 RIS.

Gambar rancangan Moh. Yamin ditolak Presiden Soekarno karena figur burung garuda
yang berbentuk setengah burung dan setengah manusia.

20 Februari 1950

Lambang Negara karya Sultan Hamid II mulai dipasang di dalam ruang Sidang Parlemen
RIS. Ketika itu, gambar bentuk kepala Rajawali-Garuda Pancasila masih gundul dan tidak
berjambul. Presiden Soekarno kemudian menyarankan agar bentuk Garuda Pancasila
disempurnakan, yakni kepalanya diubah menjadi berjambul seperti bentuk alamiah burung
rajawali.

20 Maret 1950

Gambar lambang Negara yang telah didisposisi oleh Presiden Soekarno dilukis kembali
oleh Dullah yang dibantu oleh Ruhl selaku ahli semiologi konsultan Sultan Hamid II.
Perubahan lambang Negara terdapat pada bagian cakar kaki yang mencengkram pita berisi
seloka Bhinneka Tunggal Ika menjadi menghadap ke depan. Lukisan Lambang Negara ini
yang disebarluaskan ke pelosok Negeri oleh Kementerian Penerangan RIS.

 Tahun 1951
10 Juli 1951

Dewan Menteri mengadakan rapat mengenai pengaturan lambang negara, yaitu


rancangan peraturan pemerintah yang mengatur Lambang Negara berdasarkan pasal 3
Undang-Undang Dasar Sementara 1950.

17 Agustus 1951

Lambang Negara dimasyarakatkan pemakaiannya di seluruh Negara Kesatuan Republik


Indonesia dan gambarnya disebarluaskan ke seluruh pelosok tanah air.

17 Oktober 1951

Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo menetapkan Peraturan


Pemeritah No. 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara. Pada pasal 2, 3 ditetapkan bahwa
warna, perbandingan ukuran, dan bentuk lambang negara adalah seperti ditentukan dalam
pasal 6, yaitu seperti terlampir dalam Peraturan Pemerintah tersebut.

28 November 1951

PP No. 66 Tahun 1951 diundangkan oleh Menteri Kehakiman M Nasroen dalam


Lembaran Negara No. 111 dan penjelasannya dalam Tambahan Lembaran Negara No. 176
Tahun 1951

Sejak saat itu, secara yuridis formal gambar lambang negara rancangan Sultan Hamid II
seperti terlampir dalam PP No. 66 Tahun 1951 telah resmi menjadi lambang Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

PP No. 66 tahun 1951 secara yuridis formal Garuda Pancasila resmi menjadi lambang
NKRI yang diundangkan oleh Menteri Kehakiman, M. Nasroen.

Anda mungkin juga menyukai