Oleh:
Denny Dwi Kurnia Putra, S.Kep
NIM 192311101044
3. Epidemiologi
Osteoartritis dapat mengenai dua per tiga orang yang berumur lebih dari
65 tahun, denganprevalensi 60,5% pada pria dan70,5% pada wanita. Seiring
bertambahnya jumlah kelahiran yang mencapai usia per-tengahan dan obesitas
serta peningkatannya dalam populasi masyarakat osteoarthritis akan berdampak
lebih buruk di kemudian hari. Karena sifatnya yang kronik
progresif,osteoarthritis berdampak sosioekonomik yang besar di Negara maju
dan di Negara berkembang. (Suari, 2013).
Angka kejadian OA sering dijumpai pada orang dengan usia 45 thn keatas
dengan angka kejadian pada wanita lebh banyak daripada pria. Diseluruh
dunia, diperkirakan 9,6% pria dan 18% wanita berumur 60 thn keatas, terkena
OA. Insiden OA pada umur kurang dari 20 tahun sekitar 10% dan meningkat
lebh dari 80% pada umur lebih dari 55 tahun (Susanto,2011).
Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun,
30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun Prevalensi penyakit
sendi berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan di Indonesia 11,9% dan
berdasarkan gejala 24,7%. Prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
tertinggi di Bali 19,3% sedangkan berdasarkan gejala tertinggi di Nusa
Tenggara Timur 33,1%, Jawa Barat 32,1%, Bali 30%, DKI Jakarta 21,8%. Jika
dilihat dari karakteristik umur, prevalensi tertinggi pada umur ≥ 75 tahun (54, 8
%). Penderita wanita juga lebih banyak (27,5%) dibandingkan dengan pria
(21,8%) (Suari dkk, 2013).
4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari Osteoartritis yang banyak meyebabkan gejala,
meliputi:
1) Umur
Usia adalah faktor risiko utama timbulnya OA, dengan prevalensi dan
beratnya OA yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Lebih dari 80% individu berusia lebih dari 75 tahun terkena OA. Bukti
radiografi menunjukkan insidensi OA jarang pada usia di bawah 40 tahun.
OA hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak dan sering pada usia di atas
60 tahun. Meskipun OA berkaitan dengan usia, penyakit ini bukan
merupakan akibat proses penuaan yang tak dapat dihindari.
b. Faktor Presipitasi
Demografi
Mereka yang terdiagnosis osteoartritis, sangatlah diperlukan adanya
perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan sekitarnya
yang tidak mendukung. Maka kemungkinan besar klien akan merasakan
gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan
sekitar klien yang cukup dingin, maka klien akan merasa ngilu, kekakuan
sendi pada area- area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi dan bahkan
kelumpuhan.
5. Klasifikasi
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi OA primer dan OA
sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik adalah OA yang kausanya tidak
diketahui dan tidakada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya
kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama.
OA primer lebih sering ditemukan dari pada OA sekunder. Penyakit ini bersifat
progresif lambat, umumnya terjadi pada usia lanjut, walaupun usia bukan satu-
satunya faktor risiko. Di beberapa referensi menyatakan bahwa angka insiden
terjadinya OA meningkat seiring bertambahnya usia terutama pada usia > 50
tahun, ini berkaitan dengan adanya degenerasi tulang rawan. Faktor lain yang
diduga menjadi pemicu osteoartritis adalah faktor jenis kelamin, kegemukan, dan
overuse (Pratiwi, AE, 2016).
6. Gejala Klinis
Gejala-gejala osteoarthritis antara lain meliputi (Inawati, 2010) :
Pengeluaran
enzim lisosom
Kerusakan
- Kurang
kemampuan matrik kartilago
mengingat
- Kesalahan Penebalan Perubahan
interpretasi tulang sendi fungsi sendi
Penyempitan Deformitas
Kurang rongga sendi sendi
pengetahuan Kontraktur
- Penurunan Hambatan
Kekuatan mobilitaas fisik
- nyeri
Gangguan Hipertrofi
Hambatan Citra tubuh
Defisit perawatan
diri mobilitas fisik
Nyeri
Ansietas
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu terjadi
deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.
Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas
bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput
metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis.
9. Pemeriksaan diagnostik (Penunjang)
a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang dapat
ditemukan adalah
Pembengkakan jaringan lunak
Penyempitan rongga sendi
Erosi sendi
Osteoporosis juksta artikuler
b. Tes Serologi
BSE Positif
Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Pemeriksaan radiologi
Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
d. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang aseptik,
cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
10. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai
adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal- hal berikut ini:
a. Keadaan umum: komplikasi steroid, berat badan.
b. Tangan: meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
c. Lengan: Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe
aksila.
d. Wajah: periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis,
skleromalasia perforans, katarak anemia dan tanda- tanda hiperviskositas pada
fundus. Kelenjar parotis membesar
e. Mulut: (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak
menyeababkan iritasi.
f. Leher: adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
g. Toraks: Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta
dan mitral).Paru- paru (aadanya efusi pleura, fibrosis, nodul infark, sindroma
caplan)
h. Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastrik
i. Panggu dan lutut: tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan betis (kista baker
yang ruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda- tanda kompresi
medula spinalis.
j. Kaki: efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantong
suprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan sekitar patela yang
berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi
pembengkakan pada sisi anterior.
k. Urinalisis: untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk
menentukan adanya darah.
l.
11. Terapi/ Tindakan Penanganan
Prinsip utama pengobatan penyakit osteoartritis adalah dengan
mengistirahatkan sendi yang terserang. Karena jika sendi yang terserang terus
digunakan akan memperparah peradangan. Dengan mengistiratakan sendi secara
rutin dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan. Embidaian bisa digunakan
untuk imobilisasi dan mengistiratkan satu atau beberapa sendi. Tetapi untuk
mencegah kekakuan dapat dilakukan beberapa gerakkan yang sistematis. Obat-
obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ini adalah:
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah aspirin
dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan mengurangi
nyeri.
2. Obat slow-acting. Obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti peradangan non
steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera
jika penyakitnya berkembang cepat.
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk
mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif
digunakan pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila digunakan
dalam jangka panjang. Obat ini tidak memperlambat perjalanan pnyakit ini dan
pemakaian jangka panjang mengakibatkan berbagai efek samping., yang
melibatkan hampir setiap orang.
4. Obat Imunosupresif (contoh metotreksat,azatioprin, dan cyclophosphamide)
efektif unuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini menekan peradangan
sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau diberikan dengan dosis
rendah.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai
tujuan- tujuan ini. Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi dan
obat- obatan.
a. Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan
pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada pasien, keluarganya dan siapa
saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan yang di berikan meliputi
pengertian tentang patofisiologis, penyebab, dan prognosis penyakit ini, semua
kompnen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks,
sumber- sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini, dan metode-metode
efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses
pendidikan ini harus dilakukan secara terus menerus. Bantuan dapat diperoleh
melalui club penderita. Badan- badan kemasyarakatan dan dari orang- orang
lain yang juga pendeita artritis reumatoid serta keluarga mereka.
b. Istirahat penting karena osteartiritis biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
Walaupun rasa lelah dan kekakuan sendi itu bisa timbul setiap hari, tetapi ada
masa- masa ketika pasien merasa lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan
rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti bahwa
pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri.
c. Latihan- latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang
sakit, sedikitnya dua kali sehari. Kompres panas pada sendi- sendi yang sakit
dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu
yang bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di
rumah.
d. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila tindakan diatas sudah tidak dapat
menolong pasien lagi. Penggantian engsel (artoplasti) dilakukan dengan
mengganti engsel yang rusak dan diganti dengan alat lain yang terbuat dari
plastik atau metal yang disebut prostesis. Pembersihan sambungan
(debridemen) dapat dilakukan dengan mengangkat serpihan tulang rawan yang
rusak yang mengganggu pergerakan dan menyebabkan nyeri saat pergerakan
tulang. Penataan tulang dapat dipilih jika artroplasti tidak dipilih pada kondisi
tertentu, seperti osteoartritis pada anak dan remaja. Penataan ini dilakukan agar
sambungan/ engsel tidakmenerima beban saat melakukan pergerakan.
2) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas
kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau
bergantung dari klien dalam hal: makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah,
ke kamar mandi, mandi dan berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan
disimpulkan dengan system penilaian yang didasarkan pada tingkat
bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas fungsionalnya. Salah
satukeuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur
perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi
dan aktivitas rehabilitasi. Pengukuran pada kondisi ini meliputi:
Termasuk kategori manakah klien?
A. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C. Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
D. Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
E. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi
yang lain
F. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu
fungsi yang lain
G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
Keterangan :
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari
orang lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi
dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.
c. Status mental dan kognitif gerontik
Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual.
Pengujian terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenan dengan orientasi,
riwayat pribadi, memori dalam hubungannya dengan kemampuan
perawatan diri, memori jangka panjang dan kemampuan matematis atau
perhitungan (Pfeiffer, 2002).
NO PERTANYAAN BENAR SALAH
1 Tanggal berapa hari ini
2 Hari apa sekarang
3 Apa nama tempat ini
4 Alamat anda?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir (minimal tahun lahir)
7 Siapa presiden indonesia sekarang?
8 Siapa presiden ndonesia sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara menurun
Jumlah
Interpretasi hasil :
1) Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
2) Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3) Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
4) Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri, ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit
atau terapi
d. Resiko trauma berhubungan dengan keterbatasan ketahanan fisik,
perubahan fungsi sendi
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit,
prognosis dan kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi
informasi.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi,
perubahan bentuk tubuh pada sendi dan tulang.
3. Perencanaan
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri b.d agen Setelah diberikan asuhan keperawatan Pain Management
cedera biologis, selama 1x24 jam diharapkan nyeri Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
distensi jaringan berkurang/terkontrol dengan kriteria termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
oleh akumulasi hasil :
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
cairan, destruksi Mampu mengontrol nyeri (tahu Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
sendi penyebab nyeri, mampu Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan tehnik Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
nonfarmakologi untuk farmakologi dan inter personal)
mengurangi nyeri, mencari Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
bantuan) intervensi
Melaporkan bahwa nyeri Ajarkan tentang teknik non farmakologi
berkurang dengan menggunakan Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
manajemen nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, Tingkatkan istirahat
intensitas, frekuensi dan tanda Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
nyeri) tindakan nyeri tidak berhasil
Menyatakan rasa nyaman setelah Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.
Jakarta : EGC
Inawati. (2010). Osteoartritis. Surabaya. Departemen Patologi Anatomi Dosen
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. [Serial Online]
Diunduh di
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2010/Osteoartriti
s.pdf. Diakses tanggal 10 Mei 2019.
Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta:Media
Aesculapius.
McCloskey&Bulechek. 2004. Nursing Intervention Classification : Fourth
Edition. Mosby : USA
Moorhead, Johnson, L.Maas, & Swanson. 2008. Nursing Outcomes
Classification: Fourth Edition. Mosby : USA
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Potter, & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Vol. 1. Jakarta :
EGC
Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6.
Jakarta: EGC
Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC
Suari,Bunga A., Ihsan, Muhammad dan Burhanuddin, Laode. 2013. Gambaran
Penderita Osteoartritis Di Bagian Bedah Rsud Arifin Achmad Periode.JOM
FK Volume 2 No. 2. Diakses dari
https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1002006198-1-
jurnal%20Hasibi%20fix%20ISM.pdf. Diakses tanggal 10 Mei 2019.
Widjaja, I. H. 2006. Buku ajar anatomi pelvis. Jakarta: FK UNTAR
Lampiran. Leaflet Penyuluhan