Anda di halaman 1dari 16

III.

PEMBAHASAN

1.1 Sejarah Terbentuknya Lambang Negara Indonesia

Garuda Pancasila yang diresmikan penggunaannya pada 11 Februari 1950, masih


tanpa jambul dan posisi cakar di belakang pita.
Garuda, kendaraan (wahana) Wishnu tampil di berbagai candi kuno di Indonesia,
seperti Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho dalam bentuk
relief atau arca. Di Prambanan terdapat sebuah candi di muka candi Wishnu yang
dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi tidak ditemukan arca Garuda di dalamnya. Di
candi Siwa Prambanan terdapat relief episode Ramayana yang menggambarkan keponakan
Garuda yang juga bangsa dewa burung, Jatayu, mencoba menyelamatkan Sinta dari
cengkeraman Rahwana. Arca anumerta Airlangga yang digambarkan sebagai Wishnu tengah
mengendarai Garuda dari Candi Belahan mungkin adalah arca Garuda Jawa Kuna paling
terkenal, kini arca ini disimpan di Museum Trowulan.
Garuda muncul dalam berbagai kisah, terutama di Jawa dan Bali. Dalam banyak
kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan
disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda juga memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara
dan penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai "Tuan
segala makhluk yang dapat terbang" dan "Raja agung para burung". Di Bali ia biasanya
digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan cakar elang, tetapi
memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam ukiran yang halus dan
rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan dalam posisi sebagai kendaraan Wishnu,
atau dalam adegan pertempuran melawan Naga. Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia
sejak zaman kuna telah menjadikan Garuda sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai
perwujudan ideologi Pancasila. Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai penerbangan
nasional Indonesia Garuda Indonesia. Selain Indonesia, Thailand juga menggunakan Garuda
sebagai lambang negara.
Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, disusul pengakuan kedaulatan
Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan
perlunya Indonesia (saat itu Republik Indonesia Serikat) memiliki lambang negara. Tanggal
10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah
koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia
teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir,
dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan
lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

1
Lambang Garuda juga digunakan di jersey Tim Nasional Sepak Bola Indonesia
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan
Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua
rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada
proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II.
Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan
pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II),
Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk
keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang
dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan
menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan
lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden
Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi
untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda
dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat
[2]
mitologis. Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang
telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk
Rajawali-Garuda Pancasila.
Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan
tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo
dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan,
rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam
Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. [3] Ketika itu gambar bentuk kepala
Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini.
Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara
itkepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950
Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah
sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta
mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di
depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno
menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald
Eagle, Lambang Amerika Serikat.[2] Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan
penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran
dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan
patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan

2
Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia,
dan desainnya tidak berubah hingga kini.

1.2 Alasan Memilih Burung Sebagai Lambang Negara

Secara tegas bangsa Indonesia telah memilih burung garuda sebagai


lambang kebangsaannya yang besar, karena garuda adalah burung yang penuh percaya
diri, energik dan dinamis. Ia terbang menguasai angkasa dan memantau keadaan sendiri,
tak suka bergantung pada yang lain. Garuda yang merupakan lambang pemberani dalam
mempertahankan wilayah, tetapi dia pun akan menghormati wilayah milik yang lain
sekalipun wilayah itu milik burung yang lebih kecil. Warna kuning emas melambangkan
bangsa yang besar dan berjiwa priyagung sejati.
Burung garuda yang juga punya sifat sangat setia pada kewajiban sesuai
dengan budaya bangsa yang dihayati secara turun temurun. Burung garuda pun pantang
mundur dan pantang menyerah. Legenda semacam ini juga diabadikan sangat indah oleh
nenek moyang bangsa Indonesia pada candi dan di berbagai prasasti sejak abad ke-15.
Keberhasilan bangsa Indonesia dalam meraih cita-citanya menjadi negara
yang merdeka bersatu dan berdaulat pada tanggal 17 Agustus 1945, tertera lengkap
dalam lambang garuda. Semua itu memuat kemasan historis bangsa Indonesia sebagai
titik puncak dari segala perjuangan bangsa Indonesia untuk mendapatkan
kemerdekaannya yang panjang. Dengan demikian lambang burung garuda itu semakin
gagah mengemas lengkap empat arti visual sekaligus, yaitu makna filosofis, geografis,
sosiologis,dan historis.

2.1 Deskripsi dan Arti Filosofi Lambang Pancasila


Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Lambang Negara Republik Indonesia
adalah garuda Pancasila. Hal ini dipertegaskan oleh
Pemerintah Republik Indonesia dengan mengeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951 tentang Lambang
Negara yang menetapkan Garuda Pancasila sebagai
Lambang Negara Indonesia. Dalam UU No. 24 Tahun 2009
menyatakan bahwa “Lambang Negara Kesatuan Republik
Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya
menoleh lurus ke sebelah kanan, dan Semboyan bhineka
Tunggal Ika ditulis diatas pita yang dicengkram oleh Garuda.”

3
2.1.1 Garuda
Garuda Pancasila adalah burung garuda yang sudah dikenal melalui mitilogi
kuno dalam sejarah bangsa indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai
burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk
menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan
kejayaan. Paruh, sayap, ekor, dan cakar pada burung Garuda melambangkan kekuatan
dan tenaga pembangunan.
Selain itu, Garuda juga melambangkan hari proklamasi kemerdekan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain :
1) 17 helai bulu pada masing-masing sayap
2) 8 helai bulu pada ekor
3) 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
4) 45 helai bulu di leher
2.1.2 Perisai
Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan
peradapaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan,
pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan
garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat.
Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia
“merah-putih”. Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.
Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara
Indonesia . pengaturan lambang pada ruang perisai adalah
sebagai berikut:
1. Sila Pertama: Ketuhan Yang Maha Esa
dilambangkan dengan cahaya dibagian tengah
perisai berbentuk bintang yang bersudut lima
berlatar hitam.
2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adik dan
Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan
persegi dibagian kiri bawah perisai berlatar merah.
3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon
beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih.
4. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan
dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai berlatar merah;
dan
5. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
dilambangkan dengan kapas dan padi dibagian kanan bawah perisai
berlatar putih.

4
2.1.3 Pita bertuliskan semboyan Bhineka Tunggal Ika
Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan
“Bhineka Tunggal Ika” berwarna hitam.
Semboyan Bhineka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma
karya Mpu Tantular. Kata “Bhineka” berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata
“tunggal” berarti satu, kata “ika” berarti itu atau jua. Secara harfiah Bhineka Tunggal
Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi
pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik indonesia yang terdiri atas beraneka ragam
budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

2.2 Aturan Lambang Negara Indonesia

Secara tegas bangsa Indonesia telah memilih burung Garuda sebagai lambang
kebangsaannya yang besar, karena Garuda adalah burung yang penuh percaya diri, energik
dan dinamis. Ia terbang menguasai angkasa dan memantau keadaan sendiri, tak suka
bergantung pada yang lain. Dalam penggunaannya, ada ketentuan-ketentuan yang mengatur
sehingga lambang tersebut diperlakukan sebagaimana seharusnya demi menjaga kedaulatan
bangsa dan negara.
Selain memiliki arti filosofi yang besar. Garuda juga memiliki beberapa aturan, yaitu:
a. Lambang Garuda menoleh kearah sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda). Secara
filosofis, kanan artinya kebenaran atau kebaikan. Jadi, bangsa Indonesia harus
dihadapkan kepada kebaikan.
b. Perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda,
yang merupakan senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan
diri untuk mencapai tujuan.
c. Semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis
diatas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
d. Dalam Lambang Garuda memiliki warna-warna yang bermakna khusus. Yaitu:
1. Kuning : keluhuran, kebesaran, kemegahan
2. Merah : keberanian
3. Putih : kesucian, kemurnian, kebenaran
4. Hijau : kemakmuran, kesuburan
5. Hitam : keabadian

Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak yang kemudian
disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang
negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat Tanggal 11 Februari
1950. Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah
No. 43/1958.

5
3.1. Arti dan Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

3.1.1. Arti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhana Yang Maha Esa.
Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sansekerta.
Banyak diantara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari
sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan Yang
Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya
dalam bahasa Sansekerta, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah Tuhan yang bermakna satu.

Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan
akhiran –an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna
dari kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke- dan akhiran –an dapat
memberi makna perubahan menjadi antara lain: mengalami hal….sifat-sifat…

Kata ketuhanan yang beasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke- dan –an
bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat
yang berhubungan dengan tuhan.

Kata Maha berasal dari bahasa Sansekerta yang bisa berarti mulia atau besar( bukan
dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti sangat. Kata “esa” juga berasal dari
bahasa Sansekerta. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa”
berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau
mengacu pada kata “ini” (this- Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah
dalam bahasa Sansekerta adalah kata “eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah
jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka” bukan kata
“esa”.

Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat dikesimpulan bahwa arti dari
KetuhananYang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada
suatu individual yang kita sebut Tuhan Yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya Ketuhanan
Yang Maha Esa,berarti Sifat-sifat Luhur atau Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang
ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur atau mulia, bukan
Tuhannya.

3.1.2. Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

6
Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk lain diciptakan oleh
penciptaannya. Pencipta itu adalah Causa Prima yang mempunyai hubungan dengan yang
diciptakannya. Manusia sebagai makhluk yang dicipta wajib menjalankan perintah Tuhan dan
menjauhi laranganNya. Dalam konteks bernegara, maka dalam masyarakat yang berdasarkan
Pancasila, dengan sendirinya dijamin kebebasan memeluk agama masing-masing. Sehubungan
dengan agama itu perintah dari Tuhan dan merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh
manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, maka untuk menjamin kebebasan tersebut
di dalam alam Pancasila seperti kita alami sekarang ini tidak ada pemaksaan beragama, atau
orang memeluk agama dalam suasana yang bebas, yang mandiri. Oleh karena itu dalam
masyarakat Pancasila dengan sendirinya agama dijamin berkembang dan tumbuh subur dan
konsekuensinya diwajibkan adanya toleransi beragama.

Jika ditilik secara historis, memang pemahaman kekuatan yang ada di luar diri manusia dan di
luar alam yang ada ini atau adanya sesuatu yang bersifat adikodrati (di atas / di luar yang kodrat)
dan yang transeden (yang mengatasi segala sesuatu) sudah dipahami oleh bangsa Indonesia sejak
dahulu. Sejak zaman nenek moyang sudah dikenal paham animisme, dinamisme, sampai paham
politheisme. Kekuatan ini terus saja berkembang di dunia sampai masuknya agama-agama
Hindu, Budha, Islam, Nasrani ke Indonesia, sehingga kesadaran akan monotheisme di
masyarakat Indonesia semakin kuat. Oleh karena itu tepatlah jika rumusan sila pertama Pancasila
adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.

Keberadaan Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaban daripada makhluk hidup dan
siapapun, sedangkan sebaliknya keberadaan dari makhluk dan siapapun justru disebabkan oleh
adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah Prima Causa yaitu sebagai penyebab pertama
dan utama atas timbulnya sebab-sebab yang lain. Dengan demikian Ketuhanan Yang Maha Esa
mengandung makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang
menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa yang berkaitan dengan sila ini adalah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan
tidaklah terbatas, sedangkan selainNya adalah terbatas.

Sila ke-1 Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa
Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan dan Sila II sampai
dengan Sila V.

3.2. Lambang Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

7
Pada sila pertama Ketuhanan Yang Maha
Esa dilambangkan dengan BINTANG, yang artinya
bintang dimaksudkan sebagai sebuah cahaya seperti
layaknya Tuhan yang menjadi cahaya kerohanian
bagi setiap manusia. Sedangkan latar berwarna hitam
melambangkan warna alam atau warna asli yang
menunjukkan bahwa Tuhan bukan sekedar rekaan
manusia, tetapi sumber dari segala dan telah ada
sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.

Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan Perisai hitam dengan sebuah bintang emas
berkepala lima menggambarkan agama-agama besar di Indonesia, Islam, Buddha, Hindu,
Kristen, dan juga ideologi sekuler sosialisme.

3.3. Pokok-pokok Yang Terkandung Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

3.3.1. Berdasarkan ketetapan MPR no. II/MPR/1978


Ketuhanan Yang Maha Esa

1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.

3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan


kepercayaannya.

4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

3.3.2. Berdasarkan ketetapan MPR no. I/MPR/2003


Sila pertama

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap


Tuhan Yang Maha Esa.

8
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.

3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk


agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.

4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan


terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah


sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.

7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain.

Penjabaran:

1. Pernyataan pengakuan bangsa Indonesia pada adanya dan kekuasaan Tuhan Yang Maha
Esa.
Pernyataan ini tidak saja dapat terbaca dalam Pembukaan UUD 1945 dimana
perumusan Pancasila itu terdapat tetapi dijabarkan lagi dalam tubuh UUD 1945 itu sendiri
pasal 29 ayat 1, yang berbunyi sebagai berikut :

“ Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa ”

Adanya pernyataan pengakuan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa secara yuridis
constitutional ini, mewajibkan pemerintah/aparat Negara untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

Dengan demikian dasar ini merupakan kunci dari keberhasilan bangsa Indonesia
untuk menuju pada apa yang benarm baik dan adil. Dasar ini merupakan pengikat moril bagi
pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas Negara, seperti memajukan kesejahteraan

9
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.

2. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya (pasal 29 ayat 2 UUD 1945).

Jaminan kemerdekaan beragama yang secara yuridis constitutional ini membawa


konsekuensi pemerintah sebagai berikut:

Pemerintah wajib memberi dorongan dan kesempatan terhadap kehidupan keagamaan


yang sehat.

Pemerintah memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha penyebaran agama,


baik penyebaran agama dalam arti kwalitatif maupun kwantitatif.

Pemerintah melarang adanya paksaan memeluk/meninggalkan suatu agama.

Pemerintah melarang kebebasan untuk tidak memilih agama.

Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan beragama bangsa Indonesia
tidak bisa dipisahkan dengan sila-sila yang lain. Oleh karena itu kehidupan beragama harus
dapat membawa persatuan dan kesatuan bangsa, harus dapat mewujudkan nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradap, harus dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi,
sehingga membawa seluruh rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan kemakmuran
lahir dan batin. Dalam hal ini berarti bahwa sila pertama memberi pancaran keagamaan,
memberi bimbingan pada pelaksanaan sila-sila yang lain.

3. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa


Asas kebebasan memeluk agama ini harus diikuti dengan asas toleransi antar pemeluk
agama, saling menghargai dan menghormati antara pemeluk agama yang satu dengan
pemeluk agama yang lain dalam menjalankan ibadah menurut agama mereka masing-masing.

4. Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kehidupan


duniawi/kemasyarakatan
Dua-duanya merupakan satu system sebagaimana satunya jiwa dan raga dalam
kehidupan manusia. Agama sebagai alat untuk mengatur kehidupan di dunia, sehingga dapat
mencapai kehidupan akhirat yang baik. Kehidupan beragama tidak bias lepas dari
pembangunan masyarakat itu sendiri, bangsa dan Negara demi terwujudnya keadilan dan
kemakmuran materiil maupun spiritual bagi rakyat Indonesia. Semakin kuat keyakinan dalam
agama, semakin besar kesadaran tanggungjawabnya kepada Tuhan bangsa dan Negara,
semakin besar pula kemungkinan terwujudnya kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi
bangsa itu sendiri.

10
3.4. Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Kita percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan
kepercayaan masing-masing.
2. Kita melaksanakan kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap.
3. Kita harus membina adanya saling menghormati antar pemeluk agama dan penganut
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4. Kita harus membina adanya saling kerjasama dan toleransi antara sesame pemeluk
agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5. Kita mengakui bahwa hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai hak
pribadi yang paling hakiki.
6. Kita mengakui tiap warga Negara bebas menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing.
7. Kita tidak memaksakan agama dan kepercayaan kita kepada orang lain.

4.1 Arti dan Makna dari Sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.”

Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh
sila Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Sila
kedua dilambangkan dengan RANTAI. Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental
dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini
bersumber pada dasar filosofis antropologis bahwa hakekat manusia adalah susunan
kodrat rohani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan
kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Nilai dasar dari sila kedua mencakup peningkatan martabat, hak, dan kewajiban
asasi warga negara, penghapusan penjajahan, kesengsaraan dan ketidak adilan dari muka
bumi. Harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Tidak
semena-mena terhadap orang lain. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan. Berani membela kebenaran dan keadilan, hormat
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa-bangsalain.

Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk berbudi yang memiliki
potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Kemanusiaan terutama berarti sifat manusia yang
merupakan esensi dan identitas manusia karena martabatkemanusiaannya (human
dignity).

Adil terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas
norma-norma yang obyektif; jadi, tidak subyektif apalagi sewenang-wenang.

11
Beradab berasal dari kata adab yang berarti budaya. Jadi,beradab berarti berbudaya.
Ini mengandung arti bahwa sikap hidup, keputusan, dan tindakan selalu berdasarkan nila-
nilai budaya, terutama norma sosial dan kesusilaan (moral). Adab terutama mengandung
pengertian tata kesopanan, kesusilaan atau moral. Dengan demikian, beradab dapat
ditafsirkan sebagai berdasar nilai-nilai kesusilaan atau moralitas khususnya dan
kebudayaan umumnya.

Jadi, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan
manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan
norma-norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri pribadi, sesama
manusia,maupun terhadap alam dan hewan.

4.2 Tujuan Pancasila Sila Kedua

Tujuan nya ialah antara lain, yaitu :

1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya


sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat,persamaan hak,dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda - bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin,kedudukan sosial, warna kulit dan lain sebagai nya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap tidak semena-mena kepada orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati antar sesama manusia.
7. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
8. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
9. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
10.Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
11.Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
12.Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
13.Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
14. Berani membela kebenaran dan keadilan.
15.Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
16.Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

12
4.3 Sumber Hukum Sila Kedua

Sumber hukum nya ialah :

1. Pembukaan UUD 1945 alinea pertama dari pembukaan UUD 1945, yang berbunyi:
“Bahwa kemerdekaan itu ialah hal segala bangsa, oleh sebab itu maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan
perikeadilan” kalimat tersebut menunjukkan keteguhan dan kuatnya motivasi bangsa
Indonesia untuk melawan penjajahan untuk merdeka, dengan demikian segala bentuk
penjajahan haram hukumnya dan segera harus dienyahkan dari muka bumi ini karena
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian dan keadilan.
2. Pembukaan UUD 1945 alenia ke empat yang berbunyi: “kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintah negara Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdasakan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada:
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan”.
3. Dengan rumusan yang panjang dan padat ini pada aline keempat pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 ini punya makna bahwa:
a) Negara Indonesia mempunyai fungsi sekaligus tujuan, yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
b) Keharusan adanya Undang-Undang Dasar.
c) Adanya asas politik negara yaitu Republik yang berkedaulan rakyat.
d) Adanya asas kerohanian negara, yaitu rumusan Pancasila, Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Pasal 27 ayat 1,2,dan 3UUD 1945(menjelaskan tentang kedudukan manusia yang
sama di dalam hukum).

13
BUNYI PASAL 27 AYAT 1 UUD 1945
1. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.
BUNYI PASAL 27 AYAT 2 UUD 1945
2. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
BUNYI PASAL 27 AYAT 3 UUD 1945
3. Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negar
5. Pasal 28A-28J (menjelaskan tentang hak asasi mamanusia)
6. Pasal 29 ayat 2 (menjelaskan tentang kebebasan beragama dan memiliki kepercayaan
masing-masing)
7. Pasal 30 UUD 1945
8. Bunyi pasal 30 ayat 1 dan 2 :
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan
negara.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
9. Pasal 31 UUD 1945
10.Bunyi pasal 31 ayat 1 dan 2 :
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang diatur dengan undang-undang.
11. Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila, memberikan petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud
pengamalan sila “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”

IV. KESIMPULAN
Identitas nasional pada hakikatnya merupakan penjelmaan nilai-nilai budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri yang
berbeda antara bangsa tersebut dengan bangsa yang lain sehingga ia memiliki jatidiri bangsa
yang akan memperkuat bangsa itu sendiri.

14
Lambang negara merupakan salah satu wujud identitas sosial yang memiliki sejarah
yang panjang dalam proses penentuannya, memiliki tujuan tertentu, terkadung berbagai
macam komponen didalamnya yang juga memiliki makna-makna tersendiri bagi suatu
negara.

Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Lambang Negara Republik Indonesia


adalah garuda Pancasila. Hal ini dipertegaskan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara yang
menetapkan Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Indonesia. Dalam UU No. 24 Tahun
2009 menyatakan bahwa “Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda
Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, dan Semboyan bhineka Tunggal
Ika ditulis diatas pita yang dicengkram oleh Garuda.”

Secara tegas bangsa Indonesia telah memilih burung Garuda sebagai lambang
kebangsaannya yang besar, karena Garuda adalah burung yang penuh percaya diri, energik
dan dinamis. Ia terbang menguasai angkasa dan memantau keadaan sendiri, tak suka
bergantung pada yang lain. Dalam penggunaannya, ada ketentuan-ketentuan yang mengatur
sehingga lambang tersebut diperlakukan sebagaimana seharusnya demi menjaga kedaulatan
bangsa dan negara.

V. DAFTAR PUSTAKA

Iskandar,dkk.1997.Pancasila.Yogyakarta: Yayasan Penerbit FKIS-IKIP

Isis.1980.Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila(Ekaprasetya


Pancakarsa).Yogyakarta: IKIP Yogyakarta

15
Rukiyati, dkk.2008.Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press

http://www.facebook.com/topic.php?uid=104604209740&topic=8690http://graha.students-
blog.undip.ac.id/2009/06/12/makna-sils-pancasila/

http://www.scribd.com/doc/38734254/makna-sila

https://oktavianipratama.wordpress.com/matakuliah-umum/kewarganegaraan/arti-dan-
makna-sila-ketuhanan-yang-maha-esa/

https://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila

http://www.kompasiana.com/diahsuci/memingat-kembali-5-lambang-dan-arti-pada-setiap-
sila-pancasila_552ac2326ea834ae4d552d27

http://www.markijar.com/2015/11/arti-dan-makna-lambang-dan-simbol.html

16

Anda mungkin juga menyukai