Anda di halaman 1dari 8

Nama : Imilia Aulina

NIM : 0303172128

Prodi / Sms : BKI-2 / V

Mata Kuliah : Konseling Lintas Budaya

Tanggal : 27 November 2019

RESUME CBR 4-6

BAB 4 ENKULTURASI SERTA BUDAYA DAN PROSES PERKEMBANGAN

ENKULTURASI
Enkulturasi adalah proses yang bersifat lintas generasi dan memungkinkan manusia untuk
menyampaikan dan belajar tentang kebudayaannya.
Contoh-contoh enkulturasi yaitu:
 Muslim haram makan daging babi.
 Orang Prancis makan daging kuda dan bekicot, tetapi jijik makan jeroan.
 Orang Cina makan ular, monyet, dan sebagainya tapi muak makan keju.
 Orang Katolik makan ikan hanya setiap Jum’at.
 Budhist vegetarian.
 Orang Hindu haram makan sapi.
 India makan laba-laba, semut dan ulat.
 Orang Vietnam dan orang Batak makan daging anjing, kelelawar.
 Kuliner adalah budaya.
Proses enkulturasi dapat dilihat pada kegiatan orangtua yang mengajak anaknya saat
bekerja atau pergi ketempat ibadah. Didalam kegiatan tersebut terdapat budaya yang ditularkan
dari generasi tua ke generasi muda.
Dari kegiatan diatas, kebudayaan kita pelajari sejak kecil dan lebih menitikberatkan pada
pembelajaran melalui pengalaman. Misalnya dalam enkulturasi dan sosialisasi. Adapun agen-agen
dari enkulturasi dan sosialisasi yaitu:
1. Orangtua

1
Pola asuh orangtua merupakan cara penyaluran budaya paling penting dari generasi ke
generasi. Ada tiga gaya pengasuhan yang umum digunakan orangtua dalam mengasuh anak-
anaknya, yaitu:
a. Authoritarian
Merupakan gaya pengasuhan yang menganggap anak harus diatur dan patuh.
b. Permissive
Merupakan gaya pengasuhan yang biasanya lebih hangat dan perhatian terhadap anak-
anaknya, namun mereka mengizinkan anaknya untuk mengatur hidupnya sendiri dan
hanya memberikan sedikit arahan untuk anak-anaknya.
c. Authoritative
Merupakan gaya pengasuhan yang orangtua bersikap sensitif, namun juga tegas dan masuk
akal. Orangtua juga menunjukan kehangatan dan kasih sayang yang tinggi.
2. Budaya dan Teman Sebaya
Ada tiga tipe budaya dengan tingkat pengaruh teman sebaya yang berbeda-beda dalam
proses sosialisasi budayanya, yaitu:
a. Budaya posfiguratif (Posfigurative cultures)
Perubahan budaya tergolong lambat dan proses sosialisasi budaya di dominasi oleh orang
tua.
b. Budaya kofiguratif (Cofigurative cultures)
Perubahan budaya lebih cepat, orang tua melanjutkan proses sosialisasi kepada anak-
anaknya, namun teman sebaya juga memainkan peran yang besar dalam proses sosialisasi
tersebut.
c. Budaya prefiguratif (Prefigurative cultures)
Perubahan budaya sangat cepat dan pengaruh teman sebaya sangat kuat dalam proses
sosialisasi.
3. Budaya dan Pendidikan
Institusi pendidikan merupakan salah satu agen penting dalam menyosialisasikan nilai-
nilai budaya kepada anak-anak.
4. Agama

2
Institusi agama adalah salah satu agen dalam proses enkulurasi budaya. Psikolog AS
mengabaikan faktor agama dalam penelitiannya sepanjang abad ke-20, tetapi agama
merupakan sarana penting untuk enkulturasi.
BUDAYA DAN PROSES PERKEMBANGAN
Budaya dan Tempramen
Ada tiga jenis tempramen berdasarkan pengetahuan umum, yaitu:
1. Easy Temprament
Yaitu tempramen yang sangat menyenangkan, mudah beradaptasi, dan memiliki perilaku
positif dan responsif.
2. Difficult Temprament
Yaitu tempramen yang bersemangat, tidak biasa, menghindar dan ditandai dengan mood
yang negatif.
3. Sow-to-warm-up
Yaitu tempramen yang membutuhkan waktu untuk dalam melakukan transisi antara
aktivitas dan pengalaman.
Budaya dan Attachment
Attachment adalah ikatan khusus yang terbangun antara bayi dengan pengasuh utamanya.
Dikala ibu tidak dapat sepenuhnya berfungsi sebagai pengasuh anak, maka pengasuhan anak bisa
diserahkan kepada orang lain seperti: nenek, atau anggota keluarga yang lain. Dalam hal seperti
itu, anak akan lebih dekat kepada pengasuhnya yang bukan ibunya sendiri ketimbang kepada
ibunya. Ada tiga sistem attachment yaitu:
1. Secure
Anak yang kalau ditinggal orangtuanya cenderung distress, tetapi langsung senang kalau
orangtuanya pulang.
2. Ambivalent
Anak yang kalau ditinggal orangtuanya distress, tetapi kalau orangtuanya pulang antara
senang dan sedih.
3. Avoidant
Anak yang kalau ditinggal orangtuanya tidak distress tapi juga tidak mencari
perhatian/mengalihkan ke hal lain.
Budaya dan Perkembangan Kognitif

3
Menurut teori Piaget, perkembangan kognitif anak terbagi dalam empat tahap, yaitu:
1. Tahap sensorimotor (0-2tahun)
Pada tahap ini anak mulai mengenal dunia melalui pancaindra (sensory) dan gerak tubuhnya
(motorik). Anak mulai mengembangkan kemampuan motoriknya dengan mengisap jempol.
2. Tahap praoperasional (2-7tahun)
Pada tahap ini skema dimasukan kedalam memori, tahu hubungan sebab-akibat, keterampilan
motorik berkembang (berlari, menyepak, makan), egosentrisme mulai berkurang. Dalam tahap
ini, anak belum bisa menggunakan logika.
3. Tahap operasional konkret (7-11tahun)
Pada tahap ini anak mulai bisa berfikir logis, tetapi logikanya masih terfokus dan masih
memerlukan alat bantu.
4. Tahap operasional formal (11-16tahun)
Pada tahap ini individu sudah mampu berfikir abstrak dan logis sehingga mampu
melakukan kalkuasi matematik atau mengevaluasi data dengan mudah.
BAB 5 BUDAYA, BAHASA, KOMUNIKASI DAN PERILAKU SOSIAL

BUDAYA, BAHASA DAN KOMUNIKASI

Bahasa
Bahasa merupakan media komunikasi manusia. Bahasa dan budaya memiliki hubungan
timbal balik yang saling mempengaruhi. Bahasa menciptakan budaya yang dimiliki manusia,
namun budaya juga dapat mempengaruhi bahasa yang digunakan manusia.
Pada mulanya, manusia lahir dengan ketidaktauan mengenai bahasa. Hal ini dilihat pada
bayi-bayi diseluruh dunia yang mengeluarkan bunyi yang sama saat berinteraksi dengan
lingkungannya. Namun, seiring dengan perkembangannya ia akan mempelajari mengenai bahasa
dan cara menggunakannya dari sang pengasuh. Melalui pelajaran bahasa inilah, manusia juga
mempelajari mengenai budayanya

Komunikasi
Komunikasi selalu terjadi dalam keadaan spesifik. Ketika kita berinteraksi dengan orang
lain, akan ada sejumlah informasi yang kita berikan kepada orang tersebut. Begitu pula sebaliknya.
Ada empat hal yang biasanya dibahas saat kita membicarakan proses komunikasi, yaitu:
1. Enconding

4
Merupakan proses dimana seseorang memilih, baik secara sadar ataupun dibawah
sadarnya.
2. Decoding
Merupakan proses dimana seseorang menerima sinyal dari orang lain dan
menerjemahkannya kedalam pesan yang bermakna.
3. Signal
Merupakan kata-kata dan perilaku spesifik yang dikirimkan oleh seseorang selama
komunikasi berlangsung.
4. Channels
Merupakan informasi sensoris spesifik saat sinyal dikirimkan dan pesan diterima, seperti
penglihatan dan suara.
Budaya dan Perilaku
Budaya memainkan peranan penting dalam mengasah pemahaman kita terhadap diri dan
identitas. Hal ini menyebabkan budaya memiliki pengaruh yang besar dalam seluruh konteks
kehidupan manusia. Salah satu konsep yang paing kuat dan menyeluruh mempengaruhi perilaku
kita adalah self-concept, adalah ide atau citra tentang diri sendiri dan alasan dibalik berbagai
perilaku yang kita munculkan. Self-concept dapat terbentuk dari praktik budaya, dimana seseorang
mendapatkan perilaku nyata, objektif, dan kasat mata dalam budaya tertentu. Berikut adalah
contoh dari perbedaan konseptualisasi budaya terhadap diri (self).
1. An independent construal of self, yaitu kondisi dimana individu dalam mengonsepkan dirinya
berfokus pada atribut personal dan internalnya sendiri (seperti kemampuan individual,
intelegensi, kepribadian, target-target pencapaian atau preferensi) sebagai ciri khas dirinya
untuk menyatakan fungsi dirinya dalam kelompoknya.
2. An interdependent construal of self, yaitu kondisi dimana individu cenderung berfokus pada
penyelerasan diri dengan hubungan interpersonal yang sedang berjalan. Dalam hal ini individu
mencoba berfokus pada status interdependen mereka dengan orang lain dan berupaya untuk
memenuhi tanggung jawab sosial yang ada.
Dalam menjelaskan independent dan interdependent of construal self, beberapa peneliti
juga mencoba menggunakan multiple selves theory. Teori ini mengemukakan bahwa pada
dasarnya manusia memiliki diri sebanyak peran sosial yang dilakukannya dalam kehidupan.

5
Misalnya, kita sedang bersama teman kita akan menjadi seseorang yang berbeda dibandingkan
dengan saat kita sedang bersama orang tua.
Identitas Sosial
Budaya juga mempengaruhi pembentukan identitas sosial pada diri seseorang. Misalnya,
orang Amerika bangga menyebut dirinya sebagai orang Amerika (I am American). Di Indonesia
sendiri, identitas sosial ini diungkap dalam bentuk Sumpah Pemuda. Identitas sosial juga dapat
terlihat dari jawaban orang Indonesia saat ditanya mengenai asal daerahnya. Biasanya kita tidak
akan puas hanya dengan menjawab asal tempat tinggal. Jawaban akan ditambah dengan suku,
terkadang sampai menyebutkan nama kampungnya.
Self-esteem
Self-esteem adalah hasil evaluasi tentang diri sendiri. Biasanya self-esteem ini juga
berkaitan dengan self-worth, yaitu penghargaan kita terhadap diri sendiri. Terkadang, self-esteem
bisa menjadi berlebihan, disebut self-enhancement. Misalnya orang jawa merasa ikatan
keluarganya yang kuat, padahal suku lain juga kuat.

BAB 6 BUDAYA DAN EMOSI

Emosi adalah suatu konsep yang majemuk, sehingga tidak ada satu definisi yang dapat
diterima secara universal. Emosi dapat dirasakan oleh manusia akibat adanya beberapa hal berikut:
1. Pengalaman subjektif, misalnya putus pacaran.
2. Perilaku overt, misalnya menangis, tertawa, mengumpat dan sebagainya.
3. Motivasi, misalnya keinginan untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Proses fisiologis, misalnya tekanan darah, hormon adrenalin yang meningkat.
5. Proses belajar, misalnya takut terhadap benda berbulu akibat kondisi yang dialaminya
6. Kondisi sistem-sistem saraf seseorang, misalnya seseorang yang selalu marah karena saraf
diotaknya terganggu.
Bagian-bagian otak yang terlibat dalam pemprosesan emosi adalah amygdala,
hippocampus, prefrontal Cortex, anterior cingulate, dan ventral striatum insula. Disamping itu,
emosi juga sering dikaitkan dengan istilah lainnya seperti:
1. Afek, merupakan sinonim dari emosi.
2. Affect display, yaitu ekspresi dari emosi yang dirasakan.

6
3. Sifat (disposition) mengacu pada karakteristik yang membedakan seseorang, kecenderungan
untuk bereaksi terhadap situasi-situasi tertentu dengan emosi tertentu.
4. Perasaan (feeling), biasanya mengacu pada aspek esmosi yang subjektif dan fenomenologis.
Misalnya pengalaman internal mengenai kecemasan, kesedihan dll.
5. Mood, mengacu pada kondisi emosional dengan durasi yang relatif sebentar.
Berbagai Penelitian Psikologis Mengenai Emosi
1. Teori Somatik
Teori ini berpendapat bahwa perubahan situasi menyebabkan terjadinya perubahan pada
kondisi tubuh. Perubahan kondisi tubuh inilah yang kemudian menyebabkan munculnya emosi
pada manusia. Misalnya saat kita melihat ada beruang di hutan, jantung kita akan mulai
berdetak dengan lebih cepat. Tubuh kita kemudian memproduksi adrenalin, tubug gemetar
sehingga menyebabkan munculnya rasa takut pada diri kita. Menurut teori ini “saya takut
karena gemetar”.
2. Teori Cannon – Bard
Cannon dan Bard muncul dengan penjelasan yang berbeda mengenai hubungan antara
emosi dan perilaku, di mana situasi tertentu mendorong munculnya sebuah emosi yang
kemudian mengaktivasi perilaku tertentu pada manusia. Dengan contoh yang sama saat kita
melihat ada beruang di hutan makan emosi takut akan muncul. Menurut teori ini “saya takut
gemetar dan lari”.
3. Teori Kognitif
Emosi baru timbul terkait dengan interprestasi yang terjadi sebagai akibat dari proses
kognitif pada orang yang bersangkutan. Pengalaman yang positif (misalnya pada pelatig
beruang) tidak akan menimbulkan emosi takut, ketika muncul seekor beruang. Sebaliknya
orang yang pernah tahu, atau diberitahu atau pernah mengalami sendiri bahayanya beruang,
maka orang itupun akan merasa takut. Jadi menurut teori ini “saya takut karena saya tahu
(kognitif) bahwa beruang itu berbahaya”.
4. Perspektif Evolusioner
Perspektif evolusioner telah dimulai sdi akhir abad ke-19, saat Charles Darwin
mempublikasikan bukunya mengenai ekspresi emosi pada manusia dan hewan. Darwin
berpendapat bahwa emosi berevolusi melalaui seleksi alamiah sebagai pertanda untuk makhluk
lain mengenai intensi kita. Darwin berpendapat bahwa emosi manusia tidak lagi hanya bersifat

7
fungsional, tetapi epifenomena dari fungsi yang terkait kebiasaan yang diturunkan dari spesies
satu ke spesies lainnya.
5. Emotional Intelligence (EQ)
Emotional intelligence theory (kecerdasan Emosi) disebut juga sebagai EQ (Emotional
Quotient). Teori emotional intelligence awalnya dikembangkan oleh psikolog Howard Gardner
(Harvard). Peter salovey (Yale), Jhon Mayer (New Hampshire) sekitar tahun 1970-1980-an.
Kemudian, Daniel Goleman pada tahun 1995 melalui bukunya,Emotional Intelegence,
menghidupkan kembali istilah ini.
Emotional intelliegence sangat erat kaitannya dengan pengembangan organisasi dan
pengembangkan individu. Hal ini karena prinsip-prinsip dalam EQ membantu kita untuk
memahami dan menilai prilaku, gaya managemen, sikap, kemampuan interpersonal, dan
potensi-potensi yang dimiliki individu.
Emotional intelligence juga berhubungan erat dengan konsep cinta dan spiritualitas. Ketika
seseorang bekerja,ia membawa perasaan kasih sayang dan kemanusiaan yang dimilikinya
dalam menyelesaikan tanggung jawabnya.

Anda mungkin juga menyukai