Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN BEDAH PADA

PASIEN DENGAN OSTEOARTHRITIS GENU DI POLI ORTHOPEDI


RSD. dr. HARYOTO LUMAJANG

Oleh:
Denny Dwi Kurnia Putra, S.Kep
NIM 192311101044

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
1. Definisi
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degenaeratif atau
osteoartritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling
sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas)
(Nanda,2012). Osteoartritis adalaha kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat
inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang penyusun sendi
( Soenarwo, 2011). Osteoartritis adalah kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat
inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang penyusun sendi.
Jadi osteoartritis merupakan kelainan yang bersifat progresif lambat yang
mengenai rawan sendi.
Osteoartritis adalah jenis arthritis yang disebabkan oleh kerusakan dan
hilangnya tulang rawan dari satu atau lebih sendi. Tulang rawan adalah substansi
protein yang berfungsi sebagai bantal antara tulang-tulang pada persendian.
Osteoartritis juga dikenal sebagai artritis degeneratif. Di antara lebih dari 100
jenis yang berbeda dari arthritis, osteoarthritis adalah yang paling umum, yang
mempengaruhi lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat (Inawati, 2010).

Gambar 1 Persendian Lutut Manusia

Gambar 2 Persendian Normal dan Persedian Ostheoartritis


2. Anatomi
Sendi lutut merupakan sendi yang terbesar pada tubuh manusia. Sendi ini
terletak pada kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah. Pada dasarnya
sendi lutut ini terdiri dari dua articulatio condylaris diantara condylus femoris
medialis, lateralis dan condylus tibiae yang terkait dalam sebuah sendi pelana ,
diantara patella dan fascies patellaris femoris.

1. Tulang pembentuk sendi lutut


Sendi lutut dibentuk dari tiga buah tulang yaitu tulang femur, tulang tibia,
tulang fibula dan tulang patella.
a. Tulang femur
Merupakan tulang panjang yang bersendi keatas dengan pelvis dan
kebawah dengan tulang tibia. Tulang femur terdiri dari epiphysis proksimal,
diaphysis dan epiphysis distalis. Pada tulang femur ini yang berfungsi dalam
persendian lutut adalah epiphysis distalis. Epiphysis distalis merupakan bulatan
sepanjang yang disebut condylous femoralis lateralis dan medialis.
Dibagian proksimal tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil yang
disebut epicondilus lateralis dan medialis. Bila dilihat dari depan, terdapat
dataran sendi yang melebar ke lateral yang disebut facies patelaris yang
nantinya bersendi dengan tulang patella. Dan bila dilihat dari belakang,
diantara condylus lateralis dan medialis terdapat cekungan yang disebut fossa
intercondyloideal.
b. Tulang patella
Merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia dengan bentuk
segitiga dan gepeng dengan aspex menghadap kearah distal. Pada permukaan
depan atau anterior tulang patella kasar sedangkan permukaan dalam atau
dorsal memiliki permukaan sendi yang lebih besar dan facies medial yang lebih
kecil
c. Tulang tibia
Merupakan salah satu tulang tungkai bawah selain tulang fibula, tibia
merupakan tulang kuat satu-satunya yang menghubungkan femur dan tumit
kaki. Seperti halnya tulang femur, tulang tibia dibagi tiga bagian, bagian ujung
proksimal, corpus dan ujung distal bagian dari tulang tibia yang membentuk
sendi lutut adalah bagian proksimal, dimana pada bagian ujung proksimal
terdapat condillus medialis dan tubercullum inter condiloseum lateral. Didepan
dan dibelakang eminentia terdapat fossa intercondilodea anterior dan posterior.
d. Tulang fibula
Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang, terletak di sebelah lateral dari
tibia juga terdiri dari tiga bagian : epiphysis proximal, diaphysis dan epiphysis
distalis. Epiphysis proximalis membulat disebut capitulum fibula yang
keproximal.
2. Jaringan lunak sekitar sendi lutut
a. Meniscus
Meniscus merupakan jaringan lunak, meniscus pada sendi lutut
adalah meniscus latralis. Adapun fungsi meniscus adalah:
 Penyebaran pembebanan
 Peredam kejut (shock absorber)
 Mempermudah gerakan rotasi
 Mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan akan diserap
oleh meniscus dan diteruskan ke sebuah sendi.
b. Bursa
Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan terjadinya
gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh membrane synovial.
Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain :
 bursa popliteus
 bursa supra patellaris
 bursa infra patellaris
 bursa subcutan prapatelaris
 bursa sub patellaris
c. Ligamen-ligamen Sendi Lutut
Ligamen mempunyai sifat yang cukup lentur dan jaringannya cukup kuat yang
berfungsi sebagai pembatas gerakan dan stabilitas sendi.
Ada beberapa ligamen sendi lutut yaitu :
1) Ligamentum cruciatum anterior
Berjalan dari depan fossa intercondyloidea anterior ke permukaan medial
condilus lateralis femorisyang berfungsi menahan hiperekstensi dan
menahan bergesernya tibia ke depan
2) Ligamentum cruciatum posterior
Berjalan dari facies lateralis condylus medialis femoris menuju ke fossa
intercondylodea tibia yang berfungsi menahan bergesernya tibia ke arah
belakang.
3) Ligamentum collateral lateral
Berjalan dari epicondylus lateralis ke capitulum fibula yang berfungsi
menahan gerakan varus atau samping luar.
4) Ligamentum collateral mediale
Berjalan dari epicondylus medial ke permukaan medial tibia
(epicondylus medialis tibia) yangberfungsi menahan gerakan valgus atau
samping dalam eksorotasi. Namun secara bersamaan fungsi –
fungsi ligament collateralle menahan bergesernya tibia ke depan pada
lutut 90°.
5) Ligamentum patella
Yang merupakan lanjutan dari tendon M. Quadriceps Femoris yang
berjalan dari patella ke tuberositas tibia.
6) Ligamentum retinacullum patella lateral dan medial
Ligament ini berada disebelah lateral dari tendon M. Quadricep Femoris
dan berjalan menuju tibia, dimana ligamen-ligamen ini melekat dengan
tuberositas tibia.
7) Ligamentum popliteum articuatum
Terletak pada daerah condylus lateralis femoris erat hubungannya dengan
M. Popliteum.
8) Ligamentum popliteum oblicum
Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turun menyilang menuju
fascia popliteum yang berfungsi mencegah hyperekstensi lutut.
3. Biomekanik Sendi Lutut
Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari gerakan tubuh manusia. Faktor
Biomekanis
a. Osteokinematika sendi lutut
Lutut termasuk dalam sendi ginglyus (hinge modified) dan mempunyai
gerak yang cukup luas seperti sendi siku, luas gerak fleksinya cukup besar.
Osteokinematika yang memungkinkan terjadi pada sendi lutut adalah gerak
flexi dan extensi pada bidang segitiga dengan lingkup gerak sendi untuk
gerak fleksi sebesar + 140° hingga 150° dengan posisi ekstensi 0° atau 5°
dan gerak putaran keluar 40° hingga 45° dari awal mid posisi, 20.
Fleksi sendi lutut adalah gerakan permukaan posterior ke bawah menjauhi
permukaan posterior tungkai bawah. Putaran ke dalam adalah gerakan yang
membawa jari-jari ke arah sisi dalam tungkai (medial). Putaran keluar
adalah gerakan membawa jari-jari ke arah luar (lateral) tungkai. Untuk
putaran (rotasi) dapat terjadi posisi lutut fleksi 90°, R (<90°).
b. Artrokinematika sendi lutut
Pada kedua permukaan sendi lutut pergerakan yang terjadi meliputi gerak
sliding dan rolling, maka disinilah berlaku hukum konkaf-konvek. Hukum
ini menyatakan bahwa “jika permukaan sendi cembung (konvek) bergerak
pada permukaan sendi cekung (konkaf) maka pergerakan sliding dan rolling
berlawanan. Dan “jika permukaan sendi cekung, maka gerak slidding dan
rolling searah” (Mudasir, 2002). Pada permukaan femur cembung (konvek)
bergerak, maka gerakkan slidding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak
fleksi femur rolling ke arah belakang dan sliddingnya kebelakang. Dan pada
permukaan tibia cekung (konkaf) bergerak, fleksi ataupun ekstensi menuju
ke depan atau ventral.

3. Epidemiologi
Osteoartritis dapat mengenai dua per tiga orang yang berumur lebih dari
65 tahun, denganprevalensi 60,5% pada pria dan70,5% pada wanita. Seiring
bertambahnya jumlah kelahiran yang mencapai usia per-tengahan dan obesitas
serta peningkatannya dalam populasi masyarakat osteoarthritis akan berdampak
lebih buruk di kemudian hari. Karena sifatnya yang kronik
progresif,osteoarthritis berdampak sosioekonomik yang besar di Negara maju
dan di Negara berkembang. (Suari, 2013).
Angka kejadian OA sering dijumpai pada orang dengan usia 45 thn keatas
dengan angka kejadian pada wanita lebh banyak daripada pria. Diseluruh
dunia, diperkirakan 9,6% pria dan 18% wanita berumur 60 thn keatas, terkena
OA. Insiden OA pada umur kurang dari 20 tahun sekitar 10% dan meningkat
lebh dari 80% pada umur lebih dari 55 tahun (Susanto,2011).
Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun,
30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun Prevalensi penyakit
sendi berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan di Indonesia 11,9% dan
berdasarkan gejala 24,7%. Prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
tertinggi di Bali 19,3% sedangkan berdasarkan gejala tertinggi di Nusa
Tenggara Timur 33,1%, Jawa Barat 32,1%, Bali 30%, DKI Jakarta 21,8%. Jika
dilihat dari karakteristik umur, prevalensi tertinggi pada umur ≥ 75 tahun (54, 8
%). Penderita wanita juga lebih banyak (27,5%) dibandingkan dengan pria
(21,8%) (Suari dkk, 2013).

4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari Osteoartritis yang banyak meyebabkan gejala,
meliputi:
1) Umur
Usia adalah faktor risiko utama timbulnya OA, dengan prevalensi dan
beratnya OA yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Lebih dari 80% individu berusia lebih dari 75 tahun terkena OA. Bukti
radiografi menunjukkan insidensi OA jarang pada usia di bawah 40 tahun.
OA hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak dan sering pada usia di atas
60 tahun. Meskipun OA berkaitan dengan usia, penyakit ini bukan
merupakan akibat proses penuaan yang tak dapat dihindari.

Perubahan morfologi dan struktur pada kartilago berkaitan dengan usia


termasuk penghalusan dan penipisan permukaan artikuler; penurunan ukuran
dan agregasi matriks proteoglikan; serta kehilangan kekuatan peregangan
dan kekakuan matriks. Perubahan-perubahan ini paling sering disebabkan
oleh penurunan kemampuan kondrosit untuk mempertahankan dan
memperbaiki jaringan, seperti kondrosit itu sendiri sehingga terjadi
penurunan aktivitas sintesis dan mitosis, penurunan respon terhadapanabolic
growth factor, dan sintesis proteoglikan yang lebih kecil dan tidak seragam.
2) Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan
sendi melalui 2 mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena
bahan yang harus dikandungnya.
3) Kegemukan
Kegemukan (obesitas) adalah faktor risiko terkuat untuk terjadinya
osteoartritis lutut. Efek obesitas terhadap perkembangan dan progresifitas
OA terutama melalui peningkatan beban pada sendi-sendi penopang berat
badan. Tiga hingga enam kali berat badan dibebankan pada sendi lutut pada
saat tubuh bertumpu pada satu kaki. Peningkatan berat badan akan
melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa makin besar Indeks Massa Tubuh (IMT), risiko
menderita OA lutut akan semakin meningkat. Penderita OA dengan obesitas
memiliki gejala OA yang lebih berat. Obesitas tidak hanya mengawali
timbulnya penyakit OA, tetapi juga merupakan akibat lanjut dari inaktivitas
para penderita OA.Selain melalui peningkatan tekanan mekanik pada tulang
yang menyebabkan kerusakan kartilago, obesitas berhubungan dengan
kejadian osteoartritis secara tidak langsung melalui faktor-faktor sistemik
4) Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi
tersebut.
5) Keturunan/ gen
Herbeden node merupakan salah satu bentuk osteortritis yang biasa
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
Faktor genetik juga berperan pada kejadian OA lutut. Hal tersebut
berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang
bersifat diturunkan, seperti adanya mutasi pada gen prokolagen II atau gen-
gen struktural lain untuk struktur-struktur tulang rawan sendi seperti
kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat, atau proteoglikan.

Sebuah studi menunjukkan bahwa komponen yang diturunkan pada


penderita OA sebesar 50% hingga 65%. Studi pada keluarga, saudara
kembar, dan populasi menunjukkan perbedaan antar pengaruh genetik
menentukan lokasi sendi yang terkena OA. Bukti lebih jauh yang
mendukung faktor genetik sebagai predisposisi OA adalah adanya
kesesuaian gen OA yang lebih tinggi pada kembar monozigot dibanding
kembar dizigot.
6) Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matrik rawan sendi oleh
membran synovial dan sel- sel radang.
7) Joint mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormone pertumbuhan, maka rawan
sendi akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/ seimbang
sehingga memperceat proses degenerasi
8) Penyakit Endokrin
Pada hipertiroidisme terjadi produksi air dan garam- garam proteglikan
yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehinggga merusak sifat
fisik rawan sendi, ligament. Tendon, synovial, dan kulit pada diabetes
melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglandin menurun.
9) Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan homosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/ pirofosfat dalam rawan sendi.
10) Riwayat trauma lutut
Trauma lutut yang aut termasuk robekan pada ligament krusiatum dan
meniscus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut. Studi Framingham
menemukan bahwa ornga dengan riwayat trauma lutut memiliki risiko 5-6
kali lipat lebih tinggi untuk menderita OA lutut. Hal tersebut biasanya
terjadi pada kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan
kecacatan yang lama dan pengangguran
11) Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutu anatara lain kelainan local pada sendi
lutut seperti genu varum, genu valgus, legg-calve Perthes disease dan
dysplasia asetubulum. Kelemahan otot quadrisep dan laksiti ligamentum
pada sendi lutut termasuk kelainan local yang juga menjadi faktor risiko
OA lutut.
12) Jenis kelamin
Wanita berrisiko terkena OA dua kali lipat dibanding pria.Walaupun
prevalensi OA sebelum usia 45 tahun kurang lebih sama pada pria dan
wanita, tetapi di atas 50 tahun prevalensi OA lebih banyak pada wanita,
terutama pada sendi lutut. Wanita memiliki lebih banyak sendi yang terlibat
dan lebih menunjukkan gejala klinis seperti kekakuan di pagi hari, bengkak
pada sendi, dan nyeri di malam hariMeningkatnya kejadian OA pada wanita
di atas 50 tahun diperkirakan karena turunnya kadar estrogen yang
signifikan setelah menopause.7,8 Kondrosit memiliki reseptor estrogen
fungsional, yang menunjukkan bahwa sel-sel ini dipengaruhi oleh estrogen.
Penelitian yang dilakukan pada beberapa tikus menunjukkan bahwa
estrogen menyebabkan peningkatan pengaturan reseptor estrogen pada
kondrosit, dan peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan sintesis
proteoglikan pada hewan percobaan

b. Faktor Presipitasi
Demografi
Mereka yang terdiagnosis osteoartritis, sangatlah diperlukan adanya
perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan sekitarnya
yang tidak mendukung. Maka kemungkinan besar klien akan merasakan
gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan
sekitar klien yang cukup dingin, maka klien akan merasa ngilu, kekakuan
sendi pada area- area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi dan bahkan
kelumpuhan.
5. Klasifikasi
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi OA primer dan OA
sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik adalah OA yang kausanya tidak
diketahui dan tidakada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya
kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama.
OA primer lebih sering ditemukan dari pada OA sekunder. Penyakit ini bersifat
progresif lambat, umumnya terjadi pada usia lanjut, walaupun usia bukan satu-
satunya faktor risiko. Di beberapa referensi menyatakan bahwa angka insiden
terjadinya OA meningkat seiring bertambahnya usia terutama pada usia > 50
tahun, ini berkaitan dengan adanya degenerasi tulang rawan. Faktor lain yang
diduga menjadi pemicu osteoartritis adalah faktor jenis kelamin, kegemukan, dan
overuse (Pratiwi, AE, 2016).

6. Gejala Klinis
Gejala-gejala osteoarthritis antara lain meliputi (Inawati, 2010) :

a. Nyeri sendiyang semakin buruk setelah latihan atau meletakkan beban di


atasnya, dan hilang dengan istirahat
b. Rasa sakit yang lebih buruk ketika memulai aktivitas setelah jangka waktu
tidak ada aktivitas
c. Seiring waktu, nyeri hadir bahkan ketika sedang istirahat
d. Krepitasi dari sendi dengan gerakan
e. Rasa nyeri meningkat saat cuaca lembab atau basah
f. Sendi mengalami pembengkakan
g. Gerakan Terbatas
h. Kelemahan otot sekitar sendiyang mengalami artritis
Beberapa orang mungkin tidak memiliki gejala.
7. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak
meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan,
rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan
tulang baru pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses
pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan
tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim
lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks
di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi
yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan,
seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan
proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya
gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan
penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-
perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu
misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit
peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat
intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan
mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan
rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya
hipertropi atau nodulus.
Clinical Pathway

Proses Penuaan Perubahan Trauma


Komponen sendi - Intrinsik
- Ekstrinsik
Pemecahan - Kolagen
kondrosit - Progteogtikasi
- Jaringan sub Perubahan
kondrial metabolisme sendi
Proses penyakit
degeneratif
yang panjang

Pengeluaran
enzim lisosom

Kerusakan
- Kurang
kemampuan matrik kartilago
mengingat
- Kesalahan Penebalan Perubahan
interpretasi tulang sendi fungsi sendi

Penyempitan Deformitas
Kurang rongga sendi sendi
pengetahuan Kontraktur

- Penurunan Hambatan
Kekuatan mobilitaas fisik
- nyeri

Gangguan Hipertrofi
Hambatan Citra tubuh
Defisit perawatan
diri mobilitas fisik

Harga Diri Distensi Cairan


Rendah

Nyeri

Ansietas
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu terjadi
deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.
Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas
bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput
metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis.
9. Pemeriksaan diagnostik (Penunjang)
a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang dapat
ditemukan adalah
 Pembengkakan jaringan lunak
 Penyempitan rongga sendi
 Erosi sendi
 Osteoporosis juksta artikuler
b. Tes Serologi
 BSE Positif
 Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Pemeriksaan radiologi
 Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
 Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
d. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang aseptik,
cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
10. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai
adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal- hal berikut ini:
a. Keadaan umum: komplikasi steroid, berat badan.
b. Tangan: meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
c. Lengan: Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe
aksila.
d. Wajah: periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis,
skleromalasia perforans, katarak anemia dan tanda- tanda hiperviskositas pada
fundus. Kelenjar parotis membesar
e. Mulut: (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak
menyeababkan iritasi.
f. Leher: adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
g. Toraks: Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta
dan mitral).Paru- paru (aadanya efusi pleura, fibrosis, nodul infark, sindroma
caplan)
h. Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastrik
i. Panggu dan lutut: tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan betis (kista baker
yang ruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda- tanda kompresi
medula spinalis.
j. Kaki: efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantong
suprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan sekitar patela yang
berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi
pembengkakan pada sisi anterior.
k. Urinalisis: untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk
menentukan adanya darah.
l.
11. Terapi/ Tindakan Penanganan
Prinsip utama pengobatan penyakit osteoartritis adalah dengan
mengistirahatkan sendi yang terserang. Karena jika sendi yang terserang terus
digunakan akan memperparah peradangan. Dengan mengistiratakan sendi secara
rutin dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan. Embidaian bisa digunakan
untuk imobilisasi dan mengistiratkan satu atau beberapa sendi. Tetapi untuk
mencegah kekakuan dapat dilakukan beberapa gerakkan yang sistematis. Obat-
obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ini adalah:
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah aspirin
dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan mengurangi
nyeri.
2. Obat slow-acting. Obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti peradangan non
steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera
jika penyakitnya berkembang cepat.
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk
mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif
digunakan pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila digunakan
dalam jangka panjang. Obat ini tidak memperlambat perjalanan pnyakit ini dan
pemakaian jangka panjang mengakibatkan berbagai efek samping., yang
melibatkan hampir setiap orang.
4. Obat Imunosupresif (contoh metotreksat,azatioprin, dan cyclophosphamide)
efektif unuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini menekan peradangan
sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau diberikan dengan dosis
rendah.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai
tujuan- tujuan ini. Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi dan
obat- obatan.
a. Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan
pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada pasien, keluarganya dan siapa
saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan yang di berikan meliputi
pengertian tentang patofisiologis, penyebab, dan prognosis penyakit ini, semua
kompnen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks,
sumber- sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini, dan metode-metode
efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses
pendidikan ini harus dilakukan secara terus menerus. Bantuan dapat diperoleh
melalui club penderita. Badan- badan kemasyarakatan dan dari orang- orang
lain yang juga pendeita artritis reumatoid serta keluarga mereka.
b. Istirahat penting karena osteartiritis biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
Walaupun rasa lelah dan kekakuan sendi itu bisa timbul setiap hari, tetapi ada
masa- masa ketika pasien merasa lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan
rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti bahwa
pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri.
c. Latihan- latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang
sakit, sedikitnya dua kali sehari. Kompres panas pada sendi- sendi yang sakit
dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu
yang bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di
rumah.
d. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila tindakan diatas sudah tidak dapat
menolong pasien lagi. Penggantian engsel (artoplasti) dilakukan dengan
mengganti engsel yang rusak dan diganti dengan alat lain yang terbuat dari
plastik atau metal yang disebut prostesis. Pembersihan sambungan
(debridemen) dapat dilakukan dengan mengangkat serpihan tulang rawan yang
rusak yang mengganggu pergerakan dan menyebabkan nyeri saat pergerakan
tulang. Penataan tulang dapat dipilih jika artroplasti tidak dipilih pada kondisi
tertentu, seperti osteoartritis pada anak dan remaja. Penataan ini dilakukan agar
sambungan/ engsel tidakmenerima beban saat melakukan pergerakan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1) Pengkajian fisik
a) Identitas
b) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa
kaku.
d) Pola fungsi Gordon
 Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan
yang dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
 Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan,
dan volume minuman perhari, makanan kesukaan.
 Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan
warna
 Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri,
dibantu atau menggunakan alat
 Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji
penyebabnya
 Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas
9nyerinya seperti apa), Reqion (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala
nyeri 1-10), Time (kapan nyeri terasa bertambah berat).
 Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas
diri, gambaran diri.
 Pola seksual dan reproduksi
kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
 Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
 Pola manajemen koping stress
 Sistem nilai dan keyakinan
b. Fungsional klien
1) Indeks Barthel yang dimodifikasi
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan
aktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat,
kebersihan diri, aktivitas di toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun
tangga, berpakaian, mengontrol defikasi dan berkemih. Cara penilaian:
NO KRITERIA BANTUAN MANDIRI
1 Makan 5 10
2 Minum 5 10
3 Berpindah dari kursi roda ketempat tidur/sebaliknya 5-10 15
4 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, 0 5
menggosok gigi)
5 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka 5 10
tubuh, menyiram)
6 Mandi 5 15
7 Jalan di permukaan datar 0 5
8 Naik turun tangga 5 10
9 Menggunakan pakaian 5 10
10 Kontrol bowel (BAB) 5 10
11 Kontrol Bladder (BAK) 5 10
Total skor
Cara penilaian:
< 60 : ketergantungan penuh/total
65-105 : ketergantungan sebagian
110 : mandiri

2) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas
kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau
bergantung dari klien dalam hal: makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah,
ke kamar mandi, mandi dan berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan
disimpulkan dengan system penilaian yang didasarkan pada tingkat
bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas fungsionalnya. Salah
satukeuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur
perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi
dan aktivitas rehabilitasi. Pengukuran pada kondisi ini meliputi:
Termasuk kategori manakah klien?
A. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C. Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
D. Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
E. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi
yang lain
F. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu
fungsi yang lain
G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
Keterangan :
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari
orang lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi
dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.
c. Status mental dan kognitif gerontik
 Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual.
Pengujian terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenan dengan orientasi,
riwayat pribadi, memori dalam hubungannya dengan kemampuan
perawatan diri, memori jangka panjang dan kemampuan matematis atau
perhitungan (Pfeiffer, 2002).
NO PERTANYAAN BENAR SALAH
1 Tanggal berapa hari ini
2 Hari apa sekarang
3 Apa nama tempat ini
4 Alamat anda?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir (minimal tahun lahir)
7 Siapa presiden indonesia sekarang?
8 Siapa presiden ndonesia sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara menurun
Jumlah
Interpretasi hasil :
1) Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
2) Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3) Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
4) Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat

 MiniMental Status Exam (MMSE)


Mini mental status exam (MMSE) menguji aspek kognitif dari fungsi
mental: orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali
dan bahasa. Nilai kemungkinan ada 30, dengan nilai 21 atau kurang
biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan
penyelidikan lanjut. Pemeriksaan memerlukan hanya beberapa menit
untuk melengkapi dan dengan mudah dinilai, tetapi tidak dapat
digunakan sendiri untuk tujuan diagnostic. karena pemeriksaan MMSE
mengukur beratnya kerusakan kognitif dan mendemonstrasikan
perubahan kognitif pada waktu dan dengan tindakan. Ini merupakan
suatu alat yang berguna untuk mengkaji kemajuan klien yang
berhubungan dengan intervensi. Alat pengukur status afektif
bdigunakan untuk membedakan jenis depresi serius yang
mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati. Depresi adalah umum
pada lansia dan sering dihubungkan dengan kacau mental dan
disorientasi, sehingga seorang lansia depresi sering disalah artikan
dengan dimensia. Pemeriksaan status mental tidak dengan jelas
membedakan antara depresi dengan demensia, sehingga pengkajian
afektif adalah alat tambahan yang penting.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri, ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit
atau terapi
d. Resiko trauma berhubungan dengan keterbatasan ketahanan fisik,
perubahan fungsi sendi
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit,
prognosis dan kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi
informasi.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi,
perubahan bentuk tubuh pada sendi dan tulang.
3. Perencanaan
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri b.d agen Setelah diberikan asuhan keperawatan Pain Management
cedera biologis, selama 1x24 jam diharapkan nyeri  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
distensi jaringan berkurang/terkontrol dengan kriteria termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
oleh akumulasi hasil :
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
cairan, destruksi  Mampu mengontrol nyeri (tahu  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
sendi penyebab nyeri, mampu  Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan tehnik  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
nonfarmakologi untuk farmakologi dan inter personal)
mengurangi nyeri, mencari  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
bantuan) intervensi
 Melaporkan bahwa nyeri  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
berkurang dengan menggunakan  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
manajemen nyeri  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala,  Tingkatkan istirahat
intensitas, frekuensi dan tanda  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
nyeri) tindakan nyeri tidak berhasil
 Menyatakan rasa nyaman setelah  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)

2. Gangguan/kerusakan Setelah diberikan asuhan keperawatan Exercise therapy : ambulation


mobilitas fisik b/d selama 3x24 jam, diharapkanhambatan  Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat
deformitas skeletal, mobilisasi fisik dapat diatasi dengan respon pasien saat latihan
 Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
nyeri, kriteria :
 Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
ketidaknyamanan,  Klien meningkat dalam aktivitas secara mandiri sesuai kemampuan
penurunan .kekuatan fisik  Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
otot  Mengerti tujuan dari penuhi kebutuhan ADLs ps.
peningkatan mobilitas  Berikan alat Bantu jika klien memerlukan
 Memverbalisasikan perasaan  Bantu klien melakukan latihan ROM
dalam meningkatkan kekuatan  Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
dan kemampuan berpindah bantuan jika diperlukan
 Memperagakan penggunaan alat
Bantu untuk mobilisasi (walker)
3 Defisit perawatan Setelah diberikan asuhan keperawatan Self Care assistance : ADLs
diri b/d kelemahan, selama 3x24 jam, klien mampu merawat  Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang
kerusakan persepsi diri dengan kriteria hasil : mandiri.
 Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
dan kognitif  Klien terbebas dari bau badan
kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
 Menyatakan kenyamanan
makan.
terhadap kemampuan untuk
melakukan ADLs Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
 Dapat melakukan ADLS dengan untuk melakukan self-care.
bantuan  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
.
4. Resiko trauma b/d Setelah diberikan asuhan keperawatan Environmental Management safety
penurunan fungsi selama 3x24 jam, diharapkan klien  Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
tidak/terhindar dari resiko trauma  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
sendi, keterbatasan dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan
dengan criteria:
riwayat penyakit terdahulu pasien
ketahanan fisik  Klien terbebas dari cedera  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
 Klien mampu menjelaskan faktor memindahkan perabotan)
resiko dari lingkungan/perilaku  Memasang side rail tempat tidur
personal  Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
 Mampu memodifikasi gaya hidup  Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
untuk mencegah injuri dijangkau pasien.
 Memberikan penerangan yang cukup
 Mengontrol lingkungan dari kebisingan
 Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.
Jakarta : EGC
Inawati. (2010). Osteoartritis. Surabaya. Departemen Patologi Anatomi Dosen
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. [Serial Online]
Diunduh di
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2010/Osteoartriti
s.pdf. Diakses tanggal 10 Mei 2019.
Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta:Media
Aesculapius.
McCloskey&Bulechek. 2004. Nursing Intervention Classification : Fourth
Edition. Mosby : USA
Moorhead, Johnson, L.Maas, & Swanson. 2008. Nursing Outcomes
Classification: Fourth Edition. Mosby : USA
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Potter, & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Vol. 1. Jakarta :
EGC
Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6.
Jakarta: EGC
Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC
Suari,Bunga A., Ihsan, Muhammad dan Burhanuddin, Laode. 2013. Gambaran
Penderita Osteoartritis Di Bagian Bedah Rsud Arifin Achmad Periode.JOM
FK Volume 2 No. 2. Diakses dari
https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1002006198-1-
jurnal%20Hasibi%20fix%20ISM.pdf. Diakses tanggal 10 Mei 2019.
Widjaja, I. H. 2006. Buku ajar anatomi pelvis. Jakarta: FK UNTAR
Lampiran. Leaflet Penyuluhan

Anda mungkin juga menyukai