Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan sebutan Puskesmas

adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggung jawab atas

kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau bagian wilayah

kecamatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang

Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi

menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan

Perseorangan (UKP) tingkat pertama. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota, sehingga dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya, akan mengacu pada kebijakan pembangunan

kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersangkutan, yang tercantum

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana

Lima Tahunan dinas kesehatan kabupaten/kota (Permenkes, 2016)

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan

kefarmasian di puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok puskesmas, yaitu

sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat

pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang

meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat

(Permenkes, 2016)

1
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan

untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah

yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan

peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari

paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi

paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi

pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) (Permenkes, 2016).

Pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu

kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan obat dan bahan medis habis

pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung

oleh sumber daya manusia dan sarana dan prasarana (Permenkes, 2016).

Obat dan perbekalan kesehatan merupakan komponen yang tak tergantikan

dalam pelayanan kesehatan. Akses terhadap obat dan perbekalan kesehatan

terutama obat esensial merupakan salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian

penyediaan obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk

mendukung pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pengelolaan obat di

puskesmas meliputi beberapa fungsi, diantaranya perencanaan, pengadaan,

pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan (Departemen Kesehatan,

2013).

2
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana Manajemen Pengelolaan Obat dan Alat

Kesehatan di Puskesmas Poned Balowerti.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui struktur organisasi Manajemen Obat dan Alat Kesehatan

di Puskesmas Poned Balowerti

b. Mengetahui perencanaan kebutuhan Obat dan Alat Kesehatan di

Puskesmas Poned Balowerti

c. Mengetahui tentang pengadaan Obat dan Alat Kesehatan di Puskesmas

Poned Balowerti

d. Mengetahui tentang penyimpanan Obat dan Alat Kesehatan di

Puskesmas Poned Balowerti

e. Mengetahui tentang distribusi Obat dan Alat Kesehatan di Puskesmas

Poned Balowerti

f. Mengetahui tentang pemantauan Obat dan Alat Kesehatan di

Puskesmas Poned Balowerti

g. Mengetahui tentang mekanisme pemeliharaan dan perbaikan Alat

Kesehatan di Puskesmas Poned Balowerti

h. Mengetahui tentang form-form yang dipergunakan di Puskesmas

Poned balowerti

3
1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teori

Memperluas wawasan Dokter Muda tentang manajemen Obat dan Alat

kesehatan berupa proses perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi,

pemantauan, mekanisme pemeliharaan obat dan alat kesehatan di

Puskesmas Poned Balowerti.

1.4.2 Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih

baik khususnya di bidang pelayanan Obat dan Alat kesehatan di Puskesmas

Poned Balowerti.

4
BAB 2

MANAJEMEN OBAT DAN ALAT KESEHATAN

2.1 Puskesmas

2.1.1 Definisi Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan sebutan Puskesmas

adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggung jawab atas

kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau bagian wilayah

kecamatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang

Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi

menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan

Perseorangan (UKP) tingkat pertama. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota, sehingga dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya, akan mengacu pada kebijakan pembangunan

kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersangkutan, yang tercantum

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana

Lima Tahunan dinas kesehatan kabupaten/kota (Permenkes, 2016)

2.1.2 Konsep Manajemen Puskesmas

Manajemen adalah serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol (Planning, Organizing, Actuating,

Controling) untuk mencapai sasaran/tujuan secara efektif dan efesien. Efektif

berarti bahwa tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui proses

penyelenggaraan yang dilaksanakan dengan baik dan benar serta bermutu,

berdasarkan atas hasil analisis situasi yang didukung dengan data dan informasi

yang akurat (evidence based). Sedangkan efisien berarti bagaimana Puskesmas

5
memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk dapat melaksanaan upaya

kesehatan sesuai standar dengan baik dan benar, sehingga dapat mewujudkan

target kinerja yang telah ditetapkan (Permenkes, 2016).

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat

Kesehatan Masyarakat, disebutkan bahwa Puskesmas mempunyai tugas

melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan

kesehatan diwilayah kerjanya dan berfungsi menyelenggarakan UKM dan UKP

tingkat pertama diwilayah kerjanya. Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Daerah

Kabupaten/Kota, merupakan bagian dari dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai

UPTD dinas kesehatan kabupaten/kota. Oleh sebab itu, Puskesmas melaksanakan

tugas dinas kesehatan kabupaten/kota yang dilimpahkan kepadanya, antara lain

kegiatan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan

Kabupaten/kota dan upaya kesehatan yang secara spesifik dibutuhkan masyarakat

setempat (local specific) (Permenkes, 2016).

2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan

sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan

kefarmasian (Permenkes, 2016).

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar : pengelolaan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, dan pelayanan

farmasi klinik (Permenkes, 2016).

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai meliputi: perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,

pengendalian dan pencatatan dan pelaporan. Pelayanan farmasi klinik meliputi:

6
pengkajian Resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling,

Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care), Pemantauan Terapi

Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

2.2.1 Pengelolaan Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai

Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu

kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan,

penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan

pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin

kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Obat dan Bahan Medis Habis

Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan

tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan

pengendalian mutu pelayanan (Permenkes, 2016).

Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mepunyai tugas dan tanggung jawab

untuk menjamin terlaksananya pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

yang baik. Kegiatan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:

(Permenkes, 2016).

1. Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis Habis

Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan

kebutuhan Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:

a. perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang

mendekati kebutuhan

b. meningkatkan penggunaan Obat secara rasional

c. meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.

7
Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas

setiap periode dilaksanakan oleh Ruang Farmasi di Puskesmas. Proses seleksi

obat dan bahan medis habis pakai dilakukan dengan mempertimbangkan pola

penyakit, pola konsumsi obat periode sebelumnya, data mutasi obat, dan

rencana pengembangan. Proses seleksi obat dan bahan medis habis pakai juga

harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium

Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di

Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola

program yang berkaitan dengan penggunaan obat dan media habis pakai.

Proses perencanaan kebutuhan obat per tahun dilakukan secara berjenjang

(bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan

menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)

Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan

analisa terhadap kebutuhan Obat Puskesmas di wilayah kerjanya,

menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan safety

stock, waktu kekosongan obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih.

2. Permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Tujuan permintaan obat dan bahan medis habis pakai adalah memenuhi

kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di puskesmas, sesuai dengan

perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.

8
3. Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan dalam

menerima obat dan bahan medis habis pakai dari Instalasi Farmasi

Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya

adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan

permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Semua petugas yang terlibat dalam

kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan,

pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat dan bahan medis habis pakai

berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas penerimaan wajib

melakukan pengecekan terhadap obat dan bahan medis habis pakai yang

diserahkan, mencakup bentuk sediaan, nama obat, jumlah kemasan, jumlah

obat, tanggal kadaluwarsa obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO),

ditandatangani oleh petugas penerima, dan diketahui oleh Kepala Puskesmas.

Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima dapat mengajukan

keberatan. Masa kedaluwarsa minimal dari obat yang diterima disesuaikan

dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan.

4. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai merupakan suatu kegiatan

pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari

kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di

puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan

hal-hal sebagai berikut:

9
a. bentuk dan jenis sediaan;

b. stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);

c. mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan

d. narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.

5. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai merupakan kegiatan

pengeluaran dan penyerahan obat dan bahan medis habis pakai secara merata

dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan

jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit

pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu,

jumlah dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di puskesmas dan jaringannya

antara lain:

a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;

b. Puskesmas Pembantu

c. Puskesmas Keliling

d. Posyandu

e. Poskesdes

Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain) dilakukan

dengan cara pemberian secara periodik setiap 3 kali seminggu dan pemberian

obat per sekali minum (dispensing dosis unit), sedangkan pendistribusian ke

jaringan puskesmas dilakukan dengan cara penyerahan obat sesuai dengan

kebutuhan pada LPLPO yang mengacu pada stok optimum.

10
6. Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan untuk

memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan

program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan

kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya

adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan

kesehatan dasar. Pengendalian obat terdiri dari:

a) Pengendalian persediaan

b) Pengendalian penggunaan

c) Penanganan obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa.

7. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan

Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam

rangka penatalaksanaan obat dan bahan medis habis pakai secara tertib, baik

obat dan bahan medis habis pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan

digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Tujuan pencatatan,

pelaporan dan pengarsipan adalah:

a) Bukti bahwa pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai telah dilakukan

b) Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian

c) Sumber data untuk pembuatan laporan.

8. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis

Pakai

Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai

dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:

11
a) mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan

obat dan bahan medis habis pakai sehingga dapat menjaga kualitas

maupun pemerataan pelayanan

b) memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan obat dan bahan medis

habis pakai

c) memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.

2.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian

yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat dan

bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes, 2016).

Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:

1) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di

Puskesmas.

2) Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,

keamanan dan efisiensi obat dan bahan medis habis pakai.

3) Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien

yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.

4) Melaksanakan kebijakan obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan

penggunaan obat secara rasional.

Pelayanan farmasi klinik meliputi (Permenkes, 2016) :

1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat

2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

3. Konseling

12
4. Ronde/Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)

5. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

7. Evaluasi Penggunaan Obat

1) Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat

Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,

persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap

maupun rawat jalan.

a. Persyaratan administrasi meliputi:

1. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.

2. Nama, dan paraf dokter.

3. Tanggal resep.

4. Ruangan/unit asal resep.

b. Persyaratan farmasetik meliputi:

1. Bentuk dan kekuatan sediaan.

2. Dosis dan jumlah obat.

3. Stabilitas dan ketersediaan.

4. Aturan dan cara penggunaan.

5. Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).

c. Persyaratan klinis meliputi:

1. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat.

2. Duplikasi pengobatan.

3. Alergi, interaksi dan efek samping Obat.

13
4. Kontra indikasi.

5. Efek adiktif.

Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat

merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik

Obat, memberikan label/etiket, menyerahan sediaan farmasi dengan informasi

yang memadai disertai pendokumentasian.

Tujuan:

a. Pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan.

b. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan.

2) Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk

memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker,

perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

Tujuan:

a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di

lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.

b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan

dengan obat (contoh: kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan

mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang

memadai).

c. Menunjang penggunaan obat yang rasional.

Kegiatan:

a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro

aktif dan pasif.

14
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui

telepon, surat atau tatap muka.

c. Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.

d. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap,

serta masyarakat.

e. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan

tenaga kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis habis

pakai.

f. Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan Pelayanan

Kefarmasian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:

a) Sumber informasi Obat

b) Tempat

c) Tenaga

d) Perlengkapan

3. Konseling

Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah

pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat

inap, serta keluarga pasien.

Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang

benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan

pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping,

tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.

Kegiatan:

15
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.

b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter

kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question),

misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara

pemakaian, apa efek yang diharapkan dari obat tersebut, dan lain-lain.

c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.

d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat

untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

Faktor yang perlu diperhatikan:

1) Kriteria pasien:

a. Pasien rujukan dokter

b. Pasien dengan penyakit kronis

c. Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi.

d. Pasien geriatrik.

e. Pasien pediatrik.

f. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.

2) Sarana dan prasarana:

a. Ruangan khusus.

b. Kartu pasien/catatan konseling.

Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan

mendapat risiko masalah terkait obat misalnya komorbiditas, lanjut usia,

lingkungan sosial, karateristik obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas

penggunaan obat, kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan

16
tentang bagaimana menggunakan obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan

pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan

tercapainya keberhasilan terapi obat.

4. Ronde/Visite Pasien

Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara

mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter,

perawat, ahli gizi, dan lain-lain.

Tujuan:

a. Memeriksa obat pasien.

b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan

mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.

c. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan

obat.

d. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam

terapi pasien.

Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan

dokumentasi dan rekomendasi.

1) Kegiatan visite mandiri:

Untuk Pasien Baru

a. Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari

kunjungan.

b. Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan

jadwal pemberian obat.

17
c. Menanyakan obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah,

mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan

pengobatan pasien.

d. Mengkaji terapi obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah

terkait obat yang mungkin terjadi.

Untuk pasien lama dengan instruksi baru

a. Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan obat baru.

b. Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian

obat

Untuk semua pasien

a. Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.

b. Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian

masalah dalam satu buku yang akan digunakan dalam setiap

kunjungan

2) Kegiatan visite bersama tim:

a. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan

pegobatan pasien dan menyiapkan pustaka penunjang.

b. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien

dan/atau keluarga pasien terutama tentang obat.

c. Menjawab pertanyaan dokter tentang obat.

d. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan,

seperti obat yang dihentikan, obat baru, perubahan dosis dan lain-

lain.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

18
a. Memahami cara berkomunikasi yang efektif.

b. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim.

c. Memahami teknik edukasi.

d. Mencatat perkembangan pasien.

Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan

terputusnya kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan obat.

Untuk itu, perlu juga dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home

Pharmacy Care) agar terwujud komitmen, keterlibatan, dan kemandirian

pasien dalam penggunaan obat sehingga tercapai keberhasilan terapi obat.

5. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan

atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada

manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi

fungsi fisiologis.

Tujuan:

a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak

dikenal dan frekuensinya jarang.

b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat

dikenal atau yang baru saja ditemukan.

Kegiatan:

a. Menganalisis laporan efek samping obat.

b. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi

mengalami efek samping obat.

c. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

19
d. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

Faktor yang perlu diperhatikan:

a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.

b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan

terapi obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan

meminimalkan efek samping.

Tujuan:

a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.

b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan obat.

Kriteria pasien:

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multidiagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang

merugikan.

Kegiatan:

a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

b. Membuat catatan awal.

c. Memperkenalkan diri pada pasien.

d. Memberikan penjelasan pada pasien.

20
e. Mengambil data yang dibutuhkan.

f. Melakukan evaluasi.

g. Memberikan rekomendasi.

7. Evaluasi Penggunaan Obat

Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur

dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi,

efektif, aman dan terjangkau (rasional).

Tujuan:

a. Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu.

b. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu.

Indikator Penggunaan Obat Rasional

a. Deskripsi

Dalam melakukan identifi kasi masalah maupun melakukan monitoring dan

evaluasi penggunaan obat rasional, WHO menyusun indikator, yang dibagi

menjadi indikator inti dan indikator tambahan (Kementerian Kesehatan RI,

2011)

b. Tujuan

1) Untuk melakukan pengukuran terhadap capaian keberhasilan upaya dan

intervensi dalam peningkatan penggunaan obat yang rasional dalam

pelayanan kesehatan.

c. Indikator

1) Indikator Inti:

a. Indikator peresepan

 Rerata jumlah item dalam tiap resep.

21
 Persentase peresepan dengan nama generik.

 Persentase peresepan dengan antibiotik.

 Persentase peresepan dengan suntikan.

 Persentase peresepan yang sesuai dengan Daftar Obat Esensial

Nasional (DOEN).

b. Indikator Pelayanan

 Rerata waktu konsultasi.

 Rerata waktu penyerahan obat.

 Persentase obat yang sesungguhnya diserahkan.

 Persentase obat yang dilabel secara adekuat.

c. Indikator Fasilitas

 Pengetahuan pasien mengenai dosis yang benar.

 Ketersediaan Daftar Obat Esensial.

 Ketersediaan key drugs.

2) Indikator Tambahan

Indikator ini dapat diperlakukan sebagai tambahan terhadap indikator inti.

Indikator ini tidak kurang pentingnya dibandingkan indikator inti, namun

sering data yang dipergunakan sulit diperoleh atau interpretasi terhadap

data tersebut mungkin sarat muatan lokal.

a. Persentase pasien yang diterapi tanpa obat.

b. Rerata biaya obat tiap peresepan.

c. Persentase biaya untuk antibiotik.

d. Persentase biaya untuk suntikan.

e. Peresepan yang sesuai dengan pedoman pengobatan.

22
f. Persentase pasien yang puas dengan pelayanan yang diberikan.

g. Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai akses kepada informasi

yang obyektif (Kementerian Kesehatan RI, 2011)

2.3 Manajemen Obat dan Alat Kesehatan di Puskesmas Poned Balowerti

2.3.1 Struktur Organisasi Manajemen Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Serta Pembagiannya

Bagan 2.1. Struktur Organisasi Manajemen Obat di Puskesmas Poned


Balowerti (Laporan Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016)

Unit kefarmasian Puskesmas Poned Balowerti memiliki 3 orang staf. Terdiri

dari satu apoteker penanggung jawab dan 2 asisten apoteker. Satu asisten apoteker

yang bertanggungjawab di rawat jalan, dan satu asisten apoteker yang

bertanggungjawab di rawat inap dan kamar bersalin. Puskesmas pembantu dan

23
dan Poskeskel masing masing memiliki 1 orang pengelola obat, yaitu perawat

yang diberi SK pendelegasian wewenang apoteker oleh kepala puskesmas untuk

melakukan fungsi pengelolaan obat dan penyampaian informasi obat terbatas di

masing-masing unit nya. Untuk pengelolahan alat kesehatan, terhadap Puskesmas

Poned Balowerti memiliki 2 orang staf yang bertanggung jawab alat medis dan

non medis. (Laporan Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016).

2.3.2 Perencanaan Kebutuhan Obat dan Alat Kesehatan

Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat antara lain:

a. Tahap pemilihan obat

Fungsi seleksi/ pemilihan obat adalah untuk menentukkan skala prioritas obat

benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk, pola penyakit di

daerah, dam formularium puskesmas. Untuk mendapatkan pengadaan obat

yang baik, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yaitu

meliputi:

1. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari

duplikasi dan kesamaan jenis.

2. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan

(drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

3. Mengutamakan obat yang masuk di dalam formularium nasional. Bila ada

obat di luar fornas yang menurut urgensinya dibutuhkan dalam pelayanan,

diusulkan masuk dalam formularium puskesmas.

b. Tahap perhitungan kebutuhan obat

Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan

masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/puskesmas selama

24
setahun dan sebagai data untuk menghitung stok optimum. Informasi yang

didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah: (Laporan Tahunan Puskesmas

Poned Balowerti, 2016).

1. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan

kesehatan/puskesmas.

2. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun

seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas.

3. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat di seluruh unit pelayanan

kesehatan/puskesmas dalam periode satu tahun.

4. Stok optimum masing-masing obat di setiap unit pelayanan.

Cara menghitung Kebutuhan obat :

Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian

pada periode sebelumnya

SO = SK + WK + WT + SP

Kebutuhan = SO - SS

Keterangan :

SO = Stok optimum

SK = Stok Kerja (Stok pada periode berjalan)

WK = Waktu kekosongan obat

WT = Waktu tunggu ( Lead Time )

SP = Stok penyangga

SS = Sisa Stok

 Stok kerja = pemakaian rata – rata per periode distribusi

25
 Waktu kekosongan = lamanya kekosongan obat dihitung dalam

hari

 Waktu tunggu = waktu tunggu, dihitung mulai dari

permintaan obat oleh Puskesmas sampai dengan penerimaan

obat di Puskesmas.

 Stok Penyangga = persediaan obat untuk mengantisipasi

terjadinya peningkatan kunjungan, keterlambatan kedatangan

obat, pemakaian. Besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan

antara Puskesmas dan Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota.

 Sisa Stok = sisa obat yang masih tersedia di Puskesmas pada

akhir periode distribusi

Tahap perhitungan kebutuhan obat menentukkan kebutuhan obat

merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang

bekerja di UPOPPK kabupaten/kota maupun Unit Pelayanan Kesehatan Dasar

(PKD). Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila

informasi semata-mata hanya berdasarkan informasi teoritis terhadap kebutuhan

pengobatan. Koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara

terpadu serta melalui tahapan seperti diatas, diharapkan obat yang direncanakan

dapat tepat jenis, tepat jumlah serta tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan

(Laporan Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016).

Metode yang lazim digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan obat di tiap

unit pelayanan kesehatan adalah: (Laporan Tahunan Puskesmas Poned Balowerti,

2016).

a. Metode konsumsi

26
Metode ini dilakukan dengan menganalisis data komsumsi obat tahun

sebelumnya. Hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Pengumpulan data dan pengolahan data

2. Analisis data untuk informasi dan evaluasi

3. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat

b. Metode epidemiologi

Metode ini dilakukan dengan menganalisis kebutuhan obat berdasarkan pola

penyakit, perkiraan kunjungan dan waktu tunggu (lead time).

Langkah-langkah dalam metode ini antara lain:

1. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani

2. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit

3. Menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan

4. Menghitung perkiraan kebutuhan obat

5. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.

Dasar yang digunakan untuk merencanakan pengadaan obat dan alat

kesehatan di Puskesmas Poned Balowerti menggunakan metode kombinasi, yaitu

dengan metode konsumsi dan epidemiologi. Hal itu didasarkan atas analisis data

konsumsi periode sebelumnya dan analisis data prevalensi penyakit, khususnya 10

besar penyakit yang diderita masyarakat setempat. Untuk menentukan jumlah

perencanaan obat diperlukan data sebagai berikut:

a. Data pemakaian obat periode sebelumnya.

b. Jumlah kunjungan resep.

c. Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.

d. Jumlah Stok Optimal

27
e. Sisa stok, jika salah satu obat masih ada sisa bulan kemarin, maka pengadaan

obat tersebut tetap direncanakan dengan jumlah obat yang disesuaikan.

f. Data 10 penyakit terbesar

g. Data kebutuhan berdasar 10 penyakit terbesar berdasarkan laporan bulanan

dan tahunan Puskesmas

2.3.3 Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan

a. Pengadaan Obat

Pengadaan atau permintaan obat di puskesmas dilakukan untuk

memperoleh jenis dan jumlah obat, obat yang bermutu, menjamin

tersedianya obat dengan cepat dan tepat waktu. Oleh karena itu

pengadaan atau permintaan obat harus memperhatikan dan

mempertimbangkan bahwa obat yang diminta atau diadakan sesuai

dengan jenis dan jumlah obat yang telah direncanakan. Pengadaan atau

permintaan obat di puskesmas, dilakukan kepada Dinas Kesehatan Kota

Kediri oleh bagian Gudang Farmasi Kota (GFK) Kediri. Bagian Gudang

Farmasi Kota (GFK) Kediri dilakukan dengan mengajukan Laporan

Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). LPLPO untuk obat

Dinkes ini dibuat tiap 1 bulan sekali. Bila ada Kejadian Luar Biasa

(KLB) atau obat habis bisa meminta sewaktu-waktu ke Gudang Farmasi

Kota (GFK) Kediri tanpa harus menunggu jatuh tempo 1 bulan. Obat

dipesan melalui gudang obat farmasi. Kegiatan permintaan dari

puskesmas ke GFK dapat dilakukan sebagai berikut:

28
a. Permintaan rutin yaitu permintaan yang dilakukan sesuai dengan

jadwal yang disepakati oleh Dinas Kesehatan dan masing-masing

Puskesmas, yaitu dilakukan sebulan sekali.

b. Permintaan khusus yaitu permintaan yang dilakukan diluar jadwal

yang telah disepakati apabila terjadi peningkatan penggunaan yang

menyebabkan kekosongan obat dan penanganan kejadian luar biasa

(KLB) serta obat rusak.

Sumber penyediaan obat di Puskesmas Poned Balowerti berasal dari Dinas

Kesehatan Kota Kediri. Obat yang diadakan di puskesmas adalah obat esensial

yang jenis dan itemnya merujuk pada DOEN, FORNAS, dan formularum

puskesmas. Selain itu sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.085/1989

tentang kewajiban menuliskan resep generik dan atau menggunakan obat generik

di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, maka hanya obat generik yang

diperkenankan tersedia di puskesmas. Dengan dasar pertimbangan:

a. Obat generik mempunyai mutu, efikasi yang memenuhi standar pengobatan

b. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan publik

c. Menjaga kelangsungan pelayanan publik

d. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi alokasi dana obat pelayanan kesehatan

publik (Laporan Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016).

Kegiatan utama dalam permintaan atau pengadaan obat di Poned

Balowerti antara lain berupa: (Laporan Tahunan Puskesmas Poned Balowerti,

2016).

a. Menyusun daftar permintaan obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan.

29
b. Mengajukan permintaan kebutuhan obat kepada Dinas Kesehatan

Kota/Kabupaten dan GFK dengan menggunakan LPLPO.

c. Penerimaan dan pengecekan jenis dan jumlah obat.

Bagan 2.2. Alur Pengadaan Obat Di Puskesmas Poned Balowerti (Laporan

Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016)

: Jalur Pelaporan Obat

: Jalur Distribusi Obat

b. Pengadaan Alat Kesehatan

Manajemen alat kesehatan dan alat kedokteran di Puskesmas Poned Balowerti

dipegang oleh pengelola barang dan alat kesehatan puskesmas. Pengadaan alat

kesehatan di Puskesmas Poned Balowerti tidak dapat dilakukan secara

langsung. Setiap unit di puskesmas induk mengajukan daftar alat kesehatan

yang diperlukan, akan lapor ke bagian pengelolah alat kesehatan, dan akan

dilanjutkan ke kepala puskesmas. Selanjutnya kepala puskesmas memberikan

laporan kebutuhan alat kesehatan kepada Dinas Kesehatan Kota Kediri.

Pengadaan alat kesehatan Puskesmas Poned Balowerti dilakukan oleh Dinas

30
Kesehatan Kota kediri setiap setahun sekali. (Laporan Tahunan Puskesmas

Poned Balowerti, 2016).

Bagan 2.3. Alur Pengadaan Alat Kesehatan Di Puskesmas Poned Balowerti


(Laporan Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016)

2.3.4 Penyimpanan Obat dan Alat Kesehatan

a. Penyimpanan Obat

Penyimpanan obat merupakan salah satu rangkaian kegiatan pengelolaan obat

untuk menjamin mutu dan keamanan obat dalam persediaan. Penyimpanan

obat ditunjukan untuk memelihara mutu obat sedemikian rupa sehingga obat

yang diberikan kepada pasien sesuai dengan yang diharapkan. Setelah obat

diterima oleh penanggungjawab gudang farmasi puskesmas selanjutnya

petugas gudang farmasi puskesmas melakukan pengecekan kesesuaian obat

yang diberikan dengan permintaan (LPLPO), kesesuaian dengan dokumen

barang (BBK GFK), batch nomor dan tangal kadaluarsa (expired date) barang,

serta kondisi fisik barang. Setelah semua sesuai maka setiap obat harus segera

dicatat dalam kartu persediaan obat di puskesmas (kartu stok). Selanjutnya

31
semua obat tersebut dilakukan kegiatan penyimpanan obat yaitu disimpan di

gudang obat.

Kegiatan penyimpanan obat yaitu disimpan di ruangan khusus (gudang

obat), yang disusun di rak berdasarkan bentuk sediaan, dan kelas terapi dan

disusun secara alfabetis. Pada saat obat sampai digudang, obat berbahaya

dipisahkan dari obat lainnya yang ada di dalam gudang dan disimpan di

tempat tersendiri. Obat-obatan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari

khusus dengan pintu ganda terkunci. Obat di gudang obat disimpan di rak,

obat bentuk infus diletakkan di atas palet kayu (alas yang memberi jarak

antara lantai dan tumpukan obat). Pada setiap unit layanan, persediaan obat

dipisah menjadi 2, yaitu stok gudang dan stok pelayanan. Gudang induk

puskesmas selalu dalam keadaan terkunci, dan kamar obat selalu terkunci bila

di luar jam pelayanan (Laporan Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016).

Obat yang disusun di dalam rak atau lemari dilakukan dengan sistem

kombinasi, yaitu menggunakan sistem FEFO dam FIFO. Sistem FEFO,

dimana obat yang masa expired nya lebih lama diletakkan dibagian belakang

sedangkan masa expired nya lebih pendek diletakkan dibagian depan.

Sedangkan sistem FIFO, dimana obat yang datang lebih dulu diletakkan

didepan. Ada kekurangan dalam hal kerapian, sehingga kadang menyulitkan

petugas dalam mencari obat yang dicari. (Laporan Tahunan Puskesmas Poned

Balowerti, 2016)

32
Gambar 2.1 Gudang Penyimpanan Obat

Gambar 2.2 Lemari Khusus Penyimpanan Obat Psikotropika dan narkotika

33
Gambar 2.3 Lemari kaca tempat penyimpanan obat di pelayanan

Khusus untuk obat-obatan psikotropika disimpan disebuah lemari kayu

dengan kunci tersendiri, vaksin yang perlu suhu dingin diletakkan di lemari

pendingin di ruang imunisasi (Laporan Tahunan Puskesmas Poned Balowerti,

2016).

Semua vaksin di Puskesmas Poned Balowerti disimpan dalam lemari es

dengan rentang suhu penyimpanan 2-8oC mengikuti pedoman permenkes

nomer 12 tahun 2017 tentang penyelenggaraan Imunisasi. Imunisasi DPT, DT,

dan TT tidak boleh dibekukan karena akan menjadi rusak.

Gambar 2.4 Lemari pendingin penyimpanan vaksin

b. Penyimpanan Alat Kesehatan

Alat kesehatan disimpan di Gudang yang berukuran 3x4 m, berlantai

keramik, dan lumayan luas. Namun penataan alat kesehatan tersebut terlihat

34
begitu tidak rapi. Pengelolaan dan penyimpanan alat kesehatan di Puskesmas

Poned Balowerti diletakkan di gudang tersendiri, dan dilakukan oleh petugas

pengelola barang dan alat kesehatan puskesmas. Oleh karena itu masih butuh

pengelolaan lebih lanjut untuk memperbaiki penyimpanan alat kesehatan di

Puskesmas Poned Balowerti (Laporan tahunan Puskesma Balowerti, 2016).

Gambar 2.5 Gudang Penyimpanan Alat Kesehatan

2.3.5 Pendistribusian

Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan

pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahannya serta tepat jenis

dan jumlahnya dari gudang obat di unit-unit pelayanan kesehatan termasuk

penyerahan obat kepada pasien.

Distribusi obat bertujuan untuk mendekatkan obat dan alat kesehatan

kepada pemakai di unit pelayanan kesehatan sehingga setiap saat tersedia dalam

jumlah, jenis, mutu yang di butuhkan secara ekonomis dan efektif (Laporan

Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016). Kegiatan distribusi meliputi:

a. Menentukan frekuensi/jadwal distribusi

Dalam menentukkan frekuensi distribusi perlu pertimbangan jarak sub unit

pelayanan dan biaya distribusi yang tersedia.

35
b. Menentukan jumlah obat

Dalam menentukan jumlah obat perlu dipertimbangkan pemakaian rata-rata

setiap jenis obat, sisa stok obat, pola penyakit, jumlah kunjungan di masing-

masing sub unit pelayanan kesehatan dengan menghitung stok optimum

setiap jenis obat.

Contoh perhitungan kebutuhan obat

Rumus : Kebutuhan = SO – SS

SO = SK + SWK + SWT + SP

 Pemakaian amoxicillin pada bulan november 2016 sebanyak 2000

tablet, sisa stok per 30 november 200 tablet, hari kerja puskesmas 25

hari kerja, maka pemakaian rata-rata obat yang digunakan pada bulan

Juli dibagi dengan jumlah hari kerja : 2000/25 = 80 tablet

 Waktu kosong tidak ada, jadi 0

 Waktu tunggu untuk pengambilan obat ke gudang obat biasanya

membutuhkan waktu 2 minggu, jadi dijadikan 14 hari maka 14 x 80

tablet = 1120 tablet

 Stok penyangga disepakati sebesar 100% , jadi stok penyangga adalah

200/200 x 2000 tablet = 2000 tablet

 Jadi kebutuhan obat amoxicillin untuk bulan desember 2017 = stok

optiumum (2000+0+1120+2000) – sisa stok (200) = 4920 tablet

c. Memeriksa mutu dan kadaluarsa obat

Obat dan alat bantu kesehatan yang didistribusi ke sub unit pelayanan

kesehatan perlu dicek mutu dan kadaluarsanya.

e. Melaksanakan penyerahan dapat dilakukan dengan cara:

36
1) Gudang obat menyerahkan/mengirim obat dan diterima di sub unit

pelayanan

2) Diambil sendiri oleh petugas sub unit pelayanan. Obat diserahkan dengan

formulir LPLPO yang sudah ditanda tangani dan satu rangkap disimpan

sebagai tanda bukti penyerahan/penerimaan obat.

3) Menandatangani dokumen penyerahan obat ke sub unit berupa LPLPO sub

unit.

Tata cara pendistribusian obat antara lain:

1) Unit pengelola obat tingkat Kabupaten/Kota melaksanakan distribusi obat ke

puskesmas dan rumah sakit yang ada di wilayah kerjanya sesuai dengan

kebutuhan masing-masing unit pelayanan kesehatan.

2) Obat-obatan yang akan dikirim ke unit harus disertai dokumen penyerahan

dan pengiriman obat.

3) Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obat yang akan dikirim, maka perlu

dilakukan pemeriksaan terhadap:

a. Jenis dan jumlah obat

b. Kualitas/kondisi obat

c. Isi kemasan

d. Kelengkapan dan kebenaran dokumen

e. Puskesmas induk mendistribusikan kebutuhan obat untuk Puskesmas

pembantu, rawat inap, kader, dan unit-unit pelayanan kesehatan harus

dicatat dalam kartu stok obat.

Untuk Pustu obat-obat yang telah keluar direkap untuk laporan

pengeluaran obat dan BMHP, kemudian penanggungjawab PUSTU juga

37
mengajukan permintaan obat dan alat kesehatan ke gudang obat puskesmas induk

melalui LPLPO Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat yang nantinya

akan direkapitulasi di puskesmas induk (Laporan Tahunan Puskesmas Poned

Balowerti, 2016).

Bagan 2.4 Alur Distribusi Obat Di Puskesmas Poned Balowerti (Laporan Tahunan
Puskesmas Poned Balowerti, 2016)

Dinkes (Gudang vaksin)

Kepala Puskesmas Poned Balowerti

Bagian logistik vaksin

Lemari Es

Penanggung Jawab Penyelenggaraan Imunisasi Puskesmas Poned Balowerti

Puskesmas Pembantu BPM

Bagan 2.5 Alur distribusi Vaksin di Puskesmas Poned Balowerti (Laporan


Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016)

38
Bagan 2.6 Alur Distribusi Alkes Di Puskesmas Poned Balowerti (Laporan
Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016)

2.3.6 Pemantauan Obat dan Alat Kesehatan

Pemantauan obat bertujuan agar menjamin tersedianya informasi untuk

pengendalian persediaan, perencanaan, pengadaan, perencanaan distribusi baik di

puskesmas maupun di DINKES/GFK, sehingga dapat dipenuhi jumlah, jenis dan

ketepatan waktu penyediaan obat di Puskesmas Poned Balowerti serta unit

pelayanan kesehatan lainnya untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

kepada masyarakat. Pemantauan obat meliputi pencatatan dan pelaporan data obat

dan data kesakitan (Laporan tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016).

Pencatatan dan pelaporan data puskesmas, Dinas Kesehatan menyediakan

software khusus untuk mengolah dan merekam keluar masuk obat dan BMHP.

Obat yang baru datang, disimpan dalam gudang dan diletakkan berdasarkan

tanggal kadaluwarsanya. Untuk fungsi pengendalian obat diberikan kartu data

keluar-masuk (checklist) yang disebut kartu stok. Mekanisme keluar masuknya

obat berdasarkan prinsip ”Frist Expired-First Out” yaitu berdasarkan tanggal

kadaluwarsa. Untuk obat-obat yang telah kadaluwarsa dicatat dalam bentuk

39
berita acara yang kemudian dikembalikan ke gudang farmasi untuk dilakukan

pemusnahan (Laporan Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016).

Pemantauan obat dilakukan oleh apoteker puskesmas dengan pengelola

manajemen obat dan alat kesehatan. Pemantauan obat dilakukan sebulan sekali,

sedangkan alat kesehatan dilakukan setahun sekali. Pemantauan (khususnya

obat) mencakup laporan dari masing-masing unit kerja (polindes, pustu, apotik).

Kemudian pada masing-masing periode pelaporan diserahkan kepada kepala

puskesmas sebagai penanggung jawab untuk dipantau lebih lanjut.

Pustu Rawat Inap Apotek Polindes


Posyandu Puskesmas Induk

Gudang Farmasi Puskesmas

KEPALA PUSKESMAS

DINKES

Bagan 2.9 Alur Pemantauan Obat di Puskesmas Poned Balowerti (Laporan


Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016)

b. Mekanisme Pemeliharaan dan Perbaikan Alat Kesehatan

Tanggung jawab pemeliharaan alat kesehatan dilakukan oleh masing-

masing ruangan (BP, KIA, rawat inap, laboratorium, poli gigi). Bila ada

kerusakan pada alat kesehatan, laporan ditujukan pada bendahara barang,

kemudian dilaporkan kepada kepala puskesmas sebagai penanggung jawab. Lalu,

untuk perbaikannya tergantung dari tingkat kerusakan alat kesehatan tersebut. Bila

ringan dan memungkinkan, alat kesehatan tersebut diperbaiki oleh petugas alat

kesehatan, namun bila kerusakan cukup berat dan membutuhkan anggaran yang

40
besar maka dilaporkan kepada kepala puskesmas. Laporan Tahunan Puskesmas

Poned Balowerti, 2016).

Puskesmas Poned Balowerti memiliki sistem pemeliharan yang bersifat aktif

atau pasif. Aktif pada pemeliharaan oleh masing-masing unit kerja atau unit

kesehatan lainnya di luar puskesmas (polindes, pustu), biasanya kerusakan bersifat

ringan. Pasif dilakukan pada saat terdapat pelaporan kerusakan dari masing-

masing unit kerja dan unit kesehatan lainnya (pustu, polindes) kepada kepala

Puskesmas dan biasaya kerusakannya berat. Pelaporan alat kesehatan diberikan

kepada kepala puskesmas sebagai penanggungjawab alat kesehatan (Laporan

Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016).

2.3.7 Form-Form yang Dipergunakan

Form yang digunakan di Puskesmas Poned Balowerti terdiri dari :

a. Kartu Stelling

Kartu ini digunakan hanya untuk mencatat tanggal dan jumlah obat yang

keluar atau masuk serta sisa obat. Mengontrol penggunaan dan pendistribusian

obat. Memantau keseimbangan antara stock obat yang tersisa dengan obat

yang keluar. Di Puskesmas Poned Balowerti, Kartu stelling obat puskesmas

tidak digunakan, perannya digantikan oleh program komputer pengelolaan

obat puskesmas (Laporan Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016)

c. Kartu stok gudang obat puskesmas

Kartu stok adalah kartu yang dipergunakan untuk mencatat mutasi obat

(penerimaan dan pengeluaran) dan harus berada di gudang obat puskesmas.

Fungsinya dari kartu stok gudang puskesmas adalah untuk mencatat mutasi

obat (penerimaan dan pengeluaran) dan data pada kartu stok digunakan untuk

41
menyusun laporan pemakaian obat dengan format Laporan Pemakaian dan

Lembar Permintaan Obat (LPLPO/LB2) dan sebagai data pembanding

terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanan. Form ini mencatat

tanggal transaksi, pihak pemberi (gudang farmasi obat) atau penerima obat

(Polindes/Pustu/Apotik), jumlah obat yang diterima dari pihak pemberi dan

jumlah obat yang dikeluarkan untuk pihak penerima obat, sisa stok obat pada

gudang puskesmas, tanggal kadaluarsa, dan no batch. Informasi dan manfaat

kartu stok :

 Informasi

 Jumlah obat yang tersedia (sisa stok)

 Jumlah obat yang diterima selama 1 bulan/1 periode

 Jumlah obat yang keluar selama 1 bulan/1 periode

 Jangka waktu/lama kekosongan obat

 Neraca pemasukan dan pengeluaran obat

 Manfaat

 Untuk pengisian LPLPO/LB2

 Menentukan jenis dan jumlah permintaan obat

 Mengawasi neraca pemasukan dan pengeluaran obat

Di Puskesmas Poned Balowerti, Kartu Stok gudang obat puskesmas sudah

digunakan sesuai dengan fungsinya dan sudah dicatat dengan baik oleh

petugas apotek (Laporan Tahunan Puskesmas Poned Balowerti, 2016).

42
Gambar 2.6 Kartu Stok Gudang Obat Puskesmas

d. Laporan Penggunaan Psikitropika

Digunakan khusus untuk mencatat pihak pemberi atau penerima obat

golongan psikotopika. Jumlah obat golongan psikotropika yang diterima dari

pihak pemberi dan jumlah obat golongan psikotropika yang dikeluarkan untuk

pihak penerima obat, serta stok awal dan akhir obat golongan psikotropika

yang ada di gudang puskesmas. Pencatatan pada form ini dilakukan tiap bulan.

Gambar 2.7 Laporan pemasukan dan pengeluaran psikotropika

d. Laporan penggunaan narkotika

43
Di Puskesmas Poned Balowerti menyediakan obat narkotika contohnya

codein 10 mg. Jumlah obat golongan narkotika yang diterima dari pihak

pemberi dan jumlah obat golongan narkotika yang dikeluarkan untuk pihak

penerima obat, serta stok awal dan akhir obat golongan narkotika yang ada di

gudang puskesmas. Pencatatan pada form ini dilakukan tiap bulan.

Gambar 2.8 Laporan pemasukan dan pengeluaran narkotik

e. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dinas kesehatan.

Digunakan untuk mencatat jumlah penerimaan, pemakaian, stok awal dan sisa

stok obat dan alat kesehatan habis pakai yang ada di puskesmas, tujuan

pemberian obat (PKD/ASKES/APBD/lain-lain). Pencatatannya dilakukan

setiap bulan oleh kepala gudang obat. Mengetahui penggunaan serta stok obat

dan BMHP. Sebagai sarana pengadaan obat. Mengusulkan permintaan obat ke

gudang farmasi kota.

44
Gambar 2.9 Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat

f. Laporan inventaris peralatan kesehatan puskesmas

Digunakan untuk mencatat jumlah alat kesehatan pada masing-masing unit

(ruangan-ruangan di puskesmas, pustu, polindes), keadaan alat kesehatan,

kebutuhan, pengadaan sendiri, permintaan serta penerimaan alkes. Pencatatan

pada form ini dilakukan setiap tahun.

g. Laporan Farmasi Klinis

Laporan farmasi klinis adalah laporan farmasi yang diberikan sebagai bagian

dari perawatan penderita melalui interaksi dengan profesi kesehatan lainnya

yang secara langsung terkait dengan perawatan penderita.

Gambar 2.10 Laporan Farmasi Klinis

45
h. Laporan Penggunaan Obat Rasional

Digunakan untuk mencatat penggunaan obat sesuai indikasi penggunaan obat

berdasarkan eviden based medicine. Dan dibuat laporan dalam bentuk laporan

bulanan.

Gambar 2.11 Laporan Penggunaan Obat Rasional

Cara perhitungan laporan penggunaan obat rasional :

R = Kolom (4) + Kolom (5) + Kolom (6)

i. Laporan Penggunaan Antibiotika

Digunakan untuk mencatat penggunaan obat Antibiotik sesuai indikasi

penggunaan obat berdasarkan eviden based medicine. Dan dibuat laporan

dalam bentuk laporan bulanan.

46
Gambar 2.12 Laporan Penggunaan Antibiotika

47

Anda mungkin juga menyukai