Anda di halaman 1dari 50

Demokrasi TerpimpinTahun

1960 -1965
Pengertian Demokrasi Terpimpin
 Demokrasi Terpimpin ditafsirkan dari sila ke-4
Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratn /
perwakilan. Kata “dipimpin” kemudian ditafsirkan
bahwa demokrasi harus dipimpin oleh presiden.
 Era Demokrasi Terpimpin di Indonesia
merupakan kolaborasi antara kepemimpinan PKI
dan kaum borjuis nasional dalam menekan
pergerakan-pergerakan independen kaum buruh
dan petani
Lahirnya Demokrasi Terpimpin
 Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan
Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawah
dekrit presiden. Soekarno juga membubarkan
Dewan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun
Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya
menyatakan diberlakukannya kembali
Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan
"Kembali ke UUD' 45". Soekarno memperkuat tangan
Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral
militer ke posisi-posisi yang penting.
 PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan
hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat
untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme,
agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan
NASAKOM.
Kabinet-kabinet
Pada masa ini terjadi banyak pergantian
kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak
stabil. Tercatat ada 2 kabinet pada masa ini.
 1957-1959 - Kabinet Djuanda
 kabinet kerja
Kabinet Djuanda

 Kabinet Djuanda,
disebut juga Kabinet
Karya, memerintah pada
periode 9 April 1957 -
10 Juli 1959.
 Catatan
 ^ Soenario digantikan
Rachmad Muljomiseno
 ^ J. Leimena digantikan
oleh
Muljadi Djojomartono
1. Perdana Menteri  : Djuanda
2. Wakil Perdana Menteri I  : Hardi
3. Wakil Perdana Menteri II  : Idham Chalid
4. Wakil Perdana Menteri III  : J. Leimena
5. Menteri Luar Negeri  : Subandrio
6. Menteri Dalam Negeri  : Sanusi Hardjadinata
7. Menteri Pertahanan  : Djuanda
8. Menteri Kehakiman  : GA Maengkom
9. Menteri Penerangan  : Soedibjo
10. Menteri Keuangan  : Sutikno Slamet
11. Menteri Pertanian  : Sadjarwo
12. Menteri Perdagangan  : Prof. Mr. Soenario [1]
13. Menteri Perindustrian  : FJ Inkiriwang
14. Menteri Perhubungan  : Sukardan
15. Menteri Perhubungan Laut  : Nazir
16. Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga  : Pangeran Mohammad Nur
17. Menteri Perburuhan  : Samijono
18. Menteri Sosial  : J. Leimena [2]
19. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  : Prijono
20. Menteri Agama  : Mohammad Iljas
21. Menteri Kesehatan  : Azis Saleh
22. Menteri Agraria  : R. Sunarjo
23. Menteri Negara Urusan Pengerahan Tenaga Kerja  : AM Hanafi
24. Menteri Negara Urusan Veteran  : Chaerul Saleh
25. Menteri Negara Hubungan Antar Daerah  : FL Tobing
26. Menteri Negara Urusan Stabilisasi Ekonomi  : Suprajogi
27. Menteri Negara Urusan Kerjasama Sipil Militer  : Wahid Wahab
28. Menteri Negara Urusan Transmigrasi  : FL Tobing
29. Menteri Negara  : AM Hanafi
30. Menteri Negara  : Mohammad Yamin
Kabinet Kerja
 Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal
5 Juli 1959, maka pada tanggal 9 Juli 1959
Kabinet Djuanda dibubarkan dan digantikan oleh
Kabinet Kerja. Dalam kabinet itu, Presiden
Soekarno bertindak sebagai perdana menteri,
sedangkan Ir. Djuanda menjadi menteri
pertama. Kabinet ini dilantik pada tanggal 10 Juli
1959, dengan programnya yang disebut Tri
Program Kabinet Kerja meliputi masalah-
masalah sandang pangan, keamanan dalam
negeri, dan pengembalian Irian Barat.
MPRS
 Dengan penetapan Presiden No. 2 tahun 1959
dibentuklah Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS) yang anggota-anggotanya
ditunjuk dan diangkat oleh presiden.
Keanggotaan MPRS tersebut terdiri atas
anggota-anggota DPR ditambah utusan-utusan
daerah dan wakil-wakil golongan karya. MPRS
ini diketuai oleh Chaerul Shaleh dengan tugas
menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Salah satu ketetapan MPRS ini adalah
mengankat Presiden Soekarno sebagai
Pemimpin Besar Revolusi.
DPA
 Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dibentuk
berdasarkan Penpres No. 3 tahun 1959. DPA ini
dipimpin langsung oleh presiden dengan Roeslan
Abdulgani sebagai wakil ketuanya. Dewan itu
berkewajiban untuk memberikan jawaban atas
pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul
kepada pemerintah. Pelantikan DPA dilaksanakan pada
tanggal 15 Agustus 1959 di Istana Negara bersamaan
dengan pelantikan Moh. Yamin sebagai Dewan
Perancang Nasional (Depernas) dan Sultan
Hamengkubuwono IX sebagai Ketua Badan Pengawas
Kegiatan Aparatur Negara (Bapekan).
Pembentukan DPR-GR
 Pada mulanya, DPR hasil pemilu 1955 mengikuti saja kebijakan
Presiden Soekarno. Akan tetapi, mereka kemudian menolak APBN
tahun 1960 yang diajukan oleh pemerintah. Karena adanya
penolakan tersebut, dikeluarkanlah Penpres No. 3 tahun 1960 yang
menyatakan pembubaran DPR hasil pemilu 1955. pada tanggal 24
Juni 1960, Presiden Soekarno telah berhasil menyusun anggota
DPR baru yang diberi nama Dewan Perwajkilan Rakyat Gotong
Royong (DPR-GR). Para anggota DPR-GR dilantik pada tanggal 25
Juni 1960.
 Dalam komposisi anggotanya, perbandingan jumlah golongan
nasionalis, Islam, dan komunis adalah 44, 43, 30. Setelah dilakukan
penambahan, perbandingan itu berubah menjadi 94, 67, 81. Dalam
pidato presiden pada pelantikan DPR-GR tanggal 25 Juni 1960
disebutkan bahwa tugas DPR-GR adalah melaksanakan
Manisfestasi Politik (Manipol), merealisasi Amanat Penderitaan
Rakyat (Ampera), dan melaksanakan Demokrasi Terpimpin.
Reaksi Terhadap Pembentukan
DPR-GR
 Reaksi terhadap pembentukan DPR-GR terwujud dengan
terbentuknya Liga Demokrasi yang merupakan gabungan dari para
tokoh politik yang menentang pembentukan DPR-GR. Liga
Demokrasi diketuai oleh Imron Rosyidi dari NU. Pada akhir bulan
Maret 1960, Liga Demokrasi mengeluarkan suatu pernyataan yang
antara lain menyebutkan supaya dibentuk DPR yang demokratis
dan konstitusional. Oleh karena itu, rencana pemerintah untuk
membentuk DPR-GR hendaknya ditangguhkan. Ir. Djuanda selaku
pejabat presiden selama Presiden Soekarno berada di luar negeri
bersikap toleran terhadap tuntutan Liga Demokrasi tersebut. Akan
tetapi, setelah Presiden Soekarno tiba di tanah air Liga Demokrasi
dibubarkan. Melalui Penpres No. 13 tahun 1959, Presiden Soekarno
kemudian membentuk Front Nasional, yaitu suatu organisasi massa
yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang
terkandung dalam UUD 1945. Front Nasional ini diketuai oleh
Presiden Soekarno sendiri.
Pembentukan ABRI
 Pada tahun 1964 TNI dan Polisi dipersatukan menjadi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Mereka
kembali pada peran sosial-politiknya seperti selama
zaman perang kemerdekaan. ABRI diakui sebagai salah
satu golongan fungsional (karya) yang mempunyai wakil
dalam MPRS. Pada masa demokrasi terpimpin itu,
Presiden Soekarno melakukan politik perimbangan
kekuatan (balance of power) bukan hanya
antarangkatan dalam ABRI, melainkan juga antara ABRI
dengan partai-partai politik yang ada. Dengan semboyan
“politik adalah panglima” seperti yang dilancarkan oleh
PKI, usaha untuk mempolitisasi ABRI semakin jelas.
Presiden mengambil alih secara langsung pimpinan
ABRI dengan membentuk Komando Operasi Tertinggi
(Koti).
Nasakom
 Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan komunisme)
adalah istilah dari front Nasional yang dikemukakan oleh
Presiden Soekarno. Nasakom dikemukakan oleh
Presiden Soekarno tahun 1960 sebagai upaya untuk
meningkatkan persatuan nasional. Ide tersebut delah
dicetuskan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1926 dalam
seri karangannya yang dimuat dalam majalah Indonesia
Moeda yaitu Nasionalisme, Islam, dan Marxisme.
 Istilah Nasakom dikembangkan dalam Demokrasi
Terpimpin (1959-1965). Dalam perkembangan Nasakom
dimanfaatkan oleh PKI untuk mengembangkan diri serta
memperbesar pengaruhnya, baik di kalangan rakyat
maupun pemerintah.
Kondisi Politik pada Masa
Demokrasi Terpimpin
 Perkembangan politik pada masa demokrasi
terpimpin terpusat pada Presiden Soekarno
dengan TNI-AD dan PKI sebagai
pendukungnya.
 Ajaran Presiden Soekarno tentang Nasakom
sangat menguntungkan PKI karena
menempatkannya sebagai bagian yang sah
dalam konstelasi politik Indonesia. Bahkan,
Presiden Soekarno menganggap aliansinya
dengan PKI menguntungkan sehingga PKI
ditempatkan pada barisan terdepan dalam
demokrasi terpimpin.
Kiprah PKI dalam Dunia Politik
pada Masa Demokrasi Terpimpin
 Pada masa demokrasi terpimpin, PKI memang mendapatkan kedudukan
penting. Kader-kader PKI banyak yang duduk dalam DPR-GR, DPA, serta
Pengurus Besar Front Nasional dan Front Nasional Daerah. Ada juga yang
diangkat sebagai kepala daerah. TNI-AD berusaha mengimbangi dengan
mengajukan calon-calon lain, tetapi usaha itu menemui kesulitan karena
Presiden Soekarno memberikan dukungan yang besar kepada PKI.
 Sejak tahun 1963, PKI berusaha untuk duduk dalam kabinet. Mereka terus
menyerukan untuk segera membentuk kabinet Nasakom tahun ini juga.
Melalaui kampanye pers, radio, dan poster PKI menggambarkan aparat
pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, dan orang-orang kaya yang tidak
sejalan dengan mereka sebagai setan desa, setan kota, kabir, yang harus
dibasmi.
 Sebagai reaksi dari teror-teror yang dilakukan olehPKI, di kalangan
budayawan muncullah Manikebu, sedangkan dari kalangan wartawan dan
penerbit surat kabar muncullah Badan Pendukung Soekarnoisme (BPS).
Kedua kelompok itu dengan caranya sendiri berupaya untuk melepaskan
belenggu absolutisme PKI yang mengekang kreativitas mereka. Namun,
keduanya kemudian dibubarkan dengan tuduhan dibiayai oleh CIA.
Penyusupan PKI
 PKI juga berupaya menyusup ke dalam PNI sehingga partai itu
pecah menjadi dua. Sebagian yang terbesar di bawah Ali
Sastroamijoyo disusupi oleh PKI Ir. Surachman sehingga
haluannya mirip dengan PKI. Adapun tokoh PNI yang berpaham
marhaenis sejati malah dikeluarkan dengan tuduhan sebagai
marhaenis gadungan. Mereka yang dituduh marhaenis gadungan
kemudian membentuk pengurus besar baru PNI di bawah pimpinan
Osa Maliki dan Usep Ranuwijaya. Kondisi ini kemudian
memunculkan dua PNI, yaitu PNI Osa-Usep dan PNI Asu (Ali
Sastroamijoyo-Surachman) yang berhaluan komunis.
 Satu-satunya kekuatan pengimbang yang dapat menggagalkan
usaha PKI adalah ABRI. Oleh karena itu, PKI memusatkan
perhatiannya pada usaha untuk menguasai ABRI. Usaha itu
dilakukan dengan cara menyusupkan kader-kadernya dan membina
simpatisan-simpatisan serta menjelek-jelekkan atau memfitnah
pimpinan ABRI.
Peran Indonesia dalam Kegiatan
Internasional
 Pengiriman Pasukan Garuda II ke Kongo untuk bergabung dengan
pasukan perdamaian PBB, UNOC (United Nations Operation for Congo).
 Pada tanggal 30 Sptember 1960, Presiden Soekarno berpidato dalam
Sidang Umum PBB berjudul To Built the World Anew yang menguraikan
tentang Pancasila, masalah Irian Barat, kolonialisme, peredaan Perang
Dingin, dan perbaikan organisasi PBB.
 Indonesia ikut memprakarsai berdirinya Gerakan Non-Blok (Non-Aligned).
 INDONESIA – Ir. SOEKARNO
 YUGOSLAVIA – JOSEPH BROSS TITO
 INDIA – PANDIT JAWAHARAL NEHRU
 MESIR – GAMAL ABDUL NASSER
 GHANA – KWAMEE NGRUMAH

 Indonesia berhasil melaksanakan Asian Games IV di Jakarta, 24 Agustus


- 4 September 1962.
Politik Luar Negeri Nefo dan Oldefo
 Hubungan dengan negara-negara Barat semakin
renggang karena mereka dianggap pasif terhadap
perjuangan pembebasan Irian Barat. Sebaliknya,
hubungan dengan negara-negara Blok Timur semakin
erat. Hal itu disebabkan Uni Soviet dan Cina bersedia
memberikan bantuan kredit dalam pembelian peralatan
militer sehingga Indonesia dapat melengkapi angkatan
perangnya secara modern. Indonesia kemudian
mengkondisikan adanya dua kubu kekuatan dunia, yaitu:
 Oldefo (Old Established Forces) adalah kubu negara-
negara kapitalis-imperialis.
 Nefo (New Emerging Forces) adalah kubu bangsa-
bangsa tertindas yang progresif revolusioner menentang
imperialisme dan neo-kolonialisme.
Dwikora
 Sikap Indonesia yang konfrontatif terhadap
Malaysia yang dianggap sebagai proyek
Neokolim (Neo-Kolonialisme Imperialisme).
Dalam rangka mengganyang Malaysia itu, pada
tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta Presiden
Soekarno mengumumkan Dwikora (Dwi
Komando Rakyat), yaitu:
 Perhebat ketahanan revolusi Indonesia.
 Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaysia,
Singapura, Sabah, Serawak, dan Brunai untuk
membubarkan negara boneka Malaysia.
Operasi Trikora

Tanggal 19 Desember 1961 - 15 Agustus 1962


Lokasi Papua Barat
Hasil Papua Barat digabungkan kepada Indonesia.
Indonesia dan Belanda memperebutkan daerah
Casus be
lli Papua Barat

Pihak yang terlibat

 Indonesia  Belanda

Komandan
Soekarno
Soeharto

Kekuatan
Tidak diketahui Tidak diketahui
Jumlah korban
Tidak diketahui Tidak diketahui
Pengertian
Operasi Trikora, juga disebut Pembebasan
Irian Barat, adalah konflik dua tahun yang
dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan
wilayah West New Guinea. Pada tanggal
19 Desember 1961, Presiden Indonesia
Soekarno mengumumkan pelaksanaan Trikora
di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga
membentuk Komando Mandala. Mayor Jenderal
Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas
komando ini adalah merencanakan,
mempersiapkan, dan menyelenggarakan
operasi militer untuk menggabungkan Papua
Barat dengan Indonesia.
Latar Belakang
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada
17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah
Hindia Belanda, termasuk wilayah barat Pulau Papua. Namun
demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi
salah satu salah satu provinsi Kerajaan Belanda,[1] sama dengan
daerah-daerah lainnya. Pemerintah Belanda kemudian memulai
persiapan untuk menjadikan Papua negara merdeka selambat-
lambatnya pada tahun 1970-an. Namun pemerintah Indonesia
menentang hal ini dan Papua menjadi daerah yang diperebutkan
antara Indonesia dan Belanda. Hal ini kemudian dibicarakan dalam
beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum internasional.
Dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Belanda dan Indonesia
tidak berhasil mencapai keputusan mengenai Papua Barat, namun
setuju bahwa hal ini akan dibicarakan kembali dalam jangka waktu
satu tahun.[2]
 Pada bulan Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua Barat
memiliki hak merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam PBB.[3]
Karena Indonesia mengklaim Papua Barat sebagai daerahnya,
Belanda mengundang Indonesia ke Mahkamah Internasional untuk
menyelesaikan masalah ini, namun Indonesia menolak. Setelah
Indonesia beberapa kali menyerang Papua Barat, Belanda
mempercepat program pendidikan di Papua Barat untuk persiapan
kemerdekaan. Hasilnya antara lain adalah sebuah akademi
angkatan laut yang berdiri pada 1956 dan tentara Papua pada 1957
. Sebagai kelanjutan, pada 17 Agustus 1956 Indonesia membentuk
Provinsi Irian Barat dengan ibukota di Soasiu yang berada di Pulau
Tidore, dengan gubernur pertamanya, Zainal Abidin Syah yang
dilantik pada tanggal 23 September 1956.[4]
 Pada tanggal 6 Maret 1959, harian New York Times melaporkan
penemuan emas oleh pemerintah Belanda di dekat laut Arafura.
Pada tahun 1960, Freeport Sulphur menandatangani perjanjian
dengan Perserikatan Perusahaan Borneo Timur untuk mendirikan
tambang tembaga di Timika, namun tidak menyebut kandungan
emas ataupun tembaga.[5]
Bendera Papua Barat, sekarang
digunakan sebagai bendera
Organisasi Papua Merdeka

 Karena usaha pendidikan Belanda, pada tahun 1959 Papua memiliki


perawat, dokter gigi, arsitek, teknisi telepon, teknisi radio, teknisi listrik,
polisi, pegawai kehutanan, dan pegawai meteorologi. Kemajuan ini
dilaporkan kepada PBB dari tahun 1950 sampai 1961.[6] Selain itu juga
didakan berbagai pemilihan umum untuk memilih perwakilan rakyat Papua
dalam pemerintahan, mulai dari tanggal 9 Januari 1961 di 15 distrik.
Hasilnya adalah 26 wakil, 16 di antaranya dipilih, 23 orang Papua, dan 1
wanita. Dewan Papua ini dilantik oleh gubernur Platteel pada tanggal 1 April
1961, dan mulai menjabat pada 5 April 1961. Pelantikan ini dihadiri oleh
wakil-wakil dari Australia, Britania Raya, Perancis, Belanda, dan
Selandia Baru. Amerika Serikat diundang tapi menolak.
 Dewan Papua bertemu pada tanggal 19 Oktober 1961 untuk memilih
sebuah komisi nasional untuk kemerdekaan, bendera Papua, lambang
negara, lagu kebangsaan ("Hai Tanahkoe Papua"), dan nama Papua. Pada
tanggal 31 Oktober 1961, bendera Papua dikibarkan untuk pertama kali dan
manifesto kemerdekaan diserahkan kepada gubernur Platteel. Belanda
mengakui bendera dan lagu kebangsaan Papua pada tanggal 18 November
1961, dan peraturan-peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember
1961.
ISI TRIKORA
 Pada 19 Desember 1961, Soekarno
menanggapi pembentukan Dewan Papua ini
dengan menyatakan Trikora di Yogyakarta, yang
isinya adalah:
 Gagalkan pembentukan negara boneka Papua
buatan kolonial Belanda.
 Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian
Barat
 Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan
kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.
PERSIAPAN MILITER
KRI Irian, Penjelajah kelas Sverdlov

 Indonesia mulai mencari bantuan senjata dari luar negeri


menjelang terjadinya konflik antara Indonesia dan
Belanda. Indonesia mencoba meminta bantuan dari
Amerika Serikat, namun gagal. Akhirnya, pada bulan
Desember 1960, Jendral A. H. Nasution pergi ke
Moskwa, Uni Soviet, dan akhirnya berhasil mengadakan
perjanjian jual-beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet
senilai 2,5 miliar dollar Amerika dengan persyaratan
pembayaran jangka panjang. Setelah pembelian ini, TNI
mengklaim bahwa Indonesia memiliki angkatan udara
terkuat di belahan bumi selatan.[8]
 Amerika Serikat tidak mendukung penyerahan Papua Barat ke Indonesia
karena Bureau of European Affairs di Washington, DC menganggap hal ini
akan "menggantikan penjajahan oleh kulit putih dengan penjajahan oleh
kulit coklat". Tapi pada bulan April 1961, Robert Komer dan McGeorge
Bundy mulai mempersiapkan rencana agar PBB memberi kesan bahwa
penyerahan kepada Indonesia terjadi secara legal. Walaupun ragu,
presiden John F. Kennedy akhirnya mendukung hal ini karena iklim
Perang Dingin saat itu dan kekhawatiran bahwa Indonesia akan meminta
pertolongan pihak komunis Soviet bila tidak mendapat dukungan AS.
 Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer, antara lain 41
Helikopter MI-4 (angkutan ringan), 9 Helikopter MI-6 (angkutan berat), 30
pesawat jet MiG-15, 49 pesawat buru sergap MiG-17, 10 pesawat buru
sergap MiG-19 ,20 pesawat pemburu supersonik MiG-21, 12 Kapal selam
kelas Whiskey, puluhan korvet dan 1 buah kapal penjelajah kelas Sverdlov
(yang diberi nama sesuai dengan wilayah target operasi, yaitu KRI Irian).
Dari jenis pesawat pengebom, terdapat sejumlah 22 pesawat pembom
ringan Ilyushin Il-28, 14 pesawat pembom jarak jauh TU-16, dan 12
pesawat TL-16 yang dilengkapi dengan persenjataan peluru kendali (rudal)
air to surface jenis AS-1 Kennel. Sementara dari jenis pesawat angkut
terdapat 26 pesawat angkut ringan jenis IL-14 dan AQvia-14, 6 pesawat
angkut berat jenis AN12B Antonov buatan Uni Soviet dan 10 pesawat
angkut berat jenis C-130 Hercules buatan Amerika Serikat.[8] ~
PERJUANGAN DIPLOMASI
 Indonesia mendekati negara-negara seperti India,
Pakistan, Australia, Selandia Baru, Thailand,
Britania Raya, Jerman, dan Perancis agar mereka tidak
memberi dukungan kepada Belanda jika pecah perang
antara Indonesia dan Belanda.[4] Dalam
Sidang Umum PBB tahun 1961, Sekjen PBB U Thant
meminta Ellsworth Bunker, diplomat dari Amerika
Serikat, untuk mengajukan usul tentang penyelesaian
masalah status Papua Barat. Bunker mengusulkan agar
Belanda menyerahkan Papua Barat kepada Indonesia
melalui PBB dalam jangka waktu dua tahun.
Konflik bersenjata
 Soekarno membentuk Komando Mandala, dengan
Mayjen Soeharto sebagai Panglima Komando.
Tugas komando Mandala adalah untuk
merencanakan, mempersiapkan, dan
menyelenggarakan operasi militer untuk
menggabungkan Papua Barat dengan Indonesia.
Belanda mengirimkan kapal induk
Hr. Ms. Karel Doorman ke Papua Barat. Angkatan
Laut Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang
punggung pertahanan di perairan Papua Barat, dan
sampai tahun 1950, unsur-unsur pertahanan Papua
Barat terdiri dari:
 Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan Belanda)
 Korps Mariniers
 Marine Luchtvaartdienst[7]
Keadaan ini berubah sejak tahun 1958,
di mana kekuatan militer Belanda terus
bertambah dengan kesatuan dari
Koninklijke Landmacht (Angkatan Darat
Belanda) dan Marine Luchtvaartdienst.
Selain itu, batalyon infantri 6 Angkatan
Darat merupakan bagian dari Resimen
Infantri Oranje Gelderland yang terdiri dari
3 Batalyon yang ditempatkan di Sorong,
Fakfak, Merauke, Kaimana, dan
Teminabuan
Operasi-operasi Indonesia
 Sebuah operasi rahasia dijalankan untuk menyusupkan
sukarelawan ke Papua Barat. Walaupun Trikora telah dikeluarkan,
namun misi itu dilaksanakan sendiri-sendiri dalam misi tertentu dan
bukan dalam operasi bangunan.
 Hampir semua kekuatan yang dilibatkan dalam Operasi Trikora
sama sekali belum siap, bahkan semua kekuatan udara masih tetap
di Pulau Jawa. Walaupun begitu,
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat lebih dulu melakukan
penyusupan sukarelawan, dengan meminta bantuan
TNI Angkatan Laut untuk mengangkut pasukannya menuju pantai
Papua Barat, dan juga meminta bantuan TNI Angkatan Udara
Republik Indonesia untuk mengirim 2 pesawat Hercules untuk
mengangkut pasukan menuju target yang ditentukan oleh TNI
Angkatan Laut.
 Misi itu sangat rahasia, sehingga hanya ada beberapa petinggi di
markas besar TNI Angkatan Udara yang mengetahui tentang misi
ini. Walaupun misi ini sebenarnya tidaklah rumit, TNI Angkatan
Udara hanya bertugas untuk mengangkut pasukan dengan pesawat
Hercules, hal lainnya tidak menjadi tanggung jawab TNI AU.
 Kepolisian Republik Indonesia juga menyiapkan pasukan
Brigade Mobil yang tersusun dalam beberapa resimen tim
pertempuran (RTP). Beberapa RTP Brimob ini digelar di kepulauan
Ambon sebagai persiapan menyerbu ke Papua Barat. Sementara
itu Resimen Pelopor (unit parakomando Brimob) yang dipimpin
Inspektur Tingkat I Anton Soedjarwo disiagakan di Pulau Gorom.
Satu tim Menpor kemudian berhasil menyusup ke Papua Barat
melalui laut dengan mendarat di Fakfak. Tim Menpor ini terus
masuk jauh ke pedalaman Papua Barat melakukan sabotase dan
penghancuran objek-objek vital milik Belanda.
 Pada tanggal 12 Januari 1962, pasukan berhasil didaratkan di
Letfuan. Pesawat Hercules kembali ke pangkalan. Namun, pada
tanggal 18 Januari 1962, pimpinan angkatan lain melapor ke
Soekarno bahwa karena tidak ada perlindungan dari TNI Angkatan
Udara, sebuah operasi menjadi gagal.[9]
Pertempuran laut Aru
Komodor Yos Sudarso yang tenggelam
di Laut Aru pada saat terjadinya
Pertempuran Laut Aru

 Pertempuran Laut Aru pecah pada tanggal 15 Januari 1962, ketika


3 kapal milik Indonesia yaitu KRI Macan Kumbang, KRI Macan
Tutul yang membawa Komodor Yos Sudarso, dan KRI Harimau
yang dinaiki Kolonel Sudomo, Kolonel Mursyid, dan Kapten
Tondomulyo, berpatroli pada posisi 04-49° LS dan 135-02° BT.
Menjelang pukul 21.00, Kolonel Mursyid melihat tanda di radar
bahwa di depan lintasan 3 kapal itu, terdapat 2 kapal di sebelah
kanan dan sebelah kiri. Tanda itu tidak bergerak, dimana berarti
kapal itu sedang berhenti. 3 KRI melanjutkan laju mereka, tiba-tiba
suara pesawat jenis Neptune yang sedang mendekat terdengar dan
menghujani KRI itu dengan bom dan peluru yang tergantung pada
parasut.[9]
Kapal Belanda menembakan tembakan
peringatan yang jatuh di dekat KRI Harimau.
Kolonel Sudomo memerintahkan untuk
memberikan tembakan balasan, namun tidak
mengenai sasaran. Akhirnya, Yos Sudarso
memerintahkan untuk mundur, namun kendali
KRI Macan Tutul macet, sehingga kapal itu terus
membelok ke kanan.[9] Kapal Belanda mengira
itu merupakan manuver berputar untuk
menyerang, sehingga kapal itu langsung
menembaki KRI Macan Tutul. Komodor Yos
Sudarso gugur pada pertempuran ini setelah
menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal,
"Kobarkan semangat pertempuran".
Akhir dari konflik
Karena kekhawatiran bahwa pihak
komunis akan mengambil keuntungan
dalam konfik ini,[4] Amerika Serikat
mendesak Belanda untuk berunding
dengan Indonesia. Karena usaha ini,
tercapailah persetujuan New York pada
tanggal 15 Agustus 1962. Pemerintah
Australia yang awalnya mendukung
kemerdekaan Papua juga mengubah
pendiriannya dan mendukung
penggabungan dengan Indonesia atas
desakan AS
Persetujuan New York
 Pada tanggal 15 Agustus 1962, perundingan antara Indonesia dan Belanda
dilaksanakan di Markas Besar PBB di New York. Pada perundingan itu, Indonesia
diwakili oleh Soebandrio, dan Belanda diwakili oleh Jan Herman van Roijen dan
C.W.A. Schurmann. Isi dari Persetujuan New York adalah:
 Belanda akan menyerahkan pemerintahan Papua Barat kepada United Nations
Temporary Executive Authority (UNTEA), yang didirikan oleh Sekretaris Jenderal
PBB. UNTEA kemudian akan menyerahkan pemerintahan kepada Indonesia.
 Bendera PBB akan dikibarkan selama masa peralihan.
 Pengibaran bendera Indonesia dan Belanda akan diatur oleh perjanjian antara
Sekretaris Jenderal PBB dan masing-masing pemerintah.
 UNTEA akan membantu polisi Papua dalam menangani keamanan. Tentara Belanda
dan Indonesia berada di bawah Sekjen PBB dalam masa peralihan.
 Indonesia, dengan bantuan PBB, akan memberikan kesempatan bagi penduduk
Papua Barat untuk mengambil keputusan secara bebas melalui
 musyawarah dengan perwakilan penduduk Papua Barat
 penetapan tanggal penentuan pendapat
 perumusan pertanyaan dalam penentuan pendapat mengenai kehendak penduduk Papua
untuk
 tetap bergabung dengan Indonesia; atau
 memisahkan diri dari Indonesia
 hak semua penduduk dewasa, laki-laki dan perempuan, untuk ikut serta dalam penentuan
pendapat yang akan diadakan sesuai dengan standard internasional
 Penentuan pendapat akan diadakan sebelum akhir tahun 1969.
Pada tanggal 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan
pemerintahan Papua Barat kepada Indonesia. Ibukota
Hollandia dinamai Kota Baru dan pada 5 September
1963, Papua Barat dinyatakan sebagai "daerah
karantina". Pemerintah Indonesia membubarkan Dewan
Papua dan melarang bendera Papua dan lagu
kebangsaan Papua. Keputusan ini ditentang oleh banyak
pihak di Papua, dan melahirkan Organisasi Papua
Merdeka atau OPM pada 1965. Untuk meredam gerakan
ini, dilaporkan bahwa pemerintah Indonesia melakukan
berbagai tindakan pembunuhan, penahanan,
penyiksaan, dan pemboman udara. Menurut
Amnesty International, lebih dari 100.000 orang Papua
telah tewas dalam kekerasan ini. OPM sendiri juga
memiliki tentara dan telah melakukan berbagai tindakan
kekerasan
Penentuan Pendapat Rakyat
 Pada tahun 1969, diselenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat
(PEPERA) yang diatur oleh Jenderal Sarwo Edhi Wibowo. Menurut
anggota OPM Moses Werror, beberapa minggu sebelum PEPERA
angkatan bersenjata Indonesia menangkap para pemimpin rakyat
Papua dan mencoba membujuk mereka dengan cara sogokan dan
ancaman untuk memilih penggabungan dengan Indonesia.[13][14]
 PEPERA ini disaksikan oleh dua utusan PBB, namun mereka
meninggalkan Papua setelah 200 suara (dari 1054) untuk integrasi.
[15] Hasil PEPERA adalah Papua bergabung dengan Indonesia,
namun keputusan ini dicurigai oleh Organisasi Papua Merdeka dan
berbagai pengamat independen lainnya. Walaupun demikian,
Amerika Serikat, yang tidak ingin Indonesia bergabung dengan
pihak komunis Uni Soviet, mendukung hasil ini, dan Papua Barat
menjadi provinsi ke-26 Indonesia, dengan nama Irian Jaya.
Setelah penggabungan

 Setelah Papua Barat digabungkan dengan


Indonesia sebagai Irian Jaya, Indonesia
mengambil posisi sebagai berikut:
 Papua Barat telah menjadi daerah Republik
Indonesia sejak 17 Agustus 1945 namun
masih dipegang oleh Belanda
 Belanda berjanji menyerahkan Papua Barat
kepada Indonesia dalam Konferensi Meja
Bundar
 penggabungan Papua Barat dengan
Indonesia adalah tindakan merebut kembali
daerah Indonesia yang dikuasai Belanda
 penggabungan Papua Barat dengan
Indonesia adalah kehendak rakyat Papua.
Pembentukan Kolaga
 Dalam rangka melaksanakan konfrontasi
dengan Malaysia itu dibentuklah Komando
Mandala Siaga (Kolaga) yang dipimpin
oleh Marsekal Madya Omar Dani,
Menteri/Panglima Angkatan Udara.
Komando ini kemudian mengirimkan
pasukan sukarelawan untuk memasuki
daerah Malaysia, baik Malaysia Barat
maupun Malaysia Timur (Kalimantan
Utara).
Politik Mercusuar
 Seiring dengan pelaksanaan politik Nefo-Oldefo itu, pada
masa Demokrasi Terpimpin juga dijalankan politik
“mercusuar”. Presiden Soekarno berpendapat bahwa
Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi
jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk itu
diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler
yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada
kedudukan terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek
besar yang menelan biaya milyaran rupiah itu, misalnya
penyelenggaraan Ganefo (Games of the New Emerging
Forces). Untuk itu dilakukan pembangunan kompleks
olah raga Senayan yang di dalamnya meliputi pula biaya
perjalanan berbagai delegasi asing.
Keluarnya Indonesia dari PBB
 Diangkatnya Malaysia sebagai anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB
merupakan pukulan bagi Indonesia. Oleh
karena itu, pada tanggal 7 Januari 1965
Indonesia menyatakan keluar dari PBB.
NASIONALISASI PERUSAHAAN
BELANDA
 Pada tanggal 27 Desember 1958, presiden Soekarno mengeluarkan
UU nomor 86 tahun 1958 yang memerintahkan
dinasionalisasikannya semua perusahaan Belanda di Indonesia.
Perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasi seperti:
 Perusahaan Perkebunan
 Netherlansche Handels Mattscapij
 Perusahaan Listrik
 Perusahaan Perminyakan
 Rumah Sakit (CBZ) manjadi RSCM
 Dan kebijakan-kebijakan lain seperti:
 Memindahkan pesar pelelangan tembakau Indonesia ke Bremen
(Jerman Barat)
 Aksi mogok buruh perusahaan Belanda di Indonesia
 Melarang KLM (maskapai penerbangan Belanda) melintas di wilayah
Indonesia
 Melarang pemutaran film-film berbahasa Belanda
Kebijakan-kebijakan Ekonomi pada
Masa Demokrasi Terpimpin
 Pembentukan Depernas (Dewan
Perancang Nasional)
 Melakukan devaluasi
 Deklarasi Ekonomi (Dekon)
 Penyatuan semua bank negara ke dalam
satu bank sentral
Pembentukan Depernas
 Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah
Kabinet Karya, dibentuk Dewan Perancang Nasional
(Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 di bawah
pimpinan Moh. Yamin sebagai Wakil Ketua I. Dalam
waktu sekitar satu tahun, dewan itu berhasil menyusun
suatu Rancangan Undang-Undang Pembangunan
Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-
1969. MPRS menyetujui rancangan tersebut melalui
Tap. No. 2/MPRS/1960. pada tahun 1963, Depernas
diganti dengan Badan Perancang Pembangunan
Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden
Soekarno. Bappenas mempunyai tugas menyusun
rencana jangka panjang dan rencana tahunan, baik
nasional maupun daerah, serta mengawasi dan menilai
pelaksanaan pembangunan.
Devaluasi
 Untuk membendung inflasi dan mengurangi
jumlah uang yang beredar di masyarakat, pada
tanggal 25 Agustus 1959 pukul 06.00
pemerintah mengumumkan penurunan nilai
uang (devaluasi) sebagai berikut.
 Uang kertas pecahan bernilai Rp500,- menjadi
Rp50,-
 Uang kertas pecahan bernilai Rp1.000,- menjadi
Rp100,-
 Semua simpanan di bank yang melebihi
Rp25.000,- dibekukan.
Deklarasi Ekonomi
 Usaha-usaha pemerintah yang dilakukan sebelumnya
tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi, terutama
perbaikan dalam bidang moneter. Untuk mengatasi
keadaan ekonomi yang semakin suram, pada tanggal 28
Maret 1963 dikeluarkan landasan baru bagi perbaikan
ekonomi secara menyeluruh, yaitu Deklarasi Ekonomi
(Dekon). Tujuan dibentuknya Dekon adalah untuk
menciptakan ekonomi yang bersifat nasional,
demokratis, dan bebas dari segala sisa-sisa
imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin. Akan tetapi, kesulitan-
kesulitan ekonomi semakin mencolok. Politik konfrontasi
dengan Malaysia dan negara-negara Barat telah
memperparah kemerosotan ekonomi Indonesia.
Penyatuan Bank
 Dalam rangka pelaksanaan ekonomi terpimpin,
Presiden Soekarno merasa perlu
mempersatukan semua bank negara ke dalam
satu bank sentral. Untuk itu dikeluarkan Penpres
No. 7 tahun 1965 tentang pendirian Bank
Tunggal Milik Negara. Bank tersebut bertugas
sebagai bank sirkulasi, bank sentral, dan bank
umum. Untuk mewujudkan tujuan itu dilakukan
peleburan bank-bank negara, seperti Bank
Koperasi dan Nelayan (BKTN), Bank Umum
Negara, Bank Tabungan Negara, Bank Negara
Indonesia ke dalam Bank Indonesia.
Kegagalan Ekonomi pada Masa
Demokrasi Terpimpin
 Kegagalan berbagai kebijakan moneter itu
semakin parah karena pemerintah tidak
mempunyai kemauan politik yang kuat untuk
menghemat setiap pengeluarannya. Pada masa
Demokrasi Terpimpin, pemerintah banyak
menjalankan proyek “mercusuar”. Akibatnya,
pemerintah harus mengadakan pengeluaran-
pengeluaran yang semakin besar sehingga
inflasi meningkat dan harga membumbung
tinggi. Tingkat kenaikan harga paling tinggi
terjadi pada tahun 1965, sebesar 200%-300%
dari setahun sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai